• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data pada bab empat, dengan menggunakan uji korelasi didapat hasil koefisien korelasi sebesar -0,471 yang menyatakan ada hubungan yang signifikan sikap terhadap thin-ideal dan kecenderungan gangguan makan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Korelasi antara sikap terhadap

thin-ideal dan kecenderungan gangguan makan juga menunjukkan arah yang negatif,

artinya semakin negatif sikap terhadap thin-ideal, maka ada kecenderungan semakin tinggi juga gangguan makan pada mahasiswi, begitu pula sebaliknya.

Kemudian dari hasil pengkategorisasian antara dua variabel masing-masing sikap terhadap thin-ideal dan gangguan makan didapatkan hasil untuk sikap terhadap

thin-ideal responden dengan kategori bersikap negatif dengan skor (X≤76) dengan

frekuensi 10 orang (10%), kategori bersikap netral dengan skor (76<X<94) dengan frekuensi 78 orang (78%), dan kategori positif dengan skor (.X≥94) dengan frekuensi 12 orang (12%).

Sedangkan untuk kategorisasi gangguan makan dengan kategori rendah didapat

skor (X≤24,) dengan frekuensi 20 orang (20%), kategori sedang dengan skor

(24<X<40) dengan frekuensi 67 orang (67%), dan kategori tinggi dengan skor (X≥40) dengan frekuensi 13 orang (13%).

45   

Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa sikap terhadap thin-ideal dan kecederungan gangguan makan sama-sama terbanyak dalam kategori sedang dengan jumlah frekuensi sebanyak 78 orang (78%) untuk sikap terhadap thin-ideal dan 67 orang (67%) untuk gangguan makan. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa

kemungkinan yang menyebabkan sikap terhadap thin-ideal dan kecenderungan

gangguan makan tergolong sedang. Selain itu, hasil tersebut menandakan bahwa terdapat faktor lain selain sikap terhadap thin-ideal yang memiliki hubungan erat dengan kecenderungan gangguan makan.

5.2 Diskusi

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

sikap terhadap thin-ideal dan kecenderungan gangguan makan pada mahasiswi. Hal

ini didukung data statistik yang menjelaskan bahwa koefisien signifikan sebesar

0,471. Maka dapat dikatakan bahwa antara sikap terhadap thin-ideal dan

kecenderungan gangguan makan pada mahasiswi memiliki suatu hubungan yang signifikan dan saling berkaitan satu sama lain.

Disamping itu, hasil deksripsi data berdasarkan kategori sikap terhadap thin-ideal

menunjukkan bahwa sebagian besar sampel menyatakan sikap netral terhadap

thin-ideal. Sedangkan untuk hasil deksripsi data berdasarkan kategori gangguan makan,

sebagian besar sampel masuk dalam kategori gangguan makan sedang. Hal ini

menandakan bahwa terdapat faktor lain, selain sikap terhadap thin-ideal yang

memiliki hubungan lebih signifikan dengan kecenderungan gangguan makan.

46   

baik lagi digunakan agar hasil deksripsi tersebut tidak menampakkan kesenjangan tersebut. Peneliti akhirnya berasumsi bahwa dengan teknik sampling lainnya, seperti

purposive sampling, dengan penambahan karakteristik yang lebih spesifik mungkin

hasilnya akan semakin berbeda. Selain itu, peneliti menyarankan populasi penelitian

yang ternyata tidak secara jelas mengambarkan sikap terhadap thin-ideal karena

sebagian besar bersikap netral. Hal ini menunjukkan sampel yang digunakan tidak begitu mewakili atau representatif pada penelitian ini. Peneliti menyarankan pemilihan populasi dan sampel yang akan lebih baik lagi, sebagai contoh agensi model, yang memang tekanan untuk thin-ideal tersebut tinggi. Karakteristik sampel yang hanya berdasarkan usia akan lebih baik makin spesifik seperti gambaran perilaku diet, berat badan sekarang, dan berat badan ideal dari sampel, dan sebagainya.

Hal ini senada dengan penelitian di Inggris, yang menunjukkan bahwa responden menyatakan alasan melakukan diet adalah untuk kurus, dan meningkatkan kepercayaan diri (Grogan, 2000). Idealisasi bahwa kurus merupakan bentuk tubuh kurus atau thin-ideal atau Grogan (2000) sebut sebagai, “kesempurnaan feminimitas” yang

mensyaratkan remaja putri dan perempuan sibuk melakukan diet. Dari penyataan tersebut

cukup menjelaskan bagaimana sikap terhadap thin-ideal dan kecenderungan

gangguan makan saling berkaitan erat. 

47   

Begitu juga dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amy & Marion berjudul “Internalization of the Ultra-thin ideal: positive Implicit associated with

drive for thinnes in Young women” pada mahasiswi pula. Melaporkan adanya

hubungan antara motivasi untuk kurus dengan hasil skor IAT (Implicit Association

Test). Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswi yang memiliki skema kognitif terkait

sikap positif untuk bertubuh sekurus-kurusnya dilaporkan memiliki tingginya gejala gangguan makan.

Selain itu, penelitian lain sebelumnya juga dilakukan oleh Ahern et. Al (2010)

yang berjudul “A Qualitative exploration of Young women’s attitude towards the

thin-ideal”. Penelitian terhadap idealisasi kurus pada remaja putri tersebut fokus pada

pengukuran kuantitatif yang mencakup kompleksnya sikap pada 41 remaja putri berusia 16-26 tahun. Dengan tujuan mendalami hubungan yang dihadapi remaja putri akan thin-ideal.

Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya peneliti menganjurkan untuk menggunakan alat ukur yang lebih baik lagi, dimana kekurangan alat ukur EAT-26 ini adalah antara gangguan makan anoreksia dan bulimia tidak dapat dibedakan (Kevin, 200). Kekurangan lain yang mungkin dapat mempengaruhi hasil dari variabel ini adalah setelah dilakukan uji coba skala. Jumlah item skala EAT-26 yang valid pada skala baku tersebut dari sejumlah 26 item menjadi 16 saja. Dan pada sub indikator dari kontrol oral, yaitu tekanan yang diterima dari orang lain atas kelebihan berat badan semuanya tidak valid.

48   

1.2 Saran

Berdasarkan pengalaman yang peneliti alami dalam melakukan penelitian dan hasil penelitian. Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan dari segi pembahasan yang kurang meluas karena hanya menggunakan dua variabel saja. Karena itu peneliti memberikan saran-saran untuk menyempurnakan penelitian-penelitian selanjutnya dan agar penelitian selanjutnya dapat lebih baik lagi.

1.2.1 Saran Teoritis

a. Pada penelitian ini hanya menggunakan dua variabel saja yaitu sikap

terhadap thin-ideal dan variabel kecenderungan gangguan makan. Untuk peneliti selanjutnya disarankan dapat menambahkan penggunaan variabel-variabel yang lebih bervariasi dalam penelitiannya sehingga analisisnya lebih meluas. Selain itu terkait hasil penelitian bahwa variabel sikap terhadap thin-ideal sebagian besar sampel bersikap netral. Hal ini menandai bahwa ada faktor lain selain sikap yang memiliki hubungan lebih kuat dengan kecenderungan gangguan makan.

b. Penelitian ini dikarenakan keterbatasan waktu, biaya, menggunakan

teknik accidental, akan lebih baik menggunakan teknik yang lebih baik lagi. Peneliti menyarankan penggunaan teknik sampling yang lebih spesifik, diantaranya purposive sampling.

c. Hasil penelitian ini menunjukkan sikap terhadap thin-ideal pada sampel

yang sebagian besar bersikap netral. Berdasarkan hal tersebut peneliti menyarankan untuk karakteristik sampel yang lebih spesifik dan tepat.

49   

50   

Sebagai contoh, menggunakan sampel dari populasi manajemen artis yang memang menuntut penampilan untuk thin-ideal.

d. Sebaiknya menggunakan skala gangguan makan yang lain, dimana

kekurangan skala EAT-26 ini adalah antara anoreksia dan bulimia tidak dapat dibedakan dalam hasil perhitungannya, melainkan langsung mencakup keduanya, dsb.

1.2.2 Saran Praktis

a. Sikap terhadap thin-ideal memberikan pengaruh atau sumbangan

yang cukup signifikan terhadap kecenderungan gangguan makan pada mahasiswi. Diharapkan pembaca, khususnya remaja putri dapat terus

memperhatikan pentingnya pengetahuan mengenai thin-ideal dan

bagaimana harus bersikap serta kenyataan bahwa gangguan makan yang rentan pada mahasiswi.

b. Diharapkan pembaca dapat membantu dalam memberikan pengarahan

dan masukan pada remaja putri lainnya dalam bersikap terhadap

thin-ideal dan informasi mengenai gangguan makan sehingga dapat

mengurangi kecenderungan gangguan makan pada mahasiswi.

Dokumen terkait