• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Tinjauan Perancangan

Kata perancangan berasal dari kata dasar rancang, yang kemudian mendapatkan awalan per- dan akhiran -an. Sehingga terbentuklah kata perancangan. Perancangan dapat diartikan proses, cara, perbuatan merancang, merencanakan segala sesuatu sebagai bagian dari kerangka kerja. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 927)

1. Pengertian perancangan menurut bahasa:

a. DESIGNOSE, dari bahasa latin yang artinya memotong dengan gergaji atau tindakan menakik atau memberi tanda. Maksudnya untuk memberi citra pada obyek tertentu.

b. DESIGNARE, dari Bahasa Perancis yang artinya menandai,

memisahkan. Maksudnya menghilangkan kesimpangsiuran.

c. DESIGN, dari Bahasa Inggris yang artinya memikirkan, menggambar rencana, menyusun bagian-bagian menjadi sesuatu yang baru.

2. Proses- proses perancangan Menurut Kotler dan Andreasen antara lain: a. Menentukan obyektif, misi dan tujuan spesifik organisasi secara luas

yang memerlukan peran pemasaran strategis

b. Menilai ancaman dan peluang dari lingkungan luar yang dapat ditunjukkan oleh pemasaran untuk mencapai keberhasilan yang lebih besar.

commit to user

c. Mengevaluasi sumber daya serta keahlian potensial dan nyata dari organisasi untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada atau menyingkirkan ancaman yang tampak dalam analisis lingkungan eksternalnya.

d. Menentukan misi, objektif, dan tujuan spesifik pemasaran untuk periode perencanaan yang akan datang.

e. Merumuskan strategi pemasaran pokok untuk mencapai tujuan yang spesifik.

f. Menempatkan sistem dan struktur organisasi yang perlu dalam fungsi pemasaran agar pelaksanaan strategi yang telah disusun dapat dipastikan. g. Menetapkan rincian dan taktik untuk untuk melaksanakan strategi pokok dalam masa perencanaan, termasuk jadwal kegiatan, dan tugas tanggung jawab tertentu.

h. Menetapkan patokan untuk mengukur hasil sementara dan hasil akhir program.

i. Melaksanakan program yang telah direncanakan.

j. Mengatur kinerja dan mengatur strategi pokok, rincian taktis, atau keduanya jika diperlukan.

B. Tinjauan Kampanye

Kampanye menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti suatu gerakan (tindakan) serentak (untuk melawan, mengadakan aksi). Kampanye merupakan suatu gerakan yang dilakukan untuk mengubah perilaku sesuatu yang berkenaan dengan kelompok masyarakat agar menuju ke arah tertentu sesuai dengan gerakan

commit to user

yang dilaksanankan oleh pembuat kampanye. Secara umum kampanye merupakan kegiatan yang bertitik tolak untuk membujuk.

Menurut Lesie B. Snyder (2002), kampanye komunikasi merupakan aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditujukan untuk khalayak tertentu, pada periode waktu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu. Aktivitas komunikasi dalam berkampanye biasanya berkaitan dengan suatu tujuan apa, kepada siapa, dan dalam rangka apa kampanye itu dilaksanakan. Semua dilakukan untuk memotivasi bahkan untuk membujuk khalayak untuk mengikuti sehingga mencapai tujuan dari apa yang dikampanyekan. Lesie B. Snyder membagi jenis-jenis kampanye sebagai berikut:

1. Product-Oriented Campaign

Kegiatan dalam kampanye berorientasi pada produk, dan biasanya dilakukan dalam kegiatan komersial kampanye promosi pemasaran suatu peluncuran produk yang baru.

2. Candidate-Oriented Campaign

Kegiatan kampanye yang berorientasi bagi calon (kandidat) untuk kepentingan kampanye politik.

3. Ideologi or Cause- Oriented Campaign

Jenis kampanye ini berorientasi yang bertujuan bersifat khusus dan berdimensi perubahan sosial.

Dalam proses perancangan sebuah kampanye, agar bisa mendapat hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan, memerlukan sebuah proses perencanaan yang baik. Perencanaan adalah alat bantu untuk bekerja secara efektif dan efisien . Perencanaan ini diperlukan untuk mendapatkan program taktis yang dapat

commit to user

dievaluasi keefektifannya. Perencanaan tersebut oleh Anne Gregory dirumuskan menjadi lima pertanyaan dasar yang akan sangat membantu dalam membuat perencanaan kampanye. Lima pertanyaan itu adalah:

1. Apa yang ingin saya capai?

Apa yang menjadi tujuan kampanye 2. Dengan siapa saya ingin berbicara?

Siapa publik dari kampanye 3. Apa yang saya ingin katakan?

Pesan apa yang ingin disampaikan dalam kampanye tersebut 4. Bagaimana saya menyampaikannya?

Mekanisme yang bisa dipakai untuk menyampaikan pesan. 5. Bagaimana saya tahu saya telah mengerjakannya dengan benar?

Evaluasi yang dilakukan setelah program kampanye berlangsung Dan untuk menjawab pertanyaan di atas ada dua persyaratan utama: 1. Informasi

Mengumpulkan dan mendapatkan informasi sebanyak mungkin mengenai tugas yang harus dilakukan, riset dan analisis yang mendalam bisa menjadi senjata utama untuk mendapatkan informasi.

2. Strategi

Adalah pendekatan keseluruhan untuk suatu program atau kampanye. Strategi adalah faktor pengkoordinasi, prinsip yang menjadi penuntun, ide utama, dan pemikiran dibalik program taktis. Strategi dapat diperoleh atau dirumuskan melalui Informasi dan data-data yang telah terkumpul yang

commit to user

kemudian digunakan untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip dan kekuatan utama dari program tersebut. (Anne Gregory, 2001: 6)

Kampanye merupakan sebuah aktivitas promosi berupa pesan-pesan serial bertema yang terencana dari sebuah merek kepada sasaran yang spesifik melalui beragam alat komunikasi dalam sebuah periode. Ciri-ciri kampanye diantaranya berkesinambungan, sasaran dapat melihat/mendengar/membaca hanya satu tema dari beragam alat komunikasi tersebut. Kampanye adalah keinginan seseorang untuk mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku orang lain dengan daya tarik komunikatif.

Dalam melaksanakan kampanye ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Perkirakan terlebih dahulu kebutuhan, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan dari khalayak sasaran.

2. Rencanakan kampanye secara sistematis. 3. Lakukan evaluasi secara terus-menerus.

4. Gunakan media masa dan komunikasi interpersonal.

5. Pilihlah media masa yang tepat untuk mencapai khalayak sasaran. (Rachmadi, 1994: 135)

Sebelum profesional hubungan masyarakat memutuskan bagaimana dan apa yang dikomunikasikan ke satu publik spesifik, situasi dan khalayaknya harus diteliti dan dianalisis. Kampanye hubungan masyarakat biasanya dijalankan menggunakan rumus R-A-C-E (reasearch, analyze, create, dan evaluate). Pada tahap riset, satu tim hubungan masyarakat bisa melakukan jajak pendapat dan survey untuk menentukan sikap khalayak sekarang terhadap sebuah perusahaan,

commit to user

produk, atau masalah. Setelah sikapnya dipahami, satu kampanye akan direncanakan untuk menyampaikan tujuan-tujuan organisasi.

C. Tinjauan Promosi

1. Pengertian Promosi

Berdasarkan asal kata promosi yaitu promovera atau dalam bahasa Inggris yaitu promotion, dapat diterjemahkan menjadi to move forward or advance. Terjemahan secara fungsional adalah merangsang pembelian di tempat (immediately stimulating purchase). (Rhenald Kasali, 1995: 10)

Promosi merupakan salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan produk jasa. Kegiatan promosi bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi antara perusahaan dengan konsumen, melainkan juga sebagai alat untuk mempengaruhi konsumen dalam kegiatan pembelian/penggunaan jasa sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.

2. Bauran Promosi

Stanton menyebutkan dalam bukunya, pengertian dari bauran promosi, yaitu sebagai berikut:

“Promotional mix—that is, the combination of advertising, personal selling, sales promotion, and other promotional tools used to help reach the goals of the marketing program.”

Bauran promosi adalah kombinasi dari periklanan, penjualan langsung, promosi penjualan, dan alat promosi lain yang digunkan untuk membantu meraih tujuan dari program pemasaran. (Stanton: 425)

commit to user

Bauran promosi (bauran komunikasi pemasaran) merupakan paduan spesifik periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan personal, dan sarana pemasaran langsung yang digunakan perusahaan untuk mengkomunikasikan nilai pelanggan secara persuasif dan membangun hubungan pelanggan. (Kotler, Armstrong, 2008: 116)

Suatu kegiatan promosi yang terdiri dari lima variabel bauran promosi yang meliputi variabel

a. Periklanan (advertising)

Semua bentuk terbayar presentasi nonpribadi dan promosi ide, barang, atau jasa dengan sponsor tertentu.

b. Promosi penjualan (sales promotion)

Insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan produk atau jasa.

c. Hubungan masyarakat (public relation)

Membangun hubungan baik dengan berbagai kalangan untuk mendapatkan publisitas yang diinginkan, membangun citra perusahaan yang baik, dan menangani atau menghadapi rumor, berita, dan kejadian tidak menyenangkan.

d. Penjualan personal (personal selling)

Presentasi pribadi oleh wiraniaga perusahaan untuk tujuan menghasilkan penjualan dan membangun hubungan pelanggan.

e. Pemasaran langsung (direct marketing)

Hubungan langsung dengan konsumen individual yang ditargetkan secara cermat untuk memperoleh respons segera dan membangun

commit to user

hubungan pelanggan yang langgeng-penggunaan surat langsung, telepon, televise respons langsung, e-mail, internet, dan sarana lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan konsumen tertentu. (Kotler, Armstrong, 2008: 117)

D. Tinjauan Brand Activation

Brand Activation adalah salah satu bentuk promosi merek yang

mendekatkan dan interaksi merek dengan penggunanya melalui aktivitas pertandingan olahraga, hiburan, kebudayaan, sosial, atau aktifitas publik yang menarik perhatian lainnya. Dalam konsep Connected Marketing seperti yang dikemukakan penulisnya, Justin Kirb dan Paul Marsden, event atau Brand Activation merupakan salah satu hubungan dalam meciptakan buzz marketing atau pembicaraan (word of mouth) yang positif tentang perusahaan, produk atau jasa oleh media dan publik.

Para pemasar menggunakan Brand Activation atau event marketing untuk membina hubungan dengan para konsumen, meningkatkan ekuitas merek, dan memperkuat ikatan dengan dunia perdagangan. Dengan kata lain, keberhasilan event sangat tergantung pada kesesuian antara merek, event, dan pasar sasaran. Karena itu, sebgaimana halnya dengan setiap keputusan komunikasi pemasaran lainnya, titik awal Brand Activation yang efektif adalah menentukan pasar sasaran dan menjelaskan tujuan yang akan dicapai oleh suatu event. Event pemasaran tidak akan bernilai kecuali mencapai tujuan dari event tersebut.

Menurut Hermawan Kartajaya dalam bukunya „MarkPlus Strategy”,

commit to user

yaitu Brand Visualization dan Brand Activation. Brand Activation adalah bentuk suatu promosi brand yang dapat mendekatkan konsumen dengan brand tersebut, serta menimbulkan interaksi antara brand dengan konsumen dalam suatu kegiatan tertentu. Brand Activation termasuk dalam komunikasi brand dua arah (two ways marketing). (Hermawan Kartajaya, 1996)

E. Tinjauan Jamu

Sekalipun telah lama hadir di tengah masyarakat, kenyataannya jamu masih berada di pinggiran sistem pelayanan kesehatan. Tidak seperti di China, Korea, Jepang, dan India, pengobatan di Tanah Air masih didominasi terapi konvensional. Di China telah ada terapi integratif (konvensional dan herbal). Peneliti bidang Kimia Organik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Leonardus Broto Sugeng Kardono, mengatakan, sekalipun jamu sudah lama ada, inventarisasi, pendokumentasian, dan pengembangannya relatif lambat dibandingkan negara-negara lain. Pada masa lalu, pembuatan jamu diturunkan secara lisan. Padahal, potensi Indonesia sangat besar. Setidaknya ada 30.000 tanaman berpotensi obat. Sebanyak 3.000 diantaranya sudah tercatat dan sekitar 300 bahan sudah umum digunakan, contohnya kunyit, jahe, temulawak, pegagan, dan sambiloto.

Menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Herbal Medik Indonesia Hardhi Pranata, para dokter terbentuk cara pandangnya dengan standar medis konvensional. Walaupun terapi preventif, promotif, rehabilitatif, kuratif, dan paliatif sebetulnya dapat dikembangkan, termasuk menggunakan jamu asal Indonesia dengan standar ilmu pelayanan serta keamanan yang tinggi.

commit to user

Jamu juga mempunyai potensi pasar cukup besar. Ketua Asosiasi Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia sekaligus Presiden Direktur Jamu Nyonya Meneer, Charles Saerang mengatakan, penjualan obat herbal di Indonesia tahun 2010 ditargetkan Rp 10 triliun. Realisasi tahun 2009, yaitu sebesar Rp 8,5 triliun. Terdapat 240– 400 jenis jamu yang diedarkan di dalam negeri dan 80 jenis di antaranya juga diekspor ke Taiwan, Hongkong, dan Arab Saudi.

Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Jamu merupakan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang diambil dari alam yang digunakan untuk mengurangi, menghilangkan penyakit, atau menyembuhkan orang dari penyakit. (Kamus Bahasa Indonesia, 139).

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, nomor 003/menkes/per/I/2010 tentang saintifikasi jamu).

Jamu telah digunakan di Indonesia sejak bertahun-tahun lamanya. Hal ini terbukti antara lain sejak zaman dahulu, sebelum munculnya obat-obat yang berasal dari luar negeri, paling sedikit 300 tahun berselang, nenek moyang kita telah mempergunakan obat asli atau jamu yang diperolehnya dari hutan. (Dr. Seno Sastroamidjojo, 2001)

Sebelum tahun 1942, pengertian dan perhatian terhadap khasiat tumbuh-tumbuhan jamu tersebut di Indonesia, khususnya dikalangan dokter, apoteker,

commit to user

farmakologi, masih sangat tipis. Hal ini oleh Dr. Seno Sastroamidjojo, disebabkan oleh:

1. Tiap ahli obat-obatan yang memiliki rasa tanggung jawab yang bermutu tinggi, menghendaki obat hasil penyelidikan ilmiah dalam suatu kerjasama yang erat antara para ahli ilmu tumbuhan, ilmu membuat obat (pharmacie), ilmu khasiat obat (pharmacologia), ilmu kimia tumbuhan (biokimia fitokimia), dan ahli klinis, yang hingga kini kerjasama tersebut belum ada. 2. Para ahli tersebut diatas, pada umumnya tidak pernah merasa terpaksa

membuat, mengusahakan, dan mempergunakan tumbuhan sebagai obat. 3. Belum ada instansi khusus yang bertugas menetapkan benar tidaknya

pemberitahuan baik buruknya jamu dalam berbagai prospectus.

4. Pada lazimnya tiap orang hanya suka menempuh jalan yang gampang saja termasuk dalam pengobatan

Berhubungan dengan tersebut di atas, jamu asli Indonesia lambat laun terdesak kesamping. Dan kini terkesan teramat jauh. Pola pikir yang berkembang di masyarakat tentang susahnya harus mencari dulu di hutan, kemudian harus meramu bahan-bahan tersebut, serta harus dengan susah payah mencari gaandik dan pipisan (alat penggiling obat dari batu) mengakibatkan masyarakat hanya menempuh jalan yang mudah saja. Mereka lebih memilih membeli di warung-warung yang kala itu banyak dimiliki oleh orang-orang Tionghoa dan kadang obat-obat tersebut lebih manjur dibanding jamu buatan sendiri.

Pada tahun 1940 atas permintaan V(Vereneging) I (Indonesia) G (Genesskundigen) didalam kongres VIG ke-II di Solo, beberapa tokoh yang menekuni bidang kedokteran dan herbal, Soeryadarma, Kartadireja, Saleh (dari

commit to user

bandung yang kala itu adalah seorang dokter terkenal di Indonesia Pendiri perusahaan obat karuhun), Syahdan R.M Abdulkadir, Dr Soewarno (bermukim di Belanda), Soejati, Abdulmajid, Abdulrasjid dan Goelarso memberi ceramah mengenai obat asli Indonesia (jamu) yang dilengkapi dengan pameran jamu-jamu (tumbuh-tumbuhan) asli Indonesia, beserta bahan-bahannya. Walaupun uraiannya tidak mengandung unsur-unsur penyelidikan secara keahlian ditinjau dari ilmu kedokteran, namun kegiatan tersebut mampu mendapatkan perhatian dan perubahan yang mendalam mengenai obat tumbuh-tumbuhan asli Indonesia.

Pada akhirnya kongres para dokter Indonesia tersebut mengeluarkan resolusi

bahwa “VIG (Perkumpulan Dokter Indonesia) berpendapat bahwa perlu sekali obat-obat asli Indonesia dan cara pemakaiannya, yang masih dipergunakan dalam masyarakat Indonesia, selekas mungkin dipelajari dengan seksama.” Akan tetapi resolusi tersebut belum sampai ke tahap pelaksanaan. Karena pada masa perang dunia ke-II, VIG diubah menjadi Pertabin, (Persatuan Tabib Indonesia, cikal bakal Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dan resolusi yang dikeluarkan sebelumnya tidak mendapat perhatian yang serius.

Kemudian pada masa pendudukan jepang, obat-obat asli Indonesia itu

menarik perhatian “Poetera”. Di gedung pertemuannya dalam pasar malam

Jakarta (1943) dipamerkan berbagai obat asli Indonesia dan segala sesuatu yang berkaitan dengan jamu. Pada tanggal 20 juli 1943, atas permintaan Poetera hal tersebut dimuat dalam surat kabar Pembangunan berupa Seruan “Poetera” Bagian

Kesehatan Tentang Pembuatan Jamu.

Seruan yang dikeluarkan oleh Poetera tersebut menjadi tonggak berkembangnya penelitian-penelitian tentang khasiat obat-obat asli Indonesia dan

commit to user

juga mulai berjalannya resolusi yang dikeluarkan oleh VIG di Solo. Proses penelitian dan penyelidikan obat-obat asli Indonesia dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain IDI, MIPI, pemerintah dan lain-lain.

Tak berapa lama berselang, atas anjuran Departemen Research Nasional RI di Yogyakarta diselenggarakan seminar nasional penggalian sumber alam Indonesia untuk farmasi yang diketuai oleh Prof. Dr. M. Sutopo dari Surabaya, yang kemudian mendapatkan beberapa keputusan penting berkenaan dengan obat-obat asli Indonesia. Dan hingga saat ini penggalian potensi jamu sebagai upaya kesehatan masyarakat masih terus berlangsung. Proses ini diperkuat oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010 tentang saintifikasi jamu yang berpusat di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawang Mangu.

F. Tinjauan Saintifikasi

Guna memasyarakatkan jamu tradisional, pemerintah berupaya menyaintifikasi jamu dengan melibatkan para dokter. Dokter menjadi ikon kesehatan yang dapat mengangkat harkat jamu dan penggunaannya. Program Saintifikasi dicanangkan oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Agus Purwandianto mengatakan, saintifikasi itu memberikan landasan ilmiah penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan. Sejumlah dokter terlatih melakukan penelitian kualitatif terkait penggunaan jamu

commit to user

dalam cakupan upaya preventif, promotif, rehabilitatif, dan paliatif oleh pasien mereka.

Berdasarkan surat Keputusan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, nomor 003/menkes/per/I/2010 tentang saintifikasi jamu. Yang dimaksud dengan Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Sehingga diharapkan tingkat penerimaan jamu sebagai bagian dari upaya kesehatan masyarakat dapat meningkat. Dan untuk kedepannya jamu diharapkan dapat digunakan sebagai pendamping obat konvensional dan bahkan menjadi pengganti obat konvensional. Dengan pembuktian secara ilmiah ini dapat diketahui data-data keamanan dan khasiat dari jamu ditinjau dari segi keilmuan medis.

Tujuan dari Saintifikasi Jamu ini sendiri adalah:

1. Memberikan landasan ilmiah (envidence based) penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis layanan kesehatan.

2. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif, dan paliatif melalui penggunaan jamu.

3. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan penggunaan jamu.

4. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.

Saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan izin atau

commit to user

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga tidak sembarang fasilitas pelayanan kesehatan serta merta dapat menjalankan program ini. Banyak persyaratan yang harus dipenuhi dan juga izin yang harus diperoleh dari dinas kesehatan. Dengan begitu jamu yang dihasilkan pun juga tidak sembarang jamu, karena dalam prosesnya telah dilakukan penelitian dan pengolahan oleh para ahli yang telah mendapat izin dari dinas kesehatan. Sehingga akan lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap jamu.

Fasilitas pelayanan kesehatan saintifikasi jamu yang dimaksud di atas dapat diselenggarakan oleh Pemerintah atau Swasta. Fasilitas-fasilitas tersebut meliputi: 1. Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan

Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan.

2. Klinik jamu

3. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T)

4. Balai Kesehatan Tradisional masyarakat (BKTM)/ Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM).

5. Rumah Sakit yang ditetapkan.

Fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan atau klinik-klinik tersebut harus memiliki izin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kota setempat. Izin yang dimaksud diberikan selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama klinik tersebut memenuhi persyaratan.

Persyaratan-persyaratan yang dimaksud mengelompokkan klinik-klinik saintifikasi jamu yang ada menjadi 2 (dua) tipe klinik, yaitu:

commit to user

Klinik jamu tipe A harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Ketenagaan yang meliputi

1) Dokter sebagai penanggung jawab 2) Asisten Apoteker

3) Tenaga kesehatan komplementer alternatif lainnya sesuai kebutuhan 4) Diploma (D3) pengobat tradisional dan atau pengobat tradisional

ramuan yang tergabung dalam Asosiasi Pengobat Tradisional yang diakui Departemen Kesehatan.

5) Tenaga administrasi b. Sarana, yang meliputi:

1) Peralatan medis 2) Peralatan jamu 3) Memiliki ruanggan:

a) Ruang tunggu

b) Ruang pendaftaran dan rekam medis (medical record) c) Ruang konsultasi/pelaksanaan penelitian

d) Ruang pemeriksaan/tindakan e) Ruang peracikan jamu f) Ruang penyimpanan jamu g) Ruang diskusi

h) Ruang laboratorium sederhana i) Ruang apotek jamu

2. Klinik Jamu tipe B

commit to user

1) Dokter sebagai penangguing jawab

2) Tenaga kesehatan komplementer alternatif lainnya sesuai kebutuhan 3) Diploma (D3) pengobat tradisional dan atau pengobat tradisional

ramuan yang tergabung dalam Asosiasi Pengobat Tradisional yang diakui Departemen Kesehatan.

4) Tenaga administrasi b. Sarana, yang meliputi:

1) Peralatan medis 2) Peralatan jamu 3) Memiliki ruangan:

a) Ruang tunggu

b) Ruang konsultasi/pelaksanaan penelitian/tindakan/dan rekam medis (medical record)

c) Ruang peracikan jamu

Di Indonesia sendiri sudah ada Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia yang telah berdiri sejak Juni 2009 dan telah diakui oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Perhimpunan itu juga menyiapkan kurikulum herbal bagi dokter yang tertarik masuk ke program saintifikasi jamu dan diharapkan nantinya terbentuk klinik-klinik herbal.

Anggota Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia Cabang Jateng dr. Lily Kresnowaty menuturkan, selain sebagai dokter konvensional, dokter ini nantinya juga memiliki keahlian menjadi dokter herbal. Setelah dianggap kompeten, dokter tersebut dapat mengeluarkan resep jamu sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan. Pedoman tersebut memuat jamu mana saja yang dapat digunakan

commit to user

untuk mendampingi obat konvensional. Dan untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan herbal dalam program Saintifikasi Jamu, dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya harus memiliki:

1. Surat Tanda Registrasi (STR) dari konsil Kedokteran Indonesia untuk dokter atau dokter gigi, STRA untuk apoteker dan surat izin/registrasi dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi bagi tenaga kesehatan lainnya.

2. Memiliki surat izin praktik bagi dokter atau dokter gigi dan surat izin kerja/surat izin praktik bagi tenaga keehatan lainnya dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota setempat.

3. Memiliki surat bukti registrasi sebagai tenaga pengobat komplementer alternatif (SBR-TPKA) dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.

4. Memiliki surat tugas sebagai tenaga pengobat komplementer alternatif

Dokumen terkait