• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJ UAN PUSTAKA

2.2. Kajian Teori

Dalam bab ini disajikan beberapa teori atau konsep-konsep yang merupakan dasar utama dari kerangka pikir dalam usaha pencarian cara ilmiah untuk pemecahan masalah yang diajukan dalam penelitian.

2.2.1 Definisi Etika

Etika didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral atau nilai. Masing-masing orang memiliki perangkat nilai, sekalipun tidak bisa diungkapkan secara eksplesit. Para filsuf dan organisasi- organisasi keagamaan dan kelompok lain

mempunyai berbagai cara mengungkapkan perangkat prinsip moral atau nilai. (Arens & loebbecke,1996 :71).

Prinsip-prinsip berikut ini berhubungan dengan karakteristik dan nilai-nilai yang sebagian besar dihubungkan dengan perilaku etis.

1.Kejujuran

Bersikap benar, tulus, jernih, langsung, hati terbuka, suci, tidak menipu, tidak mencuri, tidak berbohong, tidak memperdayai, dan tidak melenceng.

2.Integritas

Bersikap berperinsip, terhormat, adil, berani, dan bertindak dengan dorongan penuh; tidak bermuka dua, atau bertindak mengikuti hawa nafsu, atau membenarkan satu filosofi tanpa memperhatikan prinsipnya.

3.Mematuhi janji

Bersikap penuh kepercayaan, memenuhi janji, mematuhi komitmen,berpegang pada surat perjanjian; tidak menginterpretasikan perjanjian secara tidak masuk akal baik dalam hal teknis maupun masalahnya dalam rangka merasionalkan tindakan-tindakan yang menyimpang.

4.Loyalitas

Bersikap jujur, dan loyal kepada keluarga, teman, atasan, klien, dan negara; tidak menggunakan atau mengungkapkan informasi rahasia; dalam konteks profesional, harus menjaga kemampuan membuat pertimbangan profesional dengan berusaha menghindari pengaruh buruk dan konflik kepentingan.

5.Keadilan

Bersikap adil dan pikiran terbuka, berniat menghapus kekeliruan dan kalau memang diperlukan mau mengubah pendirian, menunujukkan komitmen terhadap keadilan, berlaku sama terhadap orang lain, menerima dan bertoleransi terhadap perbedaan, tidak memanfaatkan kesalahan orang lain untuk mendapatkan keuntungan.

6.Kepedulian kepada orang lain

Bersikap peduli, Baik hati, dan berbelas kasihan, berbagi rasa, bersikap memberi, bersikap melayani orang lain; memberi pertolongan jika dibutuhkan dan tidak merugikan orang lain.

7.Menghargai orang lain

Menunjukkan penghargaan atas kemuliaan manusia, personalitas, dan hak setiap orang; bersikap ramah dan wajar memberikan informasi yang dibutuhkan orang lain untuk membuat keputusannya sendiri; tidak merintangi orang lain.

8.Menjadi warga yang bertanggung jawab

Menaati hukum, jika hukum tidak adil proteslah secara terbuka; melaksanakan semua hak-hak dan tanggung jawab demokrasi melalui partisipasi kesadaran sosial dan pelayanan masyarakat.

9.Mencapai yang terbaik

Berusaha mencapai yang terbaik dalam setiap hal, dalam memenuhi tanggung jawab perorangan dan profesional, bersikap rajin, masuk akal dan bertanggung jawab melaksanakan seluruh tugas sesuai kemampuan yang terbaik, mengembangkan dan memelihara tingkat kompetensi yang tinggi, memberi dan

menerima informasi dengan baik, tidak melakukan hal-hal yang tidak berharga; tidak selalu memperhitungkan biaya.

10.Ketanggunggugatan

Bersikap bertanggung jawab, menerima tanggung jawab pengambilan keputusan, memahami lebih dulu konsekuensi tindakann dan dalm memberikan contoh kepada orang lain. Secara etis individu akan menghindari hasil kerja yang tidak memadai dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah perilaku yang tidak memadai.

Etika juga dapat di artikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral yang berkaitan dengan tindakan seseorang terhadap orang lain.teori etika telah menjadi subyek yang menarik dari sejumlah filosof. Adapun teori-teori etika menurut beberapa filosof,anatara lain : (Muawanah, 2000 : 10-11 dalam Supriyono , 2004 : 14-15 )

1.Teori Socrates

Socrates mendasarkan teori etiknya pada knowledge (pengetahuan) dan menekankan perannya dalam memberikan petunjuk praktis. Salah satu tesis utamanya adalah knowledge is virtue yang berarti bahwa dengan mengetahui apa yang baik, seseorang akan menjadi atau berperilaku baik.

2. Teori Hume

Hume mengambil pendekatan lain, dimana menurutnya perilaku etik merupakan pembawaan lahir yang dapat diverifikasi secara empiris dari apa yang dilakukan dan bukan apa yang seharusnya

dilakukan menurut aturan perilaku. Aturan perilaku tersebut, bisa tidak menunjukkan praktik yang sesungguhnya dilakukan.

3. Teori John Locke

John Locke berbeda dalam mengembangkan teori etika ini. Ia menolak pendapat bahwa perilaku etik merupakan pembawaan lahir. Menurutnya perilaku etik dapat diperoleh melalui persepsi dan konsepsi atas hukum yang harus dipertimbangkan.

Jadi, moral yang baik atau buruk merupakan kesesuaian atau ketidaksesuaian tindakan dengan hukum yang berlaku.

2.2.1.1. Alasan or ang tidak beretika

Menurut arens & Loebbecke (1996:73) masing-masing orang menentukan apa yang dianggap tidak beretika, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Penting untuk memahami mengapa orang bertindak tidak beretika menurut kita. Terdapat dua alasan utama mengapa orang bertindak tidak beretika:

1. Standar etika seseorang berbeda dari masyarakat umum

2.2.2 Definisi Independensi

Standar profesional akuntan publik mengharuskan auditor dalam audit laporan keuangan historis harus memiliki sikap independesi. Dalam PSA No. 04 SA seksi 220 Independensi artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum . auditor mengakui untuk jujur tidak hanya untuk manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan auditor independen, seperti calon-calon pemilik dan kreditur.

Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa sikap independensi auditor ternyata berkurang. (Basuki, 2009)

Profesi akuntan publik telah menetapkan dalam kode etik akuntan indonesia, agar para akuntan publik menjaga dirinya dari kehilangan persepsi independensi dari masyarakat. Karena independensi secara intrinsik merupakan masalah mutu pribadi, bukan merupakan suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara objektif.

Kenyataan auditor seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen,keadaan yang seringkali mengganggu sikap mental independen auditor adalah sebagai berikut:

1. Sebagai seorang yang melaksanakan audit secara independen,auditor dibayar oleh kliennya atas jasa tersebut.

2. Sebagai penjual jasa seringkali auditor mempunyai kecenderungan untuk memuaskan keinginan kliennya

3. Mempertahankan sikap mental independen seringkali dapat menyebabkan lepasnya klien. (Mulyadi,1998: 26)

Holmes dan Overmyer (1982:80) dalam Ridwan (2009) menjelaskan independen sebagai bebas dari bujukan, pengaruh atau pengendalian dari pihak klien. Sikap independen berarti mampu bertindak jujur dan objektif baik dalam kenyataan (in fact) maupun penampilan (in apperance)

Mulyadi dan Kanaka (1998:25) menjelaskan bahwa indpendensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain, independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan opininya.

Sikap mental independen sama pentingnya dengan beretika dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya. Karena itu auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independen, tetapi ia harus juga menghindari keadaan- keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya.

Oleh karena itu, auditor selain harus benar-benar independen, ia masih juga harus menimbulkan persepsi dikalangan masyarakat bahwa ia benar-benar independen.

Independen auditor mempunyai tiga aspek, yaitu :

1. Independen dalam diri auditor yang berupa kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang ditemuinya dalam auditnya.aspek independensi ini disebut dengan istilah independensi dalam kenyataan atau indpendence in fact.

2. Independen ditinjau dari sudut pandang pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri auditor. Aspek ini disebut dengan istilah independen dalam penampilan atau perceived independence atau independen in appearance.

3. Independen dipandang dari sudut keahliannya seseorang dapat mempertimbangkan fakta dengan baik jika ia mempunyai keahlian mengenai audit atas fakta tersebut. Keahlian auditor menentukan independen atau tidaknya auditor tersebut dalam memprtimbangkan fakta yang diauditnya.

Berdasarkan keterangan-keterang yang ada mengenai independensi dapat diambil kesimpulan bahwa independensi merupakan suatu sikap seseorang untuk bertindak secara objektif dan dengan integritas yang tinggi. Integritas berhubungan dengan kejujuran intelektual akuntan sedangkan objektivitas secara konsisten berhubungan dengan sikap netral dalam melaksanakan setiap tugas pemeriksaan sebagai tanda sikap profesionalisme auditor.

2.2.3 Definisi keahlian

Keahlian audit menurut Hiro Tugiman (1995:21) dalam Kurniasari (2009:16) adalah keahlian pemeriksaan internal dalam menerapkan berbagai standar,prosedur dan teknik pemeriksaan yang diperlukan dalam melaksanakan pemeriksaan.

Keahlian audit sendiri juga berarti kemampuan dalam menerapkan pengetahuan pada persoalan tersebut tanpa perlu belajar kembali secara luas dan bantuan yang berarti dari pihak lain.

Menurut Abdulmohammadin, Searfos dan Shanteau (1992) dalam Kurniasari (2009:16) memberikan suatu rangka untuk menganalisis keahlian seorang auditor kedalam lima karakteristik:

1. Komponen pengetahuan

Merupakan komponen penting dalam suatu keahlian. Komponen pengetahuan meliputi komponen seperti pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur, proses dan pengalaman .

2. Ciri-ciri psikologis

Merupakan komponen ciri-ciri psikologis seperti kemampuan dalam komunikasi, kreatifitas, bekerjasama dengan orang lain, dan kepercayaan. 3. Kemampuan berpikir

4. Strategi penentu keputusan

Dinilai baik formal maupun informal yang akan membantu dalam membuat keputusan yang sistematis dan membantu keahlian didalam mengatasi keterbatasan manusia

5. Analisis tugas

Hal ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman audit dan analisis tugas ini akan mempunyai pengaruh terhadap penentu keputusan.

Kompetensi dapat didefinisikan sebagai keahlian audit yang dimiliki seorang untuk mencapai tujun audit dengan baik. Kemampuan berpikir,yaitu kemampuan untuk mengumpulkan, mengolah dan menganalisa informasi. Karakteristik kemampuan berpikir adalah kemampuan beradaptasi dengan situasi yang baru dan ambisius serta kemampuan untuk mengabaikan atau menyaring informasi – informasi yang tidak relevan. kompetensi sendiri melibatkan proses berkesinambungan antara pendidikan, pelatihan dan pengalaman.

Dalam mempertimbangkan penerimaan atau penolakkan suatu penugasan auditor, auditor harus mempertimbangkan apakah ia dapat melaksanakan audit dan menyusun laporan auditnya secara cermat dan seksama. Kecermatan dan keseksamaan penggunaan kemahiran dan profesional auditor ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk merencanakan dan melaksanakan audit (Mulyadi,1992:24)

Kesimpulan yang dapat diambil dari pengertian keahlian audit adalah seorang yang memiliki tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek yang diperoleh dari pelatihan atau pengalaman di bidang audit.

2.2.4 Definisi Pr ofesionalisme Auditor

Menurut Arens & Loebbecke (1996: 1) Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan arti Auditor sendiri adalah seseorang yang melakukan audit.

Profesi auditor adalah profesi yang didasarkan kepada public trust, masyarakat sangat berharap para auditor akan melakukan tugasnya dengan sunguh-sunguh dan menggunakan seluruh pengetahuan teknis yang dipersyaratkan kepadanya secara optimal. Oleh karena itu auditor dituntut untuk bisa bersikap dan bertindak profesional dalam segala tindakannya.

Istilah profesionalisme berarti bertanggung jawab berperilaku yang lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar memenuhi undang-undang dan peraturan masyarakat (Arens dan Loebbecke, 1996:78) sebagai

profesional, akuntan publik mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini berarti pengorbanan pribadi.

Menurut kamus besar bahasa indonesia (1996:789) profesionalisme adalah mutu, kualitas dan tindak-tanduk yang merupakan arti suatu profesi atau orang yang profesional. Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran dan sebagainya) tertentu dan profesional adalah: (1) bersangkutan dengan profesi; (2) memerlukan kepandaian khusus dalam menjalankannya; (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukan (lawan amatir).

Dapat disimpulkan bahwa Profesionalisme Auditor adalah mutu, kualitas dan tindak-tanduk seseorang yang melakukan pekerjaan dalam bidang pemeriksaan laporan keuangan yang memerlukan pendidikan keahlian tertentu dalam menjalankannya.

2.2.4.1. Syar at dan Ciri Profesionalisme

Kinerja jasa profesionalisme d dihasilkan profesi sangat tergantung kecermatan dan keseksamaan anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya.( Halim 1997:19 dalam Suwasana 2009:24) Oleh karena itu, auditor memerlukan pengalaman yang luas, dan telah memperoleh pendidikan yang memadai termasuk pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan.

Adapun syarat dan ciri tertentu dari profesi menurut Regar (1993:8) dalam Suwasana. (2009 : 24) antara lain :

1. Pengetahuan yang diperlukan diperoleh dengan cara mengikuti pendidikan yang teratur dan dibuktikan dengan tanda atau ijasah keahlian dan memiliki kewewnangan dalam keahliaannya.

2. Jasa yang diberikan dibutuhkan oleh masyarakat dan memiliki monopoli dalam memberikan pelayanan

3. Memiliki organisasi yang mendapat pengakuan masyarakat atau pemerintah dengan perangkat kode etik untuk mengatur anggotanya serta memiliki budaya profesi.

4. Suatu ciri yang membedakannya dengan perusahaan yaitu tidak mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi lebih mengutamakan pelayanan dengan memberikan jasa yang bermutu dengan balas jasa yang setimpal.

2.2.4.2. Tipe Auditor 1. Auditor Independen

Auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh klien

2. Auditor Pemerintah

Auditor yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuanagn yang disajikan

oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. 3. Auditor Intern

Auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swata) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. (mulyadi 1996 : 27-28)

2.2.5 Pengaruh Etika Dengan Profesionalisme Auditor

Etika juga dapat diartikan sebagai suatu norma, dalam auditing menurut Holmes & burns (1988:7) melakukan pemeriksaan harus berdasarkan norma pemeriksaan yang digunakan sebagai pengukuran pelaksanaan audit yang ditetapkan komite profesional yang berwenang dan disetujui oleh masyarakat auditing independen secara keseluruhan. untuk masyarakat,norma pemeriksaan merupakan jaminan kualitas yang nyata dari berbagai macam karakteristik yang semestinya mendasari semua audit yang inpenden. Untuk para auditor,norma pemeriksaan merupakan kriteria profesional yang harus dipenuhi setiap audit

Menurut Holmes & Burns (1988: 72) terdapat kode etika profesi yang bersifat pemisah terhadap setiap anggota lembaga. Kode itu terdiri dari empat bagian yaitu:

1. Konsep etika profesi,

Menitik beratkan falsafah independensi, integritas, obyektivitas, kompetensi, standar teknis, dan tanggung jawab terhadap klien dan teman sejawat.

2. Kaidah perilaku

Merupakan norma etis yang wajib dipatuhi dan sudah disetujui 3. Tafsiran kaidah perilaku

Sudah diterima oleh komite eksekutif divisi etika profesi AICPA,sesudah diserahkan lebih dulu kepada dewan akuntansi negara bagian.

4. Ketetapan etis

Keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh komite eksekutif divisi etika profesi,keputusan ini memberi penjelasan tentang penerapan kaidah pelaksanaan dan tafsiran terhadap situasi atau kasus tertentu yang melibatkan etika profesi

Berdasarkan kode etik akuntan indonesia untuk mengatur para anggotanya .kode etik akuntan dibagi menjadi 3 bagian (Mulyadi,1992:45) :

1.kode etik profesi akuntan secara umum

2. kode etik khusus untuk profesi akuntan publik 3. penutup

Diketahui riset tahun 1963 dan 1969 kohlberg mengemukakan teori pengembangan moral kognitif (cognitive moral development). Menurut prospektif pengembangan moral kognitif, kapasitas moral individu menjadi lebih shophisticated dan komplek jika individu tersebut mendapatkan tambahan struktur moral kognitif pada setiap peningkatan level pertumbuhan perkembangan moral. Pertumbuhan eksternal berdasar dari rewards dan punishment yang diberikan, sedangkan pertumbuhan internal mengarah pada Principle dan Universal Fairness Kohlberg, (1969) dalam Basuki (2009:21)

Jadi besar atau kecilnya pemberian rewards atau fee dari klien kepada auditor dapat merusak moral dan perilaku etis auditor dalam hal profesionalisme.

Berdasarkan penjelasan diatas etika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profesionalisme auditor karena pekerjaan auditor tidak lepas dari hubungan dengan masyarakat.

2.2.2 Pengaruh Independensi Terhadap Profesionalisme Auditor

Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (IAI,1994:220.2) independensi merupakan suatu sikap seseorang untuk bertindak secara objektif dan integritas yang tinggi. Integritas berhubungan dengan kejujuran intelektual akuntan. Sedangkan objektivitas secara konsisten berhubungan dengan sikap netral dalam melaksanakan tugas pemeriksaan dan menyiapkan laporan auditor.

Independensi juga merupakan aspek yang penting dalam profesi sebagai seorang auditor karena auditor tidak dapat memberikan pendapat yang obyektif jika ia tidak independen. Meskipun auditor memiliki kemampuan teknis yang cukup, masyarakat tidak akan percaya jika mereka tidak independen.

Penelitian tentang independensi yang berkaitan dengan proses pembuatan laporan yang dilakukan oleh seseorang yang independen merupakan suatu penelitian yang banyak berhubungan dengan integritas dan keobjektifannya dalam tugas profesionalnya.

Berdasarkan keterangan yang telah disebutkan sebelumnya,nampak bahwa sikap independensi merupakan suatu faktor yang berpengaruh dalam profesionalisme sebagai seorang auditor.karena sikap independensi adalah salah satu sikap yang wajib dimiliki auditor untuk menyandang status profesional.

2.2.3 Pengaruh Keahlian Terhadap Profesionalisme Auditor

Dalam pelaksanaan audit untuk menjadi seorang profesional,auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya yang diperluas melalui pengalaman – pengalaman yang selanjutnya dalam praktik audit. Auditor juga harus menjalani pelatihan teknis yang cukup. Pelatihan ini harus cukup mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum.

Menurut John O. Miller dalam bukunya Training for profesion di kutip dari Basuki (2009:20) menyebutkan ciri profesi sebagai berikut :

1. Para anggota memiliki pengetahuan dan keahlian yang diperolehnya dalam latihan akademik pada lembaga perguruan tinggi.

2. Para anggota mempertahankan suatu standar etik yang tinggi berdasarkan otonomi dan kebebasan

3. Para anggota termasuk dalam suatu ikatan yang dibentuk untuk melindungi dan memperhatikan kepentingan anggota dan ikatan tadi mempergunakan standar etik untuk melindungi masyarakat.

4. Para anggotanya dalam memberikan jasa dalam masyrakat umum, dapat bekerja sendiri sebagai akuntan public atau sebagai pegawai pada suatu kantor akuntan publik.

Seorang auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman yang selanjutnya dalm praktik audit. Untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor harus cukup mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum (IAI,SA seksi 210:210.1)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa ada pengaruh yang signifikan antara keahlian dengan profesionalisme auditor, karena tanpa keahlian yang memadai auditor belum memiliki sikap profesional.

2.3Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian diatas tentang etika, independensi, keahlian audit serta profesionalisme auditor, dapat dibuat kerangka pikir yang berkaitan dengan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh etika, independensi dan keahlian audit terhadap profesionalisme auditor. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda sebagai berikut :

Uji statistik Regresi linier berganda

2.4 Hipotesis

Berdasarkan dari rumusan masalah, landasan teori dan kerangka pikir diatas, maka dapatlah disusun hipotesis dari Pengaruh Etika, Independensi dan Keahlian audit terhadap profesionalisme auditor sebagai berikut :

“Diduga bahwa terdapat pengaruh Etika, Independensi dan keahlian audit terhadap profesionalisme auditor”

Etika (X1) Independensi (X2) Keahlian (X3) Profesionalisme audit or (Y)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional merupakan suatu pengukuran variabel yang berisi pernyataan tentang pengoperasian atau pendefinisian konsep penelitian menjadi variabel penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Etika (X1)

2. Independensi (X2) 3. Keahlian (X3)

4. Profesionalisme auditor (Y)

Etika, Independensi dan keahlian sebagai variabel bebas dan profesionalisme auditor sebagai variabel terikat.

3.1.1. Definisi operasional 1. Etika (X1)

Adalah perangakat prinsip moral atau nilai yang berkaitan dengan tindakan seseorang terhadap orang lain yang berlaku di masyarakat, auditor harus berperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai prinsip yang ada dilingkungan masyarakat karena dalam pekerjaannya auditor memiliki

hubungan yang kuat terhadap penilaian masyarakat. (di kembangkan dari Ridwan, 2009)

2. Independensi (X2)

Sikap yang tidak mudah terpengaruh dengan demikian tidak dibenarkan memihak didalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, penyusunan laporan audit dan menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. (di kembangkan dari Basuki, 2009)

3. Keahlian (X3)

Auditor sebagai orang dengan Kemampuan dalam menerapkan pengetahuan pada sebuah persoalan tanpa perlu belajar kembali secara luas dan tanpa bantuan yang berarti dari pihak lain harus telah menjalani pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan teknik auditing. (di kembangkan dari Basuki, 2009)

4. Profesionalisme auditor (Y)

Profesionalisme yaitu mutu atau kualitas seseorang yang berperilaku lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar memenuhi undang-undang dan peraturan masyarakat di dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan. (di kembangkan dari Suwasana, 2009)

3.1.2. Pengukuran variabel

a. Varibel bebas 1. Etika (X1)

Pengukuran yang dipakai dalam variabel bebas ini untuk menunjukkan hubungannya dengan variabel terikat menggunakan skala interval, sedangkan teknik pengukurannya menggunakan Semantic Diffrential.(Umar,2003 : 69)

Responden diminta untuk menyampaikan pernyataan dengan memilih satu nilai dari 5 skala dimana :

1. Skala 1 adalah (sangat tidak setuju) 2. Skala 2 adalah (tidak setuju)

3. Skala 3 adalah (tidak berpendapat) 4. Skala 4 adalah (setuju)

5. Skala 5 adalah (sangat setuju) 2. Independensi (X2)

Pengukuran yang dipakai dalam variabel bebas ini menggunakan skala interval, sedangkan teknik pengukurannya menggunakan Semantic Diffrential.(Umar,2003 : 69)

Responden diminta untuk menyampaikan pernyataan dengan memilih satu nilai dari 5 skala dimana :

1. Skala 1 adalah (sangat tidak setuju) 2. Skala 2 adalah (tidak setuju)

4. Skala 4 adalah (setuju) 5. Skala 5 adalah (sangat setuju) 3. Keahlian (X3)

Pengukuran yang dipakai dalam variabel bebas ini menggunakan skala interval, sedangkan teknik pengukurannya menggunakan Semantic Diffrential. (Umar 2003 : 69)

Dimana responden diminta untuk menyampaikan pernyataan dengan memilih satu nilai dari 5 skala dimana :

Dokumen terkait