• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A.Deskripsi Teoritis

1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Inggris dengan kata kerja to cooperate yang berarti bekerja bersama-sama. Sedangkan kooperatif dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti bersifat kerjasama. Secara umum, pengertian pembelajaran kooperatif ditafsirkan berbeda-beda oleh para ahli. Seperti yang dikutip oleh Wakhinudin, menurut Slavin (1995) pembelajaran kooperatif adalah salah satu variasi dari metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil sehingga mereka saling membantu antara satu dengan yang lainnya dalam mempelajari suatu pokok bahasan.5

Menurut Wina Sanjaya, mendefinisikan pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara 4 atau 6 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen)6. Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak dalam Trianto pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok – kelompok kecil yang terdiri dari 4 -5 orang. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir

       5

Wakhinudin,S, Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar (Suatu Meta Analisis), Forum Pendidikan, Universitas Negeri Padang Press,(maret 2003), hal. 3.

6 Wina Sanjaya, STRATEGI PEMBELAJARAN Beroeientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Kencana, 2008), cet. 5, hal.240.

 

dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.7

Dari beberapa pengertian pembelajaran kooperatif yang dikemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaan kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar dalam suatu kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda, tiap anggota kelompok saling bekerjasama dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai hasil belajar yang baik.

Pembelajaran kooperatif mempunyai asumsi bahwa untuk mencapai hasil yang optimal dalam pembelajaran, siswa perlu menjadi bagian dari satu sistem kerjasama dalam kelompok. Yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif adalah keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan semata, tetapi juga oleh peran masing-masing anggota secara bersama di dalam kelompok.

Tabel 2.1 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional8.

Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional Adanya saling ketergantungan

positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya, sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sehingga anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.

 

      

7

 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal:41

8

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal:43

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti:

kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang

lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model pembelajaran ini unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model kooperatif telah meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

Selain itu, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berpa prestasi akademik, toleransi, menerima

keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interpendensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir, struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerjasama atau kompetisi yang dibituhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.9

Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Pembelajaran kooperatif juga dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berfikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan, maka siswa perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif tersebut berfungsi untuk melancarkan peranan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok.

Lungren dalam Trianto, menyusun keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan keterampilan. Tingkatan tersebut yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah dan tingkat mahir.10

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:

1). Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggungjawabnya.

2). Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggungjawab tertentu dalam kelompok.

       9

  Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009) hal. 61  10

 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal:46

3). Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota kelompok untuk memberikan konstribusi.

4). Menggunakan kesempatan, yaitu menyamakan persepsi/pendapat. b.Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain:

1). Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap informasi. 2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi

lebih lanjut.

3) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat berbeda.

4) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa jawaban tersebut benar.

c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Keterampilan kooperatif tingkat mahir ini antaralain: mengolaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.

Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, belajar untuk bekerjasama, menghargai pendapat orang lain dan tanggung jawab antara sesama siswa terhadap kelompoknya untuk memperoleh yang terbaik bagi kelompoknya dalam belajar dan menyelesaikan tugas.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan pengajaran yang mengutamakan siswa untuk saling bekerjasama satu dengan yang lainnya untuk memahami dan mengerjakan segala tugas belajar mereka. Beberapa unsur penting dalam pembelajaran kooperatif meliputi kerjasama dalam menyelesaikan tugas, mendorong untuk bekerjasama yang terstruktur, tanggungjawab individu dan kelompok yang heterogen. Pembelajaran kooperatif digunakan dalam kelas yang selalu diliputi kerjasama dalam menyelesaikan tugas. Dalam kelompok belajar, semua anggota kelompok bekerjasama dan tidak memiliki respon yang terpisah.

a. Prinsip dasar dan Ciri-ciri Dalam Pembelajaran Kooperatif

Adapun prnsip dasar dan elemen yang terkait dalam pembelajaran kooperatif menurut Munir Tanree sebagai berikut11:

1). Saling ketergantungan positif. Dalam hal ini, dituntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan antara lain dalam hal pencapaian tujuan, penyelesaian tugas, bahan dan sumber, peran, dan hadiah.

2). Interaksi tatap muka. Siswa harus saling berhadapan da saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar dan sumbangan pemikiran dalam pemecahan masalah, siswa harus mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara efektif.

3). Pertangungjawaban individu. Setiap individu dalam kelompok bertanggung jawab terhadap nilai kelompok, penilaian kelompok didasarkan pada rata-rata nilai semua anggota kelompok secara individu.

4). Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi merupakan keterampilan sosial yang harus dimiliki dan diajarkan pada siswa seperti: tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, berani mempertahankan pikiran logis, mengkritik ide bukan mengkritik teman, tidak mendominasi orang lain, dan mandiri.

Sedangkan menurut Shepardson, ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut12:

1). Pendidik harus mengupayakan terwujudnya interaksi antar peserta didik yang berada dalam sebuah kelompok (student-to-student interaction). Oleh karena itu, guru harus dapat menciptakan kondisi

       11

Munir Tanree, Model Pembelajaran Konstruktiviis Realistik dengan Setting Kooperatif Serta Dampaknya Terhadap Pemahaman Konsep Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Maret 2009, hal. 268-269. 

12

A. Syukur Ghazali, Menerapkan Paradigma Konstrktivisme Melalui Strategi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa, (Malang: Universitas Malang) Jurnal Pendidikan dan

yang mampu memberikan kesempatan yang merata kepada anggota kelompok untuk memberikan pendapat, menyampaikan ringkasan, mempertahankan pendapat, ataupun memberikan jalan keluar jika mengalami permasalahan dalam diskusi.

2). Pendidik harus menciptakan interpendensi positf di kalangan anggota kelompok. Artinya, masing-masing anggota kelompok harus diupayakan terlibat dalam kegiatan belajar mengajar, pendidik perlu menjelaskan kepada kelompok bahwa masing-masing anggota harus membiasakan diri mendengarkan dengan bak pendapat anggota lain, menerima pendapat anggota lain, dan berupaya dapat membantu teman lain menyumbangkan pikirannya.

3). Kemampuan masing-masing anggota kelompok diperhitungkan secara adil (individual acountability). Di dalam pembelajaran kooperatif, tidak ada peserta kelompok yang diperbolehkan mengemukakan pendapatnya secara sukarela, masing-masing anggota kelompok akan menyampaikan pendapatnya. Oleh karena itu, seorang anggota kelompok akan menerima tugas dari pendidik, misalnya sebagai pemimpin kelompok, sebagai perumus hasil diskusi, atau sebagai penyamapi hasil diskusi.

4). Pembelajaran kooperatif menekankan pada pencapaian tujuan bersama (group process skill). Pembelajaran ini mengajarkan kepada peserta didik untuk saling memberi informasi, saling mengajarkan jika ada anggota kelompok yang belum mampu, dan saling menghargai pendapat anggotanya.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pengelolaan pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif memiliki 3 tujuan yang ingin dicapai, yaitu:13

       13

 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal:47

1). Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa yang sulit. 2). Pengakuan adanya keragaman

Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan latar belakang tersebut diantaranya: perbedaan suku, agama, ras, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

3). Pengembangan keterampilan sosial

Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif antara lain: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat oang lain, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.

c. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan pada tabel 2.2

Tabel 2.2 : Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif14

Fase Tingkah laku guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajara tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

       14

 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal:48

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase 4

Membimbing kelompok belajar dan bekerja

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing anggota kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6

Memberkan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

2. Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips

Talking adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris yang berarti berbicara, sedangkan Chips yang berarti kartu. Jadi arti Talking Chips

adalah kartu untuk berbicara. Sedangkan Talking Chips dalam pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 orang, masing-masing anggota kelompok membawa sejumlah kartu yang berfungsi untuk menandai apabila mereka telah berpendapat dengan memasukkan kartu tersebut ke atas meja.

Model pembelajaran Talking Chips merupakan salah satu model pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri atas 4-5 orang siswa dengan kemampuan yang heterogen.  Heterogen dalam hal ini, perolehan nilai sebelumnya, jenis kelamin, agama, etnis/suku, dan sebagainya. Sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang nilainya tinggi, sedang, dan rendah, baik laki-laki, maupun perempuan.

Talking Chips merupakan salah satu dari 200 struktur yang

dalam suatu kelompok15. Di dalam Talking Chips siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-6 orang perkelompok. Dalam kelompoknya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah atau materi pelajaran. Setiap kelompok diberi 4-5 kartu yang digunakan untuk siswa berbicara. Setelah siswa mengemukakan pendapatnya, maka kartu disimpan di atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Disamping itu, penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented), dimana model pembelajaran ini sesuai menempati posisi sentral sebagai subyek belajar melalui aktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri. Menurut Wina Sanjaya dalam Supri Wahyudi Utomo, yang menyatakan bahwa dengan beraktivitas siswa bukan hanya dituntut menguasai sejumlah informasi dengan cara menghafal, akan tetapi bagaimana memperoleh informasi secara mandiri dan kreatif melalui aktivitas mencari dan menemukan. Dengan demikian apa yang dipelajari menjadi lebih bermakna, sebab didapatkan melalui proses pengalaman belajar, bukan hasil pemberitahuan orang lain.16

Talking Chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu;17 proses sosial dan proses dalam penguasaan materi. Proses sosial berperan penting dalam Talking Chips yang menuntut siswa untuk dapat bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun pengetahuan mereka di dalam suatu bingkai sosial yaitu pada kelompoknya. Para siswa belajar

       15

Chris-hunt dan Alison Miyake, “Is Your Classoom Under Control? Dicipline In The Non-Teacher’s Classroom”, google: www. Davidenglishhouse.com/snakes pdfs/winter 2003/features/winter 2003 hunt-miyake.pdf.

16

 Supri Wahyudi utomo, Penerapan Metode Talking Chips Dalam Pembelajaran Kooperatif Guna meningkatkan Prestasi Belajar Kewirausahaan di SMKN 1 Madiun, (Madiun: IKIP PGRI Madiun, 2007).hal. 49 

17

Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google:

untuk berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang mereka pelajari, serta dapat memecahkan masalah-masalah.

Talking Chips juga mempunyai dua komponen utama, yaitu;18

komponen tugas kooperatif dan komponen insentif kooperatif. Komponen tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerjasama dalam menyelesaikan tugas kelompok. Sedangkan komponen insentif kooperatif merupakan sesuatu yang dapat membangkitkan motivasi individu untuk bekerjasama mencapai tujuan kelompok.

Talking Chips mempunyai tujuan tidak hanya sekedar penguasaan bahan pelajaran, tetapi adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Hal ini menjadi ciri khas dalam pembelajaran kooperatif. Disamping itu, Talking Chips merupakan metode pembelajaran secara kelompok, maka kelompok merupakan tempat untuk mencapai tujuan sehingga kelompok harus mampu membuat siswa untuk belajar. Dengan demikian semua anggota kelompok harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Selain dengan kelompoknya, siswa juga dapat berinteraksi dengan anggota kelompok lain sehingga tercipta kondisi saling ketergantungan positif di dalam kelas mereka pada waktu yang sama. Proses penguasaan materi berjalan karena para siswa dituntut untuk dapat menguasai materi. a. Cara-cara pembelajaran kooperatif model Talking Chips

Terdapat lima langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan pada tabel 2.3

       18

Supri Wahyudi utomo, Penerapan Metode Talking Chips Dalam Pembelajaran Kooperatif Guna meningkatkan Prestasi Belajar Kewirausahaan di SMKN 1 Madiun, (Madiun: IKIP PGRI Madiun, 2007). Hal. 6

Tabel 2.3 : Cara-cara pembelajaran kooperatif model Talking Chips19

No Tahap kegiatan

1. Masing-masing anggota dalam kelompoknya diberikan 4-5 kartu. 2. Para siswa dalam kelompoknya membahas topik atau berdiskusi untuk

menyelesaikan masalah yang diberikan guru.

3. Setiap siswa yang ingin berbicara atau mengungkap suatu ide, siswa tersebut terlebih dahulu harus mengangkat kartunya, kemudian kartunya disimpan di tengah meja pada kelompoknya.

4. Siswa tidak dapat berbicara lagi jika kartu miliknya sudah habis, sampai semua kartu milik siswa lain pada kelompoknya juga habis. 5. Jika kartu semuanya sudah digunakan dan kelompoknya masih

merasakan kebutuhan untuk mengungkapkan ide yang tertinggal, maka proses dapat dimulai kembali.

b. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif model Talking Chips.

Dalam pembelajaran kooperatif model Talking Chips masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain dalam kelompoknya. Keunggulan lain dari model ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok kooperatif yang lain sering ada anggota yang selalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, ada juga anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak tercapai karena anggota yang pasif akan selalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Model pembelajaran

Talking Chips memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berperan serta.

Sedangkan kelemahan dalam model pembelajaran Talking Chips

diantaranya:

      

19Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google:

1). Tidak semua konsep dalam kimia dapat mengungkapkan model

Talking Chips, disinilah tingkat profesionalitas seorang guru dapat dinilai. Seorang guru yang profesional tentu dapat memilih metode dan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran.

2). Pengelolaan waktu saat persiapan dan pelaksanaan perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama dalam proses pembentukan pengetahuan siswa.

3). Pembelajaran model Talking Chips adalah model pembelajaran yang menarik namun cukup sulit dalam pelaksanaannya, karena memerlukan persiapan yang cukup sulit. Selain itu dalam pelaksanaannya guru dituntut untuk dapat mengawasi setiap siswa yang ada di kelas. Hal ini cukup sulit dilakukan terutama jika jumlah siswa dalam kelas terlalu banyak.

c. Persamaan dan perbedaan pembelajaran kooperatif model Talking Chips dengan model-model pembelajaran kooperatif yang lain.

Semua model-model pembelajaran kooperatif yang berlandaskan metode pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan, ciri-ciri, unsur-unsur, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan pembelajaran yang sama, akan tetapi setiap model dalam pembelajaran kooperatif mempunyai ciri khas tertentu.

Pembelajaran kooperatif model Talking Chips dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan idenya, sehingga tidak ada siswa yang mendominasi dan siswa yang diam saja. Pembelajaran kooperatif model Talking Chips dapat membantu guru untuk memonitor tanggung jawab individu siswa. Selain itu dalam pembelajaran kooperatif model Talking Chips juga akan melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal dalam hidup bermasyarakat, sehingga sangat penting bagi guru untuk membekali sebelumnya dengan kemampuan

berkomunikasi, mengingat bahwa tidak semua siswa memiliki tingkat kemampuan untuk berkomunikasi

3. Hasil Belajar Kimia a. Pengertian Belajar

Aktivitas belajar telah ada sejak manusia lahir. Hampir di sepanjang waktunya manusia melaksanakan ritual-ritual belajar. Pengetahuan, kemampuan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan karena belajar. Menurut pendapat yang tradisional, belajar hanyalah dianggap sebaga pengumpul sejumlah ilmu saja.

Secara umum, pengertian belajar ditafsirkan berbeda-beda oleh para ahli. Menurut Muhibbin Syah, belajar adalah tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.20 Sedangkan menurut Ngalim Purwanto, belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu mengarah kepada tingkah laku baik, tetapi ada juga kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.21 Menurut Syaiful Bahri Djamarah, belajar adalah

Dokumen terkait