• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran kooperatif dengan teknik talking chips terhadap hasil belajar kimia pada konsep ikatan kimia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran kooperatif dengan teknik talking chips terhadap hasil belajar kimia pada konsep ikatan kimia"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN TEKNIK

TALKING CHIPS

TERHADAP HASIL

BELAJAR KIMIA PADA KONSEP IKATAN KIMIA

OLEH : ACEP AMIRTA

105016203509

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Question, Read, Reflect, Recite, dan Review) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa” ditulis oleh Mahmudah (105016200544) diajukan kepada Jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqosyah pada tanggal 3 Mei 2010 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, Penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Kimia.

Jakarta, 3 Mei 2010

Panitia Ujian Munaqosyah

Ketua Jurusan Tanggal Tanda Tangan

Baiq Hana Susanti, M.Sc

NIP. 19700209 200003 2 001 ………... ………..… Sekretaris (Sekretaris Jurusan)

Nengsih Juanengsih, M.Pd

NIP. 19790510 200604 2 001 ……… ……….. Penguji I

Ahmad Sofyan, M.Pd

NIP. 19650115 198703 1 020 ……… ……….. Penguji II

Burhanudin Milama, M.Pd

NIP. 19770201 200801 1 001 ……… ……….. Mengetahui

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

(3)
(4)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN TEKNIK

TALKING CHIPS TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA”

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi

Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

ACEP AMIRTA

105016203509

Mengetahui,

Pembimbing I

pembimbing II

Dra. Etty Sofyatiningrum. M.Ed

Burhanudin Milama. M.Pd

NIP:

131808296

NIP:

197702012008011001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(5)

students learning chemistry achievement.

This research aim to know effect of cooverative learning model with Talking Chips

technique on students learning achievement. This research was conducted at Madrasah

Aliyah Jamiyah Islamiyah, Pondok Aren, Tangerang, Banten on Oktober until November

2009. The method used in the research is quasy experiment, using purposive sampling

technique and there are 60 students divided two group, experiment group and control

group. The research instrument is students learning achievement. Student learning

achievement of experiment group is higher (means = 77,17 dan SD = 11,35) than control

group (means = 68,67 and SD = 12,66). From “t” test was obtained t

count

2,74 while t

table

at level af significant 0,05 is 2,048 so t

count

> t

table

. It can be concluded that refused Ho

which told that cooperative learning model with Talking Chips technique has effect on

students learning chemistry achievement has been accepted.

(6)

Hasil Belajar Kimia Siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif

teknik

Talking Chips

terhadap hasil belajar siswa. Penelitian ini dilakukan di Madrasah

Jamiyah Islamiyah, Pondok Aren, Tangerang, Banten pada bulan Oktober hingga bulan

November 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, sampel

diambil secara

purposive sampling

dari 60 siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan adalah

instrumen tes hasil belajar. Hasil belajar siswa kelompok eksperimen lebih tinggi

(rata-rata/

mean

= 77,17 dan simpangan baku/SD = 11,35) daripada kelompok kontrol

(rata-rata/

mean

= 68,67 dan simpangan baku/ SD = 12,66) dan dari hasil perhitungan uji “t”

diperoleh nilai thitung sebesar 2,74, sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar

2,048 atau t

hitung

> t

tabel

. Maka dapat disimpulkan menolak Ho yang menyatakan ada

pengaruh antara pembelajaran kooperatif teknik

Talking Chips

terhadap hasil belajar

kimia siswa diterima atau disetujui. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model

pembelajaran kooperatif teknik

Talking Chips

memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap hasil belajar kimia siswa.

(7)

i

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran

Kooperatif Teknik

Talking Chips

Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa (Penelitian

Eksperimen Pada MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren-Tangerang)”.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad

, semoga shalawat ini selalu tercurah untuk nabi

Muhammad SAW, sebaik-baik makhluk ciptaan Allah SWT.

Selanjutnya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan

hambatan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingannya dan

motivasi dari berbagai pihak, penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan

merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini tak

lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penulisan skripsi ini, diantaranya:

1.

Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3.

Bapak Dedi Irwandi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ilmu Kimia.

4.

Ibu Etty Sofyatiningrum, M.Ed, selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Burhanudin

Milama, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk

membantu penulis dalam membimbing, memberikan saran, serta nasehat yang

berguna bagi penulis.

5.

Bapak dan Ibu dosen jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah

mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, semoga amal ibadah

(8)

ii

7.

Ayahanda Saudih dan Ibunda Sa’anah, yang selalu memberi kasih sayang,

bimbingan, doa dan dukungan baik secara moril maupun materil.

8.

Kakakku tersayang Arum, Ilung, Engkat, Farida, Yatna dan Dian yang selalu

memberikan motivator serta menjadi inspirator bagi penulis, terima kasih untuk

semuanya.

9.

Keponakan tersayang Nurul, Hani, Rafly, Idzhar, dan Syafwa semoga kalian menjadi

anak yang cerdas, dan semoga apa yang kalian cita-citakan tercapai.

10.

Teman-temanku Obay, Soni, Ichan, Zahra serta semua teman-teman pendidikan kimia

angkatan 2005 yang selalu menghiasi hari-hari penulis baik dalam suka maupun duka

selama dibangku perkuliahan, semoga diberikan kemudahan dalam menjalani

berbagai aktivitas.

11.

Teman-temanku Indra, Dewi, Rizqi, Budi, Ipul, Ridwan, Haryadi, Torof serta semua

teman-temanku yang tidak dapat ditulis satu persatu oleh penulis, kalian adalah

sahabatku.

Akhir kata semoga tulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan

keilmuan, serta dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka

mengkaji dan memahami lebih lanjut permasalahan yang diteliti pada masa yang akan

datang.

Jakarta, Februari 2010

(9)

iii

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah……….……1

B.

Identifikasi Masalah……….…..6

C.

Pembatasan Masalah……….….7

D.

Perumusan Masalah……….…..7

E.

Tujuan Penelitian………...7

F.

Manfaat Penelitian……….…7

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A.

Deskripsi Teoritik………...………….9

1.

Pembelajaran Kooperatif...………...…….9

2.

Teknik Talking Chips………...…….….17

3.

Hasil Belajar Kimia………...…….22

4.

Ikatan Kimia………...….33

B.

Kerangka Berfikir……….... 36

C.

Hasil Penelitian yang Relevan………..……40

D.

Pengajuan Hipotesis Penelitian………..…..41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian………..42

B.

Metode dan Desain Penelitian……….42

C.

Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel………..43

D.

Teknik Pengumpulan Data……….….44

E.

Analisis Data……….…..47

F.

Hipotesis Statistik……….……..50

(10)

iv

A.

Kesimpulan……….63

B.

Saran………...……64

DAFTAR PUSTAKA………...….65

(11)

v

Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen………..…67

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol………..…..83

Lampiran 3 LKS………..105

Lampiran 4 Kisi-kisi dan soal Uji Coba Instrumen Tes……….…….119

Lampiran 5 Uji Reliabilitas……….……156

Lampiran 6 Uji Tingkat Kesukaran………160

Lampiran 7 Uji Daya Beda……….162

Lampiran 8 Uji Korelasi……….164

Lampiran 9 Instrumen Tes (Pretest dan Posttest) konsep ikatan kimia……….166

Lampiran 10 Nilai Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……….171

Lampiran 11 Analisis Skor Pretest dan Posttest Kelas Ekperimen dan Kelas Kontrol 172

Lampiran 12 Distribusi Data Pretest Siswa Kelas Eksperimen………...176

Lampiran 13 Distribusi Data Pretest Siswa Kelas Kontrol………177

Lampiran 14 Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen………178

Lampiran 15 Perhitungan UJi Normalitas Pretest Kelas Kontrol………..179

Lampiran 16 Uji Homogenitas Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...180

Lampiran 17 Uji Hipotesis Skor Pretest...181

Lampiran 18 Distribusi Data Posttest Siswa Kelas Eksperimen………...182

Lampiran 19 Distribusi Data Posttest Siswa Kelas Kontrol………...183

Lampiran 20 Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen……...…184

Lampiran 21 Perhitungan UJi Normalitas Posttest Kelas Kontrol…………...185

Lampiran 22 Uji Homogenitas Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol….186

Lampiran 23 Uji Hipotesis Skor Posttest...187

Lampiran 24 Surat Keterangan Izin Penelitian………..…...188

(12)
[image:12.612.112.506.171.547.2]

vi

(13)

vii

Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Tradisional..…..11

Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif………...16

Tabel 2.3 Teknik Model Pembelajaran Talking Chips...……..20

Tabel 4.1 Deskripsi Data Rata-rata Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...51

Tabel 4.2 Deskripsi Data Rata-rata Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...52

Tabel 4.3 Deskripsi Data Rata-rata Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol...52

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………….53

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol…………54

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol…….….55

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……...56

Tabel 4.8 Hasil Pretest Uji “t” Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol………57

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang tidak dapat di

pisahkan dari kehidupan manusia. Sifatnya mutlak dalam kehidupan seseorang,

keluarga, maupun bangsa dan negara. Sebab maju mundurnya suatu bangsa

banyak ditentukan oleh pendidikan bangsa itu sendiri.

Pendidikan merupakan suatu hal yang dinamis, selalu bergerak maju

mengikuti perkembangan masyarakat sebagai akibat dari kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pendidikan perlu mendapat

perhatian baik dalam usaha pengembangan maupun peningkatan mutu

pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. Untuk meningkatkan

kualitas pendidikan, setiap negara mempunyai tujuan pendidikan yang berbeda,

begitu juga di Indonesia tujuan pendidikannya adalah untuk mencerdaskan

kehidupan bangsa dan pembentukan manusia indonesia seutuhnya.

Sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang tentang sistem Pendidikan

Nasional No.20 Bab II pasal 3 Tahun 2003 Menjelaskan1:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka diperlukan

berbagai terobosan, baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi

pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan. Untuk

meningkatkan hasil belajar siswa, maka guru dituntut untuk membuat       

1

 Etty Soffyatiningrum, Terapan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Kmia di SMA/MA (Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA 2007), hal. 38

 

(15)

pembelajaran menjadi lebih inovatif yang mendorong siswa dapat belajar

secara optimal baik belajar secara mandiri maupun di dalam pembelajaran di

kelas. Penggunaan metode ataupun model-model pembelajaran sangat

diperlukan dan sangat mendesak terutama dalam menghasilkan model

pembelajaran baru yang dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik,

peningkatan efisiensi dan efektivitas pembelajaran menuju pembaharuan.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) telah melaju dengan

pesatnya karena selalu berkaitan erat dengan perkembangan teknologi yang

memberikan wahana yang memungkinkan perkembangan tersebut.

Perkembangan yang pesat telah menggugah para pendidik untuk dapat

merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan

konsep IPA yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat.

Oleh karena itu, untuk dapat menyesuaikan perkembangan tersebut menuntut

kreatifitas dan kualitas sumberdaya manusia harus ditingkatkan yang dapat

dilakukan melalui jalur pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas peserta didik

melalui pengajaran IPA, guru diharapkan tidak hanya memahami disiplin ilmu

IPA, tetapi hendaknya juga memahami hakikat proses pembelajaran IPA yang

mencakup tiga ranah kemampuan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh

karena itu, pengalaman belajar IPA harus memberikan pertumbuhan dan

perkembangan siswa pada setiap aspek kemampuan tersebut.

Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh sekumpulan fakta saja

(produk ilmiah), tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Jadi metode ilmiah itu merupakan bagian dari IPA termasuk salah satunya

IPA-Kimia. Selama proses belajar mengajar sejalan dengan hakikat IPA maka

pemahaman siswa terhadap IPA menjadi lebih bermakna.

Keberhasilan pembelajaran kimia siswa ditentukan oleh bagaimana

pembelajaran itu berlangsung dengan baik. Dengan adanya proses

pembelajaran kimia, diharapkan siswa dapat berfikir secara ilmiah sebagai

hasil belajar kimia. Oleh karena itu, penguasaan dan cara penyampaian materi

kimia perlu adanya variasi dan persiapan yang matang baik bagi guru maupun

(16)

Kimia merupakan pelajaran yang sangat penting didalam dunia

pendidikan, karena mata pelajaran kimia berfungsi untuk memahami peristiwa

alam yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, menemukan zat-zat yang

bermanfaat bagi kesejahteraan umat, mengetahui hakikat materi serta

perubahannya, menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan

dalam mengajukan gagasan-gagasan, dan memupuk ketekunan serta ketelitian

kerja.

Kimia dipandang sebagai dasar bagi ilmu pengetahuan seperti

kedokteran, teknik, farmasi dan lain-lain. Dalam bidang kedokteran misalnya,

penggunaan alat pencuci darah (haemodialisis), dalam bidang teknik, silikon

yang merupakan bahan dasar untuk membuat mikroprosesor menyebabkan

komputer semakin kecil ukurannya dan semakin canggih, sedangkan dalam

bidang farmasi berperan sebagai obat-obatan, misalnya senyawa antibiotik

untuk anti infeksi. Dengan adanya proses pembelajaran kimia, diharapkan

siswa dapat membentuk pola fikir ilmiah. Oleh karena itu, kimia sebagai suatu

mata pelajaran di sekolah sangat diperlukan.

Pelajaran kimia menjadi momok yang menakutkan karena adanya

pandangan yang salah tentang kimia itu sendiri. Selama ini para siswa

mengangap konsep yang ada dalam pelajaran kimia sebagai

konsep-konsep abstrak yang sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata. Akibatnya,

konsep-konsep kimia menjadi sangat jauh jaraknya dengan realita keseharian

dalam kehidupan mereka2.

Kesulitan dalam mempelajari kimia sebenarnya berawal dari kurangnya

pemahaman dan penguasaan konsep dasar dalam kimia. Untuk menanamkan

pemahaman akan konsep-konsep tersebut diperlukan adanya penggunaan

sebuah media pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan kepada siswa

dalam proses belajar mengajar, penggunaan media yang dibarengi dengan

      

(17)

metode pembelajaran yang tepat merupakan faktor yang penting dan sangat

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Konsep pembelajaran IPA khususnya kimia menuntut adanya perubahan

peran guru. Pada konsep tradisional guru lebih berperan sebagai transformator,

artinya guru berperan hanya sebagai penyampai informasi, ide, atau gagasan,

dan guru berada didepan kelas menyampaikan materi pelajaran, sedangkan

siswa hanya mendengar, menyimak, dan mencatat, kadang siswa diselingi

pertanyaan dan latihan. Pola ini membuat siswa kurang aktif hanya menerima

materi saja, seperti halnya analogi gelas yang siap diisi air. Kondisi ini tidak

sesuai dengan konsep pembelajaran (instructional). Pembelajaran memandang

siswa sebagai individu yang aktif, memiliki kemampuan dan potensi yang

perlu dieksplorasi secara optimal. Agar pembelajaran lebih optimal, maka

model pembelajaran harus efektif dan selektif sesuai dengan konsep yang

diajarkan, sehingga siswa termotivasi untuk ikt serta dalam proses

pembelajaran. Selain memandang penting peran aktif siswa dalam belajar,

pembelajaran juga menuntut peran guru lebih luas. Diantara tugas guru tersebut

adalah guru tidak hanya menerangkan dan menjelaskan materi kepada siswa,

tetapi juga mengajak siswa untuk ikut akif dalam proses belajar mengajar

tersebut, karena keberhasilan suatu proses belajar mengajar sangat ditentukan

oleh kualitas dan kemampuan guru3.

Pemilihan metode atau model pembelajaran yang tepat, tidak hanya

mempertimbangkan tujuan pendidikan, tetapi juga harus mempertimbangkan

keaktifan, potensi dan tingkat perkembangan siswa yang beragam, serta

bagaimana memotivasi siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mempunyai

kreativitas yang tinggi dalam menggunakan model pembelajaran untuk

menunjang tercapainya proses belajar mengajar.

Salah satu metode pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif adalah

pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif memiliki berbagai

      

3

  Wina Sanjaya, STRATEGI PEMBELAJARAN Beroeientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Kencana, 2008), cet. 5, hal.50.

(18)

macam model, salah satunya adalah Talking Chips. Di dalam Talking Chips

siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-5 orang perkelompok.

Dalam kelompoknya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah

atau materi pelajaran. Kemudian setiap kelompok diberikan 4-5 kartu yang

digunakan untuk siswa berbicara. Setelah siswa mengemukakan pendapatnya,

maka kartu disimpan di atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai

seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat

tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua

siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Teknik ini memberikan kesempatan

kepada siswa untuk lebih aktif berkomunikasi dengan guru atau siswa lainnya

di dalam kelas, sehingga terjadilah suatu pembelajaran yang hidup di dalam

kelas.

Talking Chips mempunyai dua proses yang penting, 4 yaitu; proses sosial

dan proses dalam penguasaan materi. Proses sosial berperan penting dalam

Talking Chips yang menuntut siswa untuk dapat bekerjasama dalam

kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun pengetahuan mereka di

dalam suatu bingkai sosial yaitu pada kelompoknya. Para siswa belajar untuk

berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang

mereka pelajari, serta dapat memecahkan masalah-masalah.

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikatan kimia. Dalam

ikatan kimia siswa harus dapat menentukan ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan

kordinasi, dan ikatan logam. Pada tahap instrumen dalam Talking Chips, siswa

dalam satu kelompok berkumpul dalam satu meja, kemudian diberikan 4-5

kartu yang digunakan siswa untuk menjawab pertanyaan. Setiap kelompok

diberikan lembar soal dan setiap siswa dalam kelompok diminta berdiskusi

untuk menemukan jawabannya. Misalnya: dalam soal tersebut siswa harus

menentukan ikatan yang terbentuk dari 11Na dan 17Cl atau siswa diminta untuk

menyebutkan ciri-ciri dari ikatan kovalen koordinasi. Setiap siswa yang ingin

berbicara atau mengungkapkan suatu ide, siswa tersebut terlebih dahulu harus       

4

  Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google:

(19)

mengangkat kartunya, kemudian kartunya disimpan di tengah meja. Proses

dilanjutkan sampai seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk

berbicara. Cara ini membuat tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada

siswa yang tidak aktif, semua siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Oleh

karena itu setiap siswa dalam setiap kelompok harus dapat memahami materi

Ikatan Kimia untuk mempertahankan posisi kelompoknya.

Pembelajaran kooperatif model Talking Chips yang diterapkan pada

pokok bahasan Ikatan Kimia juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi

siswa secara efektif dan dapat menghilangkan kejenuhan siswa dalam belajar

ke arah pembelajaran yang menciptakan interaktif sesama siswa, sehingga

siswa dapat terdorong minat dan motivasinya untuk belajar kimia yang pada

akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar kimia.

Berdasarkan uraian di atas penulis mencoba melakukan penelitian

dengan mengangkat judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Teknik Talking Chips Terhadap Hasil Belajar Kimia Pada Konsep Ikatan Kimia”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat di

identifikasikan dan dijadikan alasan penulis untuk membahas judul penelitian

di atas adalah sebagai berikut:

1. Materi kimia dianggap sulit oleh sebagian siswa, karena kurangnya

pemahaman dan penguasaan konsep dasar dalam pembelajaran kimia.

2. Masih kurangnya kreativitas dari seorang guru dalam menggunakan model

pembelajaran untuk menunjang tercapainya proses belajar mengajar.

3. Masih minimnya penggunaan metode atau model dalam proses belajar

mengajar sehingga kurangnya motivasi siswa untuk ikut serta dalam

(20)

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa pertanyaan yang timbul dalam identifikasi masalah, disini

peneliti hanya membatasi pada pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik

Talking Chips terhadap hasil belajar kimia siswa. Hasil belajar kimia yang

diukur pada penelitian ini adalah ranah kognitif pada hasil belajar kimia siswa

pada konsep Ikatan Kimia di MA Jamiyah Islamiyah Pondok Aren, Tangerang

kelas X.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan

sebelumnya di atas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai

berikut: “Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif dengan

teknik Talking Chips terhadap hasil belajar kimia siswa?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empirik

apakah pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif

dengan teknik Talking Chips memperlihatkan hasil belajar yang lebih tinggi

dibandingkan pada pembelajaran konvensional/klasikal dalam pembelajaran

kimia.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat

untuk:

1. Bagi peneliti, dapat membantu dalam mengembangkan metode

pembelajaran yang sudah ada menjadi metode yang lebih bervariatif dan

berkualitas bagi kemajuan pendidikan.

2. Bagi guru bidang studi khususnya kimia, dapat dijadikan sarana untuk

memperbaiki kualitas pendidikan dengan cara penggunaan metode

pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar yang

(21)

3. Bagi siswa dapat memberikan motivasi belajar, melatih keterampilan,

bertanggung jawab pada setiap tugasnya, mengembangkan kemampuan

berfikir, meningkatkan interaksi sosial, dan memberikan bekal untuk dapat

bekerjasama dengan orang lain baik dalam belajar maupun dalam

masyarakat.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(22)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A.Deskripsi Teoritis

1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Inggris

dengan kata kerja to cooperate yang berarti bekerja bersama-sama.

Sedangkan kooperatif dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti bersifat

kerjasama. Secara umum, pengertian pembelajaran kooperatif ditafsirkan

berbeda-beda oleh para ahli. Seperti yang dikutip oleh Wakhinudin, menurut

Slavin (1995) pembelajaran kooperatif adalah salah satu variasi dari metode

pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil sehingga

mereka saling membantu antara satu dengan yang lainnya dalam

mempelajari suatu pokok bahasan.5

Menurut Wina Sanjaya, mendefinisikan pembelajaran kooperatif

adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan sistem

pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara 4 atau 6 orang yang mempunyai

latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang

berbeda (heterogen)6. Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak dalam

Trianto pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi

pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai

tujuan bersama. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama

dalam kelompok – kelompok kecil yang terdiri dari 4 -5 orang. Tujuan

dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan

kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir

      

5

Wakhinudin,S, Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar (Suatu Meta Analisis), Forum Pendidikan, Universitas Negeri Padang Press,(maret 2003), hal. 3.

6 Wina Sanjaya, STRATEGI PEMBELAJARAN Beroeientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Kencana, 2008), cet. 5, hal.240.

 

(23)

dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota

kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan

saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan

belajar.7

Dari beberapa pengertian pembelajaran kooperatif yang

dikemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaan kooperatif

adalah kegiatan belajar mengajar dalam suatu kelompok kecil yang

memiliki tingkat kemampuan yang berbeda, tiap anggota kelompok saling

bekerjasama dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai hasil belajar yang

baik.

Pembelajaran kooperatif mempunyai asumsi bahwa untuk mencapai

hasil yang optimal dalam pembelajaran, siswa perlu menjadi bagian dari

satu sistem kerjasama dalam kelompok. Yang perlu diperhatikan dalam

pembelajaran kooperatif adalah keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh

kemampuan semata, tetapi juga oleh peran masing-masing anggota secara

[image:23.612.113.516.101.653.2]

bersama di dalam kelompok.

Tabel 2.1 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar

konvensional8.

Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional Adanya saling ketergantungan

positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya, sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sehingga anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.

 

      

7

 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal:41

8

(24)

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti:

kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang

lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran

langsung. Di samping pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk

mencapai hasil belajar akademik, pembelajaran kooperatif juga efektif untuk

mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat

bahwa model pembelajaran ini unggul dalam membantu siswa dalam

memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah

menunjukkan bahwa model kooperatif telah meningkatkan penilaian siswa

pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan

hasil belajar.

Selain itu, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk

(25)

keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil

belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan

interpendensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan

struktur reward. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir,

struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerjasama atau kompetisi

yang dibituhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.9

Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial,

menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat

meningkatkan harga diri. Pembelajaran kooperatif juga dapat merealisasikan

kebutuhan siswa dalam belajar berfikir, memecahkan masalah, dan

mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan,

maka siswa perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif.

Keterampilan kooperatif tersebut berfungsi untuk melancarkan peranan

hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun

mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan

tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok.

Lungren dalam Trianto, menyusun keterampilan-keterampilan

kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan keterampilan.

Tingkatan tersebut yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat

menengah dan tingkat mahir.10

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:

1). Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan

tanggungjawabnya.

2). Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman

dengan tugas tertentu dan mengambil tanggungjawab tertentu dalam

kelompok.

      

9

  Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009) hal. 61 

10

(26)

3). Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota

kelompok untuk memberikan konstribusi.

4). Menggunakan kesempatan, yaitu menyamakan persepsi/pendapat.

b.Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain:

1). Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal

agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap informasi.

2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi

lebih lanjut.

3) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat

berbeda.

4) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan

bahwa jawaban tersebut benar.

c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Keterampilan kooperatif tingkat mahir ini antaralain: mengolaborasi, yaitu

memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan

pendapat-pendapat dengan topik tertentu.

Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan

pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, belajar untuk

bekerjasama, menghargai pendapat orang lain dan tanggung jawab antara

sesama siswa terhadap kelompoknya untuk memperoleh yang terbaik bagi

kelompoknya dalam belajar dan menyelesaikan tugas.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan suatu pendekatan pengajaran yang mengutamakan siswa untuk

saling bekerjasama satu dengan yang lainnya untuk memahami dan

mengerjakan segala tugas belajar mereka. Beberapa unsur penting dalam

pembelajaran kooperatif meliputi kerjasama dalam menyelesaikan tugas,

mendorong untuk bekerjasama yang terstruktur, tanggungjawab individu

dan kelompok yang heterogen. Pembelajaran kooperatif digunakan dalam

kelas yang selalu diliputi kerjasama dalam menyelesaikan tugas. Dalam

kelompok belajar, semua anggota kelompok bekerjasama dan tidak memiliki

(27)

a. Prinsip dasar dan Ciri-ciri Dalam Pembelajaran Kooperatif

Adapun prnsip dasar dan elemen yang terkait dalam

pembelajaran kooperatif menurut Munir Tanree sebagai berikut11:

1). Saling ketergantungan positif. Dalam hal ini, dituntut adanya

interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling

memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal.

Saling ketergantungan antara lain dalam hal pencapaian tujuan,

penyelesaian tugas, bahan dan sumber, peran, dan hadiah.

2). Interaksi tatap muka. Siswa harus saling berhadapan da saling

membantu dalam pencapaian tujuan belajar dan sumbangan

pemikiran dalam pemecahan masalah, siswa harus mengembangkan

keterampilan berkomunikasi secara efektif.

3). Pertangungjawaban individu. Setiap individu dalam kelompok

bertanggung jawab terhadap nilai kelompok, penilaian kelompok

didasarkan pada rata-rata nilai semua anggota kelompok secara

individu.

4). Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi merupakan

keterampilan sosial yang harus dimiliki dan diajarkan pada siswa

seperti: tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, berani

mempertahankan pikiran logis, mengkritik ide bukan mengkritik

teman, tidak mendominasi orang lain, dan mandiri.

Sedangkan menurut Shepardson, ciri-ciri model pembelajaran

kooperatif sebagai berikut12:

1). Pendidik harus mengupayakan terwujudnya interaksi antar peserta

didik yang berada dalam sebuah kelompok (student-to-student

interaction). Oleh karena itu, guru harus dapat menciptakan kondisi

      

11

Munir Tanree, Model Pembelajaran Konstruktiviis Realistik dengan Setting Kooperatif Serta Dampaknya Terhadap Pemahaman Konsep Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Maret 2009, hal. 268-269. 

12

A. Syukur Ghazali, Menerapkan Paradigma Konstrktivisme Melalui Strategi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa, (Malang: Universitas Malang) Jurnal Pendidikan dan

(28)

yang mampu memberikan kesempatan yang merata kepada anggota

kelompok untuk memberikan pendapat, menyampaikan ringkasan,

mempertahankan pendapat, ataupun memberikan jalan keluar jika

mengalami permasalahan dalam diskusi.

2). Pendidik harus menciptakan interpendensi positf di kalangan anggota

kelompok. Artinya, masing-masing anggota kelompok harus

diupayakan terlibat dalam kegiatan belajar mengajar, pendidik perlu

menjelaskan kepada kelompok bahwa masing-masing anggota harus

membiasakan diri mendengarkan dengan bak pendapat anggota lain,

menerima pendapat anggota lain, dan berupaya dapat membantu

teman lain menyumbangkan pikirannya.

3). Kemampuan masing-masing anggota kelompok diperhitungkan

secara adil (individual acountability). Di dalam pembelajaran

kooperatif, tidak ada peserta kelompok yang diperbolehkan

mengemukakan pendapatnya secara sukarela, masing-masing

anggota kelompok akan menyampaikan pendapatnya. Oleh karena

itu, seorang anggota kelompok akan menerima tugas dari pendidik,

misalnya sebagai pemimpin kelompok, sebagai perumus hasil

diskusi, atau sebagai penyamapi hasil diskusi.

4). Pembelajaran kooperatif menekankan pada pencapaian tujuan

bersama (group process skill). Pembelajaran ini mengajarkan kepada

peserta didik untuk saling memberi informasi, saling mengajarkan

jika ada anggota kelompok yang belum mampu, dan saling

menghargai pendapat anggotanya.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pengelolaan pembelajaran dengan metode pembelajaran

kooperatif memiliki 3 tujuan yang ingin dicapai, yaitu:13

      

13

 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal:47

(29)

1). Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa

dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model

pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa yang sulit.

2). Pengakuan adanya keragaman

Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima

teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar

belakang. Perbedaan latar belakang tersebut diantaranya: perbedaan

suku, agama, ras, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

3). Pengembangan keterampilan sosial

Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan

keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam

pembelajaran kooperatif antara lain: berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat oang lain, bekerja dalam kelompok, dan

sebagainya.

c. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran

yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu

[image:29.612.115.513.105.662.2]

ditunjukkan pada tabel 2.2

Tabel 2.2 : Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif14

Fase Tingkah laku guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajara tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

      

14

 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal:48

(30)

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase 4

Membimbing kelompok belajar dan bekerja

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing anggota kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6

Memberkan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

2. Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips

Talking adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris yang

berarti berbicara, sedangkan Chips yang berarti kartu. Jadi arti Talking Chips

adalah kartu untuk berbicara. Sedangkan Talking Chips dalam pembelajaran

kooperatif yaitu pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil yang

terdiri atas 4-5 orang, masing-masing anggota kelompok membawa

sejumlah kartu yang berfungsi untuk menandai apabila mereka telah

berpendapat dengan memasukkan kartu tersebut ke atas meja.

Model pembelajaran Talking Chips merupakan salah satu model

pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif. Dalam

pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok

kecil dan saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok

yang terdiri atas 4-5 orang siswa dengan kemampuan yang heterogen.  Heterogen dalam hal ini, perolehan nilai sebelumnya, jenis kelamin, agama,

etnis/suku, dan sebagainya. Sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa

yang nilainya tinggi, sedang, dan rendah, baik laki-laki, maupun perempuan.

Talking Chips merupakan salah satu dari 200 struktur yang

(31)

dalam suatu kelompok15. Di dalam Talking Chips siswa dibagi dalam

kelompok-kelompok kecil sekitar 4-6 orang perkelompok. Dalam

kelompoknya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah atau

materi pelajaran. Setiap kelompok diberi 4-5 kartu yang digunakan untuk

siswa berbicara. Setelah siswa mengemukakan pendapatnya, maka kartu

disimpan di atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai seluruh

siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat tidak

ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua

siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Disamping itu, penerapan model

pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips merupakan suatu model

pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented), dimana model

pembelajaran ini sesuai menempati posisi sentral sebagai subyek belajar

melalui aktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri. Menurut

Wina Sanjaya dalam Supri Wahyudi Utomo, yang menyatakan bahwa

dengan beraktivitas siswa bukan hanya dituntut menguasai sejumlah

informasi dengan cara menghafal, akan tetapi bagaimana memperoleh

informasi secara mandiri dan kreatif melalui aktivitas mencari dan

menemukan. Dengan demikian apa yang dipelajari menjadi lebih bermakna,

sebab didapatkan melalui proses pengalaman belajar, bukan hasil

pemberitahuan orang lain.16

Talking Chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu;17 proses

sosial dan proses dalam penguasaan materi. Proses sosial berperan penting

dalam Talking Chips yang menuntut siswa untuk dapat bekerjasama dalam

kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun pengetahuan mereka

di dalam suatu bingkai sosial yaitu pada kelompoknya. Para siswa belajar

      

15

Chris-hunt dan Alison Miyake, “Is Your Classoom Under Control? Dicipline In The Non-Teacher’s Classroom”, google: www. Davidenglishhouse.com/snakes pdfs/winter 2003/features/winter 2003 hunt-miyake.pdf.

16

 Supri Wahyudi utomo, Penerapan Metode Talking Chips Dalam Pembelajaran Kooperatif Guna meningkatkan Prestasi Belajar Kewirausahaan di SMKN 1 Madiun, (Madiun: IKIP PGRI Madiun, 2007).hal. 49 

17

Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google:

(32)

untuk berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi

yang mereka pelajari, serta dapat memecahkan masalah-masalah.

Talking Chips juga mempunyai dua komponen utama, yaitu;18

komponen tugas kooperatif dan komponen insentif kooperatif. Komponen

tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota

bekerjasama dalam menyelesaikan tugas kelompok. Sedangkan komponen

insentif kooperatif merupakan sesuatu yang dapat membangkitkan motivasi

individu untuk bekerjasama mencapai tujuan kelompok.

Talking Chips mempunyai tujuan tidak hanya sekedar penguasaan

bahan pelajaran, tetapi adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi

tersebut. Hal ini menjadi ciri khas dalam pembelajaran kooperatif.

Disamping itu, Talking Chips merupakan metode pembelajaran secara

kelompok, maka kelompok merupakan tempat untuk mencapai tujuan

sehingga kelompok harus mampu membuat siswa untuk belajar. Dengan

demikian semua anggota kelompok harus saling membantu untuk mencapai

tujuan pembelajaran.

Selain dengan kelompoknya, siswa juga dapat berinteraksi dengan

anggota kelompok lain sehingga tercipta kondisi saling ketergantungan

positif di dalam kelas mereka pada waktu yang sama. Proses penguasaan

materi berjalan karena para siswa dituntut untuk dapat menguasai materi.

a. Cara-cara pembelajaran kooperatif model Talking Chips

Terdapat lima langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu

ditunjukkan pada tabel 2.3

      

18

(33)
[image:33.612.115.515.117.612.2]

Tabel 2.3 : Cara-cara pembelajaran kooperatif model Talking Chips19

No Tahap kegiatan

1. Masing-masing anggota dalam kelompoknya diberikan 4-5 kartu. 2. Para siswa dalam kelompoknya membahas topik atau berdiskusi untuk

menyelesaikan masalah yang diberikan guru.

3. Setiap siswa yang ingin berbicara atau mengungkap suatu ide, siswa tersebut terlebih dahulu harus mengangkat kartunya, kemudian kartunya disimpan di tengah meja pada kelompoknya.

4. Siswa tidak dapat berbicara lagi jika kartu miliknya sudah habis, sampai semua kartu milik siswa lain pada kelompoknya juga habis. 5. Jika kartu semuanya sudah digunakan dan kelompoknya masih

merasakan kebutuhan untuk mengungkapkan ide yang tertinggal, maka proses dapat dimulai kembali.

b. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif model Talking Chips.

Dalam pembelajaran kooperatif model Talking Chips

masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan

kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota

yang lain dalam kelompoknya. Keunggulan lain dari model ini adalah

untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering

mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok kooperatif yang lain

sering ada anggota yang selalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya,

ada juga anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih

dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam

kelompok bisa tidak tercapai karena anggota yang pasif akan selalu

menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Model pembelajaran

Talking Chips memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan

untuk berperan serta.

Sedangkan kelemahan dalam model pembelajaran Talking Chips

diantaranya:

      

(34)

1). Tidak semua konsep dalam kimia dapat mengungkapkan model

Talking Chips, disinilah tingkat profesionalitas seorang guru dapat

dinilai. Seorang guru yang profesional tentu dapat memilih metode

dan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan

dibahas dalam proses pembelajaran.

2). Pengelolaan waktu saat persiapan dan pelaksanaan perlu

diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama

dalam proses pembentukan pengetahuan siswa.

3). Pembelajaran model Talking Chips adalah model pembelajaran

yang menarik namun cukup sulit dalam pelaksanaannya, karena

memerlukan persiapan yang cukup sulit. Selain itu dalam

pelaksanaannya guru dituntut untuk dapat mengawasi setiap siswa

yang ada di kelas. Hal ini cukup sulit dilakukan terutama jika

jumlah siswa dalam kelas terlalu banyak.

c. Persamaan dan perbedaan pembelajaran kooperatif model Talking Chips dengan model-model pembelajaran kooperatif yang lain.

Semua model-model pembelajaran kooperatif yang berlandaskan

metode pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan, ciri-ciri,

unsur-unsur, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan pembelajaran

yang sama, akan tetapi setiap model dalam pembelajaran kooperatif

mempunyai ciri khas tertentu.

Pembelajaran kooperatif model Talking Chips dapat

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan idenya,

sehingga tidak ada siswa yang mendominasi dan siswa yang diam saja.

Pembelajaran kooperatif model Talking Chips dapat membantu guru

untuk memonitor tanggung jawab individu siswa. Selain itu dalam

pembelajaran kooperatif model Talking Chips juga akan melatih siswa

untuk berpartisipasi aktif dalam berkomunikasi. Kemampuan ini sangat

penting sebagai bekal dalam hidup bermasyarakat, sehingga sangat

(35)

berkomunikasi, mengingat bahwa tidak semua siswa memiliki tingkat

kemampuan untuk berkomunikasi

3. Hasil Belajar Kimia a. Pengertian Belajar

Aktivitas belajar telah ada sejak manusia lahir. Hampir di

sepanjang waktunya manusia melaksanakan ritual-ritual belajar.

Pengetahuan, kemampuan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang

terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan karena belajar.

Menurut pendapat yang tradisional, belajar hanyalah dianggap sebaga

pengumpul sejumlah ilmu saja.

Secara umum, pengertian belajar ditafsirkan berbeda-beda oleh

para ahli. Menurut Muhibbin Syah, belajar adalah tahapan perubahan

tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan

interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.20

Sedangkan menurut Ngalim Purwanto, belajar merupakan suatu

perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu mengarah kepada tingkah

laku baik, tetapi ada juga kemungkinan mengarah kepada tingkah laku

yang lebih buruk.21 Menurut Syaiful Bahri Djamarah, belajar adalah

serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah

laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan

lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik.22

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan

bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku, baik kepada

tingkah laku yang baik atau buruk. Perubahan-perubahan yang terjadi

pada belajar ini terjadi secara sadar, brsifat relatif menetap, bersifat

      

20Muhibbin Syah, “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” PT Remaja Rosdakarya”,

2007. hal. 92 21

Drs. M.Ngalim Purwanto, MP.,”Psikologi Pendidikan”, PT Remaja Rosdakarya”, 2007. hal. 85 22

(36)

fungsional, positif dan aktif, bertujuan dan mencakup pada semua aspek

tingkah laku.

Definisi belajar ditinjau dari beberapa sudut pandang,

diantaranya:

1). Secara kuantitatif atau ditinjau dari sudut jumlah belajar, berarti

kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif

dengan fakta sebanyak-banyaknya.

2). Secara instusional atau tinjauan kelembagaan, belajar dipandang

sebagai poses validasi atau pengabsahan terhadap penguasaan

siswa atas materi-materi yang telah dipelajari.

3). Secara kualitatif atau tinjauan mutu, adalah proses memperoleh

arti-arti dan pengalaman-pengalaman serta cara-cara menafsirkan dunia

disekeliling siswa23

Selain itu, William Burton dalam buku The Guidance of

Learning Activities, memaparkan tentang prinsip-prinsip belajar, yaitu:24

1). Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi dan melampaui

(under going).

2). Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata

pelajaran-mata pelajaran yang berpusat pada suatu tujuan tertentu.

3). Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan

siswa.

4). Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan siswa

sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu.

5). Proses belajar disyaratkan oleh hereditas dan lingkungan.

b. Pengertian Hasil Belajar

Definisi belajar tidak dapat didefinisikan secara pasti karena

tergantung pada teori yang dianut oleh seseorang dalam

      

23Muhibbin Syah, “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” PT Remaja Rosdakarya”,

2007, hal:91-92 24

(37)

mendefinisikannya. Morgan mendefinisikan belajar sebagai setiap

perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai

suatu hasil dari latihan/pengalaman.

Salah satu tanda bahwa seseorang telah belajar adalah perubahan

tingkah laku dalam dirinya yang menyangkut afektif, kognitif, dan

psikomotorik. Sehingga seseorang yang telah belajar akan menunjukkan

perubahan diantara ketiga aspek tersebut. Menurut Aunurrahman

menyatakan bahwa hasil belajar dapat ditandai dengan adanya perubahan

tingkah laku25.

Seperti yang dikutip oleh Agus Suprijono, bahwa hasil belajar

adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, apresiasi, dan keterampilan.

Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:26

1). Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan

dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan.

2). Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan

konsep dan lambang

3). Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri.

4). Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian

gerak jasmani dalam urusan koordinasi, sehingga terwujud

otomatisme gerak jasmani.

5). Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut.

Selain itu, seperti yang dikutip Ratna Wilis Dahar, dimana

menurut Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, yaitu 1)

keterampilan intelektual, yang merupakan penampilan yang ditunjukan

oleh siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dilakukan seperti

memecahkan masalah, menyusun eksperimen, dan memberikan nlai-nilai

sains. 2) strategi kognitif, penampilan siswa yang ditunjukan secara       

25

 Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfa Beta, 2009) h. 37  26

(38)

kompleks, dimana siswa diberikan sedikit bimbingan dalam memilih dan

menerapkan aturan-aturan, serta konsep-konsep yang telah dipelajari

sebelumnya. 3) informasi verbal, pengetahuan yang diperoleh siswa

sebagai hasil belajar di sekolah, begitu juga pengetahuan siswa diluar

sekolah seperti kata-kata yang diucapkan oleh orang, membaca, radio,

televisi, dan media-media lainnya. 4) sikap, sikap merupakan

pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku

seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup

lainnya, dalam pelajaran sains misalnya, sikap dapat dipelajari selama

para siswa melakukan percobaan di laboratorium. 5) keterampilan

motorik, keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik,

melainkan juga kegatan motorik yang digabung dengan keterampilan

intelektual seperti membaca, menulis, memainkan alat musik,

menggunakan berbagai macam alat seperti mikroskop, buret, destilasi

dan alat-alat laboratorium lainnya27.

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan

baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan

klasifikasi hasil belajar dan Benyamin Bloom yang secara garis besar

menjadi tiga bagian, yaitu:

1). Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang

terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan, ingatan, pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

2). Ranah efektif berkenaan dengan sikap

3). Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak28.

Ketiga ranah tersebut harus dinilai untuk mengetahui seberapa

besar pencapaian kompetensi secara operasional dari kompetensi dasar

dan standar kompetensi.

      

27

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), hal. 135

(39)

1). Hasil Belajar Penguasaan Materi (Kognitif)

Hasil belajar pada ranah kognitif meliputi kemampuan menyatakan

kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan

kemampuan-kemampuan intelekual lainnya. Kemampuan-kemampuan-kemampuan intelektual

tersebut dikategorikan oleh Bloom dkk, menjadi enam jenjang

kemampuan. Enam jenjang tersebut adalah:29

(a) Hafalan (C1)

Jenjang hafalan (ingatan) meliputi kemampuan menyatakan

kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah

dipelajarinya.

(b) Pemahaman (C2)

Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari

informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan,

diagram, atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke

dalam rumusan matematis atau sebaliknya, meramalkan

berdasarkan kecenderungan tertentu (ekstrapolasi dan

interpolasi), serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip

dengan kata-kata sendiri.

(c) Penerapan (C3)

Jenjang penerapan meliputi kemampuan menggunakan prinsip,

aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau pada

situasi konkrit.

(d) Analisis (C4)

Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu

informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya

sehingga struktur informasi serta hubungan antar komponen

informasi tersebut menjadi jelas.

      

29

(40)

(e) Sintesis (C5)

Jenjang sintesis meliputi kemampuan untuk mengintegrasikan

bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu keseluruhan

yang terpadu, misalnya kemampuan merencanakan eksperimen,

menyusun karangan (laporan praktikum, artikel, rangkuman),

menyusun cara baru untuk mengklarifikasikan obyek-obyek,

peristiwa dan informasi lainnya.

(f) Evaluasi (C6)

Jenjang evalasi meliputi kemampuan untuk mempertimbangkan

nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan, serta berdasarkan

kriteria tertentu yang diterapkan.

2). Hasil Belajar Proses (Afektif)

Hasil belajar pada ranah afektif meliputi minat, sikap, dan nilai

yang ditanamkan melalui proses belajar mengajar. Ranah afektif ini

dikategorikan oleh Krathwohl dkk, menjadi lima jenjang

kemampuan. lima jenjang tersebut adalah:30

(a). Receiving : meliputi penerimanan secara pasif terhadap suatu

nilai dan keyakinan.

(b). Responding: meliputi keinginan dan kesenangan menanggapi

dan merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan

nilai-nilai yang dianut masyarakat.

(c). Valuing : meliputi pemilikan serta pelekatan pada suatu

nilai tertentu.

(d).Organization: meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu

sistem nilai.

(e). Characterization: meliputi pengembangan nilai-nilai menjadi

karakter pribadi.

      

30

(41)

3). Hasil Belajar Aplikatif (Psikomotor)

Hasil belajar pada ranah psikomotor meliputi kemampuan yang

berupa keterampilan fisik (motorik) atau keterampilan manipulatif

seperti keterampilan menyusun alat-alat percobaan dan melakukan

percobaan. Ranah psikomotor ini dikategorikan oleh Trowbridge

dkk, menjadi empat jenjang kemampuan. empat jenjang tersebut

adalah:31

(a). Moving (bergerak)

Kategori ini meliputi pada sejumlah gerakan tubuh yang

melibatkan koordinasi gerakan-gerakan fisik. Kata kerja

operasional yang dapat digunakan untuk merumuskan indikator

pencapaian hasil belajar antara lain: membawa, membersihkan,

mengikuti, menempatkan atau menyimpan. Misalnya, siswa

dapat membersihkan alat-alat gelas atau siswa dapat membawa

mikroskop dengan benar.

(b). Manipulating (memanipulasi)

Kategori ini meliputi pada aktivitas yang meliputi pola-pola

yang terkoordinasi dari gerakan-gerakan yang melibatkan

bagian-bagian tubuh seperti tangan-jari, tangan-mata. Kata

kerja operasional yang dapat digunakan untuk merumuskan

indikator pencapaian hasil belajar antara lain: mengkalibrasi,

merangkai, meramu, mengubah, membersihkan,

menghubungkan, memanaskan, mencampurkan, mengaduk,

menimbang, mengoperasikan, dan memperbaiki. Misalnya,

siswa dapat menuangkan larutan dari botol reagen ke dalam

gelas kimia dengan benar.

(c). Communicating ( berkomunikasi)

Kategori ini meliputi pada pengertian aktivitas yang

menyajikan gagasan dan perasaan untuk diketahui oleh orang       

31

(42)

lain. Kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk

merumuskan indikator pencapaian hasil belajar antara lain:

mengajukan pertanyaan, menganalisis, mendeskripsikan,

mendiskusikan, mengarang, menggambar, menjelaskan,

membuat grafik, membuat tabel, mencatat, menulis, dan

membuat rancangan. Misalnya, siswa dapat mengajukan

pertanyaan mengenai masalah-masalah yang sedang

didiskusikan atau siswa dapat melaporkan data percobaan

secara akurat.

(d). Creating (menciptakan)

Kategori ini meliputi pada proses dan kinerja yang dihasilkan

dari gagasan-gagasan baru. Kata kerja operasional yang dapat

digunakan untuk merumuskan indikator pencapaian hasil

belajar antara lain: membuat kreasi, merancang, merencanakan,

mensintesis, menganalisis, dan membangun. Misalnya, siswa

dapat menggabungkan potongan-potongan alat untuk

membentuk instrumen atau peralatan baru dalam suatu

percobaan.

Berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan

bahwa hasil belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang

dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Hasil belajar juga dapat didefinisikan sebagai nilai akhir siswa yang diukur

melalui teknik-teknik evaluasi dan dapat digunakan sebagai pengukur

seberapa jauh materi pelajaran yang telah dikuasai.

c.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Belajar yang baik dapat menghasilkan nilai yang baik, begitupun

sebaliknya belajar yang buruk maka hasilnya pun akan buruk. Baik

(43)

Adapun faktor yang dapat mempengaruhi belajar menurut Muhibin Syah

adalah:32

1). Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri siswa

meliputi dua aspek, yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek

fisiologis mencakup kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot)

yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya,

dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti

pelajaran. Sedangkan untuk aspek psikologis siswa merupakan faktor

rohani yang didalamnya mencakup inteligensi, sikap, minat, dan motivasi

yang dapat mempengaruhi belajar siswa.

2). Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor dari luar siswa. Adapun faktor

eksternal yang dapat mempengaruhi belajar siswa terdiri dari dua macam,

yaitu faktor lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial. Dimana yang

termasuk kedalam lingkungan sosial siswa adalah guru, para staf

administrasi, dan teman-teman sekolah. Selain itu masyarakat dan

tetangga juga teman-teman bermain siswa di sekitar perkampungan siswa

tersebut. Adapun lingkungan sosial yang sangat mempengaruhi kegiatan

belajar adalah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.

3). Faktor Pendekatan Belajar

Pada proses pembelajaran dimulai tentunya seorang guru harus

merangkul seluruh siswanya, dengan demikian siswa dapat mengenal

guru lebih dekat. Biasanya jika siswa sudah mengenal gurunya dia tidak

akan ragu untuk bertanya dan berbicara tentang hal-hal yang ingin ia

tanyakan kepada gurunya. Untuk itu diperlukan pendekatan agar siswa

merasa senang dan nyaman saat mempelajari pelajaran yang dibahas oleh

guru.

      

32

(44)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Belajar

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Faktor Pendekatan

Belajar

Faktor Instrumental

Faktor Fisiologis

Kondisi Fisiologis umum Kondisi Pancaindera

Lingkungan Sosial

Faktor Psikologis

Intelgensi, sikap, minat, motif, dan motivasi

Lingkungan Non-sosial

Metode, Media, Model, dll

Kurikulum

[image:44.612.115.530.129.649.2]

Sarana dan Prasarana

Gambar 2.1

Skema Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

4). Faktor Instrumental33

Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan

penggunaanya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.

Faktor-faktor ini diharapkan dapat sebagai sarana agar tercapainya

tujuan-tujuan yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrument ini dapat

berupa kurikulum, sarana dan fasilitas, dan gurunya sendiri.

Kalau sudah berbicara kurikulum berarti kita akan berbicara

mengenai komponen-komponennya, yakni tujuan, bahan atau program,

proses belajar mengajar, dan evaluasi. Kiranya jelas bahwa faktor

instrument ini sangat besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil

belajar.

Skema Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar sebagai berikut:

      

(45)

d. Hakekat Pembelajaran Kimia

Ilmu kimia adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari

tentang materi yang meliputi struktur, sifat dan perubahan materi serta

energi yang menyertainya.34 Ilmu kimia ini sarat dan konsep (terutama

konsep) bersifat abstrak dan konsep-konsep ini berjenjang, berkembang

dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks.

Pelajaran kimia bagi sebagian siswa merupakan salah satu

pelajaran yang sulit. Banyak diantara siswa merasa tidak mampu atau

kurang mempunyai dasar yang kuat dalam mempelajari kimia. Dalam

mempelajari kimia diperlukan kemampuan yang intelektual untuk

memahaminya. Seperti yang dikutip oleh Atiek Winarti dan yudha

Irhasyuara, Pelajaran kimia menjadi momok yang menakutkan karena

adanya pandangan yang salah tentang kimia itu sendiri. Selama ini para

siswa mengangap konsep-konsep yang ada dalam pelajaran kimia sebagai

konsep-konsep abstrak yang sulit yang sulit diaplikasikan ke dalam

kehidupan nyata35.

Menurut teori belajar kontruktivisme, dalam mempelajari suatu

konsep, siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan

informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama

dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak lagi sesuai. Hal

tersebut dilakukan agar siswa benar-benar paham terhadap materi yang

dipelajari dan dapat menerapkan pengetahuan, dapat memecahkan

masalah, berusaha dengan sungguh-sungguh melalui ide-idenya.36

Tujuan pembelajaran kimia yaitu agar siswa dapat memahami

konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya, mengembangkan daya

      

34J.M.C Johati, M Rachmawati, Kimia SMU Untuk Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 2 35 Atiek Winarti dan Yudha Irhasyuarna, Optimalisasi Peran Laboratorium Sebagai Upaya

Menyiapkan Pembelajaran Kimia di SMU dalam Menghadapi Abad 21 (vidya Karya : Jurnal pendidikan dan kebudayaan, 2001), No. 30,

Gambar

Gambar 2.1 Skema faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar ……….49
Tabel 2.1  Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar
Tabel 2.2 : Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif14
Tabel 2.3 : Cara-cara pembelajaran kooperatif model Talking Chips19
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diatas menunjukan bahwa penderita Hipertensi yang diberikan pendidikan dan pedoman dalam perawatan diri akan meningkatkan pola hidupnya yang dapat

Hasil penelitian didapatkan adanya perbedaan pada kemampuan responden dalam melakukan Hands-only CPR menggunakan metode Home Learning dan kemampuan responden melakukan Hands-only

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera Lamk.) terhadap kadar MDA dan histopatologi hepar pada mencit

Flipbook memiliki beberapa kelebihan, diantaranya proses pembelajaran lebih menarik karena kemudahan yang diberikan, menambah motivasi belajar, dan yang paling utama adalah

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101, Tambahan Lembaran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1) terdapat pengaruh kemampuan berpikir kritis yang signifikan antara siswa yang

Pendekatan adalah suatu strategi yang digunakan oleh seorang guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran kepada peserta didik serta dapat meningkatkan mutu sekolah beserta pendidikan

1. Jenis tindak pidana yang paling banyak dilakukan oleh anak adalah pencurian, narkoba, pengeroyokan, dan kecelakaan lalu lintas. Kejahatan yang dilakukan anak