1
Penelitian, Manfaat Penelitia Teoritis, Manfaat Praktis. Masing – masing akan
dikemukakan sebagai berikut :
1.1 Latar Belakang
Menurut Hudojo (2005:36) Matematika merupakan gagasan yang hubunganya
diatur secra logis, bersifat abstarak, penalaranya deduktif dan dapat memasuki cabang
ilmu lainya. Matematika di perlukan dalam berbagai aktivitas kehidupan termasuk
masyarakat memecahkan masalah membantu mengembangkan kemampuan berfikir.
Sebagaimana diungkapakan Suherman (2003:60) bahwa para pelajar matematika
untuk memenuhi kebutuhan praktis. Matematika juga dipelajari semua siswa mulai
dari tingkatatan Sekolah Dasar dengan harapan mata pelajaran matematika dapat
membekali siswa untuk memperoleh kemampuan berfikir yang bisa digunakan untuk
kehidupan dimasa yang akan datang.
Dalam sebuah pembelajaran matematika bisa diterapkan pada semua siswa Sekola
Dasar dalam membekali siswa dengan menerapkan kemampuan berfikir logis, kritis,
dan kreatif serta menerapakan dalam kerja sama. Kompetensi ini di perlukan agar
siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, bisa digunakan sebagai informasi
dalam perkembangan hidup pada keadaan yang selalu berubah dan tidak pasti.
Diperlukan kecermatan utuk menyajikan konsep – konsep yang tepat agar siswa
mampu memahaminya secara benar, karena pandangan yang diterima siswa terhadap
konsep di Sekolah Dasar akan terbawa terus pada masa selanjutnya.
Hal tersebut senada dengan Johnson dan Rising dalam Wahyudi (2011) yang
menjelaskan bahwa matematika adalah pola pikir, mengelompokan pemikiran logis,
dalam pengembangan yang terorganisasi memuat sifat-sifat, teori-teori dibuat secara
Menurut Irianti (2009:46), sebagian siswa menganggap pelajaran matematika
sebagai pelajaran yang sulit bahkan sagat membosankan bahkan menakutkan.
Demikian persepsi yang berkembang dalam masyarakat tentang matematika sebagai
mata pelajaran yang sulit. Persepsi negatif itu dibentuk oleh anggapan bahwa
matematika merupakan ilmu yang kering, abstrak, teoritis, penuh dengan
rumus-rumus yang sulit dan membingungkan, yang muncul atas pengalaman kurang
menyenangkan ketika belajar matematika, sehingga pembelajaran matematika tidak
dipandang secara obyektif lagi. Salah satu kesulitan siswa dalam mempelajari
matematika disebabkan karena objek kajian matematika yang bersifat abstrak
(Suryanto,2000:109). Selain itu, anak dalam proses pembelajaran harus
mendengarkan, mencatat dan mengerjakan tugas diberikan guru, sehingga
pembelajaran menjadi kurang bermakna sehingga siswa masih kurang aktif dalam
pembelajaran (Zamroni,2003).
Sekolah menerapakan pendekatan siswa aktif yaitu siswa ditempatkan sebagai
subjek pembelajaran dan guru sebagai proses pembelajaran. Usman (2006:21) bahwa
dalam pembelajaran guru sebaiknya sebagai fasilitaor dalam proses pembelajaran,
sebagai pemeran yang berusaha menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif yang
memberi rangsangan terhadap siswa sehingga pembelajaran yang lebih utama. Lebih
lanjut, Usman (2006:21-33) mengungkapkan dalam menciptakan kondisi
pembelajaran yang aktif sedikitnya ada lima jenis dalam menentukan keberhasilan
belajar siswa adalah melibatkan siswa secara aktif, menarik minat dan perhatian
siswa, membangkitkan motivasi siswa, prinsip dalam individualitas dan peragaan
dalam pembelajaran.
Sebelum melaksanakan pembelajaran guru sebaiknya memilih dan menggunakan
model pembelajaran yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar. Siswa akan
belajar secara aktif jika model pembelajaran yang direncanakan dalam merancang
guru mengharuskan siswa, baik secara suka rela maupun terpaksa menuntut siswa
melakukan kegiatan belajar. Model pembelajaran yang mencerminkan kegiatan belajar
belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Marno
(2008:149-150), mengaktifkan kegiatan belajar siswa berarti menuntut kegiatan dan kemampuan
guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Kondisi tersebut membawa dampak terhadap pelajaran matematika di SD N 2
Mojotengah. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi kelas yang telah dilakukan
di SD N 2 Mojotengah dengan jumlah 24 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan
17 siswa perempuan. Pada saat kegiatan belajar dikelas sebagian besar siswa
cenderung pasif, rendahnya minat siswa dalam mempelajari matematika, siswa juga
beranggapan bahwa matematika itu pelajaran yang menakutkan dan membosankan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari nilai UTS 27,96% siswa yang mendapatkan nilai
diatas KKM, sedangkan 72,04% siswa nilainya masih dibawah KKM. Model
pembelajaran yang digunakan oleh guru yaitu masih menggunakan pembelajaran yang
bersifat konvensional, itu artinya bahwa guru masih menggunakan metode ceramah.
Menurut Silberman (dalam Syafaruddin,2005:212) menyatakan bahwa apa yang hanya
didengar akan lupa, apa yang dilihat akan diingat, dan apa yang dilakukan berarti
paham. Tiga pernyataan sederhana tersebut, membutuhkan penerapan prinsip belajar
aktif.
Jadi jika siswa belajar hanya dengan mendengarkan apa yang diceramahkan guru,
maka akan banyak yang dilupakan oleh siswa, sedangkan jika siswa belajar dengan
melihat apa yang dipelajarinya, maka siswa akan mengingatnya, karena disamping
mendengarkan siswa juga melihat sehingga rangsangan otaknya semakin berfungsi.
Siswa belajar misalnya dengan melakukan pekerjaan atau tugas maka siswa akan
memahaminya, itu artinya belajar sambil bekerja menunjukan siswa memahami apa
yang dipelajarinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan dalam penerapan
model pembelajaran untuk menumbuhkan keaktifan dan meningkatkan hasil belajar
siswa yaitu dengan diperlukanya model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu cara untuk membuat siswa
akan lebih aktif, baik secara individu maupun kelompok (Syaodih,2004:238). Lie
dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan
untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa adalah menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe talking chips.
Model pembelajaran kooperatif tipe talking chips merupakan contoh dari berbagai
macam model pembelajaran kooperatif yang cocok untuk para siswa. Model
pembelajaran talking chips menurut Sugiyono ( 2010:57) adalah model pembelajaran
yang mengembangkan hubungan timbal balik antar anggota kelompok dengan didasari
adanya kepentingan yang sama. Dalam model pembelajaran ini setiap anggota
kelompok mendapat chips yang harus digunakan oleh siswa setiap kali ingin berbicara
misalnya bertanya, manjawab pertanyaan, menyatakan keraguan, mengungkapkan ide,
mengklasifikasi pertanyaan, mengklasifikasi ide dan dapat menumbuhkan semangat
siswa untuk aktif dalam pembelajaran.
Model pembelajaran pada kooperatif tipe talking chips dasarnya dalam bermacam – macam diskusi kelompok, ciri khasnya guru memberikan benda kecil yang berupa kancing kepada semua siswa pada waktu proses pembelajaran sebagai alat untuk siswa
agar bisa memberikan jawaban terhadap soal yang telah diberikan guru. Cara ini bisa
menjamin keterlibatan total semua siswa, cara ini juga sangat baik untuk
meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
Dalam pengunaan model teknik kancing gemerincing adalah proses pembelajaran
yang menggunakan kancing sebagai syarat sebelum memulai pembicaraan atau
aktivitas dalam belajar. Kelebihan dari teknik ini adalah memastikan bahwa setiap
siswa mendapatkan kesempatan yang adil dalam pembelajaran. Oleh karena itu
dengan penerapan teknik ini semua siswa dalam kelompok lerlibat sehingga tanggung
jawab di dalam kelompok merata dan tidak ada siswa yang terlalu domain dan tidak
ada siswa yang pasif dalam sebuah kelompok. Hal tersebut sesuai dengan hasil
penelitian yang menyatakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe talking
chips dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa SD.
Model pembelajaran talking chips menekankan pada kerja sama, kedisiplinan dan
mengemukakan pendapat. Dengan adanya persamaan kesempatan dalam berbicara ini
maka siswa akan merasa mendapat perlakuan yang sama tanpa melihat kemampuan
kognitif yang berbeda-beda, sehingga siswa merasa tidak minder atau rendah diri dan
lebih termotivasi dalam belajar Model pembelajaran kooperatif tipe talking chips
adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang masing-masing anggota
kelompoknya mendapat kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi mereka
dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota kelompok lain (Huda, 2011:
142).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “ Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Materi Volume Bangun
ruang Kubus Dan Balok Bagi Siswa Kelas V SD Negri 2 Mojotengah Tahun Ajaran
2016/2017”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdadsarkan latar belakang permasalahan dan identifikasi masalah yang di
jabarkan sebelumnya, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskanm sebagai berikiut: “Apakah Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe talking chips dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SDN 2
Mojotengah pada pembelajaran 2016/2017.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran matematika kelas V SD N 2
Mojotengah melalui Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe talking chips
pada materi volume bangun ruang.
1.4 Manfat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Manffat penelitian ini agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan
memberikan sebuah informasi kepada peserta didik bahwa pembelajaran matematika
1.4.2 Manfat Praktis a. Bagi siswa
Agar siswa tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran
matematikaDiharapkan guru bisa memilih model pembelajaran yang sesuai
dengan materi yang akan di ajarkan.
b. Bagi guru
Dapat menumbuhkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika.
selanjut dapat memberikan semangat kerja sama dalam model pembelajaran
kooperatif.
c. Bagi sekolah
Dapat meningkatkan mutu pembelajaran baik pembelajaran matematika
maupun mata pelajaran yang lainnya ssehingga dapat menumbuhkan rasa
kerja sama yang baik antar sesama guru mata pelajaran maupun dengan guru