• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resilience pada Anak-anak di Nanggroe Aceh Darussalam Pasca Gempa Bumi dan Tsunami (Studi Terhadap Anak-anak di Panti Asuhan Muhammadiyah, Nanggroe Aceh Darussalam).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resilience pada Anak-anak di Nanggroe Aceh Darussalam Pasca Gempa Bumi dan Tsunami (Studi Terhadap Anak-anak di Panti Asuhan Muhammadiyah, Nanggroe Aceh Darussalam)."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI DERAJAT RESILIENCE PADA ANAK-ANAK DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI (Studi terhadap anak-anak di Panti Asuhan Muhammadiyah, Nanggroe Aceh Darussalam)

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat resilience pada anak-anak yatim korban gempa dan tsunami Nanggroe Aceh Darussalam yang tinggal di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh. Derajat resilience tersebut ditunjukkan melalui kekuatan kompetensi sosial, kemampuan dalam mengatasi masalah, kemandirian, dan harapan mereka di masa depan.

Penelitian ini didasarkan pada konsep teori tentang resilience dan protective factor yang dikemukakan oleh Bonnie Benard. Selain itu didukung pula dengan konsep tentang perkembangan hidup akhir masa anak-anak.

Desain penelitian ini adalah dengan metode deskriptif. Penentuan ukuran sampel dilakukan dengan menggunakan metode random sampling dan diperoleh 37 anak yang memenuhi karakteristik populasi, yaitu anak-anak yatim piatu di Propinsi NAD yang merupakan korban langsung gempa dan tsunami tahun 2004 dan berada pada kisaran usia 9 hingga 12 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah Kuesioner Resilience yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori resilience dari Bonnie Benard. Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan koefisien korelasi Product Moment Pearson, diperoleh 65 item yang diterima dengan hasil validitas berkisar antara 0,304 – 0,918, sedangkan uji reliabilitas menggunakan koefisien Alpha Cronbach dengan hasil reliabilitas sebesar 0,929. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan teknik distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa 51,4% anak yatim korban gempa dan tsunami di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh memiliki derajat resilience yang tinggi. Derajat resilience yang tinggi tersebut ditandai oleh tingginya kategori social competence, autonomy dan sense of purpose, namun tidak semua anak yang derajat resiliencenya tinggi memiliki kategori problem solving yang tinggi pula. Protective factor yang penting sebelum gempa dan tsunami dalam pembentukan resilience anak-anak panti asuhan adalah kedekatan hubungan dan perhatian orangtua, serta kedekatan hubungan dengan saudara kandung dan teman sebaya. Protective factor yang penting setelah gempa dan tsunami adalah kedekatan hubungan, perhatian dan dukungan pengasuh panti, perhatian dan dukungan guru, serta kedekatan hubungan dengan teman sebaya.

(2)

DAFTAR ISI

JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Maksud Penelitian ... 7

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 7

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 8

1.5 Kerangka Pemikiran ... 8

(3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resilience ... 17

2.1.1 Definisi Resilience ... 17

2.1.2 Kategori Resilience ... 20

2.1.2.1 Social Competence ... 21

2.1.2.2 Problem Solving ... 23

2.1.2.3 Autonomy ... 24

2.1.2.4 Sense of Purpose ... 27

2.2 Protective Factor ... 29

2.2.1 ProtectiveFactor Keluarga ... 29

2.2.2 ProtectiveFactor Sekolah ... 32

2.2.3 Protective Factor Komunitas ... 36

2.3 Akhir Masa Anak-anak ... 40

2.3.1 Definisi Akhir Masa Anak-anak ... 40

2.3.2 Perubahan-perubahan pada Akhir Masa Anak-anak . 41

2.3.2.1 Perubahan Fisik ... 41

2.3.2.2 Perkembangan Pemahaman Diri ... 42

2.3.3 Keluarga, Relasi Teman Sebaya dan Sekolah ... 43

2.3.3.1 Keluarga ... 43

2.3.3.2 Relasi Teman Sebaya ... 45

2.3.3.3 Sekolah ... 48

(4)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 53

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 53

3.2.1 Variabel Penelitian ... 53

3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 54

3.3 Alat Ukur ... 56

3.3.1 Jenis Alat Ukur ... 56

3.3.2 Prosedur Pengisian ... 57

3.3.3 Sistem Penilaian ... 57

3.3.4 Pengujian Alat Ukur ... 58

3.3.4.1 Uji Validitas Alat Ukur ... 58

3.3.4.2 Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 59

3.3.5 Data Penunjang ... 60

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 60

3.4.1 Populasi Sasaran ... 60

3.4.2 Karakteristik Populasi ... 61

3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 61

3.5 Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 63

4.1.1 Gambaran Responden... 63

4.1.2 Gambaran Derajat Resilience Responden ... 65

(5)

4.1.2.2 Gambaran Derajat Resilience Rendah dan

Kategori-kategorinya ... 66

4.2 Pembahasan ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Saran ... 73

5.2.1 Saran untuk Penelitian Lanjutan ... 74

5.2.2 Saran Gunalaksana ... 74 DAFTAR PUSTAKA

(6)

DAFTAR TABEL

(7)

DAFTAR GAMBAR

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Kisi-kisi Alat Ukur Resilience

Lampiran B Kuesioner Resilience

Lampiran C Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Lampiran D Data Jawaban Responden terhadap Kuesioner Resilience

(9)

Kisi-kisi Alat Ukur Resilience

Variabel Kategori Indikator Item Pertanyaan/Pernyataan

1. Kemampuan untuk mendengarkan dan menanggapi secara positif pendapat orang lain

Sejak tsunami terjadi, saya menjadi gampang tersinggung dengan perkataan teman-teman saya (-)

Sejak tsunami terjadi, saya menjadi sulit untuk menerima nasehat dari orang yang lebih tua (-)

2. Kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan tanpa menyakiti orang lain

Jika saya marah pada teman saya, maka saya mengungkapkan kemarahan saya padanya tanpa membuat ia tersinggung (+)

Saya memberontak jika keinginan saya tidak terpenuhi (-)

Saya akan membalas perbuatan teman saya yang menyakiti hati saya (-) 3. Kemampuan untuk

memahami apa yang dirasakan oleh orang lain

Saya ikut merasa sedih jika teman yang mengalami nasib sama dengan saya akibat tsunami kelihatan bersedih (+)

Saya merasa marah jika melihat teman sekolah atau teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan disakiti oleh orang lain (+)

Saya tidak peduli jika melihat teman saya sedang sedih (-) Saya tidak peduli jika melihat orang lain sedang sedih (-) 4. Kemampuan untuk

membantu orang lain menghadapi masalahnya meskipun ia juga mengalami masalah yang sama

Saya memberikan dukungan kepada teman saya ketika ia sedang kecewa karena nilai ulangannya jelek, meskipun saya sendiri juga sedang kecewa karena nilai ulangan saya jelek (+)

Saya dapat menghibur saudara saya yang sedang sedih meskipun saya juga sedang sedih (+)

Saya akan mengabaikan teman saya yang sedang sedih jika saya juga sedang sedih (-) Saya tidak akan menghibur teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan yang sedang sedih jika saya juga sedang sedih (-)

RESILIENCE Social Competence

5. Kemampuan untuk menolong orang lain berdasarkan apa yang mereka butuhkan

Saya membantu teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan saya belajar jika ia ingin meningkatkan nilai ulangannya (+)

Ketika pengasuh sedang membereskan ruangan-ruangan di panti asuhan, saya akan membantunya (+)

Saya enggan membantu teman saya untuk meningkatkan nilai ulangannya meskipun ia membutuhkannya (-)

Saya enggan membantu pengasuh panti asuhan untuk membereskan kamar tidur di panti asuhan, meskipun mereka membutuhkan bantuan saya (-)

(10)

Variabel Kategori Indikator Item Pertanyaan/Pernyataan 1. Kemampuan untuk

membuat suatu perencanaan dalam menyelesaikan masalah.

Agar pekerjaan rmah seperti menyapu, mencuci piring dan sebagainya, dapat selesai dengan cepat, maka saya membuat jadwal kegiatan (+)

Saya pasrah menerima nilai ulangan saya yang jelek, tidak berusaha untuk belajar lebih giat lagi (-)

Bila teman saya marah pada saya, saya akan diam saja dan menunggu sampai teman saya itu tidak marah lagi (-)

2. Kemampuan untuk

mencari beberapa alternatif dalam menyelesaikan masalah.

Bila saya tidak bisa menyelesaikan masalah dengan cara yang biasa dilakukan, saya mencari cara lain (+)

Bila guru tidak dapat menjawab pertanyaan yang saya mengenai pelajaran tertentu yang tidak saya mengerti, saya akan mencari jawabannya pada guru lain (+)

Saya akan menempuh berbagai cara untuk menyelesaikan masalah saya dengan teman (+)

Saya akan diam saja dan tidak melakukan apa pun jika guru saya tidak mampu menjawab pertanyaan saya mengenai pelajaran yang tidak saya mengerti (-) 3. Kemampuan untuk

mengungkapkan

masalahnya kepada orang lain.

Bila saya memiliki masalah dengan teman, saya menceritakannya pada teman saya yang lain (+)

Sangat sedikit orang yang mengetahui masalah apa yang saya hadapi karena saya enggan untuk menceritakan masalah saya pada orang lain (-)

4. Kemampuan untuk berinisiatif meminta bantuan kepada orang lain untuk memecahkan masalah.

Saya meminta nasehat kepada orang yang lebih tua (pengasuh panti) ketika saya mengalami masalah dengan teman (+)

Saya dapat meminta bantuan teman sekolah atau teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan jika saya mengalami kesulitan dalam pelajaran (+)

Saya enggan meminta nasehat guru saya jika saya sedang mengalami masalah dalam keluarga (-)

Saya enggan meminta bantuan pengasuh untuk memecahkan masalah saya kalau mereka tidak menawarkan bantuan pada saya (-)

Saya jadi memendam masalah saya dan enggan meminta bantuan orang lain (-) RESILIENCE Problem

Solving

5. Kemampuan untuk berpikir kritis.

Saya tetap berusaha mencari tahu mengenai pelajaran sekolah yang tidak saya mengerti sampai saya benar-benar mengerti (+)

(11)

Variabel Kategori Indikator Item Pertanyaan/Pernyataan 1. Kemampuan untuk dapat

meyakinkan diri sendiri bahwa ia mampu

menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan lingkungan sekitarnya.

Meskipun banyak buku pelajaran dan peralatan sekolah yang rusak atau hilang akibat tsunami, saya yakin bahwa saya akan tetap dapat belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari sekolah dengan baik (+)

Saya yakin bahwa saya mampu menikmati makanan yang seadanya di panti asuhan (+)

Saya tidak yakin bahwa saya mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan di panti asuhan (-)

2. Kemampuan untuk mengingatkan diri sendiri jika ada tugas-tugas yang harus dikerjakan.

Saya tidak perlu diingatkan oleh guru dan pengasuh panti mengenai tugas dan belajar untuk ulangan, karena saya bisa mengingatkan diri sendiri (+)

Saya menetapkan jam berapa harus pulang ke panti jika saya sedang bermain dengan teman, agar saya bisa membantu pekerjaan di panti (+)

Saya harus diingatkan untuk belajar oleh pengasuh saya di panti asuhan (-) Saya harus diingatkan untuk belajar dan mengerjakan tugas saya (-) 3. Kemampuan untuk

mengerjakan tugas-tugasnya sendiri dengan baik dan tidak tergantung pada orang lain.

Saya terbiasa mengerjakan sendiri tugas-tugas dari sekolah (+)

Saya percaya pada kemampuan saya untuk mengerjakan sendiri tugas-tugas dari sekolah (+)

Saya mengandalkan teman sesama penghuni panti untuk melakukan pekerjaan di panti (-)

Saya sering meminta bantuan orangtua untuk menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah (-)

Saya sering meminta bantuan teman untuk mengerjakan tugas-tugas dari sekolah (-) 4. Kemampuan untuk tidak

terpengaruh terhadap pengaruh buruk di lingkungan sekitar.

Omelan-omelan pengasuh panti tidak saya masukkan ke dalam hati karena saya tahu bahwa mereka sedang menghadapi masalah (+)

Karena banyak buku pelajaran yang hilang setelah tsunami, saya jadi malas untuk belajar (-)

Jika teman saya membuat ulah yang melanggar peraturan, saya dapat terpengaruh untuk melakukan hal yang sama (-)

RESILIENCE Autonomy

5. Kemampuan untuk lebih peka terhadap lingkungan.

(12)

Variabel Kategori Indikator Item Pertanyaan/Pernyataan 1. Kemampuan untuk

menetapkan tujuan.

Saya sudah menetapkan SMP yang akan saya pilih setelah lulus SD (+) Setelah mengalami tsunami, saya merasa cita-cita saya pun ikut hancur (-)

Saya merasa tidak perlu menetapkan SMP dimana saya akan bersekolah setelah lulus SD nanti (-)

2. Keyakinan untuk mencapai,

mempertahankan dan meningkatkan prestasi.

Saya yakin bahwa saya dapat meningkatkan prestasi saya meskipun saya telah menghadapi bencana tsunami (+)

Saya yakin bahwa saya mampu mempertahankan prestasi saya di sekolah (+) Saya merasa tidak yakin bahwa saya dapat naik kelas/lulus SD dengan nilai yang memuaskan (-)

Saya merasa tidak yakin bahwa saya mampu meningkatkan nilai saya (-) 3. Kemampuan untuk

memanfaatkan minat khusus dan kreativitas sebagai sarana untuk mengembangkan diri.

Saya memiliki kegemaran untuk melakukan hal-hal yang dapat mengembangkan diri saya (+)

Saya jarang melakukan kegemaran yang dapat mengembangkan diri saya (-)

Setelah mengalami tsunami, saya malas untuk melakukan hal-hal yang saya sukai (-)

4. Memiliki optimisme dan harapan akan masa depan yang lebih baik.

Saya tetap memiliki harapan bahwa saya akan memiliki kehidupan yang lebih baik meskipun telah mengalami bencana tsunami (+)

Saya merasa tidak yakin bahwa saya akan memiliki kehidupan yang lebih baik setelah terjadi bencana tsunami (-)

RESILIENCE Sense of Purpose

5. Memiliki keyakinan dan landasan spiritual sebagai pegangan untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik.

Saya senantiasa berdoa kepada Tuhan supaya hati saya lebih tenang (+)

Saya malas berdoa kepada Tuhan meskipun saya telah disuruh oleh pengasuh dan diajak oleh teman-teman (-)

Sekarang saya malas beribadah (-)

(13)

Kuesioner RESILIENCE

Petunjuk Pengisian

Dalam kuesioner ini terdapat sejumlah pernyataan mengenai perilaku anda

dalam situasi-situasi yang anda alami dalam kehidupan sehari-hari, terutama setelah peristiwa gempa dan tsunami. Jawablah setiap pernyataan dengan jujur. Berikanlah tanda silang (X) pada salah satu kotak dari empat kotak yang tersedia.

Terdapat empat alternatif sebagai jawaban, yaitu:

S : Sesuai

CS : Cukup Sesuai KS : Kurang Sesuai TS : Tidak Sesuai Contoh :

NO PERNYATAAN S CS KS TS

1. Jika saya mendapat nilai rendah dalam ulangan,

saya akan berusaha untuk lebih giat belajar. X

Tidak ada jawaban yang benar atau salah dalam kuesioner ini. Jawablah

pernyataan yang benar-benar sesuai dengan diri anda. Jangan terlalu terpaku pada

satu pernyataan, jawablah dengan spontan dan jangan terlalu lama

memikirkannya. Jawaban yang anda berikan akan dijamin kerahasiaannya.

Jawablah seluruh pernyataan yang tersedia dan jangan sampai ada yang

tidak dijawab atau terlewat.

Terima kasih atas partisipasi anda.

(14)

DATA PRIBADI

Nama (inisial) : ...

Usia : ...

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)coret yang salah Kelas : ...

Nilai 2 rapor terakhir setelah tsunami : ... & ...

(15)

NO PERNYATAAN S CS KS TS

1. Agar pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci piring dan sebagainya, dapat selesai dengan cepat, maka saya membuat jadwal kegiatan. 2. Saya sudah menetapkan SMP yang akan saya pilih setelah lulus SD.

3. Jika saya marah pada teman saya, maka saya mengungkapkan kemarahan saya padanya tanpa membuat ia tersinggung.

4. Bila saya tidak bisa menyelesaikan masalah dengan cara yang biasa dilakukan, saya mencari cara lain.

5. Saya ikut merasa sedih jika teman yang mengalami nasib sama dengan saya akibat tsunami kelihatan bersedih.

6. Saya terbiasa mengerjakan sendiri tugas-tugas dari sekolah.

7. Saya memiliki kegemaran untuk melakukan hal-hal yang dapat mengembangkan diri saya.

8. Saya meminta nasehat kepada orang yang lebih tua (pengasuh panti) ketika saya mengalami masalah dengan teman.

9. Omelan-omelan pengasuh panti tidak saya masukkan ke dalam hati karena saya tahu bahwa mereka sedang menghadapi masalah.

10. Saya tetap memiliki harapan bahwa saya akan memiliki kehidupan yang lebih baik meskipun telah mengalami tsunami.

11. Saya membantu teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan belajar jika ia ingin meningkatkan nilai ulangannya.

12. Saya tetap berusaha mencari tahu mengenai pelajaran sekolah yang tidak saya mengerti sampai saya benar-benar mengerti.

13. Meskipun banyak buku pelajaran dan peralatan sekolah yang rusak atau hilang akibat tsunami, saya yakin bahwa saya akan tetap dapat belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari sekolah dengan baik.

14. Bila guru saya tidak dapat menjawab pertanyaan mengenai pelajaran tertentu yang tidak saya mengerti, saya akan mencari jawabannya pada guru lain.

15. Saya tidak perlu diingatkan oleh guru dan pengasuh panti mengenai tugas dan belajar untuk ulangan, karena saya bisa mengingatkan diri sendiri.

16. Saya yakin bahwa saya dapat meningkatkan prestasi saya meskipun saya telah menghadapi tsunami.

17. Saya merasa marah jika melihat teman sekolah atau teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan disakiti oleh orang lain.

18. Bila saya memiliki masalah dengan teman, saya menceritakannya pada teman saya yang lain.

19. Saya memberikan dukungan kepada teman saya ketika ia sedang kecewa karena nilai ulangannya jelek, meskipun saya sendiri juga sedang kecewa karena nilai ulangan saya jelek.

20. Saya percaya pada kemampuan saya untuk mengerjakan sendiri tugas-tugas dari sekolah.

21. Saya dapat meminta bantuan teman sekolah atau teman di panti asuhan jika saya mengalami kesulitan dalam pelajaran.

22. Karena banyak buku pelajaran yang hilang setelah tsunami, saya jadi malas untuk belajar.

23. Saya senantiasa berdoa kepada Tuhan supaya hati saya lebih tenang.

(16)

NO PERNYATAAN S CS KS TS

25. Ketika pengasuh sedang membereskan ruangan-ruangan di panti asuhan, saya akan membantunya.

26. Saya yakin bahwa saya mampu menikmati makanan yang seadanya di panti asuhan.

27. Saya memberontak jika keinginan saya tidak terpenuhi.

28. Saya akan menempuh berbagai cara untuk menyelesaikan masalah saya dengan teman.

29. Saya yakin bahwa saya mampu untuk mempertahankan prestasi saya di sekolah.

30. Saya mengandalkan teman sesama penghuni panti untuk melakukan pekerjaan di panti.

31. Saya jarang melakukan kegemaran yang dapat mengembangkan diri saya.

32. Saya menetapkan jam berapa harus pulang ke panti jika saya sedang bermain dengan teman, agar saya bisa membantu pekerjaan di panti. 33. Saya dapat menghibur sesama penghuni panti yang sedang sedih

meskipun saya juga sedang sedih.

34. Saya enggan meminta nasehat guru saya jika saya sedang mengalami masalah di sekolah ataupun di panti .

35. Saya enggan membantu teman saya untuk meningkatkan nilai ulangannya meskipun ia membutuhkannya.

36. Saya pasrah menerima nilai ulangan saya yang jelek dan tidak berusaha untuk belajar lebih giat lagi.

37. Saya tidak yakin bahwa saya mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan di panti asuhan.

38. Setelah mengalami tsunami, saya merasa cita-cita saya pun ikut hancur.

39. Saya akan membalas perbuatan teman saya yang menyakiti hati saya.

40. Saya harus diingatkan untuk belajar oleh pengasuh saya di panti asuhan.

41. Saya merasa tidak yakin bahwa saya dapat naik kelas / lulus SD dengan nilai yang memuaskan.

42. Saya tidak peduli jika melihat teman saya sedang sedih.

43. Saya sering meminta bantuan pengasuh atau penghuni panti lainnya untuk menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah.

44. Setelah mengalami tsunami, saya malas untuk melakukan hal-hal yang saya sebenarnya sukai.

45. Saya akan mengabaikan teman saya yang sedang sedih jika saya juga sedang sedih.

46. Saya enggan meminta bantuan pengasuh untuk memecahkan masalah saya kalau mereka tidak menawarkan bantuan pada saya.

47. Saya merasa tidak yakin bahwa saya akan memiliki kehidupan yang lebih baik setelah mengalami tsunami.

48. Saya enggan membantu pengasuh untuk membereskan kamar tidur di panti asuhan, meskipun mereka membutuhkan bantuan saya.

49. Jika saya mendengar suatu istilah yang tidak saya mengerti, saya tidak berusaha menanyakan artinya pada orang lain.

(17)

NO PERNYATAAN S CS KS TS

51. Saya malas berdoa kepada Tuhan meskipun saya telah disuruh oleh pengasuh dan diajak oleh teman-teman.

52. Sejak tsunami terjadi, saya menjadi sulit untuk menerima nasehat dari orang yang lebih tua.

53. Bila teman saya marah pada saya, saya akan diam saja dan menunggu sampai teman saya itu tidak marah lagi.

54. Saya merasa tidak perlu menetapkan SMP dimana saya akan bersekolah setelah lulus SD nanti.

55. Saya akan diam saja dan tidak melakukan apa pun jika guru saya tidak mampu menjawab pertanyaan saya mengenai pelajaran yang tidak saya mengerti.

56. Saya harus diingatkan untuk belajar dan mengerjakan tugas saya.

57. Saya merasa tidak yakin bahwa saya mampu meningkatkan nilai saya di sekolah.

58. Saya tidak peduli jika melihat orang lain sedang sedih.

59. Sangat sedikit orang yang mengetahui masalah apa yang saya hadapi karena saya enggan untuk menceritakan masalah saya pada orang lain. 60. Saya sering meminta bantuan teman untuk mengerjakan tugas-tugas dari

sekolah.

61. Saya tidak akan menghibur teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan yang sedang sedih jika saya juga sedang sedih.

62. Saya suka memendam masalah saya dan enggan meminta bantuan orang lain.

63. Jika teman saya membuat ulah yang melanggar peraturan, saya dapat terpengaruh untuk melakukan hal yang sama.

64. Saya tidak suka bila orang lain meminta bantuan saya karena itu akan merepotkan saya.

(18)

DATA PENUNJANG

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan melingkari salah satu atau melengkapi pernyataan yang tersedia.

1. Sebelum tsunami, orangtua saya ... terhadap saya. a. Sangat perhatian

b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian

2. Sebelum tsunami, hubungan saya dengan orangtua: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

3. Sebelum tsunami, orangtua saya ... terhadap saya untuk melakukan kegiatan yang saya sukai.

a. Sangat memberi kesempatan b. Cukup memberi kesempatan c. Kurang memberi kesempatan d. Tidak memberi kesempatan

4. Hubungan saya dengan saudara kandung: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

5. Sebelum tsunami, guru-guru di sekolah ... terhadap saya. a. Sangat perhatian

b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian

6. Sebelum tsunami, guru-guru di sekolah ... terhadap saya untuk mengikuti kegiatan sekolah yang saya sukai.

(19)

7. Sebelum tsunami, hubungan saya dengan teman-teman di sekolah: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

8. Sebelum tsunami, hubungan saya dengan teman-teman di sekitar rumah: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

9. Hubungan saya dengan pengasuh panti asuhan: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

10.Pengasuh di panti asuhan ... terhadap saya untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan setelah tsunami.

a. Sangat memberi dukungan b. Cukup memberi dukungan c. Kurang memberi dukungan d. Tidak memberi dukungan

11.Pengasuh di panti asuhan ... terhadap saya untuk melakukan kegiatan yang saya sukai.

a. Sangat memberi kesempatan b. Cukup memberi kesempatan c. Kurang memberi kesempatan d. Tidak memberi kesempatan

12.Setelah tsunami, guru-guru di sekolah ... terhadap saya. a. Sangat perhatian

b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian

13.Setelah tsunami, guru-guru di sekolah ... terhadap saya untuk mengikuti kegiatan sekolah yang saya sukai.

(20)

14.Setelah tsunami, guru-guru di sekolah ... terhadap saya untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan setelah tsunami.

a. Sangat memberi dukungan b. Cukup memberi dukungan c. Kurang memberi dukungan d. Tidak memberi dukungan

15.Setelah tsunami, hubungan saya dengan teman-teman di sekolah: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

16.Perasaan saya tinggal di panti asuhan: a. Sedih

b. Senang c. Biasa saja d. Tidak tahu

17.Hubungan saya dengan teman-teman di panti asuhan: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

18.Hubungan saya dengan anak-anak yang tinggal di sekitar panti asuhan: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

19.Masyarakat sekitar panti asuhan ... terhadap saya. a. Sangat perhatian

b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian

20.Masyarakat sekitar panti asuhan ... terhadap saya untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan.

(21)

VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR 1. Validitas Kuesioner Resilience

No.

Item Validitas Keterangan

No.

Item Validitas Keterangan

1 0,383 dipakai 36 0,244 dibuang

2 0,677 dipakai 37 0,524 dipakai 3 0,877 dipakai 38 0,415 dipakai 4 0,412 dipakai 39 0,540 dipakai 5 0,484 dipakai 40 0,614 dipakai 6 0,354 dipakai 41 0,418 dipakai 7 0,516 dipakai 42 0,350 dipakai 8 0,423 dipakai 43 0,304 dipakai 9 0,643 dipakai 44 0,439 dipakai 10 0,540 dipakai 45 0,726 dipakai 11 0,595 dipakai 46 0,637 dipakai 12 0,486 dipakai 47 0,389 dipakai 13 0,451 dipakai 48 0,051 dibuang

14 0,372 dipakai 49 0,748 dipakai 15 0,366 dipakai 50 0,339 dipakai 16 0,737 dipakai 51 0,348 dipakai 17 0,519 dipakai 52 0,435 dipakai 18 0,387 dipakai 53 0,454 dipakai 19 0,504 dipakai 54 0,303 dipakai 20 0,560 dipakai 55 0,415 dipakai 21 0,497 dipakai 56 0,456 dipakai 22 0,673 dipakai 57 0,286 dibuang

23 0,715 dipakai 58 0,372 dipakai 24 0,488 dipakai 59 0,462 dipakai 25 0,461 dipakai 60 0,462 dipakai 26 0,529 dipakai 61 0,389 dipakai 27 0,397 dipakai 62 0,700 dipakai 28 0,658 dipakai 63 0,698 dipakai 29 0,362 dipakai 64 0,264 dibuang

30 0,918 dipakai 65 0,683 dipakai 31 0,781 dipakai 66 0,406 dipakai 32 0,646 dipakai 67 0,850 dipakai 33 0,833 dipakai 68 0,442 dipakai 34 0,640 dipakai 69 0,359 dipakai 35 0,520 dipakai

Keterangan :

Item dipakai : 65 item

Item dibuang : 4 item

(22)

2. Reliabilitas Kuesioner Resilience

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)

Reliability Coefficients

N of Cases = 20,0 N of Items = 69

Alpha = ,9294

(23)

TABULASI SILANG DERAJAT RESILIENCE DAN KATEGORINYA Tabulasi Silang Resilience dan Social Competence

Tabulasi Silang Resilience dan Problem Solving

Tabulasi Silang Resilience dan Autonomy

Tabulasi Silang Resilience dan Sense of Purpose

(24)

PROTECTIVE FACTOR SEBELUM GEMPA DAN TSUNAMI Tabel 1. Derajat Resilience dan Perhatian Orangtua

!

Tabel 2. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Orangtua

" #$

%

%

! %

Tabel 3. Derajat Resilience dan Kesempatan dari Orangtua

! & '

( '#

( '#

! ( '#

Tabel 4. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Saudara

" #$

%

%

! %

%

(25)

Tabel 5. Derajat Resilience dan Perhatian Guru

)

!

Tabel 6. Derajat Resilience dan Kesempatan dari Guru

! & ' )

( '#

( '#

*

! ( '#

Tabel 7. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Teman Sekolah

" #$ '

%

%

! %

Tabel 8. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Teman di Rumah

" #$ ' '

%

%

+

(26)

PROTECTIVE FACTOR SETELAH GEMPA DAN TSUNAMI Tabel 9. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Pengasuh

" #$ &

%

%

! %

Tabel 10. Derajat Resilience dan Dukungan Pengasuh

% &

(

(

Tabel 11. Derajat Resilience dan Kesempatan dari Pengasuh

!&' &

( '#

( '#

! ( '#

Tabel 12. Derajat Resilience dan Perhatian Guru

)

*

(27)

Tabel 13. Derajat Resilience dan Kesempatan dari Guru

! & ' )

* ( '#

* ( '#

! ( '#

Tabel 14. Derajat Resilience dan Dukungan Guru

% )

(

(

! (

Tabel 15. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Teman Sekolah

" #$ '

%

%

! %

Tabel 16. Derajat Resilience dan Perasaan Tinggal di Panti Asuhan

" #$

+

(28)

Tabel 17. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Teman Panti

" #$ '

%

* %

! %

Tabel 18. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Teman Sekitar Panti

" #$ ' &

%

%

+

! %

* %

Tabel 19. Derajat Resilience dan Perhatian Masyarakat Sekitar Panti

( &-$

+

!

Tabel 20. Derajat Resilience dan Dukungan Masyarakat Sekitar Panti

% ( &-$

(

(

+

(29)

Data Jawaban Responden terhadap Kuesioner Resilience

No Identitas Responden Data Resilience

Nama* Usia Klmn Kls Nilai Rapor Anak ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 AD 12 L 6 naik-turun 3 dari 3 4 1 1 3 4 4 3 4 2 4 4 3 1 2 4 2 ST 12 L 6 turun-naik 1 dari 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 4 3 NS 11 P 5 naik-turun 1 dari 3 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 SW 11 P 5 turun-naik 2 dari 3 3 2 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 2 2 5 J 9 L 3 naik-turun 1 dari 3 4 2 2 3 4 4 3 4 2 1 2 4 4 1 2 6 IP 11 P 5 naik-turun 2 dari 2 4 1 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 7 MF 11 L 6 naik-turun 2 dari 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 1 4 1 1 4 8 Ba 12 L 6 turun-naik 1 dari 2 2 1 1 1 3 3 3 3 2 1 1 4 3 2 2 9 Md 10 P 4 naik-turun 2 dari 3 4 1 1 2 4 4 3 4 2 1 1 4 3 1 2 10 AF 9 L 3 naik-turun 1 dari 1 4 4 4 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 1 4 11 Irw 12 L 6 naik-turun 2 dari 5 4 1 1 1 3 4 4 4 2 2 1 4 2 1 2 12 TI 9 L 3 naik-turun 3 dari 3 3 2 1 2 2 2 4 4 4 4 4 1 1 1 1 13 JS 12 L 6 naik-turun 2 dari 4 3 4 4 2 4 3 4 4 4 3 2 4 4 1 4 14 Mr 10 L 4 turun-naik 2 dari 3 2 1 1 3 4 4 3 3 4 2 2 3 2 2 4 15 Ar 12 L 6 naik-turun 1 dari 2 4 1 1 3 3 3 3 3 2 1 1 4 2 1 2 16 AM 12 L 6 turun-naik 3 dari 4 4 2 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 17 AW 9 L 3 naik-turun 2 dari 3 4 3 3 4 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 18 MH 9 L 3 turun-naik 2 dari 4 4 1 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 19 RF 10 L 4 naik-turun 2 dari 4 4 1 1 2 3 3 2 3 2 2 2 4 2 1 2 20 Yz 10 L 3 naik-turun 1 dari 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 21 DP 11 P 6 turun-naik 2 dari 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 1 4 1 1 4 22 Ll 12 P 5 naik-turun 1 dari 3 2 1 1 1 3 3 3 3 2 1 1 4 3 2 2 23 MI 10 L 4 turun-naik 3 dari 3 4 1 1 2 4 4 3 4 2 1 1 4 3 1 2 24 Pi 11 P 5 turun-naik 1 dari 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 1 4 25 Abd 11 L 4 turun-naik 1 dari 2 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 26 Fr 11 P 5 naik-turun 3 dari 4 4 1 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 27 Msr 12 P 6 turun-naik 2 dari 3 4 1 1 3 4 4 3 4 2 4 4 3 1 2 4 28 Wr 12 P 6 turun-naik 2 dari 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 4 29 Hn 12 P 6 turun-naik 1 dari 2 3 4 4 2 4 3 4 4 4 3 2 4 4 1 4 30 La 10 P 4 naik-turun 1 dari 3 2 1 1 3 4 4 3 3 4 2 2 3 2 2 4 31 ZA 10 L 3 turun-naik 2 dari 4 4 1 1 2 4 4 3 4 2 1 1 4 3 1 2 32 Sd 11 P 5 turun-naik 2 dari 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 1 4 33 Ah 10 P 4 turun-naik 1 dari 3 2 1 1 3 4 4 3 3 4 2 2 3 2 2 4 34 Mar 12 P 6 turun-naik 2 dari 2 4 1 1 3 3 3 3 3 2 1 1 4 2 1 2 35 Khd 12 P 6 turun-naik 1 dari 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 4 36 Lk 11 L 5 turun-naik 3 dari 4 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 37 St 12 P 6 turun-naik 2 dari 3 4 1 1 3 3 3 3 3 2 1 1 4 2 1 2

(30)

16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52

(31)

Data Penunjang

53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

(32)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada 26 Desember 2004, telah terjadi bencana alam berupa gempa

tektonik dengan kekuatan 8,9 skala Richter dan diikuti oleh gelombang tsunami

yang menerjang sebagian besar wilayah pantai barat dan utara Propinsi Nanggroe

Aceh Darussalam (NAD) dan Nias, Sumatera Utara. Bencana ini mengakibatkan

kerusakan infrastruktur, ribuan korban jiwa meninggal dan hilang, luka-luka, serta

kerugian material yang sangat besar. Akibatnya, ratusan ribu penduduk terpaksa

mengungsi karena kehilangan tempat tinggal dan seluruh hartanya. Tidak kalah

mengenaskannya adalah ribuan anak yang mendadak menjadi yatim piatu.

Peristiwa gempa dan tsunami tersebut mengakibatkan banyak anak

kehilangan orangtua dan keluarganya. Berdasarakan pemberitaan di berbagai

media massa, diketahui masih banyak anak-anak korban tsunami di NAD yang

belum tertampung di panti asuhan atau memperoleh keluarga angkat. Bahkan

sebuah media massa nasional memberitakan bahwa jumlah anak yatim usia

sekolah korban tsunami di NAD yang tidak jelas nasibnya mencapai puluhan ribu

orang (HU. Republika, 5 Mei 2006).

Gempa dan tsunami di NAD memang mengundang perhatian dan

kepedulian dunia internasional. Beragam bentuk bantuan telah disalurkan,

termasuk tenaga relawan yang peduli terhadap kondisi kejiwaan masyarakat

(33)

2

maka gempa dan tsunami menyisakan trauma yang sangat berat. Bencana ini

memberikan pengalaman-pengalaman yang mengagetkan serta menyakitkan bagi

anak-anak di NAD, yang melebihi batas kondisi wajar mereka. Anak-anak

tersebut menderita luka atau kekagetan (shock) akibat mengalami secara langsung

bencana yang terjadi, melihat orangtua dan orang-orang di sekitarnya hanyut

diterjang gelombang pasang tsunami, serta melihat rumah yang mereka tinggali

hancur tidak bersisa. Kondisi shock yang dialami anak-anak NAD menandakan

bahwa mereka mengalami trauma secara psikologis (Pitaloka, 2005; Mu’tadin,

2006).

Akibat pengalamannya, anak-anak di NAD pasca gempa dan tunami

mengalami stress yang diperlihatkan melalui berbagai gejala, seperti gelisah,

tegang dan cemas, menghayati sakit fisik (sakit kepala, sakit perut, gatal-gatal),

serta gangguan tidur. Stress ini juga diperlihatkan melalui perubahan pola

perilaku, seperti menjadi tidak sabar, mudah marah, menarik diri, atau

menampilkan perubahan pola makan. Sebagian anak-anak lain menunjukkan rasa

frustrasi, tak berdaya serta memiliki penilaian diri yang rendah.

Dua tahun bencana tersebut telah berlalu, namun tampaknya stress pada

anak-anak yang menjadi korban belum hilang sama sekali. Anak-anak yang

tadinya selalu aktif bermain dengan teman-teman sebayanya, kini menjadi lebih

senang menyendiri. Mereka juga menjadi kurang antusias dalam mengikuti

pelajaran di kelas sehingga berakibat pada merosotnya prestasi belajar mereka.

Kondisi ini dianggap sebagai penyebab dari rendahnya tingkat kelulusan di NAD

(34)

3

yang tersedia belum kembali seperti semula. Bahkan, tidak sedikit pula anak-anak

yang sama sekali tidak mau kembali bersekolah.

Menurut penuturan dari pengurus dan pengasuh Panti Asuhan

Muhammadiyah Banda Aceh, banyak anak yatim usia antara 9 hingga 12 tahun

yang tinggal di panti asuhan ini, yang menjadi mudah menangis, cenderung

menghindar jika didekati, atau lebih memilih untuk berdiam diri ketika diajak

berbicara. Mereka juga terlihat sering melamun di kelas pada saat pelajaran, atau

memilih tetap tinggal di kelas ketika jam istirahat sementara siswa yang lain

bermain di luar kelas.

Meski demikian tidak semua anak-anak di Panti Asuhan Muhammadiyah

NAD, yang menjadi yatim karena gempa dan tsunami, mengalami stress

berkepanjangan. Berdasarkan observasi non-partisipan dan wawancara baik

dengan pengasuh maupun anak-anak penghuni panti, diketahui bahwa ada di

antara anak-anak yang tinggal di panti asuhan ini sudah dapat berkomunikasi dan

berinteraksi dengan orang-orang di sekelilingnya serta lingkungannya.

Sebagaimana umumnya anak yang seusia, mereka mulai menjalani rutinitas

sekolah, belajar, mengaji dan bermain dengan teman sebayanya. Beberapa di

antara anak-anak tersebut bahkan mampu menceritakan kembali peristiwa yang

dialami dan mampu berkomentar secara positif tentang bencana tersebut.

Semangat mereka untuk kembali ke kehidupan yang normal dan keyakinan

tentang kehidupan masa depan yang lebih baik, juga sangat tinggi.

Kondisi-kondisi di atas mencerminkan bahwa anak-anak tersebut

(35)

4

kehidupan layaknya anak-anak yang seusia tanpa berlarut-larut dalam kesedihan

karena kehilangan orang-orang terdekatnya. Mereka juga mampu untuk

menunjukkan perilaku-perilaku positif seolah peristiwa yang mengancam hidup

mereka tidak pernah terjadi. Anak-anak tersebut termasuk ke dalam kategori

resilience sebagaimana dikemukakan oleh Benard (2004), yaitu memiliki (1)

social competence; (2) problem solving; (3) autonomy; dan (4) sense of purpose.

Berdasarkan kategori di atas, diketahui bahwa ada di antara anak-anak

yatim di NAD, khususnya anak-anak di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda

Aceh, pasca gempa dan tsunami yang tetap mampu bersosialisasi dengan

orang-orang di sekitarnya. Mereka dapat berkomunikasi dengan baik, seperti menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru di sekolah, baik pertanyaan yang

berkaitan dengan pelajaran maupun bukan. Mereka tetap ceria bermain dengan

teman-temannya, baik di sekolah maupun di panti asuhan. Perilaku-perilaku ini

menunjukkan bahwa mereka memiliki kompetensi sosial. Perilaku yang

mencerminkan kompetensi sosial juga ditunjukkan oleh mereka misalnya pada

waktu belajar bersama dengan dibimbing oleh pengasuh di panti, merupakan

kegiatan yang menyenangkan bagi mereka. Pada kegiatan seperti ini, mereka mau

saling membantu dalam mengerjakan tugas pekerjaan rumah. Jika ada anak yang

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu persoalan, maka anak lainnya

memberitahukan cara-cara menyelesaikannya, atau meminta kepada pengasuh

mereka untuk memberi pemecahannya. Bahkan beberapa anak mampu menghibur

jika ada anak yang tiba-tiba bersedih karena ingat kepada orangtua dan sanak

(36)

5

Sebagian dari anak-anak yang tinggal di panti asuhan Muhammadiyah

Banda Aceh, yang menjadi responden penelitian, menunjukkan bahwa mereka

tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan kondisi panti asuhan. Hal ini

mencerminkan bahwa mereka memiliki kemampuan mengatasi masalah.

Misalnya, pada waktu makan mereka tidak mengalami kesulitan dengan menu

yang disediakan. Jika ada anak yang tidak menyukai suatu menu tertentu, ia akan

menyantapnya karena melihat anak-anak yang lain pun melakukan hal yang sama.

Pada saat tidur, mereka juga mulai terbiasa dengan suasana kamar dengan banyak

tempat tidur. Pada saat mengalami suatu kesulitan, mereka telah tahu kepada siapa

harus minta bantuan untuk mengatasinya.

Kondisi mereka yang telah menjadi yatim piatu dan tinggal di panti asuhan

telah menjadikan anak-anak yang memiliki kemandirian. Anak-anak yang diamati

menunjukkan perilaku menyelesaikan tugas-tugasnya tanpa perlu diingatkan dan

tidak bergantung pada pengasuh panti ataupun teman-temannya. Anak-anak

tersebut mampu memenuhi kewajibannya sebagai penghuni panti asuhan seperti

mencuci piring bekas makannya, merapikan tempat tidur setiap pagi, mandi tanpa

perlu disuruh, dan menyiapkan perlengkapan sekolah.

Semangat belajar anak-anak yatim di panti asuhan yang resilience, yang

diperlihatkan dengan perilaku rajin pergi ke sekolah, selalu mengerjakan

tugas-tugas yang diberikan oleh guru dan belajar bersama, menunjukkan bahwa mereka

mempunyai harapan dan keinginan untuk menjadi ‘seseorang’ kelak. Pada

kenyataannya, beberapa anak masih menyimpan cita-citanya seperti ada yang

(37)

6

cita-citanya itu mendorong anak-anak tersebut tampak tetap kreatif meskipun

tidak lagi berada di tengah keluarga mereka sendiri. Ada anak yang suka

mendongeng, ada yang suka menggambar, dan ada juga yang pintar berhitung.

Masing-masing anak asyik dan serius dengan kegemarannya masing-masing.

Perilaku-perilaku ini menunjukkan bahwa mereka memiliki cita-cita atau harapan

di masa depan.

Berlainan dengan anak-anak yatim piatu korban gempa dan tsunami yang

derajat resilience-nya tinggi, diketahui pula adanya anak-anak di Panti Auhan

Muhammadiyah yang derajat resilience-nya rendah. Kondisi ini ditunjukkan oleh

perilaku-perilaku mereka yang cenderung menarik diri dari teman-teman

sebayanya ataupun senang menyendiri, selalu murung dan terlihat kurang

semangat dalam belajar. Apabila diajak berkomunikasi, mereka memilih diam jika

tidak ditanya. Pada saat diberi suatu pertanyaan, mereka lebih sering menjawab

tidak tahu, menggelengkan kepala atau bahkan diam saja. Pertanyaan-pertanyaan

yang mengingatkan mereka terhadap musibah yang menimpa mereka akan segera

menyebabkan anak-anak tersebut tampak bersedih, menangis atau segera lari

menjauh.

Uraian di atas melandasi keinginan peneliti untuk melakukan penelitian

mengenai resilience pada anak-anak yatim piatu korban gempa dan tsunami di

Propinsi NAD.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, masalah penelitian yang

(38)

7

“Bagaimana derajat resilience pada anak-anak yatim piatu di Panti Asuhan

Muhammadiyah Banda Aceh pasca gempa dan tsunami di Propinsi NAD”

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui derajat resilience anak-anak

yatim piatu di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh korban gempa dan

tunami yang terjadi di Propinsi NAD pada tahun 2004.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan derajat resilence

anak-anak yatim piatu di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh Propinsi

NAD pasca gempa dan tsunami yang ditunjukkan melalui kekuatan kompetensi

sosial, kemampuan dalam mengatasi masalah, kemandirian, dan harapan mereka

di masa depan.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

1) Sebagai sumbangan informasi bagi ilmu pengetahuan, khususnya psikologi

bidang psikologi perkembangan, mengenai resilience pada anak-anak yatim

piatu usia 9 – 12 tahun yang menjadi korban gempa dan tsunami.

2) Sebagai referensi bagi penelitian lain yang membahas resilience pada

(39)

8

1.4.2 Kegunaan Praktis

1) Bagi pemerintah dan sukarelawan/tenaga sosial

Sebagai bahan evaluasi mengenai cara menangani atau memperlakukan

anak-anak yang menjadi korban gempa dan tsunami dengan memperhatikan derajat

resilience pada anak-anak tersebut, sehingga mereka dapat beradaptasi dengan

lingkungan sosial dan menjadi individu yang produktif.

2) Bagi konselor

Sebagai bahan referensi untuk mengarahkan atau membimbing anak-anak,

terutama yang menjadi korban gempa dan tsunami dengan memperhatikan

faktor derajat resilience-nya. Dengan demikian mereka dapat menjalani

kehidupan, dapat bersosialisasi dengan lingkungannya, dan dapat melanjutkan

studi dengan baik, seperti anak-anak lain pada umumnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kehilangan anggota keluarga, terutama orangtua, akibat gempa dan

tsunami merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental

anak-anak pada masa perkembangannya. Anak-anak korban gempa dan tsunami

yang kedua orangtuanya meninggal mengalami stress, baik dalam jangka pendek

maupun panjang. Namun demikian, tidak semua anak menunjukkan perilaku

negatif akibat dari stress yang dialaminya. Berdasarkan pengamatan pada

anak-anak usia 9 – 12 tahun yang tinggal di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh,

beberapa anak mampu mengatasi stress dan perasaan menderita dengan baik dan

menunjukkan perilaku yang positif. Anak yang seperti ini disebut sebagai individu

(40)

9

Resilience merupakan kemampuan individu untuk dapat beradaptasi

dengan baik dan mampu berfungsi secara baik walaupun di tengah situasi yang

menekan atau banyak halangan dan rintangan (Benard, 2004). Lebih lanjut

Benard menyatakan bahwa resilience mengarahkan individu menjadi orang yang

selamat dan berkembang. Anak-anak seperti ini meskipun mengalami penderitaan

tetap mampu mengatur perilakunya dalam menghadapi musibah yang menimpa

tanpa menjadi lemah.

Kekuatan resilience personal merupakan karakter individu, atau disebut

juga sebagai kompetensi internal individu, berkaitan dengan pertumbuhan yang

sehat dan keberhasilan hidup. Menurut Benard (2004:13), ada empat kategori

resilience, yaitu social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of

purpose.

Anak-anak panti asuhan yang resilience memiliki social competence yang

mencakup karakter, keahlian dan sikap untuk membentuk relasi dan kedekatan

positif dengan orang lain. Anak-anak dengan kemampuan sosial yang tinggi

ditandai oleh kemampuan responsiveness, yaitu tindakan yang ditampilkan jika

mendapatkan respon yang positif. Anak-anak ini akan berusaha menjalin

keakraban dengan temannya sesama penghuni panti asuhan, masyarakat di sekitar

panti asuhan, serta guru dan teman di sekolah. Anak-anak yatim yang memiliki

kompetensi sosial juga akan menunjukkan kemampuan berkomunikasi yang baik,

mereka mampu menonjolkan dirinya tanpa mengganggu anak lain atau orang lain.

Kemampuan berkomunikasi secara sosial ini memungkinkan proses pembentukan

(41)

10

sekitarnya. Ciri lain anak-anak yatim yang berkompetensi sosial tinggi adalah

dimilikinya empathy, caring serta mampu memahami perasaan dan pandangan

orang lain. Empati tidak hanya membantu pembentukan kemampuan berelasi,

tetapi juga membantu pembentukan moral dasar, sifat pemaaf (forgiveness), welas

asih (compassion) dan perhatian kepada orang lain.

Kategori lain dari anak-anak panti asuhan yang resilience adalah

dimilikinya problem solving. Anak-anak dengan problem solving skills yang

tinggi akan mampu membuat perencanaan (planning), fleksibelitas (flexibility),

resourcefulness serta berpikiran kritis dan berwawasan (critical thinking and

insight). Atribut-atribut ini disebut sebagai “fungsi intelektual yang baik” dalam

penelitian mengenai resilience (Masten dan Coatsworth dalam Benard,

2004:17). Kemampuan merencanakan pada anak berkaitan dengan keinginan

mereka untuk mengontrol dan memiliki harapan akan masa depannya.

Kemampuan merencanakan ini diperkirakan membuat krisis masalah pada masa

usia selanjutnya menjadi lebih sedikit (Claussen dalam Benard, 2004:17).

Fleksibilitas adalah keterampilan lain dari problem solving, berkaitan erat

dengan kemampuan melihat alternatif dan berusaha mencari solusi alternatif baik

pada masalah kognitif maupun masalah sosial, termasuk di dalamnya kemampuan

untuk mencari jalan lain serta tidak terpaku pada satu jalan saja jika mendapat

masalah. Adapun resourcefulness adalah kemampuan mempertahankan diri,

dengan melibatkan sumber daya eksternal (misalnya pengasuh panti, masyarakat

di sekitar panti, atau guru di sekolah). Sementara berpikiran kritis mengacu pada

(42)

11

terselubung, berusaha mengerti suatu kejadian, pernyataan atau situasi (Schor

dalam Benard, 2004:18-19). Ciri dari problem solving lainnya adalah

berwawasan, yaitu suatu bentuk pemecahan masalah yang paling dalam,

mencakup kesadaran atau intuisi akan tanda-tanda di lingkungan, terutama tanda

bahaya.

Autonomy adalah kategori resilience berikutnya. Anak-anak panti asuhan

yang memiliki kemandirian mampu untuk bertindak dengan bebas dan merasakan

suatu sense of control atas lingkungannya. Kemandirian anak-anak tersebut juga

ditandai antara lain oleh identitas positif (positive identity), locus of control

internal dan inisiatif, self-efficacy dan penguasaan diri (mastery), penyesuaian diri

dan berdaya tahan (adaptive distancing and resistance), kesadaran diri dan

kehati-hatian (self-awareness and mindfulness), serta humor.

Sense of purpose, yaitu cita-cita atau harapan di masa depan. Anak-anak

panti asuhan yang resilience akan memiliki kemampuan untuk menetapkan arah

atau tujuan masa depan hidupnya, memiliki motivasi yang tinggi untuk

berprestasi, mempunyai minat khusus, kreatif dan penuh imajinasi, optimis dan

penuh harapan, serta berkeyakinan dan bersungguh-sungguh.

Resilience tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi ada beberapa faktor

pembentuk yang disebut sebagai protective factor. Menurut Benard (2004:44)

ada tiga protective factor dalam tiga lingkungan anak-anak (keluarga, sekolah dan

masyarakat). Ketiga protective factor tersebut adalah hubungan yang hangat

(caring relationships), high expectation serta kesempatan untuk berpartisipasi dan

(43)

12

Dalam lingkungan keluarga (rumah), pola asuh orangtua memegang

peranan penting dalam pembentukan resilience pada anak. Menurut Benard

(2004), bentuk pola pengasuhan lebih penting daripada struktur keluarga dan

menjadi determinan utama dari keluarga yang berfungsi secara efektif dan remaja

yang well-being.

Pada anak-anak yang tidak lagi mempunyai orangtua dan keluarga

sehingga tinggal di panti asuhan, maka peran pengasuhan anak beralih menjadi

tanggung jawab pengasuh panti. Pola pengasuhan yang berempati adalah langkah

pertama untuk membangun caring relationship (Benard, 2004). Anak yang

memperoleh pola asuh seperti ini akan merasa nyaman dan tumbuh menjadi

individu yang penuh empati. Lebih lanjut Benard menyatakan bahwa high

expectation dalam keluarga dapat menyediakan petunjuk yang berkontribusi pada

rasa aman bagi anak, dapat mengkomunikasikan perilaku yang diyakini penting

dan dapat menjadi faktor pembantu bagi anak untuk menemukan kelebihan diri

mereka. demikian pula halnya bagi anak-anak yang tinggal di panti asuhan, maka

high expectation di lingkungan panti asuhan lah yang dapat membantu

terbentuknya resilience pada anak-anak penghuni panti.

Caring relationship di sekolah menuntut kemampuan guru untuk

menemukan hal yang menarik perhatian dan memotivasi anak. Hal ini akan

mendorong anak dapat menemukan kebutuhan dasarnya, yaitu rasa aman, dapat

merasakan apa yang mereka pelajari dan dapat mengembangkan kemandirian.

Selain itu, kemampuan guru dalam menciptakan suasana sekolah yang di

(44)

13

dengan siswa lainnya, juga mendorong berkembangnya anak menjadi individu

yang resilience. Menurut Benard (2004), bagi anak yang resilience, figur guru

bukanlah sekadar sebagai instruktur dalam kemampuan akademis namun juga

sebagai orang yang patut diteladani dan dijadikan sebagai model yang positif.

Kriteria guru bagi anak-anak seperti ini adalah seseorang yang mau

mendengarkan, mau peduli ketika mereka absen atau mendapat nilai tes yang

jelek, terlihat menyukai mereka, dan memperlakukan mereka sebagai ‘orang’.

Benard (2004) juga menjelaskan bahwa high expectation di lingkungan

sekolah tidak hanya dikomunikasikan lewat hubungan dan pesan, tetapi juga lewat

struktur organisasi dan kurikulum. Guru merupakan komunikator yang sangat

berpengaruh dalam penyampaian pesan. Guru dapat membantu anak dalam

membuka jalan untuk belajar, dimulai dari rasa tertarik anak yang dibawanya dari

rumah ataupun yang ditemukannya di kelas. Guru yang memiliki high expectation

akan membantu anak untuk dapat menemukan kekuatan mereka, membantu anak

untuk dapat berpikir secara berbeda mengenai sesuatu terutama khidupan mereka,

dan membantu anak untuk dapat melihat kemampuan yang mereka miliki.

Kesemuanya itu pada akhirnya dapat mengembangkan resilience pada anak ketika

menghadapi masalah.

Dalam peranannya mengembangkan resilience pada anak, guru dapat

memberikan kesempatan pada anak untuk mengeluarkan pendapatnya di dalam

kelas, membuat pilihan, turut terlibat dalam pemecahan suatu masalah,

(45)

14

Hal ini juga akan mendorong para siswa untuk dapat membangun karakter yang

sehat dan meraih sukses dalam belajar.

Pada lingkungan kelompok teman sebaya, caring relationship biasanya

diwujudkan dalam bentuk persahabatan. Pada kondisi anak tinggal di panti

asuhan, maka adanya teman sebaya yang dapat diajak bercerita, berbagi mainan

dan bermain atau belajar bersama akan mengembangkan resilience pada anak.

Selain itu, teman sebaya yang memiliki high expectation juga akan membantu

seorang anak untuk dapat menemukan serta menunjukkan kemampuannya dan

mampu mengekspresikan dirinya. Sementara kesempatan untuk berpartisipasi dan

berkontibusi dalam kelompok teman sebaya dapat berupa misalnya kesempatan

untuk menentukan jenis permainan yang akan dilakukan atau menentukan mata

pelajaran yang akan dijadikan bahan belajar bersama. Kesempatan berpartisipasi

dan berkontribusi juga dapat dilakukan misalnya dalam bentuk memberikan

sebagian uang saku untuk menolong temannya yang kehilangan uang saku.

Kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan secara skematis sebagai

(46)
[image:46.595.105.522.84.460.2]

15

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

1.6 Asumsi

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat dikemukakan beberapa

asumsi penelitian ini sebagai berikut.

1. Resilience anak-anak yatim piatu di NAD yang menjadi korban gempa dan

tsunami dipengaruhi oleh faktor-faktor protektif yang diperolehnya di

lingkungan keluarga, sekolah dan teman sebaya.

2. Anak-anak yatim piatu di NAD pasca gempa dan tsunami memiliki derajat

resilience yang bervariasi.

3. Anak-anak yatim piatu di NAD yang resilience-nya tinggi berarti

kompeten secara sosial, terampil mengatasi masalah, mandiri dan memiliki

harapan di masa depan.

PROTECTIVE FACTOR

Orangtua (rumah)

- caring relationship - high expectation

- opportunities to participate and contributing

Guru (sekolah)

- caring relationship - high expectation

- opportunities to participate and contributing

Teman

- caring relationship - high expectation

- opportunities to participate and contributing

ANAK

Belief

RESILIENCE

- Social Competence - Problem Solving - Autonomy

- Sense of Purpose

tinggi

(47)

16

4. Anak-anak yatim piatu di NAD yang resilience-nya rendah berarti tidak

kompeten secara sosial, tidak terampil dalam mengatasi masalah,

(48)

73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1) Sebagian anak (51,4 persen) yang tinggal di Panti Asuhan Muhammaditah

Banda Aceh memiliki derajat resilience tinggi dan sebagian lainnya (48,6

persen) memiliki derajat resilience rendah.

2) Anak-anak yang derajat resilience-nya tinggi memiliki social competence,

problem solving, autonomy dan sense of purpose yang tinggi. Sedangkan

anak-anak yang derajat recilience-nya rendah memiliki social competence,

problem solving, autonomy dan sense of purpose yang rendah pula.

3) Kedekatan hubungan dan perhatian orangtua serta kedekatan hubungan

dengan saudara kandung dan teman sebaya sebelum gempa dan tsunami

merupakan protective factor yang penting dalam pembentukan resilience

anak-anak panti asuhan. Adapun setelah gempa dan tsunami, kedekatan

hubungan, perhatian dan dukungan dari pengasuh panti, perhatian dan

dukungan guru, serta kedekatan hubungan dengan teman sebaya menjadi

protective factor yang penting dalam proses pembentukan resilience.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya

(49)

74

5.2.1 Saran untuk Penelitian Lanjutan

1) Pada penelitian ini alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner.

Untuk itu, disarankan bagi penelitian selanjutnya agar menyertakan teknik

lainnya, misalnya wawancara secara mendalam, sebagai metode pengumpulan

data.

2) Pada penelitian ini, sampel diambil hanya dari satu lokasi panti asuhan. Untuk

itu, disarankan bagi penelitian dengan topik masalah yang sama agar sampel

diambil dari beberapa lokasi untuk mengetahui peran protective factor yang

diterima anak terhadap derajat resilience mereka.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1) Disarankan kepada pengasuh panti asuhan untuk memperhatikan faktor-faktor

caring relationship, high expectation dan opportunities to participate and

contribute dalam pengasuhan anak-anak korban gempa dan tsunami sehingga

mereka dapat menjadi individu yang resilience. Hal ini dapat dilakukan

dengan membina kedekatan hubungan dengan anak-anak, memberikan

dorongan untuk berprestasi kepada anak-anak dan memberikan kesempatan

kepada anak-anak untuk mengekspresikan dirinya melalui kebebasan untuk

mengemukakan pendapat serta mengikuti kegiatan yang mereka sukai.

2) Disarankan kepada pengurus serta pengasuh panti asuhan untuk dapat

memanfaatkan informasi ini guna mengarahkan atau membimbing anak-anak

korban gempa dan tsunami, dengan memperhatikan derajat resilience-nya. Hal

ini dapat ditempuh antara lain dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan

(50)

75

3) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki derajat

resilience tinggi dan rendah persentasenya hampir sama. Untuk itu, disarankan

kepada pengasuh panti asuhan agar lebih memberikan perhatian dan

kehangatan hubungan dalam mengasuh anak-anak. Pengasuh panti juga

disarankan untuk menanamkan keyakinan pada diri anak-anak bahwa mereka

memiliki kelebihan dan akan meraih sukses di masa depan. Langkah ini dapat

pula dilakukan dengan membuat program kegiatan yang mengarah kepada

pengembangan diri anak-anak. Dengan demikian anak-anak korban gempa

dan tsunami yang memiliki derajat resilience rendah secara bertahap derajat

(51)

76

DAFTAR PUSTAKA

Benard, Bonnie. 1994 Resiliency: What We Have Learned. San Fransisco:

WestEd.

Boss, Pauline. 2006. Loss, Trauma, and Resilience. New York: W.W. Norton &

Company.

Hurlock, E.B. 1979. Personality Development. New Dehli: McGraw-Hill.

__________. 1990. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan (alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nazir, Mohamad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup

(alih bahasaAchmad Chusairi dan Juda Damanik). Jakarta: Penerbit Erlangga.

__________. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja (alih bahasa: Shinto B.

Adelar dan Sherly Saragih). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Siegel, Sidney. 1992. Statistik Nonparametrik untuk ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:

Gramedia.

(52)

77

DAFTAR RUJUKAN

Ann S. Masten and Jenifer L. Powell. http://www.cambridge.org. A Resilience

Framework for Research, Policy, and Practice.

Evelyn Reed-Victor. Supporting Resilience of Children and Youth. Virginia:

Virginia Commonwealth University.

Zainun Mu’tadin. http://www.e-psikologi.com. Kemandirian sebagai Kebutuhan

Psikologis Pada Remaja.

http://www.kompas.com. 29 November 2006. Ribuan Anak Korban Tsunami

Tinggal di Panti Asuhan.

http://republika.co.id. 05 Mei 2006. Anak Yatim Aceh Menjadi Gelandangan.

Gambar

Tabel 10. Derajat Resilience dan Dukungan Pengasuh
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Dewan Pertimbangan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) tahun 1999, standar praktik keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan dalam

bahwa Peratanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Tahun Anggaran 2008 perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan

Hidrodinamika sistem resirkulasi berhubungan dengan sistem filter yang digunakan, debit air yang keluar dari media budidaya akan mempengaruhi waktu tinggal limbah nutrien

Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, Dewan Komisaris adalah organ perusahaan yang mewakili Pemegang Saham untuk melakukan fungsi pengawasan atas pelaksanaan kebijakan

M aka t indakan yang dapat dilakukan oleh pemerint ah adalah mengurangi jumlah uang beredar dan meningkat kan persediaan barang.. perubahan fisik

siswa cenderung tidak siap untuk beradaptasi dengan sistem yang baru. akibatnya terjadi penurunan nilai dan merosotnya mental

Dengan ini saya menyatakan kesanggupan menyelesaikan studi saya selambat – lambatnya pada semester Gasal / Genap Tahun Akademik 20 / 20 dan apabila tidak dapat

PENGEMBANGAN TES TERTULIS PADA MATERI PENGANTAR KIMIA MENGGUNAKAN MODELTRENDS IN INTERNATIONAL MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY(TIMSS).. Universitas Pendidikan Indonesia |