• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORITIS TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA

KAJIAN TEORITIS

TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA

A. Pembiayaan

Dengan semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat permintaan atau kebutuhan masyarakat. Dalam memenuhi hal tersebut maka perbankan nasional memegang peranan penting dan strategis dalam penyediaan dana dikarenakan kemampuan finansial lembaga negara dan swasta yang terbatas.

Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan mempunyai fungsi utama yaitu sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat. Bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan untuk selanjutnya akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk penyaluran dana. Dengan penyaluran dana tersebut dapat memenuhi kebutuhan dana yang tidak disediakan oleh dua lembaga tersebut.

Dalam kegiatan operasionalnya baik lembaga keuangan konvensional maupun syariah menjalankan kegiatan penyaluran dana. Perbedaan antara keduanya adalah dalam penggunaan istilah dan sistem. Dalam penyediaan dana pada konvensional menggunakan istilah kredit dengan sistem bunga, sedangkan pada syariah menggunakan istilah pembiayaan dengan sistem bagi hasil.

Dalam pelaksanaan pembiayaan, LKS harus memenuhi aspek syar’i dan aspek ekonomi. Maksudnya adalah dalam setiap realisasi pembiayaan kepada nasabah dan setiap menjalankan aktivitas ekonomi, Lembaga Keuangan Syariah harus tetap berpedoman pada aturan yang telah dibuat dalam syariat Islam. Seperti yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah Saw.

()*+ , -ﺏ -/0 1 2

)3 ﻡ ﺏ5 1 ) 2

-ﺏ 678 1 ) 2

9) : - ;<6ﺏ5 - ),ﺏ=" > -ﺏ " -ﺏ <)

%

<) ( ﺱ@ ) 5

A

B

( C

D %

E ;-6" /" -6ﺏ =! : F )G

)H25 5 *2 B) 2 0 ﺹ )

ﻡ 2

J) K) E ; LJ K " /"

B) 2

ﻡ 2 )H25 5 *2

D

9 @

3Mﻡ )

'

12

Artinya: Telah dibicarakan dari Hasan bin Ali al-Khallal, Abu Amir al-‘Aqadi, Katsir bin ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Auf al-Muzbi dari bapaknya, dari kakeknya; bahwa Rasulullah SAW bersabda: Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. (HR. al-Tirmidzi).

Selain memperhatikan dan mematuhi prinsip-prinsip syariah, setiap lembaga keuangan syariah juga harus memperhatikan aspek ekonomi yaitu pendapatan bagi lembaga tersebut yang diperoleh dari para nasabahnya dan dipergunakan untuk operasional lembaga. Namun keuntungan tersebut jangan sampai memberatkan atau menzalimi nasabah.

12

Gambar 1.

Prinsip-prinsip Syariat Islam

1. Pengertian Pembiayaan

Sebelum membahas tentang pengertian pembiayaan, akan lebih baik dibahas tentang pengertian kredit terlebih dahulu. Kredit menurut etimologi berarti kepercayaan.13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kredit adalah

13

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. Ketiga, Edisi Revisi, h.57

P PRRIINNSSIIPP H HUUKKUUMM M MUUAAMMAALLAATT

1. Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah boleh kecuali yang dilarang oleh nash.

Tidak melanggar prinsip-prinsip MAGHRIB Tidak melanggar nash yang mengharamkan

2. Muamalat dilakukan atas pertimbangan maslahah.

3. Muamalat dilaksanakan untuk memelihara nilai keadilan

4. Tasyrik hukum ekonomi Islam bersifat tadarruj, seperti revenuesharing dan bonus

pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.

Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 dalam pasal 1 ayat 11 tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Bank sebagai pemberi kredit percaya kepada nasabahnya bahwa dalam kurung waktu yang telah disepakati akan membayar lunas semua pinjamannya dan ditambah dengan bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Sedangkan pengertian pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva produktif menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening administratif serta sertifikat wadiah Bank Indonesia.14

Menurut UU No. 10 tahun 1998 dalam pasal 1 ayat 12 dijelaskan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan

14

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), Cet. Kedua, Edisi pertama, h.196

yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

2. Tujuan Pembiayaan

Tujuan akad adalah tujuan dan hukum suatu akad yang disyariatkan untuk tujuan tersebut. Dalam hukum Islam, tujuan akad tidak boleh bertentangan dengan syariat. Berbedanya akad maka berbeda pula tujuan akad. Seperti tujuan akad jual beli berbeda dengan tujuan akad ijarah, yaitu dalam jual beli tujuannya ialah memindahkan barang dari penjual ke pembeli sedangkan ijarah bertujuan untuk memberikan manfaat dengan adanya pengganti. Beberapa syarat dalam tujuan akad, yaitu:

a. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan

b. Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad c. Tujuan akad harus dibenarkan syara’.15

Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi lembaga keuangan. Tujuannya dibagi dalam beberapa hal, yaitu:

15

Gemala Dewi, SH. LL.M., dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. Kedua, Edisi pertama, h.63

1) Pemilik

Pemilik mengharapkan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.

2) Pegawai

Pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank yang dikelolanya.

3) Masyarakat

Masyarakat di sini dibagi dalam beberapa kelompok: a) Pemilik dana

Mereka mengharapkan dana yang diinvestasikan akan memperoleh keuntungan.

b) Debitur yang bersangkutan

Dengan penyediaan dana bagi debitur, diharapkan mereka dapat terbantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif). c) Masyarakat umumnya (konsumen)

Konsumen akan memperoleh barang-barang yang dibutuhkan. Pembiayaan yang diberikan sebagai sumber dana untuk memenuhi kebutuhannya.

4) Pemerintah

Dapat membantu dalam pembangunan negara, memperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaan).

5) Bank atau lembaga lain

Bagi bank yang bersangkutan mendapatkan kemudahan dalam mengelola likuiditasnya karena dapat menyalurkan pembiayaan dengan memenuhi kebutuhan nasabah yang sesuai dengan syariat Islam. Hasil dari penyaluran pembiayaan diharapkan dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayani. 3. Sumber Dana Pembiayaan

Pertumbuhan dan perkembangan lembaga keuangan sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat. Sehingga dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, maka suatu bank menjadi tidak berfungsi.

Dana merupakan uang tunai yang dimiliki oleh lembaga keuangan dalam bentuk tunai atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai.16 Dana yang dikuasai lembaga keuangan berasal dari para pemilik lembaga tersebut, dari

16

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), Cet. Kedua, Edisi pertama, h.49

titipan atau penyertaan dana orang lain (pihak ketiga) yang sewaktu-waktu akan ditarik kembali, dan juga berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam kembali pada bank.

Dalam konsep konvensional di mana “uang mengembangbiakkan uang”, tidak peduli uang dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Hal ini berbeda dengan syariat Islam, uang bukan suatu komoditi melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis. Dalam menghasilkan keuntungan harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi baik secara langsung melalui transaksi seperti perdagangan, indutri manufaktur, sewa menyewa dan lain-lain. Dapat pula secara tidak langsung seperti penyertaan modal.17

Berdasarkan prinsip tersebut, maka lembaga keuangan syariah dapat memperoleh dana pihak ketiga dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut:

a. Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan. b. Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi risiko (non guaranteed

account) untuk investasi umum (general investment account/mudharabah mutlaqah) di mana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut. c. Investasi khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah)

di mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee.

17 Ibid

Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil risiko atas investasi tersebut.18

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber dana berasal dari modal inti (core capital), kuasi ekuitas (mudharabah account) dan titipan (wadiah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit).19 Lebih jelasnya digambarkan di bawah ini:

Gambar 2

Sumber Dana di Lembaga Keuangan Syariah

18 Ibid, h.50 19 Ibid LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH MODAL TITIPAN (WADIAH) INVESTASI MUDHARABAH

INVESTASI KHUSUS MUDHARABAH MUQAYYADAH

4. Jenis-jenis Pembiayaan

Jenis pembiayaan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa aspek, diantaranya:

a. Pembiayaan Menurut Tujuan 1) Pembiayaan Produktif

Pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi, yaitu untuk peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Dalam pembiayaan produktif dibedakan lagi menjadi dua jenis, yaitu pembiayaan modal kerja, digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi) dan secara kualitatif maupun hasil produksi. Serta pembiayaan investasi, digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.20

2) Pembiayaan Konsumtif

Pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan konsumsi dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder (tambahan). Kebutuhan primer yang berupa

20

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet. Pertama h. 160

barang seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal. Sedangkan yang berupa jasa seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Kebutuhan sekunder yang berupa barang seperti makanan, minuman, pakaian, perhiasan, bangunan rumah, kendaraan. Sedangkan yang berupa jasa seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan.21

b. Pembiayaan Menurut Jangka Waktu

1) Pembiayaan jangka waktu pendek, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun.

2) Pembiayaan jangka waktu menengah, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun.

3) Pembiayaan jangka waktu panjang, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu lebih dari 5 tahun.

5. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan

Prosedur pengajuan pembiayaan adalah cara-cara yang harus dilakukan dalam rangka pelaksanaan pemberian pembiayaan, setiap pemberian pembiayaan harus dibuatkan suatu perjanjian (akad) antara lembaga keuangan syariah sebagai pemberi pembiayaan dan nasabah sebagai pemohon. Dalam perjanjian (kontrak) pembiayaan dicantumkan segala hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Proses pembiayaan terdiri dari beberapa tahap, yaitu

21

a. Surat Permohonan Pembiayaan

Pengajuan pembiayaan berisikan jenis pembiayaan yang diminta nasabah, waktu pembiayaan, besar limit atau plafon yang diminta, dan sumber pendapatan untuk pelunasan pembiayaan serta disertai dengan dokumen pendukung seperti identitas pemohon, legalitas, bukti kepemilikan agunan (jika diperlukan). Biasanya untuk pengajuan pembiayaan bukan berbentuk proposal tetapi secarik dokumen biasa. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses.

b. Proses Evaluasi

Setelah pengajuan masuk, kemudian dilakukan survey dengan standarisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Survey dapat selesai standarnya dalam 3 hari. Dalam menilai, bank syariah tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian serta aspek lain sehingga diharapkan diperoleh hasil analisis yang cermat dan akurat. Dalam UU No. 10 pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Pada ayat 2 juga dijelaskan bahwa Bank Umum wjib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Proses penilaian meliputi:

1) Didasarkan pada kelengkapan dokumen surat permohonan. 2) Proses penilaian oleh pejabat pembiayaan.

3) Format memo atau nota penilaian yang meliputi informasi umum, aspek legalitas, manajemen, pemasaran, sosial ekonomi, teknis, keuangan, komersiil, agunan atau jaminan, risiko, pertimbangan, kesimpulan, saran dan keputusan

6. Analisis Pembiayaan

Analisis pembiayaan merupakan langkah untuk realisasi pembiayaan di lembaga keuangan. Beberapa pendekatan analisis pembiayaan yang dapat diterapkan oleh pengelola LKS, yaitu sebagai berikut:

a. Pendekatan jaminan, yaitu bank dalam memberikan pembiayaan selalu memperhatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam

b. Pendekatan karakter, yaitu bank mencermati secara sungguh-sungguh terkait dengan karakter nasabah

c. Pendekatan kemampuan pelunasan, yaitu bank menganalisis kemampuan nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil

d. Pendekatan dengan studi kelayakan, yaitu bank memperhatikan kelayakan usaha yang dijalankan oleh nasabah peminjam

e. Pendekatan fungsi-fungsi bank, yaitu bank memperhatikan fungsinya sebagai lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan.22

Analisis pembiayaan yang dilakukan oleh pejabat pembiayaan di lembaga keuangan syariah dimaksudkan untuk menilai kelayakan calon peminjam, menilai seberapa besar kemampuan dan kesediaan peminjam mengembalikan pembiayaan yang dipinjam, menekan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan dan menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak. Setelah tujuan analisis pembiayaan dirumuskan maka selanjutnya dapat menentukan pendekatan-pendekatan yang akan digunakan untuk menganalisis pembiayaan.

7. Pengamanan Pembiayaan

Langkah yang dilakukan untuk mengendalikan terjadinya pembiayaan bermasalah adalah sebagai berikut:

a. Sebelum Realisasi

Dalam tahap ini sesuai dengan persetujuan nasabah, bank menutup asuransi dan atau pengikatan agunan (jika diperlukan). Setelah itu baru pembiayaan dapat dicairkan.

b. Setelah Realisasi

Setelah tahap ini, bank selanjutnya memelihara dan memantau pembiayaan. Pada awal pencairan, bank mengarahkan pada pembiayaan

22 Ibid

yang diajukan nasabah dalam permohonannya dan jangan sampai lari dan terjadi hal-hal di luar kesepakatan.23

C. Pembiayaan Multijasa

4. Pengertian Pembiayaan Multijasa

Seperti yang sudah dijelaskan diawal bahwa pembiayaan merupakan fasilitator pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah, dalam hal ini BMT kepada pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit). Dalam hal ini masyarakat yang membutuhkan dana diperoleh dari masyarakat pula, yaitu masyarakat yang menitipkan uangnya atau dana di lembaga keuangan syariah.

Multijasa terdiri dari dua kata, yaitu kata multi yang berarti banyak, bermacam-macam dan kata jasa yang berarti perbuatan yang berguna atau bernilai bagi orang lain, manfaat. Jadi multijasa adalah suatu perbuatan atau manfaat yang bermacam-macam gunanya bagi orang lain.

Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah, baik perbankan atau nonperbankan kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa.24 Pembiayaan multijasa merupakan fasilitas

23 Ibid 24

Serambi Indonesia, ”Hukum Transaksi Pembiayaan Multijasa”, artikel diakses pada 4 September 2008 dari www.serambinews.com

pembiayaan konsumtif yang tidak bertentangan dengan syariah seperti biaya pendidikan, kesehatan, pernikahan, naik haji dan umrah.25

5. Dasar Hukum Pembiayaan Multijasa

Pada zaman Rasulullah telah diperbolehkan peminjaman atas jasa seseorang, seperti yang terdapat dalam surat al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 233.

N O / 5 P@5 E

*Q 8P 5

6 NRﻡ " ﺱSE T6 U 1:

V 6Gﺏ " "ﺏ <) 5N " ;<) ;> " ﺏ

#

$

%

$WW

'

Artinya: “...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Menurut Ibnu Katsir sebagaimana dikutip dalam Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, dikatakan bahwa jika kedua orang tua sepakat untuk menyusukan anaknya kepada orang lain, maka diperbolehkan sepanjang mereka mau untuk menunaikan upah atau pembayaran yang baik atau patut kepada orang tersebut. Hal ini menunjukan adanya jasa yang diberikan dan adanya kewajiban melakukan pembayaran yang patut atas jasa yang diterima.26

25

ISM, “BNI Syariah Luncurkan Multijasa iB”, artikel diakses pada 4 September 2008 dari www.niriah.com.

26

Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2007), cet. Pertama, edisi pertama, h.843

6. Fatwa DSN-MUI Pembiayaan Multijasa

Menurut fatwa DSN-MUI, pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa. DSN-MUI memandang perlu menetapkan membuat fatwa tentang pembiayaan multijasa sebagai pedoman pelaksanaan transaksi tersebut agar sesuai dengan prinsip syariah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan jasa.

Fatwa ini ditetapkan dari Hasil Rapat Pleno DSN-MUI pada tanggal 11 Agustus 2004 dan dibuat karena datangnya surat permohonan dari Bank Rakyat Indonesia pada tanggal 28 April 2004 dan dari Bank Danamon. Fatwa ini substansi dari fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah dan No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Kafalah.

Dalam fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang pembiayaan multijasa, terdapat beberapa ketentuan, yaitu sebagai berikut:

a. Ketentuan Umum

1) Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah.

2) Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah.

3) Dalam hal LKS menggunakan akad kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Kafalah.

4) Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee.

5) Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.

b. Penyelesaian Perselisihan

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiaannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

c. Ketentuan Penutup

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

D. Ketentuan Fikih Muamalat Mengenai Ijarah

Ijarah berarti upah, sewa, jasa, imbalan.27 Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam

27

akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.28

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah manfaat jasa. Penggunaan akad ijarah pada pembiayaan multijasa karena pembiayaan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan jasa. Menurut Syaikh asy-Syairazy sebagaimana dikutif dalam bukunya al-Muhadzdzab (jilid 1, h. 394) menyatakan “Boleh melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat yang dibolehkan karena keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan terhadap benda. Oleh karena akad jual beli atas benda dibolehkan, maka sudah seharusnya boleh pula akad ijarah atas manfaat”.29

Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 mengenai pembiayaan ijarah:

a. Rukun dan Syarat Ijarah

1) Sighat ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain.

28

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, t.th.), h.147-148

29

Serambi Indonesia, ”Hukum Transaksi Pembiayaan Multijasa”, artikel diakses pada 4 September 2008 dari www.serambinews.com

2) Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa, dan penyewa atau pengguna jasa.

3) Obyek akad ijarah, yaitu:

1) manfaat barang dan sewa; atau 2) manfaat jasa dan upah.

b. Ketentuan Obyek Ijarah

1) Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa. 2) Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan

dalam kontrak.

3) Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).

4) Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.

5) Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.

6) Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. 7) Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah

kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah.

8) Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.

9) Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

c. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah 1) Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:

a) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan b) Menanggung biaya pemeliharaan barang.

c) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. 2) Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:

a) Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak). b) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan

(tidak materiil).

c) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Dalam pembiayaan ijarah, lembaga keuangan syariah dapat memperoleh ujrah. Ujrah adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan.30 Dalam ujrah disyaratkan diketahui jumlahnya oleh

Dokumen terkait