ANALISA TERHADAP APLIKASI PEMBIAYAAN IJARAH
MULTIJASA PADA BMT AL-MUNAWWARAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
INDAH DELIYANI NIM : 204046102926
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISA TERHADAP APLIKASI PEMBIAYAAN IJARAH
MULTIJASA PADA BMT AL-MUNAWWARAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) Oleh :
Indah Deliyani NIM : 204046102926
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Husni Thoyyar, M.Ag Dr. Yayan Sofyan, M.Ag
NIP : 150 050 919 NIP : 150 228 413
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul ANALISA TERHADAP APLIKASI PEMBIAYAAN IJARAH MULTIJASA PADA BMT AL-MUNAWWARAH telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada November 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SHI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 09 Desember 2008 Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.DR.H Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA (………) NIP. 130 789 745
2. Sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, MA (………) NIP. 150 269 678
3. Pembimbing I : Drs.H. Husni Thoyyar, M.Ag (………) NIP. 150 050 919
4. Pembimbing II : Dr. Yayan Sofyan, M.Ag (………)
NIP. 150 228 413
5. Penguji I : Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA (………) NIP. 130 789 745
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang
telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas penyusunan
skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
saw., rasul paling mulia dan penutup para Nabi, serta iringan doa untuk keluarga,
sahabat dan seluruh pengikutnya.
Penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta syaf-stafnya.
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA,
masing-masing sebagai ketua Program Studi Muamalat dan Koordinator Teknis
Program Non Reguler, serta H. Ah. Azharudin Latief, M.Ag., MH dan Drs. H.
Ahmad Yani, MA, masing-masing selaku Sekretaris Program Studi Muamalat
dan Sekretaris Program Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. H. Husni Thoyyar, M.Ag dan Dr. H. Yayan Sofyan, M.Ag, selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian, bimbingan, kritik,
4. BMT al-Munawwarah BPI, pihak Dewan Syariah Nasional MUI, dan Drs.
Agustianto, M.Ag, sebagai nara sumber yang telah menyediakan waktunya
dan banyak membantu dalam memberikan informasi untuk penelitian ini.
5. Pimpinan dan staf Syariah dan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan UI Salemba yang telah membantu dalam memberikan
kemudahan fasilitas dalam melakukan kajian kepustakaan selama penyusunan
skripsi ini.
6. Ayahanda Alm. Ayah dan ibunda tercinta yang dengan besar hati mendidik
dan menanamkan nilai-nilai kehidupan serta kakak dan adikku, Widyana, SS
dan Kamelia yang selalu memberikan semangat untuk penulis agar dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan segera.
7. Dosen-dosen UIN, Pak Jaka, Pak Gustian, Pak Zainul Arifin, Bu Isnawati, Bu
Najma dan dosen yang lain yang selama ini telah memberikan bimbingan dan
ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
8. Teman-temanku, Latifa, Naras, Neng, Ita, Eva, Daris, Ervin, Rozik dan yang
lain (maaf tidak dapat disebutkan semua) yang selama ini telah memberikan
inspirasi dan bantuannya. Terima kasih banyak untuk Mas Joko atas
keikhlasannya selama ini menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bagi teman-teman yang lain, tetap semangat yakinlah bahwa kalian bias.
9. Pak Yafiz, Pak Ridwan, Mbak Ranti, Mbak Desti, yang telah memberikan
Terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu, baik dalam
bentuk dukungan, semangat dalam menyelesaikan tugas ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua kalangan.
Jakarta, Desember 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan ... 5
C. Tujuan dan Manfaat ... 6
D. Review Studi Terdahulu ... 7
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan ... 9
2. Teknik Pengumpulan Data ... 9
3. Teknik Pengolahan Data ... 10
4. Teknik Analisis Data ... 11
F. Subjek Penelitian ... 11
G. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan ... 15
2. Tujuan Pembiayaan ... 17
3. Sumber Dana Pembiayaan ... 19
4. Jenis-jenis Pembiayaan ... 22
5. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan ... 23
6. Analisis Pembiayaan ... 25
B. Pembiayaan Multijasa
1. Pengertian Pembiayaan Multijasa ... 27
2. Dasar Hukum Pembiayaan Multijasa ... 28
3. Fatwa DSN-MUI Pembiayaan Multijasa ... 29
C. Ketentuan Fikih Muamalat Mengenai Ijarah ... 30
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PENELITIAN A. BMT al-Munawwarah 1. Sejarah Singkat Pendirian BMT al-Munawwarah ... 35
2. Visi, Misi dan Tujuan BMT al-Munawwarah ... 37
3. Motto dan Budaya Kerja ... 38
4. Legalitas Hukum ... 38
5. Jenis Produk yang Dikeluarkan BMT al-Munawwarah ... 39
B. Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa 1. Latar Belakang Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa ... 44
2. Syarat-syarat Pembiayaan Ijarah Multijasa ... 45
3. Contoh Kasus Pembiayaan Ijarah Multijasa ... 46
BAB IV ANALISIS A. Aplikasi Pembiayaan Ijarah Multijasa ... 48
B. Penggunaan Akad Ijarah dalam Aplikasi Pembiayaan Multijasa .... 54
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 63
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah suatu agama yang mengatur cara hidup manusia dalam
segala aspek, termasuk aspek ekonomi seperti mencari nafkah. Kegiatan ekonomi
adalah wajib dan pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan
sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun
wajib diadakan.1 Hal ini sesuai dengan kaidah dalam ushul fiqh yang menyatakan
bahwa “maa laa yatimm al-wajib illa bihi fa huwa wajib”, yakni sesuatu yang
harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.2
Selama ini orang muslim mendambakan lembaga jasa keuangan yang
membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan
menggunakan prinsip syariat. Dalam hal ini maka lahirlah lembaga keuangan
syariah, antara lain BMT yang terdiri dari kata baitul maal (rumah harta) yaitu
lembaga yang mengelola dana zakat, infaq dan Sedekah (ZIS) dan baitul tamwil
(rumah pembiayaan) yaitu lembaga yang mengelola dana nasabah.
1
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), Edisi ketiga, h.15
2
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dalam operasionalnya dengan
menggunakan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro
dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum
fakir miskin. Lembaga ini ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari
tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi syariah.
Secara legal formal BMT sebagai lembaga keuangan mikro berbentuk
badan hukum koperasi dan secara operasional BMT mengadaptasi sistem
perbankan syariah. Kehadiran BMT adalah untuk membantu masyarakat kalangan
menengah ke bawah yang tidak terjangkau oleh bank. Firman Allah SWT dalam
al-Qur’an surat al-Maidah (5) ayat 2:
! "
#
$%&
'
..
Artinya: “… Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
Dalam operasionalnya, BMT bukan hanya sekedar lembaga keuangan
yang bersifat sosial, melainkan juga sebagai lembaga yang harus menjalankan
amanah dari nasabah yang telah memberikan kepercayaannya untuk dapat
mengelola dana yang dititipkan dengan baik. Oleh karena itu, BMT juga
berorientasi kepada keuntungan (profit), di mana keuntungan ini bukan hanya
untuk pemilik dan pendiri, tetapi juga untuk pengembangan BMT itu sendiri.
Di Indonesia telah banyak berdiri BMT yang berguna membantu
al-Munawwarah yang berdiri pada tanggal 26 Mei 1996. Ide dan inisiatif
pendirian BMT Al Munawwarah bermula dari keprihatinan bersama beberapa
jama’ah dan pengurus Yayasan Al Munawwarah-BPI, ICMI orsat Pamulang dan
beberapa tokoh lingkungan sekitar Pamulang terhadap kondisi pengusaha
mikro-kecil yang seringkali kesulitan mengakses permodalan guna mengembangkan
usahanya sehingga mereka mencari alternatif termudah dalam mengakses
permodalan yaitu rentenir.
Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, menuntut BMT untuk
melakukan pengelolaan dana secara efektif dan efisien, baik atas dana yang
dikumpulkan dari masyarakat maupun dari pemilik atau pendiri BMT. Dana yang
terkumpul kemudian dikelola dalam bentuk produk pembiayaan. BMT juga harus
memperhatikan kebutuhan para nasabahnya dalam mengeluarkan
produk-produknya. BMT dituntut untuk lebih memperhatikan upaya pemberian kualitas
jasa yang terbaik kepada nasabah supaya tercapai customer satisfaction (Berry, et.
al 1994).
Salah satu produk jasa yang dikeluarkan BMT al-Munawwarah adalah
pembiayaanmultijasa, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa.3 BMT
3
al-Munawwarah memberikan nama produk tersebut dengan nama Pembiayaan
Ijarah Multijasa yang dikeluarkan pada April 2006.
BMT al-Munawwarah mengeluarkan produk ini setelah Dewan Syariah
Nasional (DSN) MUI mengeluarkan fatwa tentang produk pembiayaan multijasa,
yaitu fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004. Fatwa DSN ini dikeluarkan pada tahun
2004 atas permohonan dari Bank Rakyat Indonesia tanggal 28 April 2004 dan
Hasil Rapat Pleno DSN-MUI tanggal 11 Agustus 2004. DSN mengeluarkan fatwa
ini dengan mempertimbangkan bahwa LKS perlu merespons kebutuhan
masyarakat yang berkaitan dengan jasa.
Produk pembiayaan multijasa ini dikeluarkan untuk memberikan solusi
kepada LKS. Melihat dana sosial (maal) yang ada tidak mencukupi dan tidak
memungkinkan menggunakan akad qardhul hasan karena dana yang ada adalah
dana yang harus memberikan bagi hasil untuk penyimpan dana, maka dapat
menggunakan akad ijarah sebagai solusi.
Dalam menjalankan setiap kegiatannya LKS harus mengikuti
prinsip-prinsip syariah. Dalam prinsip-prinsip Hukum Muamalat disebutkan bahwa segala bentuk
muamalat dibolehkan kecuali yang dilarang oleh syari. Seperti halnya dengan
penggunaan akad. Setiap produk yang dikeluarkan oleh LKS harus menggunakan
akad yang tepat. Dalam penggunaan akad ijarah pada aplikasi produk
pembiayaan multijasa terdapat keganjalan atau keanehan yang terlihat, adanya
sebuah rekayasa untuk menguntungkan lembaga keuangan syariah yang
menjalankan pembiayaan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud untuk mengadakan
penelitian lebih dalam tentang masalah tersebut dengan judul “Analisa Terhadap Aplikasi Pembiayaan Ijarah Multijasa Pada BMT al-Munawwarah.”
B. Pembatasan dan Perumusan
1. Pembatasan Masalah
Penulis dalam penelitian ini membatasi masalah pada beberapa hal, yaitu:
a. Pembiayaan yang dibahas adalah pembiayaan multijasa, yaitu pembiayaan
atas dasar prinsip jasa, disalurkan untuk berbagai jenis kebutuhan halal,
seperti pembayaran biaya pendidikan, pengobatan, sewa tempat, dan
lain-lain.4
b. Penelitian dilakukan di BMT al-Munawwarah yang beralamat di Komplek
Masjid al-Muhajirin Bukit Pamulang Indah Blok A-18A/02 Pamulang
Timur, Tangerang, Banten. Telp. (021) 7499865, 32921063, 32921641,
32921079.
c. Penelitian berdasarkan dari fatwa DSN mengenai pembiayaan multijasa
No.44/DSN-MUI/VII/2004.
4
d. Penelitian berdasarkan dari fatwa DSN tentang pembiayaan ijarah
No.09/DSN-MUI/IV/2000 dan fikih muamalat.
2. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana aplikasi pembiayaan ijarah multijasa di BMT
al-Munawwarah?
b. Bagaimana akad ijarah yang digunakan dalam aplikasi pembiayaan
multijasa dari segi fikih muamalat?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
a. aplikasi pembiayaan ijarah multijasa di BMT al-Munawwarah.
b. Mengetahui ketentuan segi fikih muamalat dalam penggunaan akad ijarah
pada aplikasi pembiayaan multijasa.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
perbankan syariah khususnya mengenai permasalahan di atas.
b. Bagi institusi sebagai pertimbangan dalam rangka perbaikan dan
c. Bagi perpustakaan diharapkan dapat dipergunakan untuk memperkaya
koleksi dalam ruang lingkup karya-karya penelitian lapangan.
d. Bagi masyarakat memberikan informasi tentang sistem dan teknik
penerapan pembiayaan multijasa.
D. Review Studi Terdahulu
Berdasarkan penelitian dilakukan beberapa sumber kepustakaan, yaitu:
No Nama penulis/Judul/ Tahun Substansi Keterangan
1. Siti Hajar. BMT al-Munawwarah dan Pemberdayaan Ekonomi Umat (studi kasus BMT al-Munawwarah Pamulang). 2005. Fakultas Syariah dan Hukum
Menjelaskan sasaran pemberdayaan umat adalah kelompok usaha kecil dan menengah yang
berdomisili di wilayah Pamulang Barat, Pamulang Timur, dan Pamulang Estate. Kehadirannya sangat membantu masyarakat dalam mengakses modal. Disini sasaran pembiayaan adalah kelompok nasabah menengah yang berdomisili di wilayah BMT al-Munawwarah. Fungsinya untuk memenuhi
kebutuhan yang tak terduga.
2. Puspita Sari Juniati. Konsep dan Aplikasi Ijarah dan IMBT (studi kasus di BPRS Harta Insan Karimah, Ciledug). 2006. Fakultas Syariah dan Hukum
Menjelaskan unsur yang disewakan adalah suatu barang sesuai dengan kebutuhan. Pada akhir periode, pada akad ijarah nasabah mengembalikan objek tersebut, sedangkan
pada IMBT objek menjadi milik nasabah.
dikembalikan.
3. Suhaemah. Ijarah dalam Sistem Perbankan Syari’ah di Indonesia dan Malaysia (suatu studi perbandingan). 2006. Fakultas Syariah dan Hukum
Menjelaskan persamaan ijarah di Indonesia dan di Malaysia terdapat pada pengertian, macam-macam, objek dan aplikasinya. Perbedaannya pada segi pemberian nama atau istilah yang dipakai.
Disini akad ijarah yang digunakan pada pembiayaan multijasa adalah jasa BMT al-Munawwarah dalam membiayai kebutuhan nasabah. 4. Zahruddien. Aplikasi Konsep
Ijarah Terhadap Jasa Pelayanan pada Koperasi Maju Bersama Kec. Bekasi Selatan Kab. Bekasi. 2007. Fakultas Syariah dan Hukum
Menjelaskan pembagian ijarah, yaitu pemanfaatan pada barang dan
pemanfaatan pada manusia (jasa) seperti pembayaran listrik dan telepon.
Disini pada jasa yang dilayani adalah pembayaran yang memerlukan dana yang cukup banyak.
Dari beberapa judul skripsi di atas, sudah jelas berbeda pembahasannya
dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis. Penulis akan mencoba membahas
tentang pembiayaan multijasa yang ada di BMT al-Munawwarah dan mencari
apakah aplikasi yang dilakukan di BMT tersebut sudah sesuai dengan fatwa yang
disusun oleh DSN dan juga untuk melihat apakah pembiayaan multijasa
memberikan keuntungan kepada BMT al-Munawwarah.
E. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yaitu
penelitian yang menggambarkan data dan informasi di lapangan berdasarkan fakta
yang diperoleh di lapangan secara mendalam.5 Dalam metode ini penelitian yang
dimaksudkan untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi
atau kejadian-kejadian.6 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan empiris,
yaitu subjek kajian dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga, yaitu
sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi.7 Tujuan
wawancara adalah untuk memperoleh informasi data yang valid dan
akurat dari pihak-pihak yang dijadikan sebagai informan. Dalam
wawancara ini menggunakan alat wawancara berupa interview guide
(panduan wawancara).
b. Studi Kepustakaan
5
Suharsimi Arikunto, Managemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), Cet. Kedua, h.309
6
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2004), Cet. Enam Belas, Edisi. Kedua, h.76
7
Studi kepustakaan berarti melakukan penelusuran kepustakaan dan
menelaahnya.8 Sumber berupa buku, majalah, koran, internet, dan
lain-lain. Selain itu juga berupa dokumen dari BMT al-Munawwarah, yaitu
kontrak akad yang digunakan dan skim formulir pengajuan pembiayaan
multijasa.
3. Teknik Pengolahan Data
a. Editing
Editing adalah meneliti kembali cacatan para pencari data itu untuk
mengetahui apakah cacatan itu cukup baik dan dapat segera disiapkan
untuk keperluan proses berikutnya.9 Editing dilakukan terhadap rekaman
jawaban yang telah dituliskan.
b. Koding
Koding adalah usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban para
responden menurut macamnya.10 Klasifikasi itu dilakukan dengan jalan
manandai masing-masing jawaban itu dengan tanda kode tertentu.
4. Teknik Analisis Data
8
Ibid, h.70
9
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), Cet.keempatbelas, ed. Ketiga, h.270
10
Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu sebuah
studi untuk menemukan fakta dan interpretasi yang tepat dan menganalisis lebih
dalam tentang hubungan-hubungannya.11
F. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini bersumber dari beberapa data, yaitu:
1. Data primer, wawancara langsung kepada pengelola operasional BMT
al-Munawwarah dan beberapa pihak yang berkompeten dalam penelitian ini.
Data primer ini juga bersumber dari jurnal BMT al-Munawwarah dan fatwa
MUI mengenai pembiayaan multijasa.
2. Data sekunder, sumber data pendukung dan pelengkap data penelitian berupa
buku, majalah, jurnal pendapatan ujrah dari produk pembiayaan ijaroh
multijasa, surat kabar, dan lain-lain.
Dalam penelitian ini penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan
Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Syariah dan Hukum” tahun 2007 yang diterbitkan oleh Jakarta Press.
G. Sistematika Penulisan
11
Penulis mengklasifikasikan skripsi ini ke dalam beberapa bab dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I, menyajikan Pendahuluan, yang mamaparkan latar belakang, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II, menyajikan Kajian Kepustakaan. Akan dibahas mengenai teori
pembiayaan secara umum dan penjelasan mengenai pembiayaan ijarah multijasa
serta teori fikih muamalah tentang ijarah.
Bab III, berisikan tentang kajian objek penelitian yang dilakukan, yaitu informasi
seputar BMT al-Munawwarah. Baik tentang profil BMT maupun tentang
Pembiayaan Ijarah Multijasa yang diterbitkan.
Bab IV, analisis terhadap data penelitian yang didapatkan guna menjawab
masalah penelitian dengan memodifikasikan teori yang ada. Masalah yang akan
dianalisis adalah tentang analisis akad ijarah pada fikih muamalat, serta ketepatan
akad yang digunakan BMT al-Munawwarah dalam aplikasi produk pembiayaan
ijarah multijasa
Bab V, kesimpulan yang ditarik dari uraian yang telah ditulis terdahulu dan
jawaban masalah berdasarkan data yang diperoleh dan berisi saran yang bertujuan
sebagai pertimbangan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan sistem yang
BAB II
KAJIAN TEORITIS
TENTANG PEMBIAYAAN MULTIJASA
A. Pembiayaan
Dengan semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin
meningkat permintaan atau kebutuhan masyarakat. Dalam memenuhi hal tersebut
maka perbankan nasional memegang peranan penting dan strategis dalam
penyediaan dana dikarenakan kemampuan finansial lembaga negara dan swasta
yang terbatas.
Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan mempunyai fungsi utama
yaitu sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat. Bank
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan untuk selanjutnya
akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk penyaluran
dana. Dengan penyaluran dana tersebut dapat memenuhi kebutuhan dana yang
tidak disediakan oleh dua lembaga tersebut.
Dalam kegiatan operasionalnya baik lembaga keuangan konvensional
maupun syariah menjalankan kegiatan penyaluran dana. Perbedaan antara
keduanya adalah dalam penggunaan istilah dan sistem. Dalam penyediaan dana
pada konvensional menggunakan istilah kredit dengan sistem bunga, sedangkan
Dalam pelaksanaan pembiayaan, LKS harus memenuhi aspek syar’i dan
aspek ekonomi. Maksudnya adalah dalam setiap realisasi pembiayaan kepada
nasabah dan setiap menjalankan aktivitas ekonomi, Lembaga Keuangan Syariah
harus tetap berpedoman pada aturan yang telah dibuat dalam syariat Islam.
Seperti yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah Saw.
()*+ ,
-ﺏ -/0 1 2
)3
ﻡ
ﺏ5 1 ) 2
-ﺏ 678 1 ) 2
9) : - ;<6ﺏ5 - ),ﺏ=" >
-ﺏ
" -ﺏ <)
%
<) ( ﺱ@ ) 5
A
B
( C
D %
E ;-6" /" -6ﺏ =! : F )G
)H25 5 *2 B) 2 0 ﺹ )
ﻡ 2
J) K) E ; LJ K
" /"
B) 2
ﻡ 2 )H25 5 *2
D
9 @
3Mﻡ )
'
12Artinya: Telah dibicarakan dari Hasan bin Ali al-Khallal, Abu Amir al-‘Aqadi, Katsir bin ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Auf al-Muzbi dari bapaknya, dari kakeknya; bahwa Rasulullah SAW bersabda: Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. (HR. al-Tirmidzi).
Selain memperhatikan dan mematuhi prinsip-prinsip syariah, setiap
lembaga keuangan syariah juga harus memperhatikan aspek ekonomi yaitu
pendapatan bagi lembaga tersebut yang diperoleh dari para nasabahnya dan
dipergunakan untuk operasional lembaga. Namun keuntungan tersebut jangan
sampai memberatkan atau menzalimi nasabah.
12
Gambar 1.
Prinsip-prinsip Syariat Islam
1. Pengertian Pembiayaan
Sebelum membahas tentang pengertian pembiayaan, akan lebih baik
dibahas tentang pengertian kredit terlebih dahulu. Kredit menurut etimologi
berarti kepercayaan.13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kredit adalah
13
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. Ketiga, Edisi Revisi, h.57
P
PRRIINNSSIIPP H
HUUKKUUMM M
MUUAAMMAALLAATT
1. Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah boleh kecuali yang dilarang oleh nash.
Tidak melanggar prinsip-prinsip MAGHRIB
Tidak melanggar nash yang mengharamkan
2. Muamalat dilakukan atas pertimbangan maslahah.
3. Muamalat dilaksanakan untuk memelihara nilai keadilan
pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau
pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.
Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 dalam pasal 1 ayat 11
tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Bank sebagai pemberi kredit percaya kepada nasabahnya bahwa dalam kurung
waktu yang telah disepakati akan membayar lunas semua pinjamannya dan
ditambah dengan bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya.
Sedangkan pengertian pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah
teknisnya aktiva produktif menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman
dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk
pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan
modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening
administratif serta sertifikat wadiah Bank Indonesia.14
Menurut UU No. 10 tahun 1998 dalam pasal 1 ayat 12 dijelaskan bahwa
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan
14
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
2. Tujuan Pembiayaan
Tujuan akad adalah tujuan dan hukum suatu akad yang disyariatkan untuk
tujuan tersebut. Dalam hukum Islam, tujuan akad tidak boleh bertentangan
dengan syariat. Berbedanya akad maka berbeda pula tujuan akad. Seperti tujuan
akad jual beli berbeda dengan tujuan akad ijarah, yaitu dalam jual beli tujuannya
ialah memindahkan barang dari penjual ke pembeli sedangkan ijarah bertujuan
untuk memberikan manfaat dengan adanya pengganti. Beberapa syarat dalam
tujuan akad, yaitu:
a. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak
yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan
b. Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad
c. Tujuan akad harus dibenarkan syara’.15
Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi lembaga keuangan.
Tujuannya dibagi dalam beberapa hal, yaitu:
15
1) Pemilik
Pemilik mengharapkan memperoleh penghasilan atas dana yang
ditanamkan pada bank tersebut.
2) Pegawai
Pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank yang
dikelolanya.
3) Masyarakat
Masyarakat di sini dibagi dalam beberapa kelompok:
a) Pemilik dana
Mereka mengharapkan dana yang diinvestasikan akan memperoleh
keuntungan.
b) Debitur yang bersangkutan
Dengan penyediaan dana bagi debitur, diharapkan mereka dapat
terbantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu
untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif).
c) Masyarakat umumnya (konsumen)
Konsumen akan memperoleh barang-barang yang dibutuhkan.
Pembiayaan yang diberikan sebagai sumber dana untuk memenuhi
4) Pemerintah
Dapat membantu dalam pembangunan negara, memperoleh pajak (berupa
pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh bank dan juga
perusahaan).
5) Bank atau lembaga lain
Bagi bank yang bersangkutan mendapatkan kemudahan dalam mengelola
likuiditasnya karena dapat menyalurkan pembiayaan dengan memenuhi
kebutuhan nasabah yang sesuai dengan syariat Islam. Hasil dari
penyaluran pembiayaan diharapkan dapat meneruskan dan
mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas jaringan
usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayani.
3. Sumber Dana Pembiayaan
Pertumbuhan dan perkembangan lembaga keuangan sangat dipengaruhi
oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat. Sehingga
dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, maka
suatu bank menjadi tidak berfungsi.
Dana merupakan uang tunai yang dimiliki oleh lembaga keuangan dalam
bentuk tunai atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai.16 Dana
yang dikuasai lembaga keuangan berasal dari para pemilik lembaga tersebut, dari
16
titipan atau penyertaan dana orang lain (pihak ketiga) yang sewaktu-waktu akan
ditarik kembali, dan juga berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam
kembali pada bank.
Dalam konsep konvensional di mana “uang mengembangbiakkan uang”,
tidak peduli uang dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Hal ini berbeda
dengan syariat Islam, uang bukan suatu komoditi melainkan hanya sebagai alat
untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis. Dalam menghasilkan keuntungan
harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi baik secara langsung melalui transaksi
seperti perdagangan, indutri manufaktur, sewa menyewa dan lain-lain. Dapat pula
secara tidak langsung seperti penyertaan modal.17
Berdasarkan prinsip tersebut, maka lembaga keuangan syariah dapat
memperoleh dana pihak ketiga dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut:
a. Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya
(guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
b. Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi risiko (non guaranteed
account) untuk investasi umum (general investment account/mudharabah
mutlaqah) di mana bank akan membayar bagian keuntungan secara
proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut.
c. Investasi khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah)
di mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee.
Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya
mengambil risiko atas investasi tersebut.18
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber dana berasal dari modal
inti (core capital), kuasi ekuitas (mudharabah account) dan titipan (wadiah) atau
simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit).19 Lebih jelasnya
[image:29.612.116.519.218.571.2]digambarkan di bawah ini:
Gambar 2
Sumber Dana di Lembaga Keuangan Syariah
18
Ibid, h.50
19 Ibid
LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH
MODAL
TITIPAN (WADIAH)
INVESTASI MUDHARABAH
4. Jenis-jenis Pembiayaan
Jenis pembiayaan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa aspek,
diantaranya:
a. Pembiayaan Menurut Tujuan
1) Pembiayaan Produktif
Pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi, yaitu
untuk peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi. Dalam pembiayaan produktif dibedakan lagi menjadi dua
jenis, yaitu pembiayaan modal kerja, digunakan untuk memenuhi
kebutuhan dalam meningkatkan produksi secara kuantitatif (jumlah
hasil produksi) dan secara kualitatif maupun hasil produksi. Serta
pembiayaan investasi, digunakan untuk memenuhi kebutuhan
barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat
kaitannya dengan itu.20
2) Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang
akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan
konsumsi dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan
kebutuhan sekunder (tambahan). Kebutuhan primer yang berupa
20
barang seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal.
Sedangkan yang berupa jasa seperti pendidikan dasar dan pengobatan.
Kebutuhan sekunder yang berupa barang seperti makanan, minuman,
pakaian, perhiasan, bangunan rumah, kendaraan. Sedangkan yang
berupa jasa seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata,
hiburan.21
b. Pembiayaan Menurut Jangka Waktu
1) Pembiayaan jangka waktu pendek, yaitu pembiayaan yang dilakukan
dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun.
2) Pembiayaan jangka waktu menengah, yaitu pembiayaan yang
dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun.
3) Pembiayaan jangka waktu panjang, yaitu pembiayaan yang dilakukan
dengan waktu lebih dari 5 tahun.
5. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan
Prosedur pengajuan pembiayaan adalah cara-cara yang harus dilakukan
dalam rangka pelaksanaan pemberian pembiayaan, setiap pemberian pembiayaan
harus dibuatkan suatu perjanjian (akad) antara lembaga keuangan syariah sebagai
pemberi pembiayaan dan nasabah sebagai pemohon. Dalam perjanjian (kontrak)
pembiayaan dicantumkan segala hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Proses pembiayaan terdiri dari beberapa tahap, yaitu
21
a. Surat Permohonan Pembiayaan
Pengajuan pembiayaan berisikan jenis pembiayaan yang diminta nasabah,
waktu pembiayaan, besar limit atau plafon yang diminta, dan sumber
pendapatan untuk pelunasan pembiayaan serta disertai dengan dokumen
pendukung seperti identitas pemohon, legalitas, bukti kepemilikan agunan
(jika diperlukan). Biasanya untuk pengajuan pembiayaan bukan berbentuk
proposal tetapi secarik dokumen biasa. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan masyarakat dalam mengakses.
b. Proses Evaluasi
Setelah pengajuan masuk, kemudian dilakukan survey dengan standarisasi
yang telah ditentukan sebelumnya. Survey dapat selesai standarnya dalam
3 hari. Dalam menilai, bank syariah tetap berpegang pada prinsip
kehati-hatian serta aspek lain sehingga diharapkan diperoleh hasil analisis yang
cermat dan akurat. Dalam UU No. 10 pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa
dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah
debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Pada ayat 2 juga dijelaskan
bahwa Bank Umum wjib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan
dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan
1) Didasarkan pada kelengkapan dokumen surat permohonan.
2) Proses penilaian oleh pejabat pembiayaan.
3) Format memo atau nota penilaian yang meliputi informasi umum,
aspek legalitas, manajemen, pemasaran, sosial ekonomi, teknis,
keuangan, komersiil, agunan atau jaminan, risiko, pertimbangan,
kesimpulan, saran dan keputusan
6. Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan merupakan langkah untuk realisasi pembiayaan di
lembaga keuangan. Beberapa pendekatan analisis pembiayaan yang dapat
diterapkan oleh pengelola LKS, yaitu sebagai berikut:
a. Pendekatan jaminan, yaitu bank dalam memberikan pembiayaan selalu
memperhatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh
peminjam
b. Pendekatan karakter, yaitu bank mencermati secara sungguh-sungguh
terkait dengan karakter nasabah
c. Pendekatan kemampuan pelunasan, yaitu bank menganalisis kemampuan
nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil
d. Pendekatan dengan studi kelayakan, yaitu bank memperhatikan kelayakan
e. Pendekatan fungsi-fungsi bank, yaitu bank memperhatikan fungsinya
sebagai lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana
yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan.22
Analisis pembiayaan yang dilakukan oleh pejabat pembiayaan di lembaga
keuangan syariah dimaksudkan untuk menilai kelayakan calon peminjam, menilai
seberapa besar kemampuan dan kesediaan peminjam mengembalikan pembiayaan
yang dipinjam, menekan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan dan
menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak. Setelah tujuan analisis
pembiayaan dirumuskan maka selanjutnya dapat menentukan
pendekatan-pendekatan yang akan digunakan untuk menganalisis pembiayaan.
7. Pengamanan Pembiayaan
Langkah yang dilakukan untuk mengendalikan terjadinya pembiayaan
bermasalah adalah sebagai berikut:
a. Sebelum Realisasi
Dalam tahap ini sesuai dengan persetujuan nasabah, bank menutup
asuransi dan atau pengikatan agunan (jika diperlukan). Setelah itu baru
pembiayaan dapat dicairkan.
b. Setelah Realisasi
Setelah tahap ini, bank selanjutnya memelihara dan memantau
pembiayaan. Pada awal pencairan, bank mengarahkan pada pembiayaan
yang diajukan nasabah dalam permohonannya dan jangan sampai lari dan
terjadi hal-hal di luar kesepakatan.23
C. Pembiayaan Multijasa
4. Pengertian Pembiayaan Multijasa
Seperti yang sudah dijelaskan diawal bahwa pembiayaan merupakan
fasilitator pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah, dalam hal ini
BMT kepada pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit). Dalam hal ini
masyarakat yang membutuhkan dana diperoleh dari masyarakat pula, yaitu
masyarakat yang menitipkan uangnya atau dana di lembaga keuangan syariah.
Multijasa terdiri dari dua kata, yaitu kata multi yang berarti banyak,
bermacam-macam dan kata jasa yang berarti perbuatan yang berguna atau bernilai
bagi orang lain, manfaat. Jadi multijasa adalah suatu perbuatan atau manfaat yang
bermacam-macam gunanya bagi orang lain.
Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga
Keuangan Syariah, baik perbankan atau nonperbankan kepada nasabah dalam
memperoleh manfaat atas suatu jasa.24 Pembiayaan multijasa merupakan fasilitas
23 Ibid
24
pembiayaan konsumtif yang tidak bertentangan dengan syariah seperti biaya
pendidikan, kesehatan, pernikahan, naik haji dan umrah.25
5. Dasar Hukum Pembiayaan Multijasa
Pada zaman Rasulullah telah diperbolehkan peminjaman atas jasa
seseorang, seperti yang terdapat dalam surat al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat
233.
N O /
5
P@5
E
*Q 8P 5
6 NRﻡ
" ﺱSE T6
U 1:
V 6Gﺏ
" "ﺏ <)
5N "
;<)
;>
" ﺏ
#
$
%
$WW
'
Artinya: “...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Menurut Ibnu Katsir sebagaimana dikutip dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, dikatakan bahwa jika kedua orang tua
sepakat untuk menyusukan anaknya kepada orang lain, maka diperbolehkan
sepanjang mereka mau untuk menunaikan upah atau pembayaran yang baik atau
patut kepada orang tersebut. Hal ini menunjukan adanya jasa yang diberikan dan
adanya kewajiban melakukan pembayaran yang patut atas jasa yang diterima.26
25
ISM, “BNI Syariah Luncurkan Multijasa iB”, artikel diakses pada 4 September 2008 dari www.niriah.com.
26
6. Fatwa DSN-MUI Pembiayaan Multijasa
Menurut fatwa DSN-MUI, pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang
diberikan oleh lembaga keuangan syariah (LKS) kepada nasabah dalam
memperoleh manfaat atas suatu jasa. DSN-MUI memandang perlu menetapkan
membuat fatwa tentang pembiayaan multijasa sebagai pedoman pelaksanaan
transaksi tersebut agar sesuai dengan prinsip syariah dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat yang berkaitan dengan jasa.
Fatwa ini ditetapkan dari Hasil Rapat Pleno DSN-MUI pada tanggal 11
Agustus 2004 dan dibuat karena datangnya surat permohonan dari Bank Rakyat
Indonesia pada tanggal 28 April 2004 dan dari Bank Danamon. Fatwa ini
substansi dari fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah
dan No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Kafalah.
Dalam fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang pembiayaan multijasa,
terdapat beberapa ketentuan, yaitu sebagai berikut:
a. Ketentuan Umum
1) Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan
akad ijarah atau kafalah.
2) Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti
semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah.
3) Dalam hal LKS menggunakan akad kafalah, maka harus mengikuti
4) Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh
imbalan jasa (ujrah) atau fee.
5) Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.
b. Penyelesaian Perselisihan
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiaannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
c. Ketentuan Penutup
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
D. Ketentuan Fikih Muamalat Mengenai Ijarah
Ijarah berarti upah, sewa, jasa, imbalan.27 Menurut Fatwa Dewan Syariah
Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang
atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam
27
akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna
saja dari yang menyewakan kepada penyewa.28
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya
terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah
barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah manfaat jasa. Penggunaan
akad ijarah pada pembiayaan multijasa karena pembiayaan ini dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan akan jasa. Menurut Syaikh asy-Syairazy sebagaimana
dikutif dalam bukunya al-Muhadzdzab (jilid 1, h. 394) menyatakan “Boleh
melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat yang dibolehkan karena
keperluan terhadap manfaat sama dengan keperluan terhadap benda. Oleh karena
akad jual beli atas benda dibolehkan, maka sudah seharusnya boleh pula akad
ijarah atas manfaat”.29
Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 mengenai pembiayaan
ijarah:
a. Rukun dan Syarat Ijarah
1) Sighat ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah
pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
28
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, t.th.), h.147-148
29
2) Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi
sewa/pemberi jasa, dan penyewa atau pengguna jasa.
3) Obyek akad ijarah, yaitu:
1) manfaat barang dan sewa; atau
2) manfaat jasa dan upah.
b. Ketentuan Obyek Ijarah
1) Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.
2) Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak.
3) Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan).
4) Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syariah.
5) Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
6) Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7) Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah
kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat
dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa
8) Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari
jenis yang sama dengan obyek kontrak.
9) Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat
diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
c. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
1) Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
a) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
b) Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2) Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
a) Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak).
b) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan
(tidak materiil).
c) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak
penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab
atas kerusakan tersebut.
d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
Dalam pembiayaan ijarah, lembaga keuangan syariah dapat memperoleh
ujrah. Ujrah adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu
pekerjaan yang dilakukan.30 Dalam ujrah disyaratkan diketahui jumlahnya oleh
kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah.31
Skema ijarah adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Skema Ijarah
Keterangan:
1) Nasabah mengajukan Pembiayaan Ijarah ke bank.
2) Bank memberi atau menyewa barang yang diinginkan pleh nasabah sebagai
objek ijarah dari supplier/pemilik.
3) Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dan bank mengenai barang objek,
tarif, periode, dan biaya, maka akad ijarah ditandatangani. Nasabah
diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki.
30
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), edisi kedua, h.110
31
Dr.H. Hendi Suhendi, M.Si., Fiqh Mualamah membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta, Hak Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis dan lain-lain, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2007), Ed. Ketiga, h.118
Menyewa Jasa
BANK
NASABAH
[image:42.612.115.524.201.562.2]BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI
DAN OBJEK PENELITIAN
A. BMT al-Munawwarah
1. Sejarah Singkat Pendirian BMT al-Munawwarah
Sistem dan praktek ekonomi yang berlaku di masyarakat seringkali tidak
sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi berkeadilan yang menaruh perhatian pada
kepentingan kesejahteraan rakyat kecil. Tidak terdistribusi atau meratanya
ekonomi seringkali terjadi pemupukan kekayaan di kalangan menengah ke atas
sementara dalam ajaran Islam dilarang hal tersebut bahkan sangat diharamkan
sehingga terciptanya kenyataan bahwa yang kaya makin jaya dan miskin makin
terpuruk.
Hal ini telah lama terjadi sehingga umat Islam mendambakan sistem dan
praktek ekonomi yang menjamin pemerataan ekonomi, kesejahteraan dan
keadilan sosial. Namun keberadaan lembaga perbankan syariah yang telah ada
saat ini pun ternyata kurang dapat mengatasi kesulitan pengusaha mikro kecil
yang jumlahnya puluhan juta unit. Lembaga perbankan kurang dapat menjangkau
kelompok tersebut sehingga terkadang memaksa mereka mencari jalan keluar
bagi mereka, yaitu rentenir, padahal merekalah yang dapat membuat usaha para
pengusaha terpuruk.
Oleh karena itu diperlukan lembaga yang dapat menjangkau kelompok
usaha menengah ke bawah tersebut yaitu BMT (Baitul Maal wat Tamwil). BMT
terdiri atas baitul maal (rumah harta), yang mengelola dana zakat, infaq dan
Sedekah (ZIS) dan baitul tamwil (rumah pembiayaan). BMT adalah lembaga
keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil,
menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan
martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas
prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan
berlandaskan pada sistem ekonomi yang salaam: keselamatan (berintikan
keadilan), kedamaian, dan kesejahteraan.32 Tiga jenis aktivitas yang terdapat
dalam BMT adalah sebagai jasa keuangan, sosial atau pengelolaan ZIS dan sektor
riil.
Melihat situasi yang cukup memprihatinkan terjadi di sekitar Pamulang
maka pengurus Yayasan al-Munawwarah-BPI, ICMI orsat Pamulang dan
beberapa tokoh lingkungan berinisiatif untuk membangun suatu BMT yang dapat
mengatasi masalah tersebut. Setelah mengumpulkan dana berupa SPK (Simpanan
Pokok Khusus) sebagai modal awal, maka pada tanggal 26 Mei 1996 berdirilah
32
BMT dengan nama BMT al-Munawwarah dalam bentuk KSM (Kelompok
Swadaya Masyarakat) sebagai legalitas dan status hukum awal operasionalnya.
Pendirian BMT ini bermaksud untuk mendorong tumbuhnya kegiatan usaha
produktif di masyarakat dalam rangka mengefektifkan potensi umat Islam di
wilayah Pemulang dan sekitarnya.
Diharapkan keberadaan BMT al-Munawwarah dapat menjalankan
beberapa peran di bawah ini:
a. Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah dengan
pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang Islami seperti
dilarang curang dalam menimbang barang.
b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil dengan jalan
pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap
usaha-usaha nasabah atau masyarakat umum.
c. Melepaskan ketergantungan pada rentenir dengan cara mampu melayani
masyarakat dengan baik seperti selalu tersedianya dana setiap saat,
birokrasi yang sederhana.
d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata
dengan cara berhadapan langsung dengan masyarakat.
2. Visi, Misi dan Tujuan BMT al-Munawwarah
a. Visi: Terwujudnya BMT yang terdepan, tangguh dan profesional dalam
b. Misi
1) Memberikan layanan usaha yang prima kepada seluruh mitra BMT.
2) Mencapai pertumbuhan dan hasil usaha BMT yang layak serta
proporsional untuk kesejahteraan bersama
3) Memperkuat permodalan sendiri dalam rangka memperluas jaringan
layanan BMT
4) Turut berperan serta dalam gerakan pengembangan ekonomi syari’ah
c. Tujuan: Meningkatkan kesejahteraan bersama melalui kegiatan ekonomi
yang menaruh perhatian pada nilai-nilai dan kaidah-kaidah muamalah
syar’iyyah yang memegang teguh keadilan, keterbukaan dan kehati-hatian
3. Motto dan Budaya Kerja
Motto: “ Bersama Menebar Manfaat Meraih Maslahat ”
Budayakerja:
a) Siddiq (Menjaga martabat dan Integritas)
b) Amanah (Terpercaya dengan penuh tanggung-jawab)
c) Fathonah (Profesional dan Expert dalam bekerja)
d) Tabligh (Bekerja dengan penuh keterbukaan)
e) Istiqomah (Konsisten menuju kesuksesan)
4. Legalitas Hukum
BHS : No. 1014009/PINBUK/III/98
DOMISILI : No. 517/34-DPT/2004
NPWP : No. 02.289.745.8-411.000
SIUP : No. 503.1/0796/30-30/PK/VIII/2004
TDP : No. 30.03.2.52.00723
5. Jenis Produk yang Dikeluarkan BMT al-Munawwarah
Dalam mengembangkan BMT al-Munawwarah, maka diusahakan dapat
mengeluarkan produk-produk yang dapat memenuhi segala macam kebutuhan
para Mitranya. Dalam mengeluarkan produk, BMT juga diwajibkan untuk
memperhatikan prinsip-prinsip yang digunakan agar tidak melanggar syariat
Islam. Produk pembiayaan diperuntukan bagi para Mitra yang mengutamakan
prinsip syariah disertai kenyamanan, keamanan, keleluasaan dan kemudahan
bertransaksi. Berbagai produk BMT Al Munawwarah adalah:
a. PENGHIMPUNAN DANA (FUNDING)
1) Simpanan/Tabungan INSANI (Investasi Syariah Non-Ribawi)
Simpanan/Tabungan INSANI BMT al-Munawwarah merupakan tabungan
berbagi hasil dengan memberikan keleluasaan berinvestasi dengan
transaksi yang mudah, cepat, aman dan insya Allah menguntungkan.
Dengan prinsip Mudharabah Al-Mutlaqah, simpanan Anda diperlakukan
sebagai investasi dengan memberi kebebasan penuh pada BMT untuk
mengelola dana dalam bentuk pembiayaan yang sesuai dengan prinsip
Keuntungan investasi akan dibagihasilkan antara Anda dan BMT sesuai
dengan nisbah yang disepakati sebelumnya. BMT telah mengemas
tabungan INSANI dalam beberapa bentuk yaitu:
a) SIMAPAN (Simpanan Amanah untuk Masa Depan)
b) SAHAJA (Simpanan Haji Al Munawwarah)
c) TAFAQUR (Tabungan Fasilitas Qurban)
d) SAPITRI (Simpanan Pendidikan untuk Puter-Puteri)
e) TAFADDAL (Simpanan Fasilitas Debet Al Munawwarah)
f) SAHARA (Simpanan Hari Raya)
g) TAZKIAH (Tabungan Zakat-Infaq-Shodaqoh)
2) Deposito BERKAH (Berjangka Mudharabah)
Deposito BERKAH merupakan investasi dengan nisbah bagi hasil
kompetitif dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dengan prinsip
Mudharabah Muthlaqah di mana Anda memberi kebebasan penuh kepada
BMT untuk mengelola dana sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan
dari pengelolaan dana tersebut akan dibagihasilkan sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya.
Manfaat dan Kelebihan:
a) Bagi hasil keuntungan atas pengelolaan dana Anda
b) Jangka waktu yang fleksibel yaitu 2, 3, 6, 9 dan 12 bulan sesuai
rencana Anda.
d) Hasil investasi Anda dapat diambil secara tunai, otomatis dikreditkan
ke rekening tabungan atau ditambahkan ke pokok deposito, sesuai
dengan keinginan Anda
3) Pembiayaan/Pinjaman Dari Pihak Lain
Adalah kewajiban BMT kepada pihak lain dalam bentuk hutang
pembiayaan atau investasi dengan jangka waktu tertentu. Investor akan
mendapatkan bagi-hasil sesuai kesepakatan nisbah yang dimusyawarahkan
diawal. BMT menerima pembiayaan dari pihak lain dalam bentuk akad
mudharabah mutlaqah maupun muqayyadah
4) Penanaman/Penyertaan Modal
Penyertaan modal adalah penyertaan yang bertujuan investasi untuk
memupuk penguatan modal BMT. Untuk tahap awal produk ini
ditawarkan bagi pendiri BMT yang berminat. Penyerta modal akan
mendapatkan imbalan berupa dividen tahunan yang ditentukan oleh
RAT-BMT
b. PENANAMAN MODAL (FINANCING)
1) Sistem Bagi-Hasil (Mudharabah dan Musyarakah)
a) Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan
pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah
dari BMT dan disalurkan untuk berbagai jenis usaha halal seperti
industri rumah tangga, perdagangan, jasa dan Pertanian.
b) Musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian di antara pemilik dana atau
modal untuk dicampurkan pada usaha tertentu, dengan pembagian
keuntungan di antara mereka berdasarkan nisbah yang disepakati
sebelumnya. Pembiayaan ini diperuntukan bagi Mitra yang telah
memiliki usaha produktif halal dan bermaksud menambah atau
menyertakan modal usahanya. Dalam hal ini BMT dapat dilibatkan
dalam manajemen usaha tersebut.
2) Sistem Jual-Beli (Murabahah)
Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual beli antara LKS dan Mitra
di mana LKS membeli barang yang diperlukan oleh Mitra dan kemudian
menjualnya kepada Mitra yang bersangkutan sebesar harga perolehan
ditambah dengan margin atau keuntungan yang disepakati antara LKS dan
Mitra. Pembiayaan ini diperuntukan bagi Mitra untuk pembelian aset yang
diperlukan berupa barang untuk proses produksi usaha maupun barang
konsumtif. Margin keuntungan ditentukan oleh BMT dari selisih harga
jual dan harga belinya. Pembayaran dilakukan secara cicilan.
3) Sistem Jasa (Ijarah Multijasa, Hiwalah, Pembiayaan Pembayaran
a) Ijarah Multijasa
Pembiayaan ijarah multijasa adalah perjanjian antara LKS dan Mitra
dalam memenuhi kebutuhan Mitra dalam bentuk sewa. Pembiayaan ini
dalam bentuk sewa barang maupun jasa seperti untuk biaya
pendidikan, pengobatan, sewa tempat, dan lain-lain.
b) Hiwalah: pembiayaan untuk anjak hutang-piutang.
c) Pembiayaan Tagihan Rekening Rekening Telepon
4) Sistem Pinjaman (Alqard)
Alqard adalah penyediaan dana pinjaman berdasarkan kesepakatan antara
BMT dan Mitra peminjam yang mewajibkan mitra peminjam melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu sesuai perjanjian. Dalam sistem
ini Mitra peminjam diperkenankan memberi imbalan kepada BMT tanpa
dipersyaratkan sebelumnya oleh BMT.
5) Sistem Jasa Layanan (Jasa Layanan Pembayaran Rekening Listrik PLN
dan Jasa Layanan Sosial Baitul-Maal dan layanan Waserda)
Jasa layanan BMT merupakan kegiatan usaha BMT dalam rangka
meningkatkan pendapatan BMT berupa fee base income dari layanan jasa
listrik, CSR (Corporate Social Responsibility) dari pelayanan baitul-maal
B. Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa
1. Latar Belakang Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa
BMT al-Munawwarah mengeluarkan pembiayaan multijasa dengan nama
Pembiayaan Ijarah Multijasa pada tanggal 28 April 2008. Pembiayaan ijarah
multijasa adalah produk pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan atas manfaat
akan suatu jasa. Jadi tujuan dari produk ini adalah untuk memenuhi kebutuhan
Mitra.
Sumber dana untuk pembiayaan ijarah multijasa adalah berasal dari
beberapa pihak, yaitu para nasabah, partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi
risiko dan investasi khusus. Jenis produk ini adalah pembiayaan konsumtif yang
berjangka waktu pendek, yaitu berkisar antara 1 bulan sampai dengan 1 tahun.
Alasan BMT al-Munawwarah mengeluarkan produk tersebut adalah
sebagai berikut, yaitu:
a. Melihat kebutuhan pasar, dalam hal ini yaitu kebutuhan Mitra BMT
al-Munawwarah. Banyak Mitra yang datang ke BMT meminta pembiayaan
untuk membiayai sekolah anaknya, membiayai perawatan rumah sakit,
biaya sewa rumah, dan hal lain yang berkaitan dengan manfaat atas jasa.
b. Terbitnya fatwa mengenai pembiayaan multijasa. Dengan fatwa ini maka
BMT dapat melihat pedoman yang sesuai dengan syariat.33
33
2. Syarat-syarat Pembiayaan Ijarah Multijasa
Persyaratan yang dimaksud adalah semua hal yang harus dipenuhi yang
menjadi dasar bagi lembaga keuangan, baik yang berbasis konvensional maupun
yang berbasis syariah dalam memberikan suatu nilai layak tidaknya permohonan
pembiayaan calon nasabah diterima. Penilaian tersebut dilihat dari lengkap atau
tidaknya syarat yang diajukan, apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka
akan berakibat permohonan yang diajukan nasabah akan ditolak oleh lembaga
keuangan tersebut.
Persyaratan yang diajukan oleh BMT al-Munawwarah kepada calon Mitra
pembiayaan ijarah multijasa adalah sebagai berikut:
a. Fotokopi KTP pemohon suami-isteri yang masih berlaku sebanyak 2
lembar
b. Fotokopi Kartu Keluarga dan Surat Nikah
c. Fotokopi SPPT PBB atau lainnya
d. Pasphoto berukuran 3 X 4 suami-isteri sebanyak 2 lembar
e. Fotokopi rekening listrik atau telepon bulan terakhir
f. Nasabah memiliki sumber penghasilan yang layak (yang ditunjukkan
dengan slip gaji atau data usaha)
g. Membuka tabungan kemitraan, premi asuransi dan membayar biaya
administrasi
h. Bersedia di survey ke rumah atau tempat usaha
3. Contoh Kasus Pembiayaan Ijarah Multijasa
Awal tahun ajaran baru ibu Juwariah membutuhkan dana pendidikan
untuk mendaftarkan anaknya sekolah di SMP Bina Insan Mulia. Untuk kebutuhan
ini ibu Juwariah datang ke BMT untuk mengajukan fasilitas pembiayaan. Untuk
melaksanakan akad tersebut BMT membuat akad Wakalah (akad mewakilkan)
terlebih dahulu kepada ibu Juwariah dengan menyerahkan sejumlah dana yang
dibutuhkan ibu Juwariah untuk biaya pendidikan anaknya tersebut. Setelah
bukti-bukti pembayaran diperoleh dan kedua pihak sepakat, selanjutnya BMT membuat
akad Ijaroh Multijasa sebagai berikut:
a. Jumlah Pembiayaan Ijarah : Rp. 5.000.000,-
b. Kesepakatan Ujroh/Fee : Rp. 750.000,-
c. Jangka Waktu : 10 Bulan
d. Biaya Administrasi : Rp. 50.000,-
e. Cara Pembayaran : Angsuran Bulanan
f. Angsuran Pokok Ijarah : Rp. 500.000,-
g. Angsuran Ujroh (Fee) : Rp. 75.000,-
Dari contoh di atas, maka dapat dilihat proses pembiayaan ijaroh
multijasa di lapangan, yaitu:
1. Ketika Mitra membutuhkan bantuan dana maka Mitra akan mendatangi BMT
al-Munawwarah dan mengajukan permohonan dana talangan untuk
Jika peryaratan terpenuhi maka pihak BMT akan melaksanakan uji kelayakan
bagi Mitra. Dalam menganalisis kelayakan Mitra pada pembiayaan ini sama
halnya dengan pembiayaan yang lain.34 Dalam tahap ini terjadi negosiasi
mengenai spesifikasi jasa, harga, besarnya ujrah, jumlah cicilan dan jangka
waktu pembayaran.
2. Setelah pihak BMT memutuskan membantu Mitra maka kedua pihak
mengadakan suatu akad.
Dalam proses pembiayaan multijasa, kebanyakan Mitra belum mengetahui
produk apa yang akan Mitra ajukan. Pada saat Mitra datang kepada BMT
al-Munawwarah untuk mengajukan pembiayaan untuk sekolah, maka pihak BMT
memberikan produk pembiayaan ijarah multijasa. Dengan kata lain, Mitra belum
mengenal produk tersebut sebelumnya.
BAB IV
ANALISIS
A. Aplikasi Pembiayaan Ijarah Multijasa
Dalam skim pembiayaan multijasa di BMT al-Munawwarah
menggunakan akad ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa. Dengan
menggunakan akad ijarah, Mitra (nasabah) memberikan imbalan sebagai
kompensasi atas pelayanan berupa pembayaran yang dilakukan oleh LKS kepada
pihak ketiga. Setelah itu Mitra membayar kepada LKS dengan cara mengangsur
atau sekaligus sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian.
Angsuran yang disepakati pada tahap awal pembiayaan tidak akan
berubah selama jangka waktu pembiayaan. Dengan demikian, angsuran
pembiayaan multijasa ini besarnya tetap kendati terjadi fluktuasi suku bunga di
pasar konvensional. Adapun penetapan ujrah keuntungan bagi bank dilakukan
berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah.
Dalam aplikasinya, BMT al-Munawwarah melaksanakan dua kali akad.
Akad yang pertama adalah akad wakalah pada pembiayaan multijasa, artinya
BMT tidak membayar sendiri manfaat akan jasa yang Mitra butuhkan. BMT
Mitra untuk membayarkan atau membeli jasa manfaat yang Mitra ajukan. Dengan
demikian Mitra sendiri yang melakukan jasa pembayaran.
Dalam kontrak akad wakalah, menyatakan dalam beberapa hal, yaitu:
1. BMT al-Munawwarah sebagai pihak yang mewakilkan kepada Mitra.
2. Mitra sebagai pihak yang mewakili BMT al-Munawwarah.
3. BMT memberikan sejumlah uang kepada Mitra sekaligus memberikan
kuasa penuh kepada Mitra untuk membayar kepada pihak ketiga
sebagaimana yang dinyatakan dalam surat keterangan dan bukti-bukti
yang terlampir.
4. Mitra menerima sejumlah uang dan kuasa yang diberikan kepada untuk
membayar kebutuhannya sesuai dengan keterangan yang di atas.
5. Mitra bersedia menyerahkan bukti-bukti pembayaran.
6. Mitra tidak diperkenankan menggunakan uang tersebut untuk keperluan di
luar kesepakatan.
Setelah bukti-bukti sudah diserahkan oleh Mitra kepada pihak BMT, maka
dibuat akad ijarah. Dalam hal ini menyatakan BMT memberikan jasanya untuk
memenuhi kebutuhan Mitra. Pada akad ini mencantumkan 10 pasal, yaitu
a. Pasal 1. Pada pasal ini berisi tentang cara realisasi dan droping
pembiayaan, bahwa kesepakatan kedua belah pihak yang didasari dengan
kepercayaan, ketakwaan dan amanah.
b. Pasal 2. Pasal ini membahas tentang harga dan jasa yang disewakan.