© Hak cipta milik Saifur Rohman, tahun 2012 Hak cipta dilindung
KALIMANTAN TIMUR
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.7. Kalibrasi Data
2.7.4. Kalibrasi Yaw ( Azimuthal )
Kalibrasi ini digunakan untuk mengoreksi gerakan memutar kapal pada sumbu z atau gerakan ke kiri dan kanan kapal pada sumbu z (Azimuthal) (Gambar 12). Kesalahan gerakan yaw akan menghasilkan kesalahan dalam posisi
kedalaman, yang mana semakin besar dengan jauh dari nadir. Kalibrasi dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
y = sin-1[(da/2)/ XI]………. (8)
di mana : y = azimuthal offset (deg), da = jarak pergantian sepanjang lintasan / along-track displacement (ft), XI= jarak relatif lintasanke beam i (ft).
2.8. Kecepatan gelombang suara (Sound Velocity)
Gelombang suara merambat baik dalam air. Dalam air laut yang bersifat konduktif dan keruh, kebanyakan gelombang elektro magnetik (gelombang cahaya dan radio) akan berkurang energinya (teratenuasi) dengan cepat dalam jarak beberapa ratus bahkan puluh meter saja. Penetrasi cahaya praktis hanya dapat mencapai beberapa puluh meter di bawah lapisan permukaan, sementara gelombang suara dapat mencapai dasar laut dengan kedalaman ribuan meter dan dapat merambat puluhan ribu meter melintasi samudra luas (Jaya, 2011).
Kecepatan suara merupakan faktor yang sangat penting dalam survei batimetri. Hal ini disebabkan kecepatan suara dalam air memiliki nilai yang tidak selalu sama untuk setiap wilayah, sehingga langkah awal untuk melakukan pemetaan dasar laut (Marine mapping) adalah melakukan perhitungan terhadap kecepatan suara di wilayah tersebut. Pengambilan data kecepatan suara dapat dilakukan menggunakan Conductivity Temperature and Depth (CTD) ataupun
Sound Velocity Profiler (SVP).
Mike (2008) menjelaskan laut memiliki tiga zona utama kecepatan suara (Gambar 13) yaitu:
• Permukaan / Musiman: Merupakan bagian yang sangat bervariasi dengan permukaan berkisar 0 sampai 100 meter dan musiman berkisar 100 sampai 200 m • Termoklin utama (Main thermocline): Pada bagian ini cenderung mengalami penurunan SV sampai 1000 meter karena terutama terjadi penurunan suhu. • Lapisan kedalaman isotermal (Deep isothermal layer): Berada di bawah 1000 meter. Suhu air mendekati 2 0C dan kecepatan suara meningkat hanya karena tekanan.
Gambar 13. Profil kecepatan suara dalam air laut (Mike, 2008)
Kecepatan suara adalah fungsi dari suhu, salinitas dan tekanan (kedalaman). • Suhu sangat bervariasi dari permukaan sampai akhir termoklin utama.
• Salinitas diukur dalam Practical Salinity Units (PSU). 1 PSU = sekitar 1 bagian per seribu (ppt). Salinitas berubahan dari 34 dekat permukaan sampai 35 dekat dasar (Bottom).
• Tekanan khas diukur dalam decibars, satu decibars tekanan meningkat sesuai dengan 1 meter air mendalam.
Tingkat kecepatan suara meningkat seiring dengan peningkatan suhu, salinitas, dan tekanan: Peningkatan suhu 1 0
c = 1449 + 4.6T – 0.055T
C akan menaikkan kecepatan suara 4,0 m / detik, peningkatan salinitas 1 PSU akan menaikkan kecepatan suara 1,4 m / detik, dan peningkatan tekanan atau kedalaman 1 km akan menambah pula kecepatan suara sebesar 17 meter/detik. Secara sederhana dapat ditentukan nilai kecepatan suara ( c ) dengan formula dari Wilson atau Persamaan 9:
2
+ 0.0003T3 + (1.39 – 0.012T) (S – 35) + 0.017
di mana : c = kecepatan suara (m/s), T= suhu (0
2.9. Koreksi Data SSS
C), S= salinitas (PSU), dan Z = kedalaman / tekanan (dbars).
Dalam menentukan posisi suatu objek yang sudah teridentifikasi di dasar laut yang berupa material jatuhan logam, beton, dan pecahan karang kita harus melakukan koreksi terlebih dahulu, karena posisi objek terdapat di belakang kapal dan juga di bagian kanan atau kiri towfish. Dalam hal ini untuk ketelitian posisi suatu objek tergantung dari skala peta yang diinginkan. Koreksi dalam
menentukan posisi objek terbagi dua yaitu slant range corection dan layback correction (Laswono, 2007 dalam Sari dan Manik, 2009).
(1)Slant range correction
Slant range adalah jarak antara suatu objek di dasar laut dengan towfish,
sedangkan slant range correction adalah jarak horisontal suatu objek di dasar laut dengan titik dasar laut di bawah towfish (Gambar 14). Pada koreksi ini suatu objek diumpamakan terletak di sebelah kiri atau kanan towfish, sehinggadapat dihitung dengan menggunakan rumus phytagoras.
di mana: a = Slant range correction, b = Tinggi towfish terhadap dasar laut, c = Slant range.
(2) Layback Correction
Layback correction adalah jarak mendatar dari antena GPS terhadap posisi
towfish di belakang kapal. Tujuan penghitungan ini adalah untuk menentukan posisi towfish sebenarnya. Perhitungan layback correction (Gambar 15) juga dihitung dengan menggunakan rumus phytagoras sebagai berikut:
Gambar 15. Skema perhitungan layback correction
Keterangan: a2 = c2 – b2,D = kedalaman laut, a = Jarak mendatar dari buritan kapal ke towfish, b = Kedalaman towfish dari permukaan laut, c = Panjang
towcable, d = Tinggi towfish dari dasar laut, e = Jarak horisontal dari antena GPS ke buritan kapal.
Jika jarak horisontal dari antena sampai buritan diketahui, maka koreksi jarak horisontal dari antena sampai towfish dapat dicari, yaitu dengan cara
menambahkan jarak horisontal dari buritan ke towfish dengan jarak antena dengan buritan.
2.10. Sensor CodaOctopus F 180
Koreksi terhadap pengaruh roll, pitch, heave dan heading dilakukan secara
real time menggunakan sensor attitude and positioning systems CodaOctopus F 180. Sensor ini memiliki ketelitian mencapai 1 cm dengan menggunakan Real Time Kinematic (RTK), Differential Global Positioning Systems (DGPS) 0.4 m, kecepatan 0.03 m/s dan kemampuan adaptasi terhadap suhu pada rentang -10 0C sampai 60 0C. CodaOctopus F 180 memiliki remote Inertial Measurement Unit
(IMU) yang dapat diikatkan di kepala transduser multibeam. Keunggulan sensor ini, yaitu memiliki perangkat lunak untuk pemrosesan model posisi dan data yang mudah digunaka
2.11. Interpolasi Circular dan Matrix
2.11.1.Interpolasi Circular
Interpolasi circular digunakan untuk lubang kecil dalam data. Gaps atau lubang-lubang kecil ini dapat disebabkan oleh sebagai contoh beam terluar dari
multibeam survei. Interpolasi ini tidak membutuhkan clipping polygon dan dapat ditentukan jarak maksimum gap yang akan diinterpolasi. Max. gap adalah jarak terjauh dimana interpolasi masih valid atau dapat dilakukan ( Gambar 16 ).
Tergantung pada ukuran area interpolasi dan kekuatan dari komputer, interpolasi ini dapat dikerjakan dalam waktu yang singkat atau lama. Cara terbaik untuk menggunakan petunjuk ini adalah ketika ada gap atau lubang kecil dan dalam jumlah yang banyak seperti dalam data multibeam (PDS 2000, 2011).
2.11.2.Interpolasi Matrix
Interpolasi ini digunakan untuk lubang-lubang kecil (small holes) yang nampak di area data dimana resolusi permukaan terlalu kecil untuk menyediakan cakupan (coverage) yang akurat. Hal ini terkadang terjadi di beam yang terluar sepanjang ujung terluar dari area survei dimana hanya ada sedikit atau tidak ada cakupan yang menutupinya (no overlapping coverage). Interpolasi matrix ini hanya berukuran 3x3 dan 5x5 pixel dalam menginterpolasi bagian yang kosong dari permukaan dasar (Gambar 17). Hal ini karena mencegah terjadinya perluasan (expanding) dari permukaan luar area survei (Caris,2007).
Gambar 17. Contoh penggunaan interpolasi Base surface (Caris,2007)
2.12. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Sungai Mahakam terletak di daerah Samarinda Kalimantan timur . Sungai Mahakam terletak pada garis lintang 00 35’0”S dan 117 0 17’0”E dan panjang
Node yang tdk ada nilai pixel-nya
sungai ini mencapai 920 km dengan luasnya 149.227 km2 serta memiliki lebar antara 300-500 meter. Sungai ini melewati wilayah kabupaten Kutai Barat bagian hulu hingga kabupaten Kutai Kertanegara dan Samarinda di bagian hilirnya. Sungai Mahakam adalah sungai utama yang membelah Kota Samarinda, sungai- sungai lainnya adalah anak-anak sungai yang bermuara di sungai Mahakam (Watiningsih, 2009).
Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan yang melintas di atas sungai Mahakam. Panjang jembatan secara keseluruhan mencapai 710 meter, dengan bentang bebas atau area yang tergantung tanpa penyangga mencapai 270 meter. Jembatan ini merupakan sarana penghubung antara kota Tenggarong dengan Kecamatan Tenggarong Seberang yang menuju ke Kota Samarinda (Gambar 18). Jembatan ini dibangun menyerupai Jembatan Golden Gate di San Fransisco, Amerika Serikat. Pembangunan jembatan ini dimulai pada tahun 1995 dan selesai pada 2001 dengan kontraktor PT Hutama Karya yang menangani proyek
pembangunan jembatan tersebut. Namun pada tanggal 26 November 2011 pukul 16.20 waktu setempat, Jembatan Kutai Kartanegara ambruk dan rubuh
Gambar 18. Dimensi jembatan Kartanegara, Kalimantan Timur (Kementerian PU, 2001).
Sesuai Buku "Konstruksi Indonesia" Terbitan (Depkimpraswil) Kementerian PU, Tahun 2003 (Luknanto, 2012) diperoleh informasi sebagai berikut:
Nama Lain : Jembatan Kertanegara - 1
Tipe Bangunan Atas : Jembatan Gantung Rangka Baja. Panjang Bentang Total : 710 M
Panjang Bentang Utama : 470 M
Fabrikasi Rangka Baja : PT. Bukaka Teknik Utama
Kabel Penggantung : dari Canada (tidak disebutkan nama produsen/pabrikan).
Perlindungan Keawetan Kabel : Zinc Galvanized Coated. Bangunan bawah : Pondasi Tiang Pancang Baja. Tinggi Bebas/Vertical Clearence : 45 M.
Ruang Bebas Horizontal : 270 M
Tinggi Tower : 37 M
Berat Tower : 292 Ton.
Metode Konstruksi : Heavy Lifting
Disain : Direktorat Jenderal Bina Marga
Kontraktor : PT Hutama Karya (Persero)
Pengawas : PT. Perentjana Djaja
Lama Konstruksi : 5 Tahun
3.
BAHAN DAN METODE
3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai dengan Juli 2012. Data yang digunakan merupakan data mentah (raw data) dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Pengambilan data dengan menggunakan MultibeamReson Hydrobat dan Side scan sonar Edgetech 4200
dilakukan pada tanggal 29 November hingga 8 Desember 2011 yang berlokasi di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, yaitu di Sungai Mahakam sekitar Jembatan Kartanegara yang runtuh. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Balai Teknologi Survei Kelautan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta. Gambar 19 merupakan peta lokasi penelitian dan tracking dari kapal.
(a)
(b)
Gambar 19. Lokasi penelitian pemeruman (a) dan tracking kapal (b)
3.2.Pengambilan Data Multibeam dan Side scan sonar
Pengambilan data kedalaman dan pencitraan target dasar perairan dilakukan dengan menggunakan instrumen multibeam Reson Hydrobat dan side scan sonar
Edgetech4200 (Gambar 20). Data yang didapatkan merupakan data yang telah terkoreksi terhadap pergerakan kapal seperti pitch, heave, roll dan heading.
Koreksi tersebut dilakukan menggunakan sensor attitude and positioning
CodaOctopus F 180. Akuisisi data multibeam dilakukan menggunakan perangkat lunak PDS 2000 dengan transduser terhubung dengan monitor EIZO S1901 HK, sedangkan untuk side scan sonar, transduser terhubung denganperangkat keras
Portable splash-proof case dan interface & display dari Splash-proof laptop yang sistem operasinya menggunakan Windows XP Pro. Side scan sonar memiliki frekuensi rendah (100 dan 300 kilohertz) dan frekuensi tinggi (400, 600, dan 900 kilohertz) serta dapat dioperasikan untuk mendeteksi hingga kedalaman 2.000 meter. Untuk frekuensi rendah bisa mendeteksi benda ukuran minimal 2,5 meter dengan wilayah pantauan 200 meter persegi. Adapun untuk frekuensi tinggi bisa memantau benda ukuran 0,5 meter dengan wilayah pantauan 100 meter persegi. Sedangakan multibeam reson hydrobat berfrekuensi 160 khz dan memiliki 112
beam dengan maksimum liputannya 200 meter.
Gambar 20. Ilustrasi proses pendeteksian dengan Multibeam dan Side Scan
Posisi transduser dari Multibeam diletakkan di sebelah kiri lambung kapal dan side scan sonar ditarik (towing) di belakang dengan kecepatan rata-rata kapal survei 3 knot. Gambar 21 merupakan gambar offset kapal dari instalasi peralatan
sounding di lokasi penelitian.
(a) (b)
Gambar 21. Offset kapal dari instalasi peralatan survei, tampak atas (a) dan tampak samping (b).
Data yang telah diakuisisi selanjutnya diolah menggunakan perangkat lunak
PDS2000 dan Caris HIPS and SIPS 6.1 untuk data Multibeam dan untuk data side scan sonar menggunakan SonarWeb dan Caris HIPS and SIPS 6.1,sehingga diperoleh data akhir berupa 2 peta batimetri dari multibeam sonar dengan menggunakan software yang berbeda dan gambar target permukaan dasar dari lokasi penelitian dengan dua software yang berbeda pula.
3.3.Pengambilan Data Kecepatan Suara dan Arus
Pengambilan data kecepatan suara di lokasi penelitian digunakan alat yaitu
Sound velocity probes (SVP). Data kecepatan suara yang didapat digunakan sebagai koreksi saat pemeruman. Hal ini dikarenakan gelombang suara merupakan faktor utama dalam pengukuran kedalaman pada instrumen
hidroakustik dan setiap kolom perairan memiliki nilai kecepatan suara yang tidak selalu sama, sehingga dibutuhkan data kecepatan suara yang real time.
Pengukuran kecepatan arus secara langsung (in situ) di perairan survei
digunakan alat berupa Current meter. Pengukuran dimaksudkan agar memperoleh informasi berupa parameter fisik dari perairan, yaitu mengetahui kecepatan arus dari lokasi survei di sungai Mahakam. Parameter fisik ini digunakan untuk pertimbangan dalam pengambilan data, misalnya kecepatan kapal dan arah gerakan kapal saat pemeruman.
3.4. Pemrosesan Data Multibeam
Data multibeam yang diperoleh dari BPPT kemudian diolah dengan menggunkan 2 software yaitu PDS 2000 dan Caris HIPS and SIPS 6.1, selain untuk menghasilkan peta batimetri dari kedua software juga untuk
membandingkan hasil dari keduanya.
(1). Pemrosesan data multibeam di PDS 2000
Data yang diperoleh dari proses akuisisi disimpan dalam *.s7k dan selanjunya diolah untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan yaitu peta batimetri. Langkah awal membuat project baru di PDS2000 sebagai tempat
pemrosesan data, masukkan (load) data yang dibutuhkan seperti kapal (vessel), kecepatan suara, dan pasang surut air (tide). Lakukan konfigurasi project sesuai yang dibutuhkan (description, unit, coordinat system, formats, log files, file history, disk space, alert sound, dan options), data yang akan diolah dimasukkan dan dilakukan kalibrasi (roll, pitch, dan yaw), kalibrasi juga dapat dilakukan ketika editing data. Selanjutnya, masuk ke menu editing untuk dilakukan proses
editing dengan menggunakan menu display dan pilih tipe editing data seperti
manual reject, kecepatan suara, tide dan lainnya. Pilih Multibeam area editing- standard untuk dibuat grid model dan filtrasi data. Setelah selesai editing buka
Grid Model Editor untuk pengaturan warna dan interpolasi data, kemudian data dapat diekspor dalam bentuk JPEG/ GeoTIFF dan ASCII. Gambar 22 merupakan diagram alir pengolahan data multibeam sonar di softwarePDS2000.
Gambar 22. Diagram alir pengolahan data Multibeam pada PDS2000
(2). Pemrosesan data multibeam di Caris HIPS and SIPS 6.1
Tahap awal pengolahan data adalah pembuatan file kapal (Vessel file). Vessel file berisi nilai koordinat setiap sensor yang direferensikan terhadap titik pusat kapal (centre line). Proses berikutnya, yaitu pembuatan proyek baru (create new project) dengan menggunakan vessel file yang telah dibuat. Setelah project
dibuat, data kedalaman dalam bentuk *.s7k diubah menjadi hsf menggunakan menu conversion wizard sehingga data tersebut dapat diproses dalam perangkat lunak Caris HIPS&SIPS 6.1.
Data kedalaman tersebut selanjutnya diproses menggunakan menu swath editor dan subset editor untuk menghilangkan ping atau data beam yang dianggap buruk (pencilan). Attitude editor dan navigation editor kemudian digunakan untuk menghilangkan pengaruh pergerakan dan kecepatan kapal yang memiliki nilai di luar kisaran rata-rata. Setelah editing data dilakukan kemudian dimasukan
parameter-parameter yang mempengaruhi nilai kedalaman, yaitu pasang surut dan kecepatan gelombang suara masing-masing melalui menu load tide dan sound velocity correction. Data-data tersebut kemudian digabungkan (merging) dan membuat Field Sheet baru sebagai tempat data surface batimetri. Selanjutnya, meletakkan surface batimetri tersebut ke field sheet (Generate Base Surface). Setelah itu, dilakukan penyelesaian data surface dengan bantuan menu Recompute
untuk diperoleh hasil akhir berupa peta batimetri. Peta batimetri tersebut
kemudian di-export dalam bentuk ASCII dan GeoTIFF. Sehingga dapat dilakukan
layout pada ArcGIS 9.3. Gambar 23 adalah diagram alir pengolahan data
Gambar 23.Diagram alir pengolahan data Multibeam pada Caris HIPS&SIPS 6.1
3.5.Pemrosesan Data Sidescan sonar
Data Sidescan sonar yang diperoleh berupa *.xtf yang kemudian diolah menggunakan softwareCaris HIPS&SIPS 6.1 dan SonarWeb, sehingga diperoleh hasil berupa gambar target dari dasar perairan dengan hasil pemrosesan yang berbeda dari kedua software tersebut sebagai pembanding dan sekaligus melengkapi dalam interpretasi data Sidescan sonar.
(1). Pengolahan data SSS di Caris HIPS&SIPS 6.1.
Pengolahan data dimulai dari pembuatan vessel file dengan konfigurasi data
side scan sonar dan project baru sebagai tempat pemrosesan data. Dilakukan konversi data SSS dari ekstensi *.xtf ke format hsf File agar dapat diproses di
recompute towfish navigation. Selanjutnya, masuk ke sidescan sonar editor untuk melakukan digitasi dan interpolasi data, serta melakukan koreksi data. Pada
sidescan sonar editor ini, target yang terlihat dilakukan Zooming dan dilakukan koreksi untuk memperjelas, kemudian dilakukan Cropping dan disimpan ke
JPEG, sedangkan untuk menghasilkan Mosaics dilanjutkan membuat field sheet
baru dan generatemosaics, serta diekspor dalam bentuk GeoTIFF (Gambar 24).
Gambar 24. Diagram alir dari pengolahan SSS di CarisHIPS&SIPS 6.1
(2). Pengolahan data SSS di SonarWeb
Data SSS dalam bentuk *.xtf dapat diproses langsung dengan SonarWeb. Langkah pertama adalah membuat project baru untuk data yang akan diolah. Selanjutnya, dilakukan pengaturan File Options yang dibutuhkan dalam
pemrosesan, masukkan data SSS dengan cara add file to project dan tunggu hingga prosesnya selesai. Kemudian dipilih menu Digitize untuk memperoleh
mosaic dan disimpan mosaic yang telah terbentuk.
Pencarian target dipilih menu Targets, dilanjutkan pemilihan line yang akan diamati, dan zoom target jika ditemukan. Selanjutnya, zooming target dapat disimpam ke JPEG dan sekaligus informasinya ke *.txt (Gambar 25).
Gambar 25. Diagram alir pengolahan data SSS di SonarWeb
(3). Ekspor Nilai Amplitudo dari Target
Untuk memperoleh data kuantitatif dari target yang ditemukan maka dilakukan ekspor nilai amplitudo dari trace di mana target diduga berada. Pertama, menentukan selisih waktu dari ping pertama hingga ping dimana target ditemukan dengan bantuan SonarWeb, waktu tersebut digunakan untuk menduga posisi trace dari target.
Kedua, data *.xtf dikonversi ke dalam bentuk segy dengan menggunakan
mengekspor nilai amplitudo di trace dimana target diduga berada dalam bentuk *.txt dan dilanjutkan pendugaan nilai amplitudo dengan menggunakan Microsoft Excel (Gambar 26).
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Profil Kecepatan Suara
Profil kecepatan suara (SVP) di lokasi penelitian diukur secara detail untuk mengurangi pengaruh kesalahan terhadap data multibeam pada saat melakukan pemeruman. Selama pengukuran nilai SVP di lokasi penelitian menunjukan peningkatan seiring dengan meningkatnya kedalaman (Gambar 27). Sumbu x pada gambar tersebut merupakan cepat rambat gelombang akustik sementara itu sumbu
y merupakan kedalaman pengukuran.
Gambar 27. Sound velocity profile di lokasi penelitian
Hasil pengukuran SVP menunjukan kecepatan suara terendah terjadi pada kedalaman 1 meter, yaitu sebesar 1.506,39 m/s dan kecepatan suara tertinggi sebesar 1.507,09 m/s terjadi pada kedalaman 47 meter serta terjadi fluktuasi
besarnya nilai kecepatan suara di kedalaman 3 meter hingga 15 meter. Secara umum nilai cepat rambat gelombang akustik di lokasi penelitian memiliki nilai yang lebih kecil di permukaan apabila dibandingkan dengan dasar perairan.
4.1.2.Pengukuran arus sungai Mahakam
Tabel 1 merupakan hasil pengukuran in situ arus pada waktu dan kedalaman yang berbeda di lokasi survei.
Tabel 1. Nilai kecepatan arus sungai Mahakam di lokasi penelitian
Hasil pengukuran terlihat bahwa nilai kecepatan arus tinggi berada di kedalaman 10 hingga 15 meter dan nilai kecepatan arus lebih rendah berada di permukaan atau pada kedalaman 2 hingga 5 meter pada tiap waktu pengambilan data. Kisaran nilai kecepatan arus 0,301 meter/detik hingga 0,766 meter/detik.
Time Kedalaman (m) Kec. Arus (m/s) Direction (0)
7:50 2 0,416 201 5 0,766 195,8 10 0,590 183 15 0,648 182.2 10:55 2 0,590 204 5 0,532 203 10 0,648 199,7 15 0,706 198 16:14 2 0,301 224 5 0,301 242,4 10 0,359 22,9 15 0,648 237
4.1.3. Topografi dasar perairan survei
Pengolahan data multibeam dengan menggunakan 2 software yang berbeda, yaitu CarisHIPS&SIPS 6.1 dan PDS2000 diperoleh hasil berupa tampilan 2 dimensi dan 3 dimensi topografi dasar perairan dari lokasi penelitian. Software PDS2000 merupakan software bawaan langsung dari instrumen multibeam Reson Hydrobat yang digunakan dalam proses pemeruman batimetri. Sehingga, hasil dari pengolahan di CarisHIPS&SIPS 6.1 digunakan sebagai pembanding dalam interpretasi data topografi dasar perairan survei. Reson Hydrobat adalah
multibeam sonar yang beroperasi pada frekuensi 160 kHz yang mencakup luas petak 4 kali dari kedalamannya, dengan jumlah beam 112 dan lebar sapuan 1200, serta memiliki kisaran 1 meter hingga 200 meter dengan memiliki stabilitas roll.
Nilai keakuratan data yang diperoleh selama akuisisi dijaga agar selalu tinggi. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan peta batimetri yang akurat. Berdasarkan ketentuan IHO Tahun 2008, lokasi penelitian termasuk dalam orde 1. Hal ini dikarenakan lokasi penelitian berada pada kedalaman kurang dari 100 meter. Gambar 28 merupakan hasil pengolahan dengan menggunakan software PDS2000.
(a)
(b)
Gambar 28. Topografi dasar 2D (a) dan 3D (b) dari sungai Mahakam di lokasi penelitian dengan menggunakan softwarePDS2000
Pada Gambar 28 dapat kita ketahui bahwa bentuk topografi dasar dari
perairan survei adalah membentuk cekungan di bagian tengah, dengan kedalaman tertinggi berada di daerah cekungan yaitu 58,15 meter dan memiliki kedalaman terendah sebesar 4,18 meter. Gambar di atas dapat diketahui pula bahwa semakin biru tampilan dari gradasi warnanya maka semakin tinggi pula nilai
kedalamannya.
Hasil dari pengolahan dengan menggunakan software CarisHIPS&SIPS 6.1
hanya diperoleh tampilan 2 dimensi topografi dasar perairan dari lokasi survei dengan bentuk yang tidak jauh berbeda dengan hasil pengolahan di PDS2000
(Gambar 29).
Gambar 29. Topografi 2 dimensi dari dasar sungai Mahakam di lokasi penelitian dengan menggunakan software CarisHIPS&SIPS 6.1.
Pada Gambar 29 dapat diketahui bahwa semakin biru tampilan warnanya berarti semakin dalam pula kedalamannya. Dari hasil tersebut diperoleh nilai kedalaman terendah yaitu 4,0719 dan tertinggi 56,1952 dengan pola membentuk cekungan di bagian tengah dari topografinya.
4.1.4. Hasil pendeteksian target dasar perairan
Target di dasar perairan dapat diketahui dengan jelas dengan
menggunakan instrumen Side Scan SonarEdgetech 4200. Pengolahan data SSS dilakukan pada dua software yaitu software CarisHIPS&SIPS 6.1 dan SonarWeb. Gambar 30 dan Tabel 2 merupakan hasil pengolahan data side scan sonar dengan menggunkan CarisHIPS&SIPS 6.1 beserta informasinya.
Tabel 2. Hasil deteksi target dari data SSS di CarisHIPS&SIPS 6.1
No. Gambar Target Keterangan
1. Posisi : 00-26-41.30S dan 117-00-12.14E, 00-26-42.09S dan 117-00-09.53E
Size : P= 86,05 m dan L =7,15 m,
Kedalaman : 31,07 – 43,11 m
Bentuk : Rangka jembatan
Target di line 20111129145155H
2. Posisi : 00-26-40.21S dan 117-00-08.67E