• Tidak ada hasil yang ditemukan

KALIMAT DALAM WACANA 1 Wacana

Dalam dokumen SINTAKSIS BAHASA INDONESIA tahun II (1) (Halaman 77-81)

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA

KALIMAT DALAM WACANA 1 Wacana

Satuan bahasa yang terdiri dari sebuah kaliamt atau beberapa kalimat yang menyatakan satu pesan atau satu amanat yang utuh, atau sering disebut juga diskursus. Sebuah wacana sebagai satuan terbesar dalam kajian sintaksis dapat berupa satu kalimat, seperti ungkapan. Namun lazimnya sebuah wacana terdiri dari beberapa atau sejumlah kalimat. satuan wacana terkecil yang dibangun oleh sejumlah kalimat adalah sebuah paragraf. Maka, yang disebut dengan wacana disini adalah yang memiliki satuan paragraf.

Setiap paragraf memiliki sebuah pikiran pokok, dan sejumlah pikiran penjelas mengenai pikiran pokok itu. Pikiran pokok itu direalisasikan dalam sebuah kalimat utama, yang selalu berwujud kalimat

2. Sarana Pengaitan Kalimat

Pengaitan sebuah kalimat dengan kalimat lain di dalam sebuah wacana (paragraf) dapat dilakukan dengan melalui sarana atau alat: (1) konjungsi; (2) penunjukan; (3) kata ganti; (4) perapatan; (5) padanan kata; (6) lawan kata; (7) hiponimi; (8) kesamaan tema; dan (9) kesejajaran. (1) Konjungsi

Konjungsi merupakan penghubung kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya dalam sebuah klausa.

a) konjungsi yang menyatakan simpulan, yaitu konjungsi jadi, maka (makanya) kalau begitu, dengan demikian, dan begitulah.

Contoh:

Bulan lalu Rita meminjam uang saya Rp. 57.000,- sekarang meminjam lagi Rp. 13.000,- jadi hutangmu semua berjumlah Rp. 70.000,-. b) Konjungsi yang menyatakan sebab atau alasan. Kata-kata yang sering digunakan adalah sebab itu, karena itu, oleh karena itu, dan itulah sebabnya. Contoh:

Dulu dia pernah menipu ibu saya; kemarin dia membohongi saya pula. Itulah sebabnya mengapa saya benci kepadanya.

c) Konjungsi yang menyatakan waktu. Kata-kata yang sering digunakan yakni sebelum itu, sesudah itu, dan sementara.

Contoh:

Kami baru saja selesai membangun balai pertemuan ini. Sebelum itu, kami telah berhasil merehab masjid tua itu.

d) Konjungsi yang menegaskan atau menguatkan. Biasanya menggunakan konjungsi itupun, lagipula, apalagi, selain itu, dan tambahan lagi.

Contoh:

Anaknya itu memang nakal. Apalagi kalau tidak ada ibunya. e) Konjungsi yang menyatakan pertentangan. Biasanya menggunakan konjungsi

sebaliknya, dan berbeda dengan. Contoh:

Orang-orang bergembira pada hari raya lebaran itu. Berbeda dengan anak itu yang sedih karena baru ditinggal mati ibunya.

digunakan adalah kata ganti tunjuk (pronomina demonstrativa) itu dan ini. Kata ganti tunjuk itu digunakan untuk menunjuk sesuatu yang jauh dan kata ganti tunjuk ini digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dekat. Penunjukkan dapat juga dilakukan dengan menggunakan kata disana dan disini.

Contoh:

Kalau kamu rajin belajar, rajin beribadah, dan taat pada orang tua, tentu hidupmu akan bahagia. Ini kukatakan kepadamu karena kamu sudah kuanggap sebagai adikku sendiri.

(3) Kata Ganti (Pronomina Persona)

Kata ganti digunakan untuk menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dalam satu wacana adalah kata ganti orang ketiga, baik tunggal maupun jamak, yaitu kata ganti dia, ia, nya, dan mereka. Termasuk kata beliau, almarhum, dan almarhumah.

Contoh:

Pangeran Diponegoro adalah seorang pahlawan nasional yang telah berjuang melawan penjajahan Belanda di Jawa Tengah. Beliau meninggal jauh dari tanah kelahirannya.

(4) Perapatan

Perapatan merupakan penghilangan unsur yang sama antara kalimat sebelum dan kalimat sesudahnya atau yang mengikutinya. Perapatan juga dapat digunakan untuk mengaitkan dua buah kalimat dalam sebuah wacana.

Contoh:

Saya baru beberapa hari disini. Belum punya kenalan, belum kemana-mana. (5) Padanan Kata

Kata atau frase yang maknanya berpadanan dengan kata atau frase lain dapat digunakan untuk menghubungkan atau mengaitkan dua buah kalimat di dalam sebuah wacana.

hadiah nobel itu pernah gagal ujian masuk universitas. (6) Lawan Kata

Kata atau frase yang maknanya berlawanan, bertentangan, beroposisi, atau berkontras dapat digunakan untuk mengaitkan dua buah kalimat di dalam sebuah wacana.

Contoh:

Hidup di kota besar sibuk, penuh dengan rasa khawatir, dan ribut. Hidup di desa tenang, aman, dan tentram.

(7) Hiponim

Dua buah kata yang berhiponim (mempunyai hubungan sebagai spesifik dan generik) dapat juga digunakan sebagai alat pengait antara dua buah kalimat di dalam sebuah wacana.

Contoh:

Banyak peternak ayam di Jabodetabek mengeluh karena kalah bersaing dengan para pengusaha besar. Sudah tiba saatnya parapeternak unggas untuk mendirikan koperasi.

(8) Kesamaan Tema

Kesamaan tema atau pokok masalah dapat juga digunakan untuk menghubungkan dua buah kalimat dalam sebuah klausa.

Contoh:

Pedagang-pedagang Cina selalu berusaha tidak berusaha tidak mengecewakan pembeli. Maka tidak usah heran kalau mereka tidak pernah kehilangan pelanggan. (9) Kesejajaran

Kesejajaran atau paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang dibentuk dengan cara menyusun beberapa kalimat dengan unsur-unsur yang sama atau hampir sama, baik mengenai jumlah, isi, maupun pola kata yang digunakan. Kesejajaran juga dapat digunakan untuk menghubungkan dua kalimat di dalam sebuah wacana.

Contoh:

Rajin pangkal pandai. Hemat pangkal kaya. 3. Struktur Kalimat Dalam Wacana

tersebut harus memiliki keutuhan wacana itu yang kalimatnya harus selalu memiliki kaitan antara satu dengan yang lainnya. Untuk itu, kalimat di dalam suatu wacana strukturnya bisa bermacam-macam antara lain: 1) Kalimat sederhana yang dibangun oleh sebuah klausa sederhana dengan

susunan biasa (subjek, predikat, objek, dan keterangan).

2) Kalimat luas, baik yang terjadi akibat penambahan keterangan pada fungsi- fungsi sintaksisnya, maupun akibat penggabungan secara koordinatif, maupun penggabungan secara subordinatif.

3) Kalimat dengan urutan fungsi yang tidak biasa, misalnya kalimat inversi, kalimat pasif dengan objek pelaku di depan, dsb.

Contoh: Oleh pemerintah RUU itu diajukan kepada DPR.

4) Kalimat yang konstituennya hanya berupa sebuah kata, seperti dalam kalimat imperatif singkat, dsb.

Contoh: Tembak!

5) Kalimat yang konstituennya berupa frase seperti yang terdapat dalam kalimat interogatif singkat, kalimat jawaban singkat, dsb.

Contoh: Mau makan? Tentu saja.

6) Kalimat yang konstituen dasarnya berupa klausa “buntung” yakni klausa tidak lengkap.

Contoh: Saya baru dua hari di Surabaya. Belum kemana-mana. Belum jalan- jalan.

7) Kalimat lanjutan, yakni kalimat yang diawali dengan konjungsi koordinatif. Contoh: ... Dan dia sendiri tidak tahu apa-apa.

8) Kalimat sampingan, yakni kalimat yang diawali dengan konjungsi subordinatif. Contoh: ... Walaupun dia punya uang cukup.

BAB XI

Dalam dokumen SINTAKSIS BAHASA INDONESIA tahun II (1) (Halaman 77-81)

Dokumen terkait