• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kampung Jetisharjo

Dalam dokumen Toponim Kota Yogyakarta (Halaman 171-176)

Kecamatan Jetis

3. Kampung Jetisharjo

Nama Jetis yang terdapat dalam nama Kampung Jetisharjo berhubungan dengan dunia flora. Lema “jethis” adalah sinonim dari kata “siyung”. Kamus Bausastra Jawa yang disusun Poerwadarminta tahun 1939 menjelaskan dua arti yang terkandung dalam terminologi siyung: untu lancip (antarane bam karo untu ngarêp); irah-irahan (perangan) ing bawang. Dari dua arti ini, yang sealur dengan sejarah lokal Kampung Jetis ialah perkara bawang. Tafsir historisnya, daerah tersebut di masa lampau ditumbuhi tanaman bawang. Maka, segenap warga bersepakat membangun identitas nama Kampung Jetis.

Sedangkan toponim Kampung Jetisharjo yang masuk wilayah Kelurahan Cakradiningratan dapat ditelusuri riwayatnya melalui akar kata: jetis dan arjo. Istilah “arja” merujuk pustaka berjudul Têmbung Kawi Mawi Têgêsipun garapan Wintêr (1928) memuat arti prayogi, rahajêng, pantês, wêwulang, bêning, mulya, raras, dan bagus. Dari uraian makna dua istilah itu, dapat diterangkan Jetisharjo adalah di lokasi tersebut tempo dulu tumbuh bawang yang bermutu. Masyarakat setempat tanpa ragu menamai daerah itu dengan sebutan Jetisharjo.

Memang, tanaman bawang atau bawang putih (Allium sativum) sedari lama telah menyatu dengan kehidupan orang Jawa, terutama untuk urusan dapur dan pengobatan tradisional. Contoh gamblang sewaktu ibu-ibu menggoreng tempe, tahu, atau ikan sering hanya dibumbui bawang dan garam sudah terasa enak dan keluarganya doyan. Bawang putih sudah lama dikenal, dan melintasi jagad. Orang Mesir kuna menamai bawang putih: khicfjana. Warga Spanyol menyebut qjo. Masyarakat Jerman menyebut

knoblauc. Dan penduduk Cina menamai suan.

Pakar botani Imam Budi Santosa (2017) mencuplik cerita kuno para pekerja pembuatan piramida di Mesir acap diberi makanan yang mengandung bawang putih demi menjaga stamina mereka. Di tlatah Jawa ada berbagai varietas bawang putih yang dibudidayakan, seperti jenis Tawangmangu, lumbu hijau, lumbu kuning, Cirebon, dan lainnya. Tapi mayoritas ditanam pak petani adalah jenis lumbu hijau dan lumbu kuning. Bawang putih sesungguhnya bisa digarap di dataran rendah maupun tinggi. Namun kenyataannya pertanaman bawang masih banyak dilakoni di pegunungan. Pasalnya, untuk menghasilkan produksi berkelas, bawang putih perlu curah hujan 100-200 mm/ bulan. Terlampau banyak hujan gampang busuk, tapi jika kurang hujan pertumbuhannya

terganggu (kerdil). Bawang putih menghendaki sinar mentari bersuhu 18-25° C. Sementara untuk kelembaban berkisar 60-70%.

Bawang putih menjadi salah satu komoditi pertanian penting yang laku keras di pasaran Jawa, Indonesia maupun luar negeri. Sebagai komoditi niaga yang dicari orang, lumrah para petani mengawetkan bawang putih setelah dipanen. Lazimnya dengan mengeringkan atau menjemur dibawah guyuran sinar mentari. Ada pula yang memakai pengasapan. Caranya, menaruh ikatan bawang putih di atas tungku dapur tradisional. Sedangkan cara modern, pengeringan menggunakan pemanasan listrik (oven).

Selain bumbu masak, bawang putih digunakan pula sebagai bahan jamu atau pengobatan tradisional. Seperti mengobati sakit gigi, dimakan mentah menurunkan tekanan darah tinggi, pembuatan pupuk tapal untuk bayi, obat sakit perut (masuk angin), campuran minyak urut untuk keseleo, dan lainnya. Kepercayaan Jawa mengajarkan pemakaian bawang putih menangkal gangguan roh jahat. Bawang dibungkus bersama jarum atau peniti dibawa ibu hamil atau ditaruh dekat tempat tidurnya bayi. Dari realitas aneka fungsi bawang bagi manusia Yogya dan dijumpai tanaman bawang putih yang berkualitas, sehingga mendorong lahirnya toponim Kampung Jetis dan Jetisharjo.

Sumber: h ttp s://w w w.g oogle.c o.id/map s Lokasi Kampung Jetisharjo

Kelurahan Bumijo: Kampung Bumijo, Pingit, dan Badran

1. Kampung Bumijo

Secara administratif kewilayahan Kampung Bumijo berada dalam wilayah Kecamatan Jetis. Sisi barat bersisihan dengan Kampung Gowongan, dan bagian utara dibatasi Kampung Sitisewu. Merujuk literatur lama, toponim Kampung Bumijo berkaitan dengan jenis pegawai kerajaan yang pernah muncul di masa lampau. Bumijo singkatan dari bumi sing rejo (tanah yang makmur dengan segala tanaman yang tumbuh di atasnya). Dalam struktur pemerintahan kerajaan Jawa, bumijo merupakan abdi dalem yang mengurusi perkara tanah sawah (juru sabin), juru bendung, juru taman, tukang tanam pohon, dan tukang menghias dengan tanaman. Tokoh yang pernah menduduki bumijo adalah Radèn Tumênggung Mangkuyuda. Saking loyalnya, diberilah ia tanah lungguh oleh pembesar istana seluas 1500 karya. Sedangkan Radèn Tumênggung Mangkupraja yang menahkodai wadana bumi disodori tanah 1400 karya.

Konsep nama bumijo sudah ada di era Sultan Agung seperti dikisahkan dalam pustaka

Widya Pradana: Karaton nagari ing Mantawis. Jaman panjênênganipun nata Kangjêng Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma, antawis jumênêng angsal kalih taun amarêngi ing taun Jawi 1555,

Gapura Kampung Jetisharjo (kiri) dan suasana di Kampung Jetisharjo (kanan)

Sumber: Sur

vei t

ing nalika punika Ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan Agung karsa amerang-merang siti dhusun jawi rangkah ing kitha Mantawis. Ingkang botên kalêbêt siti tanah môncanagari, kados ing ngandhap punika pratelanipun: (1) Tanah ing Pagêlèn, kaperang dados kalih duman. Ingkang saduman kawastanan siti sèwu, ingkang saduman kawastanan siti numbakanyar (2) Tanah ing Kêdhu, kaperang dados kalih duman. Ingkang saduman kawastanan siti bumi, ingkang saduman kawastanan siti bumija (3) Tanah ing Pajang kaperang dados kalih duman. Ingkang saduman kawastanan siti panumping, ingkang saduman kawastanan siti panêkar (4) Tanah antawising Dêmak akalihan Pajang, kawastanan siti agêng, sadaya punika dados gêgadhuhanipun lalênggahing para abdi dalêm Bupati jawi sapanêkaripun.

Terjemahan bebasnya: Kerajaan Mataram Islam. Periode Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma, kurang lebih 2 tahun selama bertahta pada tahun Jawa 1555. Kala itu Sultan Agung berkehendak membagi tanah desa di luar batas kota Mataram. Yang tak termasuk kawasan luar daerah, yaitu (1) Tanah Pagelen, dibagi jadi 2 bagian. Bagian pertama disebut siti sewu, yang kedua dinamai siti numbakanyar (2) Tanah Kedu, dibagi jadi 2 bagian. Pertama disebut siti bumi, sedangkan kedua adalah siti bumija (3) Tanah Pajang diiris jadi 2 bagian. Pertama istilahnya siti panumping, dan yang kedua ialah siti

panekar (4) Tanah di antara Demak dan Pajang dinamai siti ageng. Semua itu dimiliki dan

ditempati para abdi dalem Bupati Jawi bersama bawahannya.

Dari cukilan fakta historis lima abad tersebut, menunjukan Bumijo di tlatah Yogyakarta merupakan warisan sejak Sultan Agung mendirikan dinasti Mataram Islam. Petinggi istana Kasultanan menyadari pentingnya Bumijo untuk kontrol wilayah, maklum jika kemudian hari dipakai sebagai nama sebuah daerah.

Lokasi Kampung Bumijo Sumber: h ttp s://w w w.g oogle.c o.id/map s Suasana Kampung Bumijo Sumber: Sur vei t ahun 2019

Dalam dokumen Toponim Kota Yogyakarta (Halaman 171-176)

Dokumen terkait