• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kampung-kampung Lainnya

Dalam dokumen buku 1 dinamika kampung kota (Halaman 68-74)

BAB III PERSEBARAN KAMPUNG-KAMPUNG DI KOTA

C. Kampung-kampung Lainnya

Purbayan. Pada masa lalu Kampung Purbayan merupakan tempat

kediaman Pangeran Purubaya, putera Penembahan Senopati.

Trunajayan. Dahulu Kampung Trunajayan ini merupakan tempat

kediaman dari Pangeran Trunajaya.

Samakan. Kampung Samakan tersebut pada tempo dulu merupakan

tempat permukiman penduduk yang pekerjaannya menyamak kulit.

Lor Pasar. Dahulu Kampung Lor Pasar ini merupakan tempat yang

terkait dengan keberadaan kediaman Mas Ngabehi Loring Pasar, putra Pemanahan yang bertempat tinggal di sebelah utara pasar (lor ing pasar).

Jagaragan. Kampung Jagaragan dulunya merupakan tempat

kediaman Pangeran Jagaraga, putera Panembahan Senopati.

Prenggan. Kampung Prenggan merupakan tempat bermukim

Pangeran Pringgalaya, seorang putra Panembahan Senopati.

Pandheyan. Kampung Pandheyan merupakan tempat bermukim

orang-orang yang pada masa Kerajaan Mataram melayani pembuatan perkakas dari besi (pandhe).

Baharen. Kampung Baharen merupakan tempat tinggal tokoh ulama

Kyai Buchari. Beliau ini adalah ulama yang bertugas sebagai guru mengaji keluarga raja.

Bumen. Kampung Bumen ini sebenarnya merupakan kependekan

dari Mangkubumi. Nama tersebut ada hubungannya dengan tempat kediaman Pangeran Mangkubumi, saudara dari Panembahan Senopati.

Mutihan. Kampung Mutihan dulunya merupakan tempat permu-

kiman kelompok abdi dalem mutih atau alim ulama.

Jayapranan. Kampung Jayapranan dulunya merupakan tempat

tinggal Pangeran Jayaprana. Beliau adalah penasehat Ki Juru Mertani.

Singosaren. Kampung Singosaren dulunya merupakan tempat

kediaman Pangeran Singosari, saudara dari Panembahan Senopati.

Tegalgendu. Kampung Tegalgendu pada masa itu merupakan tempat

Sayangan. Kampung Sayangan merupakan tempat permukiman Sayang, yakni penduduk yang mempunyai pekerjaan membuat peralatan dari bahan tembaga.

Mranggen. Kampung Mranggen dulunya merupakan tempat

bermukim penduduk yang mata pencahariannya membuat sarung atau

warangka keris, tombak, dan ukiran (mranggi).

Kauman. Kampung Kauman dulunya terkenal sebagai tempat

permukiman dari para kaum atau ulama.

Jagalan. Kampung Jagalan pada waktu dulu merupakan tempat

bermukim penduduk yang bekerja sebagai penyembelih ternak (jagal).

Mandarakan. Kampung Mandarakan adalah kampung tempat

kediaman Adipati Mandaraka. Beliau adalah patih sekaligus bertindak sebagai penasehat Panembahan Senopati.

2. Rejowinangun

Jawilagan. Kampung Jawilagan merupakan tempat kediaman cikal

bakal, Demang Jayawilaga. Di lokasi tersebut terdapat patung Nogobondho

(tempat pemandian). Sampai sekarang sumber air (umbul) masih ada. Lokasinya berada di tepi sungai Gajahwong.

Peleman. Kampung Peleman terkait dengan keberadaan pohon

mangga (pelem). Di bagian barat kampung tersebut terdapat reruntuhan benteng-terusan dari Pesanggrahan Rejowinangun.

Pilahan. Nama Kampung Pilahan berasal dari kata ”pilah” yang

artinya memisahkan, yaitu tempat membagi hasil panen untuk kerajaan dan petani.

3. Purbayan

Sokowaten. Kampung Sokowaten ini mungkin dulunya merupakan

tempat kediaman Pangeran Sukowati, putera Panembahan Senopati.

Jembegan. Kampung Jembegan dahulu merupakan tempat bermuara-

Gedongan. Dulu kampung Gedongan ini merupakan tempat bermukim dan makam dari Kyai Gedong yang bertugas menjaga gedong pusaka.

Selakraman. Kampung Selakraman dulunya merupakan tempat

kediaman dari para ulama keraton.

Dolahan. Nama Kampung Dolahan terkait dengan keberadaan

makam seorang tokoh bernama Dullah atau Abdullah.

Alun-alun. Dulu ini merupakan bekas Alun-alun Keraton Kotagede.

Sekarang ini menjadi permukiman penduduk dan bangunannya banyak yang berupa joglo kuno.

Basen. Kampung Basen berasal dari kata ”ngebas” artinya mandor.

Mungkin ini dulunya merupakan tempat permukiman para mandor.

Cokroyudan. Kampung Cokroyudan dulunya merupakan tempat

kediaman dari Tumenggung Cakrayuda.

Tempel. Kampung Tempel ada kaitannya dengan fenomena

banyaknya toko yang menempel dalam deretan bangunan.

Baluwarti. Nama Kampung Baluwarti ini menunjukkan bahwa

dulunya tempat tersebut merupakan bekas benteng keliling keraton.

Daleman. Kampung Daleman ini merupakan kediaman atau kedhaton

dalem Panembahan Senopati. Saat ini merupakan Makam Hastarengga

(trah Hamengku Buwono VIII). Di sini juga tempat peninggalan benda- benda yang dikeramatkan, seperti watu gilang dan watu gatheng.

Payungan. Terkait dengan Kampung Payungan ini ada yang

berpendapat sebagai tempat parkir kereta keraton. Versi lain menyebutnya sebagai tempat membuat payung keraton.

4. Prenggan

Kitren. Nama Kampung Kitren berasal dari kata ”kitri” yang artinya

sebidang tanah yang dihadiahkan kepada para abdi dalem.

Darakan. Ini merupakan kependekan dari Mondorokan. Dulunya

kampung tersebut merupakan tempat kediaman Patih Mondoroko, penasehat Raja Mataram.

Patalan. Kampung Patalan terkait dengan tempat yang dulu banyak pohon tal (rontal) mirip pohon aren. Dulu setiap ada narapidana yang dihukum mati akan digantung di pohon tal ini.

Tegalgendu. Kampung Tegalgendu berkaitan dengan tempat

permukiman penduduk Kotagede yang disebut ”kalang” yang terkenal sebagai pedagang kaya-raya (blegendhu), seperti pengusaha emas dan perak.

Depokan. Kampung Depokan berasal dari kata ”depok”. Konon,

putra Senpati (Raden Rangga) ditendang (didhupak) oleh Penembahan Senopati hingga mental ke suatu tempat.

Pekaten. Kampung Pekaten pada tempo dulu merupakan tempat

kediaman pekatik, abdi dalem yang mengurus kuda.

Krintenan. Kampung Krintenan dulunya merupakan tempat

permukiman ahli atau pengrajin intan (inten).

Sendok Indah. Kampung Sendok Indah menempati lokasi yang

berupa cekungan atau ledhokan. Sekarang diperuntukkan sebagai permukiman Sendok Indah karena ada cekungan menyerupai sendok.

Nyamplungan. Dinamakan Kampung Nyamplungan karena pada

waktu dulu di tempat tersebut terdapat banyak pohon nyamplung.

D. Kampung-kampung Baru

Konsekuensi logis dari proses tumbuh dan berkembangnya kota adalah munculnya kampung-kampung baru. Tentu saja keberadaan kampung baru tersebut dapat melengkapi kampung-kampung yang menjadi bagian tata kota lama. Manakala dilihat dari namanya, hal ini

merupakan sebuah fenomena baru atau spesiik untuk suatu daerah

tertentu. Nama-nama tersebut ada yang menggunakan nama-nama tanaman yang terkesan khas dan unik.

Adapun nama-nama kampung baru tersebut adalah sebagai berikut: Ketandan, Ngupasan, Serangan, Bestalan, Pakuncen, Pathuk, Mancasan, Kuncen, Gampingan, Kleben, Tegalmulyo, Tegalsari, Ngadimulyo, Kedungkebo, Tegalrejo, Pingit, Bulurejo, Kranggan, Jetis, Gondolayu,

Kleringan, Jenggotan, Badran, Demangan, Pengok, Klitren, Jalan Langensari, Terban (Jalan Cornel Simanjuntak, Jalan Cik Di Tiro, Jalan RA. Kartini, Jalan Sam Ratulangi, Jalan Herman Yohanes).

Nama kampung baru lainnya adalah Kotabaru (Jalan Abu Bakar Ali, Jalan Ahmad Jajuli, Jalan Suroto, Jalan Laksamana Muda Yos Sudarso), Baciro (Jalan Melati, Jalan Kompol Bambang Suprapto, Jalan Mojo), Bausasran (Jalan Bausasra, Jalan Lempuyangan, Jalan Hayam Wuruk atau Jalan Lempuyang Wangi, Jalan Dr. Sutomo), Ronodigdayan, Tegal Panggung, Tukangan, Tegal Kemuning, Sayidan, Mergangsan, Kintelan, Karangkajen, Karanganyar, Lowano, Green House, Warung Boto, Pandean, Sorosutan, Glagah, Timoho, Pakel, Gayam, dan Ngasem.

Sekarang ini banyak kampung di Kota Yogyakarta mendapat nama sesuai fungsi kampung tersebut untuk warga penghuninya. Misalnya beberapa kampung dibenahi sesuai tujuan sebutan kampung bersangkutan. Misalnya kampung budaya, kampung ramah anak, kampung wisata, kampung gotong royong, kampung cyber, dan masih banyak sebutan untuk kampung.

Dalam dokumen buku 1 dinamika kampung kota (Halaman 68-74)

Dokumen terkait