• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Kandungan dan Hasil Antosianin Beras Pada Berbagai Lokasi Tumbuh Berbeda

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

pada 20 genotip dan 3 lokasi

6.4. Uji Kandungan dan Hasil Antosianin Beras Pada Berbagai Lokasi Tumbuh Berbeda

6.4.1. Kandungan Antosianin Beras

Pada Lampiran 12 nampak bahwa analisis ragam gabungan terhadap pengaruh genotipe, lingkungan menunjukkan perbedaan nyata terhadap kandungan antosianin beras, tetapi tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata pada interaksi genotipe x lingkungan. Pada Tabel 27 nampak bahwa genotipe G9 memiliki kandungan antosianin

beras tertinggi yaitu sebesar 16,84 ppm, kemudian diikuti oleh genotipe G15 sebesar 16,60 ppm. Genotipe yang memiliki kandungan antosianin rendah adalah G1 dengan kandungan 5,36 ppm.

Tabel 27. Rerata kandungan antosianin (ppm) genotipe padi beras merah pada tiga Lokasi Berbeda

No Perlakuan Kandungan antosianin beras (ppm)

A Genotipe 1 G1 5.36 j 2 G2 7.70 h 3 G3 7.58 h 4 G4 6.55 i 5 G5 11.47 f 6 G6 8.33 g 7 G7 7.85 h 8 G8 13.39 d 9 G9 16.84 a 10 G10 15.70 c 11 G11 16.39 ab 12 G12 15.95 bc 13 G13 11.96 e 14 G14 16.60 a 15 G15 11.49 f 16 G16 (Piong) 15.96 bc 17 G17(Angka) 13.43 d 18 G20 (Aik Sibondang) 15.96 bc Rerata 12,14 B Lokasi 12,14 1 Dataran Rendah 11,51 c 2 Dataran Medium 12,02 b 3 Dataran Tinggi 12,88 a Rerata 12,14

Keterangan : Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 1%

Rerata Kandungan antosianin beras tertinggi terdapat pada penanaman di Lokasi Dataran Tinggi kemudian diikuti di dataran medium dan dataran rendah dengan rerata nilainya secara berurutan adalah 12,88 ppm, 12,02 ppm dan 11,51 ppm.

6.4.2. Hasil Antosianin Beras

Pada Lampiran 13 nampak bahwa analisis ragam gabungan terhadap pengaruh genotipe, lokasi menunjukkan perbedaan nyata terhadap kandungan antosianin beras, demikian pula terhadap interaksi genotipe x lokasi.

Hasil antosianin per ha untuk setiap genotipe di masing-masing lingkungan dapat dilihat pada Tabel 28. Rata-rata hasil antosianin beras di lokasi dataran tinggi

adalah 9,56 gram/ha, hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rerata hasil di lokasi dataran rendah dan dataran medium, berturut-turut yaitu 33,27gram/ha dan 46,04 gram/ha. Pada lokasi dataran tinggi, genotipe G9 mempunyai rerata hasil tertinggi, yaitu 27,73 gram/ha. Hasil terendah diperoleh pada G3 yaitu 3,28 gram/ha. Pada lokasi dataran rendah, genotipe G14 mempunyai rerata hasil antosianin tertinggi yaitu 64,72 gram/ha. Hasil terendah diperoleh pada genotipe G6 yaitu 13,59 gram ton/ha.

Pada lokasi dataran medium, genotipe G12 dan G10 mempunyai rerata hasil antosianin tertinggi yaitu secara berurutan 69,10 dan 79,91 gram/ha. Hasil terendah diperoleh pada genotipe G1 yaitu 22,00 gram/ha.

Tabel 28: Rerata hasil antosianin (gram/ha) pada genotipe padi beras merah di tiga Lokasi

No Genotipe Lingkungan

Dataran Rendah Dataran Medium Dataran Tinggi

1 G1 14.91 ef(B) 22.00 de(A) 4.97 gh(C)

2 G2 19.51 de(B) 24.86 de(A) 6.43 gh(C)

3 G3 22.10 de (B) 30.41 cd(A) 3.28 I (C)

4 G4 21.41 de (A) 22.47 de(A) 5.26 gh(B)

5 G5 26.81 de(B) 44.62 bc(A) 14.57 ef(C)

6 G6 13.59 ef(B) 32.97 cd(A) 5.50 gh(C)

7 G7 17.93 ef(B) 35.16 cd(A) 12.53 ef(B)

8 G8 41.19 bc(A) 45.45 bc(A) 4.01 i(B)

9 G9 27.56 de(B) 61.77 ab(A) 27.73 ce(B)

10 G10 58.31 ab(B) 79.91 a(A) 7.43 g(C) 11 G11 40.01 bc(B) 59.28 ab(A) 9.30 efg(C) 12 G12 50.66 bc(B) 69.10 a(A) 9.17 efg(C) 13 G13 35.59 cd(B) 46.74 bc(A) 7.21 gf(C) 14 G14 64.72 a(B) 54.35 ab(B) 8.44 fg (C) 15 G15 18.09 de(B) 43.40 bc(A) 7.45 g(C)

16 G16 (Piong) 38.65 cd(B) 61.35 ab(A) 11.09 ef(C) 17 G17(Angka) 42.98 bc(A) 35.87 cd(B) 15.47 ef(C) 18 G20 (Aik Sibondang) 44.85 bc(B) 59.07 ab(A) 12.14 ef(C)

Rerata 33.27 46.04 9.56

Keterangan : Angka-angka dalam kolom yang didampingi oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata; angka-angka dalam baris yang di damping oleh huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 1%

6.4.3. Kandungan dan Hasil Antosianin Beras Pada Genotipe dan Lingkungan Tumbuh Hasil analisis ragam gabungan pengaruh genotipe dan lingkungan menunjukan perbedaan nyata terhadap kandungan antosianin beras, namun tidak menunjukan perbedaan nyata pada interaksi genotipe x lingkungan.

Dari Tabel 27 nampak bahwa kandungan antosianin beras tertinggi di dapat pada genotipe G14 yaitu sebesar 16,60 ppm. Genotipe ini berasal dari hasil persilangan

silang balik tetua Kenya dengan Piong. Jika dibandingkan dengan asal tetuanya yaitu Piong dengan kandungan antosianin yang dimiliki sebesar 15,96 ppm. Maka genotipe G14 mengalami peningkatan kandungan antosianin sebesar 4,86 %. Peningkatan kandungan antosianin ini juga di jumpai pada genotipe G11 dan G9 secara berurutan sebesar sebesar 2,67 % dan 5,23 % (kandungan antosianin G11 adalah 16,39 ppm dan G9 adalah 16,84 ppm).

Dari hasil perkawinan silang balik tetua Kenya dengan Angka tidak dihasilkan peningkatan kandungan antosianin secara nyata jika dibandingkan dengan tetua Angka.

Dari pengaruh lokasi, nampak bahwa kandungan antosianin tertinggi diperoleh pada lokasi dataran tunggi kemudian menurun dengan menurunnya lokasi ketinggian penanaman.

Dari hasil percobaan tentang pewarnaan antosianin pada padi yang dilakukan Reddy (1996) nampak bahwa pembentukan pigmen atosianin di sebabkan oleh tiga gen dasar yaitu C(chromogen), A(activator) dan P (distributor). Dasar genetik biosintesa antosianin pada padi adalah dimana gen dapat dikelompokkan dalam gen struktural dan gen pengatur. Sejumlah gen struktural adalah C, A, Rc (brown pericarp), Rd (brown pericarp) menyandi enzim-enzim, sedangkan gen pengatur (regulator) adalah P(purple) dan Prp (purple pericarp) dengan bermacam-macam allel yang menggambarkan lemahnya pengaturan pewarnaan. Dengan demikian pola pewarnaan antosianin pada padi utamanya ditentukan oleh status alel individu gen dan interaksi yang kompak antar allel.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sbe et al. (1997), menyatakan bahwa genotipe padi Nigita 22 bersifat homozigot dominan pada alle I-ib penghambat warna daun dan meniadakan pigmen antosianin. Terdapat hal yang menarik pada Nigita 22 yaitu kemampuannya untuk mengakumulasi antosianin bila diberikan perlakuan stres kekeringan yang ditandai dengan nilai A530, hal ini menunjukkan adanya expresi induksi stres terhadap gen yang relevan, ini juga mungkin, bahwa pengaturan lintasan

flavonoid dilaksanakan secara pintas pada siklus regulasi yang meliputi kerja gen I-ib.

Tanaman kedelai menunjukan toleransi yang luar biasa terhadap kekeringan, dengan mengakumulasi tiga sampai empat kali lebih banyak antosianin selama proses dehidrasi dibandingkan di dalam kondisi suka air (Chalker,1999.).

Penghindaran kekeringan umumnya nampak pada tanaman-tanaman yang mampu menurunkan potensial osmotik daun-daunnya sampai ke titik evapotranspirasi minimum. Konsentrasi antosianin akan secara de facto menurunkan potensial osmotik daun (yaitu membuat semakin negatif), yang mengurangi potensial air daun dan barangkali mendukung penurunan konduktansi stomata yang tampak pada daun

Brachystegia, Photinia X Fraseri ‘Red Top’ (Chalkerl, 1999.).

Hasil antosianin beras yang diperoleh per satuan luas merupakan nilai perkalian antara kandungan antosianin dengan hasil beras. Hasil antosianin beras secara komulatif sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi tanaman tersebut. Meskipun kandungan antosianin per satuan bobot sama, namun jika produktivitas yang dicapai berbeda, maka hasil antosianin komulatif yang diperoleh juga berbeda. Semakin tinggi produktivitas tanaman, hasil antosianin komulatif juga semakin tinggi.

Hasil analisis ragam gabungan pengaruh interaksi genotipe x lingkungan menunjukan perbedaan nyata terhadap hasil antosianin beras, artinya hasil antosianin suatu genotipe akan mengalami perubahan dengan berubahnya lingkungan tumbuh.

Pada Tabel 28 tampak bahwa hasil antosianin tertinggi di lokasi dataran rendah di hasilkan oleh genotipe G14 sebesar 64,74 gram/ha. Genotipe tersebut di atas bila ditanam di lokasi dataran medium dan dataran tinggi akan mengalami penurunan hasil antosianin beras. Hasil antosianin terendah bila ditanam di lokasi dataran tinggi, hal ini disebabkan karena hasil gabah tertinggi di peroleh pada lokasi dataran rendah, kecuali beberapaa genotype di okasidataran medium lebih tinggi dibandingkan dengaan lokasi dataran rendah. Bila dilihat hubungan antara hasil gabah, hasil antosianin dan kandungan antosianin dengan lingkungan tumbuh, nampak secara umum bahwa terjadi penurunan hasil gabah dan hasil antosianin dengan bertambahnya ketinggian tempat, tetapi sebaliknya dengan kandungan antosianinnya secara relatif terjadinya peningkatan, namun peningkatan kandungan antosianin karena bertambahnya ketinggian tempat tidak sebanding dengan penurunan hasil gabah. Terdapat indikasi bahwa genotipe hasil seleksi silang balik hingga empat kali memberikan hasil antosianin tertinggi bila dilakukan penanaman di lingkungan dataran rendah.

Dokumen terkait