• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN STRATEGIS UNRAM TEMA KETAHANAN DAN KEAMANAN PANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN STRATEGIS UNRAM TEMA KETAHANAN DAN KEAMANAN PANGAN"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN UNGGULAN STRATEGIS UNRAM

TEMA

KETAHANAN DAN KEAMANAN PANGAN

UJI ADAPTASI, KETAHANAN PENYAKIT BLAS

DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN GALUR

HARAPAN PADI BERAS MERAH DALAM

RANGKA PELEPASAN VARIETAS UNGGUL PADI

GOGO BERUMUR GENJAH UNTUK DAERAH

NUSA TENGGARA BARAT

Peneliti Utama

Dr. Ir. Bambang Budi Santoso, MSc.Agr.

Anggota

Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Muliarta Aryana, MP.

Prof. Dr. Ir. I Made Sudantha,MS.

Ir. I Nyoman Soemeinaboedhy, M.Agr.

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MATARAM

(2)
(3)

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR

PENELITIAN UNGGULAN STRATEGIS UNRAM

1.

2

Judul :

Tema :

Uji Adaptasi, Ketahanan Penyakit Blas dan dan Kandungan Antosianin Galur Harapan Padi Beras Merah Dalam Rangka Pelepasan Varietas Unggul Padi Gogo Berumur Genjah Untuk Daerah Nusa Tenggara Barat

Ketahanan dan Keamanan Pangan 3. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. Ir. Bambang Budi Santoso, MSc.Agr.

b. Jenis Kelamin : Laki-laki

c. NIP/Golongan : 196306101989021001/IVb d. Jabatan Struktural : - e. f. Jabatan Fungsional Perguruan Tinggi : : Lektor Kepala Universitas Mataram

g. Fakultas/Jurusan : Pertanian/Budidaya Pertanian

h. Pusat Penelitian : Lembaga Penelitian Universitas Mataram

i. Alamat Kantor : Jalan Pendidikan 37 Mataram NTB 83125

j. Telepon/Faks/E-mail : 370 640744 / 0370 639022

k. Alamat Rumah : Jl Dr Wahidin Gg.Talaud No. 3A Mataram

l. Telepon/Faks/E-mail : 0370 628610/bbs_jatropha@yahoo.co.

4. Jangka Waktu Penelitian : 1 Tahun

5. Pembiayaan : Rp. 85.000.000

Mataram, Desember 2012 Mengetahui,

Fakultas Pertanian Universias Mataram Ketua Peneliti, Dekan,

Prof. Ir. M. Sarjn, M.Ag.CP.Ph.D. NIP. 196204061987031002

Dr. Ir. Bambang Budi Santoso, MSc.Agr.

NIP. 19630610 198902 1 001 Menyetuji,

Lembaga Penelitian Universitas Mataram, Ketua

Ir. Amiruddin, MSi.. NIP. 196212311987031024

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, sehingga laporan hasil penelitian Unggulan Strategis Unram yang berjudul “Uji Adaptasi, Ketahanan Penyakit Blas dan Kandungan Antosianin Galur Harapan Padi Beras Merah dalam Rangka Pelepasan Varietas Unggul Padi Gogo Berumur Genjah Untuk Daerah Nusa Tenggara Barat akhirnya dapat terselesaikan pada waktunya.

Selama perencana, pelaksaan penelitian hingga penulisan laporan ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan rasa tulus penulis sampaikan rasa hormat serta terima kasih yang mendalam kehadapan

1. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. .

2. Bapak Ir Sunarpi PhD. Selaku rektor Universitas Mataram

3. Bapak Ir. H. Amiruddin, M,Si. selaku Ketua Lembaga Penelitian UNRAM, serta semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga penulisan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan penulis dalam berbagai hal. Oleh karenanya, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca, demi penyempurnaan penulisan laporan di masa mendatang. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.

Mataram, Desember 2012

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR... ……… iii

DAFTAR ISI...……….. iv

DAFTAR TABEL ……….………...………..……….. v

DAFTAR GAMBAR ……… vi

DAFTAR LAMPIRAN ……….……. vii

ABSTRAK………... viii

I PENDAHULUAN ………..……...……… 1

II STUDI PUSTAKA………... ………... 5

III PETA JALAN PENELITIAN... 14

IV MANFAAT PENELITIAN ………..… 17

V METODE PENELITIAN…… ...…….…… 18

VI HASIL DAN PEMBAHASN ………..… 26

VII KESIMPULAN DAN SARAN………... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penampilan rata-rata umur berbunga 20 genotip di 3 lokasi ………. 27 2. Nilai rerata AIKU 1,AIKU 2 karakter umur berbunga pada 20 genotip

di 3 lokasi ……….. 27

3. Penampilan rata-rata tinggi tanaman 20 genotip di 3 lokasi……… 29 4. Nilai rerata AUKU 1,AIKU 2 karakter Tinggi tanaman pada 20 genotip

di 3 lokasi……….. 30

5. Penampilan rata-rata jumlah anakan produktif 20 genotip di 3

lingkungan……….. 32

6. Nilai skor dua AUKU1 pertama karakter Jumlah Anakan Produktif

pada 20 genotip dan 3 lokasi ……….. 33

7. Penampilan rata-rata Jumlah Anakan Non Produktif 20 genotip di 3

lokasi ………. 35

8. Nilai rerata AIKU 1,AIKU 2 Karakter jumlah anakan non produktif

pada 20 genotip di 3 lokasi……… 36

9. Penampilan rata-rata panjang malai 20 genotip di 3 lokasi………... 38 10. Nilai rerata skor AIKU 1, AIKU 2 karakter Panjang Malai pada 20 genotip 3

lokasi………..……… 39

11. Penampilan rata-rata jumlah gabah berisi 20 genotip di 3 lokasi……….. 41 12. Nilai rerata AIKU 1,AIKU 2 karakter Junlah Gabah Berisi pada 20

genotip dan 3 lokasi ………. 42

13. Penampilan rata-rata jumlah gabah hampa 20 genotip di 3 lokasi…….. 44 14. Nilai rerata skor AUKU 1,AIKU 2 karakter jumlah Gabah Hampa

genotip dan 3 lokasi……… 45

15. Penampilan rata-rata bobot 100 butir gabah 20 genotip di 3 lokasi……. 47 16. Nilai Rerata AIKU 1, AIKU 2 karakter Bobot 100 butir genotip dan

3 lokasi………

48 17. Penampilan rata-rata bobot gabah per rumpun 20 genotip di 3

lingkungan……… 50

18. Nilai rerata AIKU 1,AIKU 2 karakter Bobot Gabah Per Rumpun pada

20 genotipe dan 3 lokasi ……… 51

19. Penampilan rata-rata bobot hasil gabah per hektar 20 genotip di 3lokasi 53 20. Nilai rerata AIKU 1 ,AIKU 2 karakter Hasil gabah per hektar pada 20

genotip dan 3 lokasi………

54 21. Hasil klasifikasi genotipe spesifik lokasi dan stabil berdasarkan

karakter hasil dan komponen hasil ………. 56

22. Diskripsi Galur Harapan Padi Beras Merah Genotipe G1 s/d G5 62 23. Diskripsi Galur Harapan Padi Beras Merah Genotipe G6 s/d G10 63 24. Diskripsi Galur Harapan Padi Beras Merah Genotipe G11 s/d G15 64 25. Diskripsi Genotipe Tetua dan Varietas Pembanding……….. 65 26. Data Persentase Serangan dan Nilai Skala Kerusakan Genotipe Padi

Beras Merah oleh Penyakit Blas ………. 66

27. Rerata kandungan antosianin (ppm) genotipe padi beras merah pada

tiga Lokasi Berbeda ………. 68

28. Rerata hasil antosianin (gram/ha) pada genotipe padi beras merah di

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Biplot interaksi model AMMI 2 umur berbunga tiap genotipe dan

lokasi ………. 28

2. Biplot AMMI 2 dari nilai AIKU dan tampilan rerata tinggi tanaman

tiap genotipe di tiga lokasi ……….. 31

3. Biplot AMMI 2 dari nilai AIKU dan tampilan rerata jumlah anakan

produktif per rumpun tiap genotipe dan lokasi……….. 34 4. Biplot AMMI2 dari nilai AIKU dan tampilan rerata jumlah anakan non

produktif per rumpun tiap genotipe dan lokasi ……….. 37

5. Biplot AMMI2 untuk panjang malai tiap genotipe dan lokasi ……… 40 6. Biplot interaksi model AMMI 2 dari nilai AIKU dan tampilan rerata Jumlah

Gabah Berisi tiap genotipe dan lokasi ……… 43

7. Biplot AMMI 2 dari nilai AIKU 2 dan tampilan rerata jumlah gabah hampa

per malai tiap genotipe dan lokasi ……….. 46 8. Biplot interaksi AMMI2 untuk bobot 100 butir gabah……….. 49 9. Biplot interaksi AMMI 2 untuk bobot gabah per rumpun ……….. 52 10. Biplot interaksi AMMI 2 untuk hasil gabah per hektar di tiga lokasi…….. 55

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Analisis varians umur berbunga berdasarkan model AMMI………… 79 2 Analisis varians tanggi tanaman berdasarkan model AMMI………… 79 3 Analisis varians jumlah anakan produktif berdasarkan model

AMMI………... 79

4 Analisis varians Jumlah Anakan Non Produktif berdasarkan model

AMMI………. 80

5 Analisis varians Panjang Malai berdasarkan model AMMI ……… 80 6 Analisis varians Jumlah Gabah Berisi berdasarkan model AMMI 80 7 Analisis varians Jumlah Gabah Hampa berdasarkan model AMMI 81 8 Analisis varians Bobot 100 butir gabah berdasarkan model AMMI 81 9 Analisis varians bobot Gabah Per Rupun berdasarkan model AMMI 81 10 Analisis varians karakter hasil gabah berdasarkan model AMMI…. 82

11 Kondisi Iklim Pada Tiga Lokasi……… 82

12 Analisis Varian kandungan antosianin beras merah di tiga Lokasi 82 13 Analisis Varian kandungan antosianin beras merah di tiga Lokasi 83

(9)

ABSTRAK

Padi beras merah keberadaannya semakin langka (hampir punah) akibat penanaman jenis-jenis padi varietas unggul baru, sehingga peluang untuk melestarikan dan menciptakan varietas baru padi beras merah sangat diharapkan. Dari hasil penelitian perakitan varietas lokal padi beras merah dan padi beras putih lokal NTB melalui metode seleksi Back Cross telah dihasilkan 15 galur harapan padi beras merah toleran kekeringan (Muliarta, dkk, 2006). Galur-galur harapan tersebut sangat berpeluang untuk dilepas sebagai varietas unggul baru padi gogo yang nantinya dijadikan komoditas unggulkan untuk daerah NTB. Untuk dapat dilepas sebagai varietas unggul baru maka perlu dilakukan uji adaptasi, uji ketahanan penyakit serta uji kandungan antosianin beras.

Tujuan penelitian 1. Untuk menghasilkan calon varietas unggul padi gogo beras merah berumur genjah yang memiliki stabilitas dan adaptasi hasil tinggi serta dihasilkan kandungan dan hasil antosianin beras serta responnya pada berbagai agroekologi berbeda di pulau Lombok. 2. Dihasilkan tingkat ketahanan terhadap penyakit Blas pada galur-galur harapan padi beras merah. 3. Dihasilkan Diskripsi Calon varietas padi gogo beras merah.

Untuk mencapai tujuan di atas dilakukan kegiatan penelitian sebagai berikut : Uji adaptasi dan stabilitas hasil, Uji ketahanan penyakit blas, serta uji kandungan antosianin dengan 20 perlakuan yaitu 15 galur harapan padi beras merah yang berasal dua sumber populasi berbeda ( 7 genotipe dari persilangan back cross Angka x Kenya dan 8 genotipe dari persilangan back cross Piong x Kenya) dan 3 tetua yaitu kultivar Piong, Angka dan Kenya, serta 2 varietas unggul nasional sebagai pembanding yaitu Aek Sibundong ( beras merah) dan Situ Patenggang (tahan blas) yang ditanam pada 3 lokasi ketinggian berbeda. Lokasi dataran rendah di lakukan di desa Mantang Kabupaten Lombok Tengah pada ketinggian 300 mdpl, Lokasi dataran medium di desa Lantang Kabupaten Lombok Tengah pada ketinggian 490 mdpl, Lokasi dataran tinggi di desa sembalun kabupaten Lombok Timur pada ketianggian 1400 dpl. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari sampai Agustus 2012. Rancangan percobaan yang digunakan di tiap lokasi adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) 3 ulangan. Tiap perlakuan ditam pada luasan lahan 4 x 5 m, penanaman dilakukan dengan system gogo, tiap lubang tanam ada 1 tanaman, jarak tanam 25 cm x 25 cm, pemupukan dengan Ponsca dosis 300 kg/ha, Urea 200 kg/ha. Uji ketahanan penyakit blas di laksanakan di laboratorium dan rumah kaca dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 ulangan. Sebagai pembading untuk varietas tahan dipergunakan IR64 dan yang rentan dipergunakan Kencana Bali. Untuk uji adaptasi dan stabilitas hasil dianalisis dengan menggunakan analisis AMMI (additive main effects and multiplicative interaction). Untuk menilai reaksi masing-masing genotipe padi terhadap reaksi ketahanan serangan penyakit digunakan standar evaluasi system for rice (IRRI). Untuk menilai kandungan antosianin beras dihitung dengan menggunakan metode Shi et al.

Hasil Penelitian adalah : 1.Genotipe yang stabil dan berdaya hasil diatas nilai reratannya adalah G1, G4, G7, G10, G12 , G13, dan G14 dengan daya hasilnnya secara berurutan 4,9 ton, 4,8 ton, 5,0 ton , 5,3 ton , 5,3 ton, 4,7 ton dan 4,6 ton/ ha. 2. Genotipe G9 dengan daya hasil 4,4 ton /ha merupakan genotipe yang sepesifik lokasi di daerah dataran tinggi . 3. Dihasilkan 15 deskripsi galur harapan padi gogo beras merah. 4. Galur harapan G1, G2, G3, G4, G6, G7, G9, G10, G12, G13 dan G14 menunjukkan respon agak tahan terhadap serangan penyakit blas daun. Sedangkan Galur harapan

(10)

G5, G8, G11 dan G14 menunjukkan respon agak peka terhadap blas P. gresia. 5. Setiap genotipe memiliki kandungan antosianin yang berbeda, namun memiliki respon yang sama terhadap Lokasi. Lokasi dataran tinggi memberikan kandungan antosianin tertinggi diikuti oleh Lokasi dataran medium, kemudian dataran rendah, kandungan antosianin tertinggi 16,84 ppm dicapai oleh G9 diikuti oleh G14 sebesar 16,60 ppm. 6. Hasil antosianin beras setiap genotipe berbeda disetiap lokasi tumbuh, hasil antosianin beras tertinggi di lokasi dataran rendah terdapat pada G14 yaitu 64,72 gram/ha. Dilokasi dataran rendah hasil antosianin tertinggi terdapat pada G10 yaitu 79,91 kemudian diikuti oleh G12 yaitu 69,10. Di Lokasi Dataran Tinggi hasil antosianin terdapat pada G9 yaitu 27,73 gram/ha.

(11)

A. Latar Belakang

Padi beras merah (Oryza sativa) merupakan bahan pangan pokok yang bernilai kesehatan tinggi. Selain mengandung karbohidrat, lemak, protein, serat dan mineral, beras merah juga mengandung antosianin. Antosianin adalah senyawa fenolik yang masuk kelompok flavonoid dan berfungsi sebagai antioksidan. Peran antioksidan bagi kesehatan manusia untuk mencegah penyakit hati (hepatitis), kanker usus, stroke, diabetes, sangat esensial bagi fungsi otak dan mengurangi pengaruh penuaan otak . Kandungan antosianin pada padi beras merah masih sangat beragam dengan kisaran 0,34 – 93,5 µg / g. Saat ini kebutuhan akan beras merah terus meningkat sejalan dengan kesadaran masyarakat tentang manfaat kesehatan ( Muliarta dkk., 2006;Abdel-Aal, 2006; Damanhuri; 2005; Herani dan Rahardjo, 2005;Nirmala, 2001)

Padi beras merah di Indonesia merupakan salah satu plasma nutfah yang keberadaannya semakin langka akibat penanaman varietas padi unggul baru. Padi beras merah ini penanaman umumnya pada daerah dataran tinggi sebagai padi gogo yang memiliki daya hasil rendah (2 ton/ha), juga bermutu rendah (Muliarta,dkk, 2004).

Penampilan genotipe untuk sifat-sifat kuantitatif seperti komponen hasil dan daya hasil, sering berubah dari satu lingkungan ke lingkungan lain karena adanya saling tindak antara genotipe dan lingkungan. Oleh karena itu, maka perlu kiranya dikaji kemungkinan diperoleh suatu varietas yang mempunyai daya adaptasi khusus atau luas dan mempunyai stabilitas hasil yang tinggi, yaitu dengan melakukan pengujian sejumlah galur-galur harapan atau varietas pada berbagai lokasi.

Untuk syarat pelepasan varietas unggul padi gogo maka harus dilaksanakan uji adaptasi pada berbagai lokasi dan elevasi (ketinggian tempat), serta sifat lain yang dianggap penting seperti perlunya diketahui, ketahanan terhadap penyakit Blas, kandungan antosianin yang dimiliki galur harapan padi beras merah. Di Indonesia potensi hasil varietas padi yang dilepas berkisar antara 5-9 t/ha (Suprihatno et al. 2006), sementara hasil nasional baru mencapai rata-rata 4,32 t/ha (BPS 2001).

Dari hasil penelitian Muliarta dkk (2006), Muliarta (2010), melalui seleksi back cros antara kultivar padi beras merah dan putih asal Nusa Tenggara Barat yang dilanjutkan dengan seleksi umur genjah dihasilkan 15 galur harapan padi beras merah

(12)

toleran kekeringan dan berdaya hasil tinggi. Galur-galur harapan ini sangat potensial dilepas sebagai varietas unggul baru padi gogo umur genjah.

B. Tujuan

Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan varietas unggul padi gogo beras merah berumur genjah, hasil dan mutu tinggi untuk daerah Nusa Tenggra Barat.

Tujuan khusus penelitian adalah : 1. Untuk menghasilkan calon varietas unggul padi gogo beras merah berumur genjah yang memiliki stabilitas dan adaptasi hasil tinggi serta dihasilkan kandungan dan hasil antosianin beras serta responnya pada berbagai agroekologi berbeda di pulau Lombok. 2. Dihasilkan tingkat ketahanan terhadap penyakit Blas pada galur-galur harapan padi beras merah. 3. Dihasilkan Diskripsi Calon varietas padi gogo beras merah.

C. Urgensi (Keutamaan) Penelitian

Di Indonesia perbaikan varietas padi beras merah belum mendapatkan perhatian yang memadai baik sebagai varietas padi gogo maupun varietas padi sawah. Banyak varietas unggul yang sudah dilepas lembaga penelitian hingga kini ada sekitar 233 varietas. Dari 233 varietas yang dilepas baru 1 varietas padi beras merah yang dilepas yaitu varietas Aek Sibundong sebagai padi sawah (Hasil Sembiring, 2010), sedangkan untuk padi gogo hingga saat ini belum ada satu pun yang dilepas.

Berdasarkan hal tersebut telah dilakukan penelitian ke arah pembentukan galur-galur harapan padi beras merah toleran kekeringan dan berdaya hasil tinggi oleh Muliarta dkk 2006. Penelitian ini diawali dengan melakukan persilangan antara tetua donor (Kenya) toleran kekeringan dengan tetua berulang kultivar Pujut, Sri, Angka dan Piong. Kemudian dilanjutkan dengan seleksi Back Cross sebanyak 4 (empat) kali dan penggaluran, sehingga diperoleh 20 galur padi beras merah toleran kekeringan. Kegiatan ini dilanjutkan dengan melakukan Uji Daya Hasil Pendahuluan (UDHP) dan Uji Daya Hasil Lanjutan (UDHL) sekaligus melakukan seleksi galur untuk menghasilkan galur umur genjah. Dari hasil kegiatan ini dihasilkan 15 galur harapan padi beras merah berumur genjah (rerata 105 hari) dengan daya hasil rata-rata 6,2 ton/ha (Muliarta, 2010). Galur-galur harapan tersebut sangat berpeluang untuk dilepas

(13)

sebagai varietas unggul baru umur genjah yang cocok di tanam di lahan lahan tadah hujan maupun tegalan sebagai padi gogo.

Potensi padi gogo masih sangat besar karena Indonesia memiliki lahan kering mencapai 28 juta hektar. Areal ini tersebar di seluruh indonesia, dan luasan arealnya dari tahun ketahun cendrung meningkat, diakibatkan oleh pembukaaan hutan dan pembakaran pada alang-alang untuk pemukliman transmigrasi. Dari luasan lahan kering di atas ada sekitar 11,61 juta ha yang potensial di kembangkan untuk pertanaman padi gogo. Luasan lahan kering yang baru dimanfaatkan untuk padi gogo baru sekitar 1,17 juta ha dengan produksi 2.65 juta ton dan produktivitas 2.27 t/ha. Luasan lahan kering di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terdiri atas dua pulau besar yaitu pulau Lombok dan Sumbawa adalah 1.673.476 ha atau sekitar 83 % dari luasan wilayah. Hanya sebagian kecil saja lahan tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, lahan kering tersebut terdiri atas lahan sawah tadah hujan dan lahan tegalan (BAPPEDA, 2003,: BPS, 2004).

Di samping itu melaui penanam padi gogo dengan perbedaan elevasi yang ekstrim akan di ketahui pula perbedaan kandungan antosianin berasnya. Berdasarkan penelitian Clive Lo and Nicholson (1993) serta Damanhuri (2005) menyatakan akumulasi antosianin dipicu oleh bermacam-macam lingkungan seperti cahaya, temperatur, dan kandungan antosiani meningkat sejalan dengan meningkatnya elevasi hingga 950 m dpl, namun hasil antosianinnya sangat dibatasi oleh elevasi.

Berdasarkan peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/2006, tentang pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas, memutuskan untuk suatu varietas hasil pemuliaan di dalam negeri maupun introduksi yang diusulkan untuk dilepas harus melalui uji adaptasi hasil pada wilayah agroekologi yang paling sesuai untuk budi daya jenis tanaman yang bersangkutan dan mewakili karakteristik agroekologi wilayah sentral produksi komuditas yang bersangkutan. Uji daya hasil dilakukan minimal di 3 (tiga) lokasi tertentu yang mewakili daerah tersebut. Di samping itu dilaksanakan pula evaluasi dan penilaian terhadap keunggulan dan kesesuaian calon varietas yang akan dilepas seperti antara lain daya hasil, ketahanan terhadap cekaman lingkungan, kecepatan berproduksi, mutu hasil, kesesuaian meliputi kebenaran silsilah dan metode pemuliaan maupun ketahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan utama seperti penyakit Blas pada pertanaman padi gogo. Penyakit Blas dapat menyerang daun

(14)

dan leher malai sehingga dapat menyebabkan kehilangan hasil padi yang sangat besar. Berdasarkan kompilasi data statistik pertanian IV (SP 1V 2006) oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir luasan serangan penyakit Blas seluas 9.674 ha/th.

.Untuk tepat menjaga keanekaragaman hayati yang ada, dalam program perakitan varietas unggul ini tidak hanya untuk pemenuhan varietas unggul adaptasi luas tapi juga spesifik lokasi untuk lebih meningkatkan potensi suatu daerah tertentu. Dengan demikian tidak perlu dikhawatirkan adanya ledakan hama dan penyakit yang meluas.

Berdasarkan hal tersebut di atas , maka diusulkan rencana penelitian tentang Uji Adaptasi, Ketahanan Penyakit Blas dan dan Kandungan Antosianin Galur Harapan Padi Beras Merah Dalam Rangka Pelepasan Varietas Unggul Padi Gogo umur genjah Untuk Daerah Nusa Tenggara Barat. Sehingga nantinya terbentuk varietas unggul padi beras merah yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dapat dijadikan produk unggulkan padi beras merah untuk daerah Nusa Tenggara Barat yang terdiri atas dua pulau besar yaitu Lombok dan Sumbawa.

(15)

BAB II. STUDI PUSTAKA

1. Tanaman Padi beras merah Dengan Kandungan Antosianinnya

Padi beras merah tergolong dalam famili Gramineae, sub famili Oryzaidae, suku / genus dan spesies Oryza sativa (Rajguru, et al., 2002). Padi spesies Oryza Sativa L. digolongkan menjadi 3 ras atau sub spesies yaitu ras/sub spesies indica, japonica , dan javanica. Ras indica dalam bahasa populernya disebut padi cere atau cempo. Ras japonica atau indo-japonica atau javanica atau padi bulu atau gundil. (Coffman and Herrera, 1980).

Warna merah pada beras terbentuk dari pigmen antosianin yang tidak hanya terdapat pada perikarp dan tegmen, tetapi juga bisa di setiap bagian gabah, bahkan pada kelopak daun. Nutrisi beras merah sebagian terletak di lapisan kulit luar (aleuron) yang mudah mengalami pengelupasan pada saat penggilingan. Jika butiran dipenuhi oleh pigmen antosianin maka warna merah pada beras tidak akan hilang. Kandungan antosianin pada beras merah dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, hepatoprotektif antihipertensi dan antihiperglisemik. Pigmen antosianin pada beras diidentifikasi sebagai cianidin. Pigmen ini dikendalikan oleh gen yang bersifat tunggal (Reddy, 1996 ; Suhardi, 2005b)

Secara kimiawi, antosianin merupakan turunan dari struktur aromatik tunggal yaitu sianidin yang terbentuk dari pigmen sianidin dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi atau glikosilasi. Antosianidin adalah aglikon antosian yang terbentuk apabila antosianin di hidrolisis dengan asam. Antosianidin yang paling umum sampai saat ini adalah sianidin yang berwarna merah lembayung, merah dan biru umumnya disebabkan oleh delfinidin yang gugus hidroksilnya lebih satu dibandingkan dengan sianidin ( Harborne, 1987).

Distribusi antosianin dalam tanaman bervariasi tergantung kepada genotipe, umur dan berbagai faktor biotik dan abiotik. Letak antosianin di vacuola epidermis sel, terdapat pada seluruh bagian tanaman seperti bunga, daun, batang, akar dan organ penyimpanan. (Hernani dan Rahardjo, 2005)

Antosianin yang dihasilkan persatuan luas merupakan nilai perkalian antara kandungan antosianin dengan hasil umbi. Korelasi fenotipik dan genotipik antara hasil

(16)

dengan kandungan dan hasil antosianin positif dan nyata. Nilai heritabilitas kandungan antosianin sebagian besar tinggi serta kemajuan genetik harapan juga tinggi. Ini merupakan gambaran bahwa seleksi untuk mendapatkan klon ubi jalar dengan potensi hasil dan kandungan antosianin tinggi mempunyai peluang besar (Damanhuri, 2005)

Di Indonesia belum tersedia varietas unggul padi beras merah, kecuali varietas Aek Sibondang yang dilepas tahun 2006 dan itu tidak meluas pengembangannya. Oleh karena itu, beras merah yang diperdagangkan di berbagai daerah, diduga berasal dari impor atau dari padi gogo lokal yang berdaya hasil rendah dan berumur dalam (Suhardi, 2005a).

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik pertanian telah melakukan persilangan antara galur BP140F (galur padi tipe baru hasil tinggi), varietas Silogunggo (varietas unggul padi lahan tadah hujan umur genjah), dan O.glaberima dan galur keturunan pada F4 memiliki sifat toleran kekeringan, umur genjah, warna beras merah. (Suhardi, 2005a, Suardi 2006).

2. Adaptasi dan Stabilitas Hasil

Adaptasi berhubungan dengan ketangguhan tanaman untuk tetap menghasilkan pada kondisi lingkungan yang beragam. Kemampuan beradaptasi adalah sifat genotipe atau suatu populasi untuk merubah kisaran adaptasi, menanggapi tekanan-tekanan seleksi yang berubah-ubah tanpa keragaman besar pada hasilnya. Perubahan kondisi lingkungan dan keragaman lingkungan terhadap daya adaptasi tanaman ada yang dapat diduga dan ada yang tidak dapat diduga (Allard .1960).

Stabilitas hasil pada berbagai lingkungan merupakan bahan pertimbangan yang penting bagi seorang pemulia tanaman dalam menyusun suatu program pemuliaan, sebab untuk sifat kuantitatif seperti hasil, penampakan relatif suatu genotipe sering mengalami perubahan dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya.

Dengan demikian perlu kajian untuk mengidentifikasi genotipe yang menunjukkan saling tindak yang sekecil-kecilnya terhadap lingkungan dan mempunyai stabilitas hasil yang tinggi ( Seed dan Francis, 1983 ), sehingga di antara genetipe yang tersedia akan diperoleh genotipe yang ideal yang mampu beradaptasi pada kisaran lingkungan yang luas dan berdaya hasil tinggi.

Stabilitas hasil ditentukan oleh kemampuan genotipe untuk menghindari fluktuasi hasil pada berbagai lokasi. Stabilitas hasil juga merupakan sifat yang diwariskan pada

(17)

tanaman. Mekanisme tercapainya stabilitas hasil melalui daya sangga populasi lewat heterogenitas genetik, toleransi pada tekanan lingkungan dan laju penyembuhan setelah tidak ada tekanan beserta adanya kompensasi pertumbuhan komponen hasil ( Kasno dkk, 1991 ).

Berdasarkan respons terhadap lingkungan, genotipe tanaman dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama adalah kelompok yang menunjukkan kemampuan beradaptasi pada lingkungan yang luas, berarti interaksi genotipe x lingkungan kecil. Kelompok kedua yaitu kelompok yang berkemampuan untuk beradaptasi sempit. Berperagaan baik pada sesuatu lingkungan dan berperagaan buruk pada lingkungan berbeda, berarti interaksi genotipe x lingkungannya besar (Sumartono

et al.,1992)

Analisis mengenai interaksi genotipe x lingkungan berhubungan dengan estimasi secara kuantitatif stabilitas fenotipe dari genotipe yang diuji pada beberapa lingkungan. Beberapa metode statistik dapat digunakan untuk menduga stabilitas dan adaptabilitas fenotipe dari sekelompok genotipe di antaranya adalah dengan AMMI (Additive Main Effects dan Multiplicative Interaction model ). Analisis AMMI adalah suatu teknik analisis data percobaan dua faktor perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan bersifat aditif sedangkan pengaruh interaksi di modelkan dengan model bilinier.

Dalam teknik analisis varians model AMMI, estimasi stabilitas genotipe didasarkan atas besarnya nilai aksis interaksi G x E dari hasil analisis interaksi komponen utama AIKU ( analisis interaksi komponen utama) atau IPCA (interaction principlel component analysis). Genotipe yang tumbuh dilintas lingkungan pengujian dan memberikan nilai IPCA yang mendekati nol, memberikan indikasi bahwa genotipe tersebut bersifat stabil. Jika nilai IPCA sangat jauh dari titik nol menjadi petunjuk bahwa genotipe memiliki daya adaptasi yang spesifik. Gambaran biplot dari nilai IPCA genotipe terhadap lingkungan dapat memberikan kemudahan identifikasi genotipe yang memenuhi kriteria dalam stabilitas dan adaptabilitas (Cornellius, 1993; Gauch, 1992; Ismail et al., 2003).

Menurut Bohnet dan Jensen (1996), tanggap tanaman terhadap cekaman kekeringan dibedakan atas toleran dan peka. Tanaman toleran mampu mengakumulasi senyawa terlarut dalam jumlah banyak, sedangkan tanaman peka kurang atau tidak mampu mengakumulasi senyawa terlarut tersebut.

(18)

Pengetahuan tentang saat fase kritis tanaman sangat penting bagi pemuliaan tanaman dalam kaitannya dengan penentuan saat yang tepat untuk memberikan cekaman kekeringan dalam program seleksi untuk menentukan genotipe-genotipe yang tahan terhadap kekeringan. Karena respons genotipe tanaman terhadap cekaman kekeringan pada saat tersebut menjadi maksimum, sehingga perbedaan keragaan antar genotipe pun menjadi maksimum (Kasno dan Jusuf, 1994). Karena tujuan akhir dari program seleksi umumnya adalah untuk meningkatkan hasil, maka fase kritis tanaman harus diartikan sebagai periode pertumbuhan tanaman di mana cekaman kekeringan akan menyebabkan penurunan hasil.

Iklim di Indonesia dicirikan dengan musim penghujan dan kemarau, klasifikasi agroklimat didasarkan pada penyebaran dan lama periode basah dan kering. Satu bulan basah ditetapkan sebagai satu bulan dengan curah hujan rata-rata jangka panjang lebih dari 200 mm, sedangkan bulan kering adalah bulan dengan curah hujan rata-rata jangka panjang kurang dari 100 mm (Oldemen et al., 1980).

Hasil penelitian Matsushima dalam O’Toole dan Chang (1979) menunjukkan tanaman padi yang diberi perlakuan cekaman kekeringan pada awal pertumbuhan vegetatif tidak menunjukkan perbedaan hasil dengan tanaman yang tidak diberi cekaman kekeringan (tanaman kontrol). Hal tersebut mengisyaratkan bahwa seleksi ketahanan kekeringan tidak dapat dilakukan pada awal pertumbuhan. Tetapi tanaman padi yang mendapat cekaman kekeringan menjelang fase reproduktif nyata berbeda dengan kontrol untuk peubah yang sama. Muliarta, et al. (2002) yang mengevaluasi ketahanan kultivar lokal padi beras merah terhadap kekeringan. Pengairan di lokasi kering dilakukan seminggu sekali hingga umur 50 hari kemudian dikeringkan sampai timbul gejala layu permanen kemudian dinilai indeks kering pucuknya setelah itu diairi untuk menilai penyembuhan. Kultivar yang menunjukkan ketahanan terhadap kekeringan terbaik ditandai oleh indeks kering pucuk dan kemampuan pulih dari cekaman, dan dimiliki oleh kultivar PBMK2, PBMK10, PBMK20. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Samaullah dkk (1997), pada 90 genotipe gogo yang diuji terdapat 5 varietas unggul (Singkarak, Way Rarem, Jatiluhur, C22 dan Gajah Mungkur) dengan rentang hasil di lingkungan normal 2,80 – 2,92 t/ha dan lingkungan kering 0,90 – 2,36 t/ha. Varietas Gajah Mungkur memberikan potensi hasil terbaik pada lingkungan kering, dan tingkat kehilangan hasilnya sebesar 19,2 % dan dinilai toleran terhadap kekeringan.

(19)

Kehilangan hasil akibat cekaman kekeringan disebabkan oleh berkurangnya jumlah malai, malai tidak dapat berkembang dengan baik, banyak gabah hampa dan tidak berisi sempurna.

3. Pengaruh Elevasi Terhadap Kandungan Antosianin

Kandungan antosianin pada tanaman selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya pengaruh elevasi lokasi. Perbedaan elevasi lokasi akan berpengaruh terhadap temperatur maupun cahaya yang diterima. Berdasarkan perbedaan elevasi dikenal adanya daerah dataran rendah (0 – 400 m dpl), dataran menengah atau medium (400 m dpl – 700 m dpl) dan daerah dataran tinggi (> 700 m dpl).

Dari hasil penelitian Damanhuri (2005) tentang pengaruh elevasi terhadap kandungan antosianin, hasil dan komponen hasil ubi pada tanaman ubijalar menunjukkan klon dan interaksinya dengan elevasi nyata untuk bobot kering total, hasil ubi, jumlah ubi, bobot per ubi; sedangkan klon dan interaksinya dengan elevasi untuk kandungan antosianin, hasil antosiani tidak nyata. Kandungan antosianin meningkat sejalan dengan peningkatan elevasi hingga 950 m dpl, namun hasil antosianinya sangat dibatasi oleh elevasi.

Reddy et al. (1994) mengadakan penelitian tentang pengaruh pemberian sinar matahari terhadap produksi antosianin pada tanaman padi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bibit yang mendapatkan penyinaran pada interval waktu berbeda, besarnya akumulasi pigmen antosianin juga berbeda. Bibit yang diberi penyinaran lebih lama sampai 30 menit, akumulasi antosianin semakin tinggi, sedangkan bibit yang diperlakukan pada kondisi gelap tidak mengandung antosianin. Induksi pigmen terutama terlokalisir pada bagian pucuk tunas, sedangkan pelepah daun hampir tanpa warna, penyinaran matahari tidak berpengaruh terhadap antosianin pada akar tanaman.

Temperatur merupakan salah satu faktor luar yang mempengaruhi akumulasi antosianin pada jaringan tanaman. Temperatur rendah meningkatkan akumulasi sedangkan peningkatan temperatur menekan akumulasi antosianin. Dari hasil penelitian Phoka et al. (2004) menunjukkan bahwa akumulasi antosianin pada bulir padi sangat dipengaruhi temperatur. Enzim DFR yang mengkatalisa reduksi hydroflavonol menjadi leucountocyanidin dalam jalur biosentesa antosianin. Ekspresi DFR tertekan pada temperatur tinggi dan terpacu pada musim dingin. Transkripsi DFR berkorelasi dengan

(20)

kandungan antosianin pada bulir padi. Pada kondisi temperatur 20oC kandungan antosianin sebesar 59,496 ppm sedangkan pada temperatur 34o C hanya sebesar 11,266 ppm.

Pengaruh lingkungan terhadap kandungan antosianin pada tanaman lettuce telah diteliti oleh Kleinhenz et al. (2003) . Hasil yang diperoleh bahwa tanaman yang ditumbuhkan pada temperatur konstan 30o C pada siang dan malam hari kandungan antosianinnya pada daun 176 ppm, sedangkan yang di tumbukan pada temperatur 30o C siang hari dan 18o C pada malam hari kandungan antosianinnya sebesar 231 ppm bobot basah. Hal ini membuktikan bahwa penurunan temperatur dapat meningkatkan kandungan antosianin.

Perbedaan biosintesis antosianin diakibatkan antara lain karena perbedaan kelembaban, suhu mikro maupun kandungan air di kedua lingkungan yang berbeda tersebut. Phoka et al. (2004) menunjukkan bahwa akumulasi antosianin dalam bulir padi sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu mempengaruhi kerja enzim yang berperanan dalam biosintesis antosianin. Biosintesis ini akan melibatkan enzim DFR (dihydroflavonol 4-reductase) yang berperanan dalam mengkatalisa reduksi hydroflavonol menjadi leucoantocyanidin. Transkripsi DFR berkorelasi dengan kandungan antosianin dalam bulir padi. Pada kondisi suhu 20 0C kandungan antosianin sebesar 59,496 ppm, sedangkan pada suhu 34 0C hanya sebesar 11,266 ppm. Reddy et

al., (1994) menambahkan pengaruh penyinaran dengan interval waktu berbeda pada

bibit padi mengakibatkan terjadi perbedaan akumulasi pigmen antosianin, sedangkan bibit yang diperlakukan pada kondisi gelap tidak mengandung antosianin.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nabhushana dan Reddy (2004), di mana perlakuan kekeringan pada perkecambahan padi beras merah menghasilkan peningkatan kecepatan yang nyata terhadap akumulasi antosianin di daun, pada hampir semua genotipe padi yang diperlakukan yaitu R27, G962, Nagita 22, Prasanna, kecuali galur Hamsa (sedikit warna). Warna yang nampak pada daun sangat dipengaruhi oleh perbedaan genetik tanaman tersebut. Genotipe homozigot resesif pada beberapa lokus atau heterozigot untuk allel yang menghambat warna dominan, akan menghasilkan perubahan warna fenotipe baik pada yang berwarna maupun yang kurang berwarna. Di antara yang diberi perlakuan pengaruh kekeringan nyata lebih efektif dalam memacu lintasan flavonoid dibandingkan dengan perlakuan tanpa cekaman. Sementara semua

(21)

komponen genotipe menunjukkan peningkatan akumulasi pigmen antosianin akibat stres kekeringan, tertapi bagi genotipe yang tidak berwarna tidak terjadi. Dari informasi ini dapat disimpulkan bahwa akumulasi antosianin pada komponen genotipe padi diakibatkan karena stres kekeringan .

3. Ketahan Penyakit Blas Pada Padi Gogo

Penyakit blas yang disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae Cav. atau

Magnaporthe orzae (TeBeest, Guerber dan Ditmore, 2007) merupakan salah satu

kendala utama budidaya padi terutama padi gogo. Kerugian yang diakibatkan dapat mencapai 50 – 90 % bahkan dapat menggagalkan panen (Amir dan Kardin, 1991).

Penyakit blas menyerang semua stadia pertumbuhan padi, baik pada daun, buku, leher malai maupun gabah, tetapi jarang ditemukan pada pelepah daun (TeBeest et al., 2007). Gejala penyakit blas pada daun berupa becak nekrose berwarna coklat (Gambar 1). Apabila kondisi lingkungan mendukung maka jamur P. oryzae dapat mengadakan sporulasi pada permukaan daun (Gambar 7). Jamur P. oryzae juga menyerang buku, pangkal malai, malai dan gabah dengan gejala pembusukan pada bagian-bagian tersebut (Gambar 3, 4 dan 5). Sporulasi jamur P. oryzae dapat juga terjadi pada gabah (Gambar 6).

Gambar 1. Gejala penyakit blas pada daun padi

Gambar 2. Jamur P. oryzae mengadakan sporulasi pada daun padi

(22)

Gambar 3. Gejala penyakit blas pada leher malai

Gambar 4. Gejala penyakit blas pada malai

Gambar 5. Gejala penyakit blas pada gabah

Gambar 6. Jamur P. oryzae mengadakan sporulasi pada daun gabah

Gambar 7. Koloni jamur P.

oryzae pada medium PDA

Gambar 8. Bentuk konidia P.

oryzae bersel tiga

Di Indonesia ditemukan 8 ras blas yang dominan (Mukelar dan Edwin, 1987), dan telah ditetapkan tujuh varietas Indonesia sebagai varietas diferensial (Mogi, 1990).

(23)

Perkembangan blas dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan varietas yang berbeda yang menyebabkan penyakit yang berbeda pula. Selain itu keberadaan ras di lapangan tergantung pada tempat dan musim (Ahn dan Amir, 1985). Di lapangan dapat terjadi suatu varietas yang semula tergolong tahan setelah ditanam 2 – 3 musim tanam secara berturut-turut ternyata varietas tersebut menjadi peka. Varietas yang tahan pada suatu tempat dapat menjadi peka pada daerah lain (Amir dan Kardin, 1991).

Luasan serangan hama dan penyakit padi berdasarkan kompilasi data statistik pertanian IV(SP IV 2006) oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir adalah wereng cokelat 26.542 ha/th, penyakit tungro 13,327 ha/th dan blas 9.674 ha/th. Estimasi kehilangan hasil padi oleh hama dan penyakit utama mencapai 212.984 tGKP/musim tanam (Soetarto et al. 2001). Sehingga hama dan penyakit penting ini perlu mendapat prioritas penanganan

(24)

BAB. III. PETA JALAN PENELITIAN

A. Penelitian yang sudah dilakukan

Penelitian yang sudah dilakukan antara lain

a. Koleksi dan karakterisasi genotipe padi beras merah yang berasal dari daerah Nusa Tenggra Barat ( Pulau Lombok dan Sumbawa), daerah Nusa Tenggara Timur ( Flores ) dan Bali. Dari hasil penelitian tersebut telah terkoleksi 20 kultivar padi beras merah. Adapun Nama kultivar, asal daerah dan beberapa sifat kuantititatif penting dari masing-masing kultivar tersebut dapat dilihat pada Tabel di bawah ini (Muliarta dan Kantun. 2002)

Tabel 1 . Sifat-sifat kualitatif Kultivar padi beras merah hasil koleksi dari beberapa daerah NTB, NTT dan Bali

No Nama lokal /daerah/kultivar Asal Warna gabah Bulu gabah

Warna beras Bentuk gabah 1 Fare Kala Isi Tolo Bima Kuning Tidak Merah Ramping 2 Fare Kala Me'e Doro Bima Kuning

kehitaman

Bulu Merah Agak ramping

3 Beak Ganggas Lombok

Timur Kuning keemasan Bulu Merah kehitaman Agak Ramping 4 Fare Kala Donggo Bima Kuning pucat Bulu Merah muda Ramping 5 Beras beak Pujut Lombok

Tengah

Kuning pucat Tidak Merah muda Ramping 6 Fare Keta Soba Bima Kuning coklat Tidak Merah Ramping 7 Beras merah Sri Bima Kuning Pucat Tidak Merah Ramping 8 Beras Merah Dhu'u Dompu Kuning Pucat Tidak Merah Ramping 9 Padi merah isi Piong Dompu Kuning Tidak Merah Ramping 10 Padi Beras Merah Angka Sumbawa Kuning Tidak Merah Ramping 11 Padi Beak Gamang Lombok

Barat

Kuning Bulu Merah Ramping

12 Pare Lutung Lotim Kuning Bulu Merah

kehitaman

Agak ramping

13 Padi Lada Lombok

Barat

Kuning pucat Bulu Merah Ramping 14 Padi Abang Kumbok Lombok

Timur

Kuning pucat Bulu Merah Ramping 15 Monca Kalo Bima Kuning pucat Tidak Merah/putih Ramping 16 Pare jarak Bima Kuning Tidak Merah/putih Ramping

17 Padi Barak Bali Kuning Tidak Merah Montok

18 Keta Ronci Bima Kuning

keemasan

Bulu Merah Ramping

19 Fare Jara Dompu Kuning Bulu Merah Agak

ramping

20 Reket beak Lombok

Barat

(25)

Beberapa contoh beras dan gabah dari kultivar padi beras merah tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 9. Fare Keta Soba Gambar 10. Kultivar Angka Gambar 11. Kala Isi Tolo

Gambar 12. Fare Kala Sri Gambar 13. Kultivar Piong

b. Pembentukan Genotipe padi beras merah tahan kekeringan dengan

menggunakan metode seleksi Back cross. Penelitian ini diawali dengan melakukan

seleksi untuk memperoleh tetua donor dan tetua berulang, dan diperoleh tetua donor (tahan kering) adalah kultivar Kenya berupa padi beras putih tergolong Sub spesies Japonica, serta tetua berulang (umur genjah, hasil tinggi) adalah kultivar Piong, Angka, Sri dan Pujut yang ke seluruhnya merupakan padi beras merah dan tergolong sub spesies indica. Keturunan persilangan (F1) antara tetua donor (Kenya) dengan tetua berulang (Pujut, Sri, Angka dan Piong) dievaluasi toleransi terhadap kekeringan berdasarkan indeks kering pucuk dan penyembuhan. Famili hasil seleksi tersebut disilangkan dengan tetua berulang (Back Cross 1). Genotipe F1BC1 kemudian di evaluasi kembali sifat kekeringannya seperti kegiatan F1, Genotipe terseleksi disilangkan kembali dengan tetua berulang melalui kegiatan Back Cross 2, kegiatan yang sama dilakukan hingga Back Cross 4, sehingga diperoleh 20 genotipe F1BC4, yang terdiri atas 9 genotipe Kenya/Angka dan 11 genotipe Kenya /Piong. Genotpe F1 BC4 ini kemudian di selfing (Muliarta dkk, 2006).

(26)

c. Pembentukan galur harapan padi beras merah berumur genjah tahan

kekeringan serta berdaya hasil tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan

menggalurkan genotipe F1BC4 padi beras merah hasil selfing yang berupa genotipe F2BC4. Pelaksanaannya dengan menanam 400 rumpun padi beras merah per genotipenya kemudian dilakukan seleksi sebesar 5 % berdasarkan berat gabah per rumpunnya serta umur genjah. Hasil seleksi di Bulk kemudian ditanam kembali sejumlah 100 rumpun per galur dan dilanjutkan dengan seleksi sebesar 5 % berdasarkan berat gabah per rumpun serta umur genjah. Sehingga terpilih 15 galur padi beras merah toleran kekeringan. Ke 15 galur tersebut terdiri atas 8 galur yang berasal dari hasil perkawinan padi beras merah Piong dengan Kenya dan 7 galur berasal dari hasil perkawinan padi beras merah Angka dengan Kenya. Galur tersebut masih memiliki karakteristik yang beragam terutama pada sifat hasil dan komponen hasilnya. Beberapa contoh galur dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Kisaran hasil yang di peroleh dari galur-galur tersebut adalah 4,08 ton/ha hingga 6,2 ton/ha dengan umur rata-rata genjah (105 hari) (Muliarta, 2010).

Gambar 14: Galur harapan 1 s/d 4 Padi beras merah toleran kekeringan

Gambar 15 : Galur harapan 9 s/d 12 Padi beras merah toleran kekeringan

(27)

BAB IV. MANFAAT PENELITIAN

Melalui penelitian ini akan diperoleh beberapa manfaat seperti :

1. Melalui penelitian ini akan dihasilkan calon varietas padi gogo beras merah umur genjah yang berdaya hasil tinggi yang relatif stabil dan atau spesifik lokasi pada daerah dataran rendah, dataran medium , dataran tinggi.

2. Melalui penelitian ini akan tersedia informasi kandungan dan hasil antosianin pada setiap genotipe padi beras merah pada elevasi ketinggian berbeda (dataran rendah, medium dan tinggi)

3. Melalui penelitian ini akan tersedia informasi tentang tingkat ketahanan terhadap penyakit blas serta diskripsi pada genotype – genotype teruji.

Dari manfaat yang dihasilkan diatas maka diharapkan penanaman padi gogo dilahan-lahan kering pada berbagai ketinggian dapat diperluas. Sehingga swasembada pangan yang kita raih saat ini tetap dapat dipertahankan. Demikian pula dengan membiasakan mengkonsumsi beras merah akan diharapkan mampu meningkatkan kesehatan.

(28)

BAB V. METODE PENELITIAN

A.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini terdiri atas 4 percobaan. Percobaan I : Uji adaptasi galur harapan padi beras merah pada tiga elevasi lokasi padi gogo di pulau Lombok. Percobaan II. Diskripsi sifat kuantitatif dan kualitatif galur harapan padi beras merah. Percobaan III. Uji Ketahanan penyakit blas pada galur harapan padi beras merah. Percobaan IV. Uji kandungan antosianin beras pada lingkungan gogo. Percobaan I dilakukan pada 3 lokasi sentral penanam padi gogo di pulau Lombok yaitu di kabupaten Lombok Tengah desa Mantang dataran rendah ( < 400 m dpl), kabupaten Lombok Tengah desa Lantan Duren untuk dataran medium ( 400 – 700 m dpl) dan kabupaten Lombok Timur desa Sembalun untuk daerah dataran Tinggi ( > 700 m dpl); Waktu kegiatan untuk tanam gogo dilakukan mulai bulan Januari – Agustus 2012, Percobaan II dilakukan bersamaan dengan percobaan I. Percobaan II dilakukan di Laboratorium dan rumah kaca Fakultas Pertanian Unram mulai bulan Juni 2012. Percobaan III dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Universitas Brawijaya Malang pada bulan Oktober 2012.

A.2. Prosedur Penelitian

Percobaan 1 : Uji adaptasi galur-galur harapan padi beras merah 3 elevasi lokasi Gogo di Pulau Lombok

Luaran : Untuk mendapatkan calon varietas unggul padi gogo beras merah umur genjah dengan daya hasil tinggi yang stabil atau beradaptasi khusus pada masing-masing ketinggian daerah gogo di pulau Lombok.

Metode : Kegiatan dilakukan di 3 (tiga) lokasi sentral penanaman padi gogo yaitu dataran rendah, medium dan dataran tinggi. Pada setiap lokasi penanaman dirancang dengan metode Rancangan Acak Kelompok 3 ulangan. Sebagai perlakuan berupa 20 genotipe yaitu 15 galur harapan

padi beras merah yang berasal dua sumber populasi berbeda ( 7 genotipe dari persilangan back cross Angka x Kenya yaitu

(29)

AKBC52-16-22-15, AKBC52-16-22-16, AKBC52-16-22-20, AKBC86-47-43-23 dan 8 genotipe dari persilangan back cross Piong x Kenya yaitu, PKBC179-168-88-36, PKBC179-168-124-44, PKBC179-168-127-61, PKBC179-168-134-103, PKBC179-168-138-143, PKBC183-173-142-146, PKBC186-177-156-167, PKBC186-177-156-172) dan 3 tetua yaitu kultivar Piong, Angka dan Kenya, serta 2 varietas unggul nasional sebagai pembanding yaitu Situ Patenggang ( padi gogo tahan blas), dan Aik Sibondang (padi sawah beras merah peka blas),

Prosedur : Penanaman dilakukan seminggu setelah tanah diolah dan digemburkan dengan traktor. Penanaman setiap genotipe dilakukan pada luasan lahan 4 x 5 m, dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Penanaman dilakukan dengan cara tugal, 2 benih per lubang tanam yang nantinya di tinggalkan 1 tanaman. Satu hari sebelum tanam tanah ditaburi dengan Furadan 3 G dengan dosis 5 gram / m2.

Pengairan diberikan berdasarkan air hujan. Pemupukan dilakukan dengan tiga tahap; tahap pertama pupuk dasar Ponska dosis 300 kg/ha dan Urea dosis 200 kg/ha . Pupuk ponska diberikan bersamaan dengan saat tanam. Tahap kedua dan ketiga berupa pupuk susulan masing-masing berupa Urea 100 kg/ha diberikan pada umur 30 dan 50 hst. Pemupukan diberikan dengan cara tugal.

Penyiangan dilakukan 2 kali, yaitu sehari sebelum pemupukan susulan diberikan. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman. Pengendalian hama walang sangit dilakukan dengan insektisida Matador konsentrasi 2 cc/l dilakukan pada umur tanaman 90 hst.

Pemanenan dilakukan setelah pada saat tanaman 80 % mencapai kriteria panen, malai telah masak fisiologis, batang dan daun telah mulai menguning serta gabah berwarna kuning dan keras.

Pemanenan dilakukan setelah pada saat tanaman 80 % mencapai kriteria panen, batang,daun telah mulai menguning gabah berwarna kuning dan keras.

(30)

jumlah gabah berisi dan hampa permalai, bobot 100 butir , jumlah anakkan produktif dan non produktif, bobot gabah per rumpun, hasil per hektar

Analisis data

: Analisis sidik ragam untuk data setiap lokasi mengikuti Rancangan Acak Kelompok (RAK), kemudian diadakan pengujian homogenitas ragam acak masing-masing lokasi dengan uji F Snedecor (Nasrullah, 1994). Bila ragamnya homogen, dilanjutkan dengan analisis gabungan untuk mengetahui sampai seberapa jauh adanya interaksi antara galur/varietas yang dievaluasi dengan lokasi. Dalam analisis ini pengaruh galur dianggap sebagai pengaruh tetap, sedangkan lokasi dan ulangan dalam lokasi dianggap pengaruh acak. Sehingga model yang digunakan adalah model campuran.

Bila dalam analisis ragam gabungan interaksi genotipe dan lingkungan (GxE) nyata maka diteruskan dengan analisis AMMI (Gauch, 1992) untuk memilih genotipe stabil dan spesifik lingkungan.

Dalam teknik analisis varian model AMMI, estimasi stabilitas genotipe berdasarkan atas besarnya nilai aksis interaksi G x E dari hasil analisis interaksi komponen utama (Interaction Principal Componen Axis, IPCA) (Cornellius,1993). Genotipe yang tumbuh di lintas lingkungan pengujian dan memberikan nilai AIKU (aksis interaksi komponen utama) atau IPCA yang mendekati nol, memberikan indikasi bahwa genotipe tersebut bersifat stabil. Jika nilai IPCA sangat jauh dari titik nol menunjukkan genotipe tersebut memiliki daya adaptasi spesifik (Gauch,1992).

Percobaan 2 : Diskripsi sifat kuantitatif dan kualitatif pada galur harapan padi beras

merah

Luaran : Untuk menghasilkan deskripsi sifat kuantitatif dan kalitatif yang

lengkap dan jelas pada masing-masing calon varietas yang diusulkan sehingga memungkinkan untuk identifikasi dan pengenalannya secara akurat

Metode : Penelitian dilakukan secara diskriptif dengan mengamati sifat

(31)

generatif dan pasca panen. Kegiatan ini di lakukan di lapang dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Unram. Rancangan penamanan untuk perlakuan sama seperti Percobaan 1.

Pengamatan : Pengamatan di lakukan dengan pengukuran terhadap sifat kuantitatif

dan kualitatif pada sejumlah individu setiap galur harapan dan tetuanya, yaitu (Berdasarkan Guidelines for the conduct of tes for distinctness, homogeneity and stability of rice, 2006) :

1. Umur 50 % berbunga (50 % tanaman telah memiliki malai) (sangat genjah, genjah, sedang, dalam, sangat dalam)

2. Warna Koleoptil (tidak berwana, hijau atau ungu)

3. Warna daun bagian bawah/pelepah (Hijau, garis-garis ungu, ungu muda atau ungu)

4. Bulu permukaan daun ( sangat lemah, lemah, sedang, kuat atau sangat kuat)

5. Warna lidah daun (tidak berwana, hjau, garis-garis ungu, ungu muda, ungu Daun bendera (tegak, semi-tegak, horizontal, melengkung)

6. Batang (tegak, semi tegak, terbuka, agak terbuka, menyebar) 7. Tinggi tanaman/Panjang batang (sangat pendek, pendek, sedang,

panjang, sangat panjang)

8. Ketebalan Batang ( tipis, sedang, tebal). Panjang batang (sangat pendek, pendek, sedang, panjang, sangat panjang)

9. Anakan produktif dan non produktif(sedikit, sedang, banyak) 10. Panjang malai pada cabang utama (sangat pendek, pendek,

sedang, panjang, sangat panjang)

11. Penampilan malai ( tegak, agak tegak, merunduk, patah) 12. Jumlah malai per rumpun (sedikit, sedang, banyak)

13. Bulu ujung gabah (tidak ada, ada) Warna bulu ujung gabah (Putih kekuningan, coklat kekeringan, coklat, coklat kemerah-merahan, merah muda, merah, ungu, ungu muda, hitam)

14. Umur matang (sangat genjah, genjah, sedang, dalam, sangat dalam)

(32)

15. Bobot 100 biji ( sangat ringan, ringan, sedang, berat, sangat berat) 16. Kerontokan gabah (sedikit, sedang, banyak)

17. Warna beras pecah kulit (putih, coklat muda, bercak-bercak coklat, coklat tua, merah muda, merah, bercak-bercak ungu, ungu, hitam)

18. Kandungan antosianin (ppm)

19. Ketahanan terhadap penyakit blas (peka, agak tahan/toleran, tahan)

Percobaan 3 : Uji ketahanan penyakit Blas pada galur-galur harapan padi beras merah

Luaran : Untuk mengetahui berbagai tingkat ketahanan/ toleran terhadap penyakit Blas pada galur-galur padi beras merah yang diujikan

Metode : Kegiatan untuk uji ketahanan penyakit Blas dilaksanakan di laboratorium hama penyakit dan rumah kaca Fakultas Pertanian Unram. Penanaman dirancang dengan metode Rancangan Acak Lengkap 3 ulangan. Sebagai perlakuan berupa 21 genotipe.

Prosedurnya : Genotipe yang diuji ditanam pada ember plastik persegi panjang dengan ukuran 30 cm x 20 cm , ditanam secara gogo. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan pemupukan Ponska dosis 300 kg/ha dan uea 200 kg /ha , pemupukan dilakukan sebelum tanaman ditanam.

Miselia pathogen jamur blas Pyricularia Grisea ditumbuhkan pada media potato dektrose agar (PDA), pada umur 5 hari dipindahkan ke media sporulasi yaitu media oatmeal agar (OMA). Pada media OMA, pathogen P. grisea ditumbuhkan selama 1 hari. Pada hari ke 10 diadakan penggosokan koloni untuk membersihkan miselia udara dengan air steril yang mengandung streptomysin 100 ppm. Penggosokan miselia dilakukan dengan menggunakan kwas gambar no 10 yang sudah di sterilkan . koloni yang telah digosokan diinkubasikan ke dalam inkobator bercahaya neon 20 watt selama 2 x 24 jam untuk merangsang sporulasi.

(33)

cara menggosokan koloni dengan kuas gambar 10 pada saat umur 12 hari. sebelum digosokan, pada masing-masin cawan petri ditambahkan air steril yang mengandung teen 20 sebanyak 0,02 %.

Inokulasi dilakukan pada tanaman padi umur 18-21 hari setelah tanam (HST) atau setelah tanaman berdaun 4 sampai 5 helai dengan menggunakan metode penyemprotan. Konsentrasi inokulum yang digunakan 3 x 105 konidia/ml. setelah diinokulasi, tanaman diletakan dalam kamar lembab selama 24 jam . selanjutnya dipindahkan kerumah kaca dengan kelembaban di atas 90 %. Pengamatan instensitas serangan blas daun dilakukan 7 hari setelah inokulasi dengan menggunakan stanar evaluasi IRRI (IRRI 1996)

Pengamatan : Variabel-variabel yang diamati meliputi:

(1). Intensitas penyakit blas dilakukan pada umur 30 hari setelah tanam dengan menghitung jumlah daun yang terserang pada setiap nilai skala kerusakan. Untuk menilai reaksi masing-masing galur padi beras merah terhadap penyakit blas digunakan Standard Evaluation System For Rice (Anonim, 1980) seperti yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai skala kerusakan tanaman padi oleh penyakit blas Nilai Skala Persentase Serangan (P) Reaksi Ketahanan

0 1 2 3 4 5

Tidak ada serangan P  1 % 1 % < P  5 % 6 % < P  25 % 25 % < P  50 % 50 % < P  100 % Sangat Tahan Tahan Agak Tahan Agak Peka Peka Sangat Peka

Untuk menghitung persentase intensitas penyakit blas digunakan rumus: Σ (ni x vi)

P = x 100 % (Z x N)

P = Persentase intensitas penyakit

(34)

vi = skor dari setiap skala serangan

Z = skor dari skala serangan tertinggi (= 5) N = jumlah tanaman yang diamati.

Percobaan 4 : Uji Kandungan Antosianin Beras Merah pada Lingkungan gogo

Luaran : Untuk mengetahui kandungan dan hasil antosianin beras merah pada setiap galur harapan dan responnya jika ditanam pada lokasi lingkungan elevasi ketinggian tanam gogo berbeda

Metode : Penelitian dilakukan pada lokasi elevasi gogo dataran rendah, medium dan dataran tinggi. Pada setiap lokasi penanaman dirancang dengan metode Rancangan Acak Kelompok 3 ulangan. Sebagai perlakuan berupa 19 genotipe ( 15 galur-galur harapan padi beras merah), 3 tetua (Piong, Angka dan Kenya) dan 1 varietas pembanding (Aek Sibundong) Pengamatan :. Analisis kandungan antosian beras dihitung dengan menggunakan

metode Shi et al.(1992) sebagai berikut:

xb xBM absorbansi ml mg n iantosiani Konsentras    max ) / (

∆ abs max = abs max pada pH 1,0 – abs pada pH 4,5

BM = berat molekul antosianin, misalnya : sianidin 3 glikosida = 445,2 ε = koefisien absorbtivitas. Misalnya : sianidin 3 glikosoda = 26600

mol-1 b = diameter kuvet = 1 cm ) ( ) / ( ) / ( sampel bobotbahan k Fpolekstra ml mg i konsentras g mg ntosianin Kandungana  Fp = faktor pengenceran

Prosedur (diagram) pembentukan ekstrak pigmen beras merah dapat dilihat seperti pada pengujian antosianin lahan sawah irigasi teknis (tahun I)

Analisis data : Analisis sidik ragam untuk data setiap lokasi mengikuti Rancangan Acak Kelompok (RAK), kemudian diadakan pengujian homogenitas ragam acak masing-masing lokasi dengan uji F Snedecor (Nasrullah, 1994). Bila ragamnya homogen, dilanjutkan dengan analisis gabungan

(35)

untuk mengetahui sampai seberapa jauh adanya interaksi antara galur/varietas yang dievaluasi dengan lokasi. Dalam analisis ini pengaruh galur dianggap sebagai pengaruh tetap, sedangkan lokasi dan ulangan dalam lokasi dianggap pengaruh acak Data kemudian dianalisis berdasarkan Anova 5% dan Uji lanjutnya dengan Duncan .

(36)

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Uji Adaptasi Dan Stabilitas Hasil Galur Harapan Padi Beras Merah padaTiga Lokasi

Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan perbedaan yang nyata pada interaksi genotipe Lokasi terhadap karakter tinggi tanamana, jumlah gabah berisi, jumlah gabah hampa, bobot 100 butir gabah, bobot gabah per rumpun, hasil gabah per ha.Tetapi tidak menunjukkan interaksi genotype x lokasi terhadap umur berbunga, jumlah anakan produktif, jumlah anakan non produktif,panjang malai. Adanya pengaruh genotipe x lokasi yang nyata memungkinkan untuk dilakukannya analisis AMMI (additive main effect and multiplicative interactions) dan mempolakan interaksi genotipe x Lokasi dengan biplot. Dari hasil analisis AMMI (Lampiran 1 – 10) tampak pengaruh interaksi genotipe x Lokasi menghasilkan dua komponen AIKU (Analisis Interaksi Komponen Utama) yaitu AIKU1 dan AIKU2. Nilai rerata genotipe, Lokasi dan nilai AIKU1 dan AIKU2, serta penampilan rata–rata karakteristik tiap – tiap genotipe, dimasing -masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 1, dan 20.

6.1.1 Umur Berbunga Pada 20 Genotip dan 3 Lokasi

Hasil analisis ragam genotipe, interaksi genotipe x lokasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada umur berbunga, tetapi menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap lokasi ( Lampiran 1). Pada Table 1 nampak bahwa umur berbunga untuk setiap genotipe di masing-masing lokasi sama.

Hasil biplot AIKU1 dan AIKU2 pada rerata umur berbunga menunjukkan bahwa antara genotipe memberikan umur berbunga yang sama sedangkan antara lokasinya berbedanyata. Umur berbunga paling lambat terdapat pada lokasi pada dataran Tinggi (L3) berumur 106,4 hari dan paling cepat pada lokasi dataran rendah L1 dan dataran medium L2 secara berurutan berumur 75,7 hari dan 76,4 hari.

Tabel 1 . Penampilan rata-rata umur berbunga 20 genotip di 3 lokasi Genotip Dataran Rendahh (L1) Dataran Medium (L2) DataranTinggi (L3)

(37)

G1 72,0 a 77,0 a 104,7 a G2 73,7 a 75,7 a 107,0 a G3 73,7 a 77,3 a 107,7 a G4 74,3 a 76,0 a 105,3 a G5 74,0 a 76,7 a 108,3 a G6 76,0 a 76,3 a 105,3 a G7 76,0 a 76,3 a 103,3 a G8 76,0 a 75,3 a 104,0 a G9 76,7 a 75,3 a 105,7 a G10 76,0 a 76,3 a 108,3 a G11 77,3 a 76,3 a 109,0 a G12 76,0 a 77,0 a 105,3 a G13 76,7 a 76,7 a 105,3 a G14 77,0 a 77,3 a 111,3 a G15 76,7 a 76,0 a 106,7 a G16 75,0 a 77,3 a 107,0 a G17 75,7 a 75,3 a 104,7 a G18 76,7 a 77,0 a 106,7 a G19 77,3 a 76,3 a 108,7 a G20 77,3 a 76,7 a 104.0 a Rata-rata 75.7 b 76.4 b 106.4 a

Ket. Angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji gerombol Scott-Knott 5%

Tabel 2 . Nilai rerata AIKU 1,AIKU 2 karakter umur berbunga pada 20 genotip di 3 lokasi

Genotip/Lokasi Umur berbunga AIKU1 AIKU2

G1 84,6 a -0,10 0,28 G2 85,4 a 0,35 -0,24 G3 86,2 a 0,16 -0,21 G4 85,2 a -0,12 0,05 G5 86,3 a -0,17 0,16 G6 85,9 a 0,01 0,13 G7 85,2 a 0,13 0,00 G8 85,1 a 0,00 0,01 G9 85,9 a -0,09 0,05 G10 86,9 a -0,24 0,26 G11 87,6 a 0,12 0,05 G12 86,1 a 0,17 -0,09 G13 86,2 a -0,02 -0,13 G14 88,6 a 0,51 -0,16 G15 86,4 a -0,15 0,17 G16 86,4 a 0,21 -0,08 G17 85,2 a -0,30 -0,21 G18 86,8 a -0,81 -0,33 G19 87,4 a 0,08 0,14 G20 86,0 a 0,25 0,15 Rata-rata 86.2 L1 75.7 a 0,73 0,42 L2 76.4 a 0,22 -0,60 L3 106.4 b -0,95 0,18

(38)

Dari hasil biplot AMMI2 pada Gambar 1 nampak bahwa ada 19 genotipe yang mempunyai respon stabil di tiga lokasi kecuali G1, merupakan genotipe yang bersifat spesifik lokasi, pada dataran medium (L2). Genotipe yang setabil adalah genotipe yang berada dalam lingkaran. Genotipe G18, merupakan genotipe yang paling stabil dibandingkan dengan genotipe lainnya.

Genotipe lain yang mempunyai respon stabil di semua lokasi adalah G3,G5, G10,G11,G13,G14,G15,G16,G18,G4,G19 memiliki hasil lebih besar dari rerata umumnya sedangkan genotipe lainnya lebih kecil.

Gambar 1. Biplot interaksi model AMMI 2 umur berbunga tiap genotipe dan lokasi

6.1.2 Tinggi Tanaman

Hasil analisis ragam genotipe, lokasi dan interaksi genotipe x lokasi menunjukkan perbedaan yang nyata pada tinggi tanaman ( Lampiran 2).Tinggi

(39)

tanaman untuk setiap genotipe pada masing-masing lokasi dapat dilihat pada Table 3. Rata – rata tinggi tanaman di lokasi dataran rendah adalah 101,2 cm tinggi tersebut lebih rendah di bandingkan dengan lokasi dataran medium yaitu setinggi 103,7 cm sedangkan di lokasi dataran tinggi menujukkan tinggi tanaman terendah yaitu setinggi 79 cm.

Pada lokasi dataran rendah (L1) tinggi tanaman tertinggi di jumpai pada G18 yaitu 127,3 cm dan terendah nampak pada G4. Pada lokasi medium ( L2) tinggi tanaman tertinggi di jumpai pada G18 yaitu 117.8 cm dan terendah nampak pada G1yaitu 117,8 cm. Pada lokasi dataran tinggi ( L3) tanaman tertinggi di jumpai pada G18 yaitu 103,8 cm dan terendah pada G 14 yaitu 55.6 cm

Tabel 3 . Penampilan rata-rata tinggi tanaman 20 genotip di 3 lokasi

Genotip Dataran rendah (L1) Datara medium (L2) Dataran tinggi (L3) G1 95,2 b 93,3 b 76,1 c G2 100,7 b 103,4 b 73,8 c G3 100,6 b 94,4 b 78,5 c G4 94 b 103.4 b 77.5 c G5 99.3 b 98.7 b 81.5 c G6 103 b 113 a 85.1 b G7 101.8 b 102.7 b 74.8 c G8 95.8 b 97.2 b 78 c G9 102 b 104.8 a 83.9 b G10 98.6 b 109.1 a 85.6 b G11 96.3 b 100 b 76.6 c G12 95.1 b 96.8 b 64.6 d G13 100.9 b 106,4 a 78,1 c G14 97,8 b 94,4 b 55,6 d G15 105,7 b 115,2 a 89,9 b G16 96,3 b 99,2 b 75,4 c G17 103,3 b 110 a 89,4 b G18 127,3 a 117,8 a 103,8 a G19 107,9 b 109,3 a 79,8 c G20 103,1 b 105,3 a 72,2 c Rata-rata 101,2 103,7 79.0

Ket. Angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yag sama tidak berbeda nyata pada uji gerombol Scott-Knott 5%

Hasil biplot AIKU1 dan AIKU2 pada rerata tinggi tanaman di tiga lokasi Tabel 4. menunjukkan bahwa G18 memberikan penampilan tinggi tanaman tertinggi

(40)

yaitu 116,3 cm, sedangkan genotipe yang menunjukkan tinggi tanaman terendah nampak pada G14 yaitu 82,6 cm. Tinggi tanaman paling rendah terdapat pada lokasi dataran tinggi (L3) 79 cm dan paling Tinggi. Pada lokasi Lantan dataran medium (L2) dan Mantang dataran rendah (L1) secara berurutan tinggi tanaman 103.2 cm dan 101,7 cm.

Tabel 4 . Nilai rerata AUKU 1,AIKU 2 karakter Tinggi tanaman pada 20 genotip di 3 lokasi

Genotip/Lokasi tinggi tanaman AIKU1 AIKU2

G1 88,2 d -0,72 0,48 G2 92,6 c -0,56 -0,31 G3 91,2 c -1,32 -1,08 G4 91.6 c 0.40 0.06 G5 93.2 c 0.98 -1.23 G6 100.4 b 0.50 0.03 G7 93.1 c -0.78 0.62 G8 90.3 c 0.21 -0.46 G9 96.9 b 0.69 0.44 G10 97.8 b 1.14 0.17 G11 91.0 c 1.86 0.73 G12 85.5 d -1.85 0.69 G13 95,1 c -0,34 -0,62 G14 82,6 d -0,94 0,18 G15 103,6 b 1,39 0,15 G16 90,3 c -1,15 0,03 G17 100,9 b 1,03 -0,90 G18 116,3 a 0,20 0,50 G19 99,0 b -0,91 -0,42 G20 93,5 c 0,15 0,95 Rerata 94,7 L1 101,2 a -2,12 1,79 L2 103,7 a -1,46 -2,03 L3 79 b 3,58 0,24

Dari hasil biplot AMMI2 pada Gambar 2 nampak bahwa ada 18 genotipe yang mempunyai respon stabil di tiga lokasi kecuali G14,G18. Merupakan genotipe yang bersifat spesifik lokasi pada dataran rendah. Genotipe yang paling stabil di bandingkan dengan rerata umumnya adalah genotipe yang berada dalam lingkaran yaitu G9,G11,G7,19 merupakan genotipe yang paling stabil dibandingkan dengan genotipe lainnya.

(41)

Genotipe lain yang mempunyai respon stabil adalah G13,G9,G19, G10, G15,G17,G6. Memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dari rerata umumnya sedangkan genotipe lainnya lebih kecil.

Gambar 2 . Biplot AMMI 2 dari nilai AIKU dan tampilan rerata tinggi tanaman tiap genotipe di tiga lokasi

6.1.3 Jumlah Anakan Produktif

Hasil analisis ragam, interaksi genotipe x lokasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada jumlah anakan produktif, tetapi menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap genotipe dan lokasi ( Lampiran 3). Pada Tabel 5 nampak bahwa jumlah anakan untuk setiap genotipe di dataran rendah, medium, tinggi sama mempunyai rerata jumlah anakan produktif per rumpun sama.

(42)

Tabel 5. Penampilan rata-rata jumlah anakan produktif 20 genotip di 3 lingkungan Genotip Dataran rendah (L1) Datara Medium (L2) Dataran tinggi (L3) G1 22,8 a 21,3 a 25,0 a G2 18,3 a 20,0 a 22,7 a G3 18,0 a 22,1 a 19,2 a G4 20,6 a 21,4 a 29,8 a G5 15,9 a 22,1 a 30,4 a G6 18,9 a 20,0 a 28,8 a G7 18,8 a 16,8 a 20,4 a G8 15,8 a 18,6 a 24,8 a G9 15,1 a 14,8 a 25,4 a G10 18,0 a 19,0 a 31,3 a G11 20,1 a 19,4 a 36,7 a G12 23,2 a 20,2 a 18,7 a G13 16,7 a 19,7 a 22,8 a G14 21,3 a 20,9 a 22,8 a G15 19,7 a 20,9 a 34,4 a G16 19,6 a 19,6 a 20,0 a G17 17,6 a 22,6 a 31,9 a G18 10,6 a 9,7 a 18,0 a G19 11,6 a 13,4 a 14,1 a G20 21,9 a 19,2 a 28,3 a Rata-rata 18,2 19,1 25,3

Ket. Angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji gerombol Scott-Knott 5%

Hasil biplot AIKU1 dan AIKU2 pada rerata jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa antara genotipe di tiga lokasi memberikan jumlah anakan produktif yang sama sedangkan antara lokasinya berbeda nyata, jumlah anakan produktif paling banyak terdapat pada lokasi dataran tinggi (L3) yaitu 25,3 buah dan paling sedikit pada lokasi dataran rendah (L1) dan dataran medium (L2) secara berurutan jumlah anakan produktif 18,2 buah dan 19.1.

Gambar

Gambar 1. Gejala penyakit   blas pada daun padi
Gambar 3. Gejala penyakit  blas pada leher malai
Tabel 1 . Sifat-sifat kualitatif Kultivar padi  beras merah  hasil koleksi dari beberapa  daerah NTB, NTT dan Bali
Gambar 9. Fare Keta Soba  Gambar 10. Kultivar Angka  Gambar 11. Kala Isi Tolo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kehidupan beragama, ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang wajib dimiliki, karena tidak akan mungkin seseorang mampu melakukan ibadah yang merupakan tujuan

o Sirkulasi Kendaraan 1 Pemisahan zona emplasemen kedatangan (EK) dan emplasemen Pemberangkatan (EP) guna memudahkan dalam orientasi pergerakan dan menghindari penumpukan kendaraan

Secara tektonik mineralisasi kromit di daerah Dosay terjadi dan terbentuk dari mineralisasi batuan induk ultrabasa dari kelompok Ofiolit Pegunungan Cycloop, yang

REKAM DATA PTK DI LAMAN PENGELOLAAN DATA PTK BARU REKAM DATA RINCI PTK &amp; PENUGASAN DI ROMBEL SYNC DAPODIK SEKOLAH (LOKAL) MULAI SYNC DAPODIK SEKOLAH (LOKAL)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan kepemimpinan Kepala Desa di Desa Cemba sebesar 48,4% atau dikategorikan Cukup Baik, cara penyelesaian konflik

Kutu putih pepaya betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertahap), yaitu terdiri dari telur, nimfa yang terdiri dari instar pertama hingga ketiga, dan imago

Bertolak pada latar belakang permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian terhadap 1.521 sampel darah penduduk kota Medan yang berasal dari berbagai kelompok suku

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disesuaikan dengan kompetensi dasar yang telah peneliti dan guru kolaborator sepakati dan pembelajaran menggunakan teknik