• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 Tinjauan Tanaman Cinnamomum cassia

2.2.2 Kandungan Kimia dalam Kayu manis

Berikut ini karakteristik dari C.cassia:

Tabel 2.2 Karakteristik Tanaman Cinnamomum cassia

Sumber : Daswir, 2011(telah diolah kembali)

2.2.2 Kandungan Kimia dalam Kayu manis

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, kayu manis dilaporkan telah terbukti memiliki efek hipoglikemik dan efek hipolipidemik pada tikus diabetes.28 Hasil analisa fitokimia dari beberapa studi menunjukkan adanya beberapa senyawa penting dalam ekstrak kayu manis diantaranya alkaloid, protein, tannin, glikosida, flavonoid, saponin, asam cinnamat, polifenol, dan cinnamaldehid.23

Dari sekian senyawa tersebut, bahan aktif yang paling berperan aktif adalah adalah asam cinnamat, cinnamaldehid, polifenol dan flavonoid. Berbagai penelitian melaporkan bahwa cinnamaldehid mampu meningkatkan transport glukosa oleh GLUT4 pada sel adipose dan otot skelet sehingga mampu menurunkan glukosa darah secara signifikan.34,28. Telah dilaporkan pemberian cinnamaldehid 20mg/kgbb dapat menurunkan HbA1C, total kolesterol, dan TG.28

Karakter Cinnamomum cassia

Ekosistem Dataran rendah 0-600 m dpl

Bentuk Daun Oblong oval

Ukuran Daun P(8-15 cm) L (6-10 cm)

Warna daun Hijau tua

Panen pertama 5-7 tahun

Ratio berat basah/kering 1;3 Kadar Sinemaldehid 0,95-1,2%

Kandungan yang lain adalah asam cinnamat yang berperan sebagai insulin secretagog dan peningkatan ekspresi dari GLUT4.28 Asam cinnamat juga dilaporkan mampu menghambat enzim HMG-CoA reduktase hepar dan menurunkan peroksidasi lipid di hepar. 10 Selain itu, kandungan polifenol dalam Cinnamomum cassia bekerja dalam regulasi tiga protein, yaitu GLUT4, insulin receptor β (IRβ) dan

tristetrapolin. Polifenol insulin mengaktifkan reseptor insulin dengan meningkatkan aktifitas fosforilasi insulin dan menghambat Protein Tyrosine Phosphatase-1 (PTP-1) yang menurunkan aktifitas reseptor insulin di jaringan adiposa .19,25

Salah satu komponen polifenol yang banyak dilaporkan MHCP yang bersifat insulin mimetik. Sangal (2011) melaporkan MHCP memiliki beberapa efek antara lain : (1) merangsang autofosforilasi reseptor insulin, (2) meningkatkan uptake

glukosa, (3) meningkatkan sintesis glikogen dan aktifitas glikogen sintase di sel adiposit, dan (4) menurunkan aktifitas glikogen sintase kinase-3β.23,25 Selain itu pada penelitian yang lain dilaporkan juga bahwa MHCP dapat meningkatkan sensitifitas insulin melalui penambahan ekspresi dari PPAR / α.9

Kandungan polifenol tidak hanya memiliki mekanisme kerja menyerupai insulin (insulin mimetic), namun juga sebagai antioksidan. Dilaporkan bahwa ekstrak ethanol dari kulit kayu tanaman Cinnamomum cassia memiliki aktifitas antioksidan tertinggi dibandingkan bagian lain dari tanaman ini. Tingginya aktifitas antioksidan berbanding lurus dengan kandungan polifenol dan flavonoid, Khususnya polifenol yang dilaporkan mampu menghambat enzim 5-lipooksigenase.43

Kandungan polifenol dan flavonoid yang tinggi pada kulit kayu Cinnamomum cassia memiliki aktifitas antioksidan tinggi yang didasarkan pada atau kemampuan

menangkap radikal bebas terutama pada sel β pankreas. Mekanisme ini sangat baik

dalam menangkal radikal bebas yang timbul akibat reaksi siklus redoks aloksan yang

23

2.3 Aloksan

Aloksan (2,4,5,6-tetraoxypyrimidine; 2,4,5,6-pyrymidinetetrone) merupakan agen diabetogenik yang secara luas telah digunakan dalam induksi hewan diabetes pada banyak penelitian. Aloksan tergolong senyawa hidrofilik yang tidak stabil. Waktu paruh aloksan hanya 1,5 menit pada suhu 37ºC dan pH netral, waktu paruhnya lebih panjang pada suhu yang lebih rendah.30

Aloksan dapat menginduksi tikus diabetes jika diberikan secara intravena, intraperitoneal atau subkutan. Dosis yang sering digunakan pada tikus adalah 65mg/kgbb iv. Ketika diberikan intraperitoneal dosis yang digunakan 2-3 kali lipat lebih besar dari dosis iv. Pemilihan tikus strain Sparague dawley ini didasarkan pada tikus ini lebih susceptible untuk menjadi DM melalui induksi intraperitoneal dibandingkan dengan tikus strain Nude.36. Sedangkan tikus strain Wistar

menunjukkan peningkatan glukosa darah yang belum terlalu signifikan setelah 38 hari induksi dengan dosis rendah.38

Penggunaan dosis kurang dari 150mg/kgbb intraperitoneal dikhawatirkan belum adekuat untuk menginduksi tikus menjadi diabetes.30. Dosis aloksan berkisar antara 100-200mg/kgbb. Dosis 130 mg/kgbb tergolong dosis sedang, sedangkan dosis 160mg/kgbb tergolong dosis tinggi.39 Pemberian dosis ringan hingga sedang belum bisa menginduksi DM tipe 1 pada tikus. Sementara itu, pemilihan dosis 150mg/kgbb dilaporkan mampu menginduksi DM tipe 2 pada tikus.37

Aloksan dapat langsung bekerja dalam menit pertama setelah pemberian. aloksan memiliki bentuk molekul yang menyerupai glukosa, sehingga secara cepat dapat di uptake secara selektif oleh sel β pankreas melalui reseptor GLUT2.31Aloksan bersifat hidrofilik sehingga tidak dapat menembus lapisan lipid ganda pada membrane plasma. Aloksan bekerja setelah terakumulasi di sitosol dengan menghambat enzim glukokinase yang berfungsi sebagai sensor untuk pelepasan

insulin-dependen glukosa sehinga akan menurunkan pelepasan insulin dari sel β

pankreas.10

Gambar 2.10 Reaksi siklus redoks antara aloksan dan asam dialurik

(Lenzen, 2007)

Selain menghambat enzim glukokinase, aloksan juga dapat merusak sel β

pankreas melalui proses lain. Aloksan dan produk hasil reduksinya, asam dialurik akan mengalami siklus redoks yang dapat menghasilkan reactive oxygen species

(ROS ) diantaranya H2O2, OH-, dan O2- . target utama ROS ini adalah sel β pankreas, dimana ROS ini akan menyebabkan influx Ca2+ besar-besaran kedalam sitosol akibat peroksidasi lipid pada membrane sel, mitokondria, dan retikulum endoplasma.10

Keadaan ini akan memicu berbagai enzim yang akan menyebabkan menurunnya fosfolipid, kerusakan DNA dan protein membran maupun sitoskeleton.

Hal inilah yang dapat menyebabkan nekrosis pada sel β pankreas, sehingga dapat

25

Setelah proses penginduksian aloksan, terdapat 4 fase yang terjadi. Fase

pertama terjadi ada 30 menit awal, terdapat sedikit perubahan morfologi sel β

pankreas. Dalam fase ini terjadi transient hipoglikemik akibat sekresi dari insulin. Fase kedua terjadi antara 2 sampai 4 jam. Dimana sudah mulai terdapat vakuolisasi intrasel, dilatasi retikulun endoplasma, berkurangnya area golgi dan granula-granula sekretori serta pembengkakan mitokondria. Hal ini menyebabkan berkurangnya sekresi insulin (hipoinsulinemia). 31

Gambar 2.11 Mekanisme Induksi ROS oleh Aloksan pada sel β pankreas

(Szkudelski, 2001)

Fase yang ketiga terjadi setelah empat hingga delapan jam. Dimana pada fase

ini terjadi perubahan sel β yang irreversible. Pada fase ini terjadi peningkatan insulin dalam darah akibat rupturnya membrane sel, hal ini dapat menyebabkan hipoglikemia yang sangat parah yang dapat berakibat kematian jika tidak diberikan glukosa. Fase keempat merupakan fase terakhir yang terjadi antara 12-48 jam, dimana terjadi degranulasi dan menghilangnya integritas sel β pankreas. Pada fase ini terjadi

Dokumen terkait