• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kandungan logam berat kromium di dalam air, sedimen, dan ikan nila

Berdasarkan kriteria kualitas air yang telah ditentukan oleh PPRI No. 82 Tahun 2001 untuk kegiatan perikanan maka kandungan logam berat kromium di dalam air di tiga stasiun melampaui ambang batas yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05 mg L-1. Kandungan logam berat kromium di dalam air dan sedimen meningkat dari stasiun 1 sampai 3 artinya pada wilayah sungai sebelum stasiun 1 sudah mengandung logam berat kromium. Adanya industri penyamakan kulit dan industri tekstil di Kabupaten Garut yang limbahnya masuk ke dalam Sungai Cimanuk hulu menyebabkan kandungan logam berat kromium pada hulu Sungai Cimanuk terdistribusi menuju hilir Sungai Cimanuk. Kurnia et al. (2004) menyatakan bahwa banyak pelaku industri biasanya membuang limbah ke badan air atau sungai dengan atau tanpa melalui proses pengelolaan terlebih dahulu. Selain itu juga, adanya pembuangan limbah rumah tangga di stasiun 1 dan bengkel-bengkel motor disekitarnya memberikan masukkan logam berat kromium di stasiun 1. Taftazani (2007) menyatakan bahwa sumber-sumber logam berat kromium pada perairan yang berkaitan dengan aktivitas manusia dapat berupa limbah industri sampai limbah rumah tangga, salah satunya terdapat dalam formula deterjen (Connell & Miller 1995).

Hasil penelitian pendahuluan juga menunjukkan bahwa kandungan logam berat kromium yang tinggi di dalam perairan yang diukur di tiga stasiun (Cr berkisar 0,283– 0,426 mg L-1). Logam lain yang diukur pada penelitian pendahuluan adalah kadmium (Cd<0,001 mg L-1), tembaga (Cu berkisar 0,007–0,008 mg L-1), timah hitam (Pb berkisar 0,054–0,127 mg L-1), dan mangan (Mn berkisar 0,1480,335 mg L-1).

Meningkatnya kandungan logam berat kromium di dalam air di stasiun 2 dikarenakan adanya pembuangan limbah batik ke dalam sungai berkontribusi meningkatkan kandungan logam berat kromium dalam perairan. Kandungan logam berat kromium di dalam air tertinggi terdapat di stasiun 3, yang sumber airnya berasal dari stasiun 1 dan 2, hal ini memungkinkan membawa logam berat kromium ke stasiun 3. Selain itu juga, adanya kegiatan pertanian di stasiun 3 berkontribusi meningkatkan kandungan logam berat kromium di dalam perairan. Doelsch et al. (2006) menyatakan bahwa keberadaan logam berat kromium di perairan dapat disebabkan karena adanya kegiatan pertanian seperti pemakaian pupuk dan pestisida.

Kandungan logam berat kromium di dalam sedimen yang diperoleh di tiga stasiun meningkat dari stasiun 1 sampai 3, tetapi kandungannya belum melampaui nilai ambang batas yang telah ditentukan ANZECC (2000) yaitu 80 mg kg-1. Meskipun kandungan logam berat kromium di dalam sedimen belum melampaui nilai ambang batas, tetapi kandungannya tetap berpotensi terus meningkat apabila pembuangan limbah industri batik dan limbah rumah tangga dibuang secara terus-menerus ke dalam sungai.

Berdasarkan hasil analisis kandungan logam berat kromium di dalam air dan sedimen diketahui bahwa kandungan logam berat kromium di dalam air lebih kecil dibandingkan di dalam sedimen. Hal ini terjadi karena sifat dari bahan logam tersebut. Hutagalung (1984) in Erlangga (2007) menyatakan bahwa logam berat mempunyai sifat

yang mudah mengikat bahan organik yang kemudian akan mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen, sehingga konsentrasi logam berat di dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan di dalam air. Menurut Wilson (1988) in Erlangga (2007) logam berat yang terlarut di dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen.

Logam berat kromium yang terlarut di dalam air dan yang terendap di dalam sedimen akan masuk ke dalam tubuh biota perairan (seperti ikan), kemudian logam berat kromium tersebut akan terakumulasi di dalam tubuh ikan. Kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila yang tertangkap di tiga stasiun dan yang dibudidayakan di KJA telah melampaui nilai ambang batas yang ditentukan FAO (Cr<1,00 mg kg-1) dan Uni Eropa (Cr<2,00 mg kg-1). Kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila (30–90 g dan 100–250 g) hasil tangkapan di sungai secara umum meningkat dari stasiun 1 ke stasiun 2 dan menurun di stasiun 3. Adanya buangan limbah cair batik di stasiun 2 berkontribusi dalam meningkatnya kandungan logam berat kromium di stasiun 2. Sedangkan kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila (100–250 g) yang dibudidayakan di KJA kandungannya menurun dari stasiun 1 ke stasiun 2 dan meningkat di stasiun 3. Tingginya kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila tersebut dikarenakan sifat akumulatif dari organisme perairan. Organisme perairan mengambil logam berat kromium dari badan air atau sedimen dan memekatkannya ke dalam tubuhnya hingga 100–1000 kali lebih besar dari lingkungan (Rahman et al. 2012).

Kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila (30–90 g dan 100–250 g) hasil tangkapan di sungai di tiga stasiun tertinggi pada organ ginjal. Besarnya kandungan logam berat kromium pada ginjal dapat terjadi karena ginjal ikan berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan tubuh, termasuk logam berat sehingga banyak logam berat yang terdapat di dalam ginjal (Dinata 2004). Logam berat kromium yang masuk ke dalam ginjal akan mengganggu proses fisiologi ikan, hal ini dikarenakan fungsi ginjal akan terganggu dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan ginjal. Akibatnya ginjal tidak optimal dalam mengekskresikan bahan-bahan beracun.

Ikan nila (100–250 g) yang dibudidayakan di KJA di tiga stasiun menunjukkan kandungan logam berat kromium tertingginya terdapat pada daging. Tingginya kandungan logam berat kromium pada daging dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi logam berat kromium dalam air dan makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Logam berat kromium yang masuk dalam sel dan ikut didistribusikan oleh darah keseluruh jaringan tubuh sehingga dapat terakumulasi pada organ tubuh. Sirkulasi darah menyebabkan logam berat terakumulasi di dalam dinding pembuluh darah dan jaringan ikat yang terdapat di sekitar otot ikan (Harteman & Aunurafik 2013). Pembuluh darah yang menempel pada otot ikan membuat kandungan logam berat kromium yang tinggi pada daging. Selain itu juga, KJA yang terpasang lama diperairan dapat dimanfaatkan oleh perifiton (fitoplankton yang hidup di perairan dan hidupnya melekat) sebagai tempat untuk melekat. Perifiton tersebut dapat mengakumulasi logam berat kromium di dalam tubuhnya. Pada permukaan sel mikroorganisme mengandung polisakarida, protein dan lipid yang memiliki kemampuan untuk berikatan dengan ion logam (Yan & Viraraghayan 2003 in Susanti & Novdianto 2010). Ikan nila di dalam KJA dapat mengkonsumsi perifiton tersebut, hal ini tentu saja dapat meningkatkan kandungan logam berat dalam daging ikan nila yang hidup di dalam KJA.

Berdasarkan ukuran ikan nila menunjukkan secara umum ikan nila (100–250 g) hasil tangkapan di sungai kandungan logam berat kromiumnya lebih tinggi dibandingkan dengan ikan nila (30–90 g) hasil tangkapan di sungai dan ikan nila (100– 250 g) yang dibudidayakan di KJA. Bioakumulasi logam berat kromium dalam tubuh organisme perairan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pencemar dalam air, kemampuan akumulasi, sifat organisme (jenis, umur, dan ukuran) dan lamanya pemaparan (Rahman et al. 2012).

2. Kualitas air Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu

Suhu perairan selama penelitian berada pada kisaran suhu perairan normal dan optimal untuk pertumbuhan ikan nila. Suhu perairan dapat mempengaruhi keberadaan dan sifat logam berat. Peningkatan suhu perairan cenderung meningkatkan akumulasi dan toksisitas logam berat. Hal ini terjadi karena suhu tinggi akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme perairan (Sorensen 1991).

Kandungan oksigen terlarut (DO) selama penelitian berada pada kisaran yang optimal untuk kehidupan ikan nila. Kandungan oksigen yang rendah menyebabkan ikan akan bernafas dengan cepat, sehingga menyebabkan insang membuka dan menutup lebih cepat dan mengakibatkan masuknya ion logam melalui insang (Kordi 2004).

Derajat keasaman (pH) selama penelitian berada pada kisaran yang optimal untuk pertumbuhan ikan nila. Tinggi rendahnya pH sangat berpengaruh terhadap kadar kandungan logam yang ada di dalam daging ikan nila. Apabila pH asam maka akan meningkatkan kadar kandungan logam berat yang ada di perairan yang kemudian diserap oleh ikan, sehingga kandungan logam berat dalam tubuh ikan akan tinggi (Kordi 2004).

Nilai BOD di tiga stasiun berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001 di tiga stasiun telah melampaui ambang batas yang ditentukan untuk kegiatan perikanan. Tingginya bahan organik diperairan akan membahayakan kehidupan ikan nila, karena akan menyebabkan defisit oksigen di dalam perairan. Selain itu juga, logam berat kromium di dalam perairan akan berikatan dengan bahan organik yang kemudian akan terendap dan bercampur dengan sedimen. Hal ini yang mengakibatkan logam berat kromium banyak terdapat di dalam sedimen.

Nilai COD di tiga stasiun berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001 di tiga stasiun telah melampaui ambang batas yang telah ditentukan untuk kegiatan perikanan. Masuknya limbah rumah tangga dan limbah industri ke dalam sungai secara terus- menerus dapat meningkatkan bahan organik di dalam perairan. Selain itu juga adanya bengkel-bengkel motor yang membuang limbahnya disekitar stasiun 1 berkontribusi meningkatkan bahan organik di dalam perairan.

Berkaitan dengan masuknya limbah ke dalam perairan maka kondisi komunitas fitoplankton akan mengalami perubahan tergantung dari besar kecilnya limbah yang masuk ke dalam perairan. Kelimpahan fitoplankton di stasiun 1 lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 2 dan 3. Hal ini diduga adanya masukan limbah cair industri batik di stasiun 2 mengakibatkan rendahnya kelimpahan fitoplankton di stasiun 2 dan 3. Indeks keragaman fitoplankton yang diperoleh di tiga stasiun termasuk dalam kategori komunitas sedang. Hal ini mengacu pada Stirn (1981) in Basmi (2000) yang menyatakan bahwa kondisi komunitas fitoplankton yang ada di perairan dalam kestabilan komunitas sedang apabila 1<H`<3.

Dokumen terkait