• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Logam Berat Kromium (Cr) dalam Air, Sedimen, dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) serta Karakteristik Biometrik dan Kondisi Histologisnya di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan Logam Berat Kromium (Cr) dalam Air, Sedimen, dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) serta Karakteristik Biometrik dan Kondisi Histologisnya di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK BIOMETRIK DAN KONDISI

HISTOLOGISNYA DI SUNGAI CIMANUK LAMA,

KABUPATEN INDRAMAYU

SILVIATUN NURKHASANAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kandungan Logam Berat Kromium (Cr) dalam Air, Sedimen, dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) serta Karakteristik Biometrik dan Kondisi Histologisnya di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Silviatun Nurkhasanah NRP C251120151

(3)

SILVIATUN NURKHASANAH. Kandungan Logam Berat Kromium (Cr) dalam Air, Sedimen, dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) serta Karakteristik Biometrik dan Kondisi Histologisnya di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh DJAMAR T.F. LUMBAN BATU dan RIDWAN AFFANDI.

Logam berat kromium yang terkandung dalam limbah cair batik apabila dibuang tanpa adanya pengolahan akan mengakibatkan pencemaran Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu, hal ini dikarenakan logam berat kromium akan terlarut, terendap di dalam sedimen, dan terakumulasi di dalam tubuh ikan. Dampak negatif logam berat kromium terhadap ikan adalah stress, terganggunya proses fisiologis, mempengaruhi kesehatannya, dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Selain itu juga terjadi bioakumulasi logam berat kromium di dalam tubuhnya, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi karena membahayakan kesehatan manusia. Ikan yang banyak ditemukan di Sungai Cimanuk Lama adalah ikan nila

(Oreochromis niloticus). Ikan nila tersebut sangat berpeluang mengakumulasi logam

berat kromium di dalam tubuhnya dan mengakibatkan kerusakan jaringan serta pertumbuhannya akan terganggu.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kandungan logam berat kromium dalam air, sedimen, dan ikan nila (O. niloticus) serta karakteristik biometrik dan kondisi histologisnya di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu. Informasi dari hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh masyarakat dalam mengkonsumsi ikan nila dan dapat dijadikan dasar untuk pengelolaan Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan April 2012. Pengambilan sampel air dan ikan nila dilakukan setiap bulan di tiga stasiun pengamatan yaitu stasiun 1 merupakan wilayah sungai yang tidak ada kegiatan industri batik dan terdapat pemukiman, stasiun 2 merupakan wilayah sungai yang disekitarnya terdapat kegiatan industri batik dan pemukiman, dan stasiun 3 merupakan wilayah sungai bagian hilir setelah kegiatan industri batik dan terdapat pemukiman serta kegiatan pertanian. Pengambilan sampel ikan nila menggunakan jaring insang dengan ukuran mata jaring 1,5 inci. Ikan nila yang digunakan pada penelitian ini berasal dari hasil tangkapan di sungai dan yang dibudidayakan di Karamba Jaring Apung (KJA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat kromium di dalam air berkisar 0,85–0,91 mg l-1, sedimen 27,3937,12 mg kg-1, tubuh ikan nila

18,01–91,76 mg kg-1. Pola pertumbuhan ikan nila yang diperoleh adalah isometrik, allometrik negatif, dan allometrik positif. Faktor kondisi (1,618–2,587), indeks kematangan gonad (0,086–2,318 %), fekunditas (568–1192 butir/ individu), diameter telur (0,358–0,467 µm), hepato somatik index (0,621–2,063 %), dan berat insang relatif (4,022-6,102 %). Kerusakan organ insang dan hati ikan nila tergolong kerusakan ringan hingga berat. Kegiatan industri batik disekitar Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu terbukti mencemari perairan sungai.

(4)

SILVIATUN NURKHASANAH. The Content of Heavy Metal Chromium in Water, Sediment, and Nile Tilapia (Oreochromisniloticus) and Biometric Characteristic and their Histological Condition in the Cimanuk Lama River, Indramayu District. Supervised by DJAMAR T.F. LUMBAN BATU dan RIDWAN AFFANDI.

The heavy metal chromium which contained in batik wastewater will cause the water gets polluted if it is discharged directly to the Cimanuk Lama River, Indramayu District without any treatment. This is happened because the heavy metal chromium dissolved in the water, settled in sediment, and accumulated in fish body. The negative impact of chromium heavy metal to fish is lead to stress, disruption of physiological processes, affecting the health, and lead to death. There will also accumulate chromium heavy metal in the body so it is not feasible consumed by the humans because endangering the health. The fish that are found in the Cimanuk Lama River was Nile Tilapia. The Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) will accumulate chromium heavy metal in the body and cause tissue damage and impaired growth.

The objectives of the study were to review the content of the heavy metal chromium in water, sediment, nile tilapia fish (O. niloticus), and biometric characteristic and their histological condition in the Cimanuk Lama River, Indramayu District. This information can be used as a reference to consume Nile Tilapia and to manage the Cimanuk Lama River, Indramayu District by the community.

This study was conducted from February to April 2014. Sampling for the water and the content of chromium heavy metal every month at three observation stations. Station 1 is the area of the river there is no industrial activity and residential areas, Station 2 is located around the batik industry area and residential areas, and station 3 is downstream of the basin after the batik industry activities, residential areas, and agricultural activities. Sampling of Nile Tilapia using gill net with mesh size of 1,5 inch. Nile Tilapia which is used in this study come from the catch and which are cultivated in floating cage by the fisherman.

The result showed that content of chromium in the water was range from 0,85– 0,91 mg L-1, in sediment was 27,39–37,12 mg kg-1 and in body fish was 18,01–91,76 mg kg-1. There patterns isometric, allometric negative, and allometric positive. Condition factor (1,618–2,587), gonado somatic index (0,086–2,318 %), fecundity (568–1192 grains/ individual), egg diameter (0,358–0,467 µm), hepato somatic index (0,621–2,063 %) and relative weight gill (4,022–6,102 %). Gills and liver damage of nile tilapia fish classified as low to high level. Batik industry activity arround the Cimanuk Lama River, Indramayu District of contributed significantly to chromium heavy metal pollution.

(5)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingann pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

KARAKTERISTIK BIOMETRIK DAN KONDISI

HISTOLOGISNYA DI SUNGAI CIMANUK LAMA,

KABUPATEN INDRAMAYU

SILVIATUN NURKHASANAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Indramayu

Nama : Silviatun Nurkhasanah NIM : C251120151

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Djamar T.F. Lumban Batu, MAgr Ketua

Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Juni 2015

(9)

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai April 2014 ini adalah Pencemaran Lingkungan, dengan judul Kandungan Logam Berat Kromium (Cr) dalam Air, Sedimen, dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) serta Karakteristik Biometrik dan Kondisi Histologisnya di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Sekolah Pascarasarjana IPB

2. Beasiswa Unggulan DIKTI yang telah menjadi sponsor dana pendidikan dalam studi di Sekolah Pascarasarjana IPB

3. Bapak Prof Dr Ir Djamar T.F. Lumban Batu, MAgr dan Bapak Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku pembimbing, atas bantuan dan arahan yang diberikan selama penelitian dan penyusunan tesis ini

4. Bapak Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku dosen penguji atas masukkan yang diberikan dalam tesis ini

5. Seluruh dosen dan staf pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB

6. Staf di Laboratorium Produktivitas Perairan, Bio Mikro, dan Bio Makro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB serta Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, FKH, IPB yang telah membantu pelaksanaan penelitian

7. drh Mawar Subangkit MSi APVet atas bantuan arahan dalam pembacaan preparat histologis

8. Ayahanda Dulkalim, Ibunda Ropiah, Kakak Udi Tarsudi, serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan perhatiannya selama ini

9. Nelayan, pemilik KJA, dan teman-teman yang telah membantu di lapangan 10. Teman-teman SDP 2012 dan teman-teman satu bimbingan atas dukungannya

selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromisniloticus) 5

Logam Berat Kromium (Cr) 6

Toksisitas Logam Berat Kromium (Cr) 8

Insang 9

Hati 10

Pengelolaan Sungai 11

3 METODE 12

Waktu dan Lokasi Penelitian 12

Rancangan Penelitian 12

Prosedur Penelitian 13

Analisis Data 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Hasil 21

Kandungan logam berat kromium di dalam sedimen dan ikan nila 21 Kualitas air Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu 22

Biometrik ikan nila 22

Kondisi histologis organ insang dan hati ikan nila 24 Konsumsi maksimum mingguan daging ikan nila 27

Pembahasan 28

Kandungan logam berat kromium di dalam air, sedimen, dan ikan nila 28 Kualitas air Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu 30

Karakteristik biometrik ikan nila 30

Kondisi histologis organ insang dan hati ikan nila 32 Konsumsi maksimum mingguan daging ikan nila 33 Pengelolaan Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu 33

5 SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 35

(11)

1 Ciri-ciri tingkat kematangan gonad ikan nila (berdasarkan modifikasi Cassei

pada Effendie 2002) 15

2 Baku mutu logam berat kromium 17

3 Penilaian kerusakan jaringan dari organ insang dan hati ikan nila 19 4 Kandungan logam berat kromium di dalam sedimen 21 5 Kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila hasil

tangkapan di sungai dan yang dibudidayakan di KJA 21 6 Data kualitas perairan di masing-masing stasiun selama penelitian 22 7 Data biometrik ikan nila di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu 23 8 Data hasil penilaian kerusakan jaringan dari organ insang ikan nila 24 9 Data hasil penilaian kerusakan jaringan dari organ hati ikan nila 26 10 Batas maksimum berat daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi

dalam waktu satu minggu (Maximum Tolerable Intake/ MTI) 27

DAFTAR GAMBAR

1 Skema pendekatan masalah 3

2 Ikan nila (O. niloticus) (Linnaeus 1758) 5 3 Penggunaan logam berat kromium (Cr) dan senyawanya (Bielicka et al.

2005) 7

4 Siklus logam kromium (Cr) dalam lingkungan perairan tercemar

(Bielicka et al. 2005) 7

5 Peta wilayah studi di Sungai Cimanuk Lama 12

6 Perubahan struktur organ insang ikan nila 25

7 Perubahan struktur organ hati ikan nila 27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Stasiun penelitian 41

2 Prosedur kerja pengukuran logam berat kromium 42

3 Pengukuran karakteristik biometrik ikan nila 44

4 Prosedur kerja pembuatan preparat histologis 45 5 Perhitungan batas maksimum konsentrasi logam berat kromium dalam

daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi dalam waktu satu

minggu (Maximum Weekly Intake/ MWI) 47

6 Perhitungan batas maksimum berat daging ikan nila yang ditolerir untuk

(12)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai banyak dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu sebagai sumber air minum dan untuk berbagai kegiatan seperti pertanian, perikanan, dan industri. Hal ini dikarenakan wilayah yang dekat dengan aliran sungai sangat mendukung untuk berbagai kegiatan tersebut. Pada perkembangannya banyak kegiatan manusia yang memberikan dampak negatif terhadap perairan sungai, salah satunya adalah adanya pembuangan limbah ke sungai, sehingga menurunkan kualitas perairan dan membahayakan kehidupan organisme perairan yang hidup di dalamnya.

Sungai Cimanuk Lama yang terletak di Kabupaten Indramayu berpotensi tercemar oleh limbah industri. Aliran Sungai Cimanuk yang berhulu dari Kabupaten Garut akan bermuara di Kabupaten Indramayu. Pada saat ini sungai tersebut dimanfaatkan untuk air baku air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), irigasi pertanian, kegiatan perikanan, dan industri. Aliran Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu melintasi kawasan industri batik rumahan yang pada saat ini sedang berkembang seiring dengan meningkatnya permintaan pasar.

Industri batik rumahan di Kabupaten Indramayu tersebar di beberapa kelurahan, salah satunya di Kelurahan Paoman yang terdapat 17 unit industri (400 kain batik/unit industri/minggu) (Diskoperindag Kabupaten Indramayu 2014). Industri batik tersebut dalam proses produksinya akan menghasilkan limbah cair batik. Limbah cair batik mengandung bahan-bahan tersuspensi, fenol, minyak/lemak, dan pewarna yang mengandung logam berat kromium (Keputusan Gubernur DIY No. 28 Tahun 1998). Limbah cair batik yang mengandung logam berat kromium tersebut apabila dibuang langsung ke sungai tanpa adanya pengolahan, maka dapat mencemari perairan sungai dan membahayakan organisme perairan.

Logam berat kromium apabila telah melampaui nilai ambang batas maka dapat bersifat toksik. Rahman et al. (2012) menyatakan bahwa logam berat kromium (IV) di perairan akan bersifat toksik, korosif, karsinogenik, dan memiliki kelarutan yang sangat tinggi. Velma dan Tchounwou (2010) menyatakan bahwa logam berat kromium dapat menyebabkan stress oksidatif pada ikan, mengganggu proses-proses fisiologis, dan mempengaruhi kesehatannya. Logam berat kromium yang masuk ke badan sungai akan terlarut, kemudian mengendap di dasar perairan bersatu dengan sedimen, dan sebagian masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang ketika terjadi proses respirasi dan osmoregulasi, melalui saluran pencernaan pada saat pengambilan makanan (fitoplankton dan zooplankton), dan melalui permukaan tubuh ikan (kulit) (Jardine 1993).

Toksisitas logam berat terhadap ikan dapat menyebabkan kerusakan jaringan terutama pada organ yang peka seperti insang dan usus, kemudian ke jaringan bagian dalam seperti hati dan ginjal tempat logam tersebut terakumulasi (Darmono 2001). Mishra dan Mohanty (2008) melakukan penelitian mengenai logam berat kromium pada

Channa punctatus, hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kerusakan pada jaringan

(13)

ada di dalam perairan. Hati merupakan organ yang sangat peka terhadap pengaruh bahan kimia yang bersifat toksik sehingga sering mengalami kerusakan (Lu 1995).

Ikan yang banyak ditemukan di Sungai Cimanuk Lama adalah ikan nila

(Oreochromis niloticus), selain itu juga banyak dibudidayakan di karamba jaring apung

(KJA). Ikan nila merupakan ikan herbivora dan konsumer pertama pemakan plankton, sedangkan makanan pendukungnya adalah alga, tumbuhan air, dan cacing Annelida (Mohammad et al. 2012). Akan tetapi, ada juga yang menyatakan bahwa ikan nila adalah ikan omnivora dengan makanan alaminya adalah detritus, fitoplankton, dan zooplankton (Abdel-Tawwab et al. 2008). Offem et al. (2007) menyatakan bahwa ikan nila memiliki kemampuan untuk memanfaatkan berbagai bahan makanan yang ditemukan di lingkungannya, sehingga banyaknya ikan nila di sungai mengindikasikan bahwa banyak makanan yang terdapat di perairan. Selain itu juga ikan nila merupakan jenis ikan yang toleran terhadap rendahnya kualitas perairan. Ikan nila pada dasarnya mempunyai kemampuan menghindarkan diri dari pengaruh bahan pencemar yang terdapat di lingkungan perairan (Roberts 2001). Namun, ikan nila yang hidup di habitat terbatas (sungai, danau, dan teluk) akan sulit menghindarkan diri dari pengaruh pencemaran tersebut. Akibatnya unsur-unsur pencemar yang terkandung dalam badan perairan akan masuk dan terakumulasi di dalam tubuh (Dinata 2004).

Ciftci et al. (2010) melakukan penelitian mengenai akumulasi logam berat kromium di dalam hati, insang, dan daging ikan nila pada skala laboratorium. Hasilnya menunjukkan bahwa akumulasi logam berat kromium di dalam organ insang dan hati meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan logam berat kromium di dalam media. Studi lain mengenai toksisitas logam berat kromium terhadap kehidupan organisme perairan juga telah dilakukan oleh EPA (1985), Eisler (1986), dan Irwin et al. (1997). Studi ini dilakukan karena logam berat kromium di dalam perairan dapat menimbulkan ancaman serius terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme perairan (termasuk populasi ikan). Oleh karenanya kondisi Sungai Cimanuk Lama yang tercemar logam berat kromium dari limbah cair batik tersebut dapat berpotensi mengganggu biometrik ikan nila.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji kandungan logam berat kromium di dalam air, sedimen, dan ikan nila (O.

niloticus) serta karakteristik biometrik dan kondisi histologisnya di Sungai Cimanuk

Lama, Kabupaten Indramayu. Informasi tersebut dapat dijadikan acuan oleh masyarakat dalam mengkonsumsi ikan nila dan dijadikan dasar pengelolaan Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu.

Rumusan Masalah

Kegiatan industri batik rumahan di dekat kawasan Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu akan menghasilkan limbah cair batik yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya dan logam berat kromium. Apabila limbah tersebut dibuang langsung ke dalam sungai tanpa adanya pengolahan, maka dapat berpotensi mencemari perairan sungai dan mengganggu kehidupan organisme perairan. Hal ini dikarenakan logam berat kromium akan terlarut, terendap di dalam sedimen, dan terakumulasi di dalam tubuh organisme perairan (seperti ikan). Ikan yang banyak ditemukan di Sungai Cimanuk Lama adalah ikan nila (O. niloticus).

(14)

perairan sebagai tempat hidupnya dan makanan yang tersedia diperairan mengandung logam berat kromium. Logam berat kromium tersebut dapat mengakibatkan kerusakan jaringan serta akan mengganggu pertumbuhan ikan nila. Oleh karenanya perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji kandungan logam berat kromium di dalam air, sedimen, dan ikan nila (O. niloticus) serta karakteristik biometrik dan kondisi histologisnya di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu. Gambar 1 akan menjelaskan alur dari perumusan masalah dalam penelitian ini.

Gambar 1 Skema pendekatan masalah Pemanfaatan Sungai Cimanuk

Lama, Kabupaten Indramayu

Limbah cair yang mengandung Cr dari

industri batik Ikan nila hasil

tangkapan dan dari KJA

Kandungan Cr, biometrik, dan kondisi

histologis ikan nila

Kondisi Sungai Cimanuk Lama Pencemaran Sungai

Kualitas Perairan

Rekomendasi pengelolaan Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu

Input

Proses

(15)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kandungan logam berat kromium di dalam air, sedimen, dan ikan nila (O. niloticus) serta karakteristik biometrik dan kondisi histologisnya di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu.

Manfaat Penelitian

(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Klasifikasi ikan nila (O. niloticus) (Linnaeus 1758) menurut Trewavas (1982): Filum: Chordata

Subfilum: Vertebrata Kelas: Osteichtyes

Subkelas: Acanthoptherygii Ordo: Percomophi

Subordo: Percoidea Famili: Cichlidae

Genus: Oreochromis

Spesies: Oreochromis niloticus (Linnaeus 1758)

Gambar 2 Ikan nila (O. niloticus) (Linnaeus 1758)

(17)

Berdasarkan makanan yang dikonsumsinya, ikan nila tergolong ikan omnivora, dengan mengkonsumsi fitoplankton, zooplankton, dan detritus (Abdel-Tawwab 2008). Makanan lainnya berupa alga dan tumbuhan air. Konsumsi makanan tersebut berdasarkan bukaan mulut dan kemampuan pencernaan di dalam usus. Ikan nila ukuran kecil dan besar umumnya memakan fitoplankton dan zooplankton. Selain itu juga ikan nila ukuran besar memakan tumbuhan dan serangga air (Otieno et al. 2014).

Ikan nila dapat berkembang biak di semua habitat, kecuali sungai yang berarus deras. Selain itu juga mempunyai toleransi terhadap kualitas perairan yang buruk (seperti suhu, oksigen terlarut, salinitas, pH, dan intensitas cahaya) (El-Sayed et al. 2003). Pertumbuhan ikan nila yang cepat, tingginya kesuksesan dalam reproduksi, mudah dalam menyerap makanan, dan sumber protein (Peterson et al. 2005), hal ini yang menyebabkan ikan nila banyak dibudidayakan.

Ikan nila jantan memiliki alat kelamin yang bentuknya memanjang dan menonjol terletak pada bagian ventral tubuhnya. Ikan nila betina memiliki dua lubang kelamin di dekat anal, berbentuk seperti bulan sabit dan berfungsi sebagai tempat keluarnya telur. Ikan nila mencapai kematangan seksual pada usia 5–6 bulan (FAO 2012). Sedangkan Morales (1991) menyatakan bahwa ikan nila mencapai kematangan seksual pada usia tiga bulan dengan panjang total 8–16 cm. Ukuran bobot tubuh ikan nila pertama kali matang seksual berkisar 30–50 g (De Graff et al. 1999). Pemijahan ikan nila dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di perairan, suhu, penyinaran matahari, dan lingkungan perairan yang mendukung (Babiker & Ibrahim 1979).

Ikan nila betina yang siap memijah akan bertelur di dalam sarang yang telah dibuat, kemudian telur tersebut akan dibuahi oleh ikan nila jantan dan ikan nila betina mengumpulkan dan menyimpan telur yang sudah dibuahi di dalam mulutnya (mouth

brooding). Telur tersebut akan disimpan dan dierami di dalam mulutnya sampai kuning

telur tersebut habis terserap (kurang lebih dua minggu) kemudian menjadi larva. Jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan nila betina tergantung pada ukuran tubuhnya dan jumlahnya berkisar 100–1500 butir telur/individu. Ikan nila betina tidak akan makan selama mengerami telurnya (FAO 2012).

Logam Berat Kromium (Cr)

Logam berat merupakan unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7. Logam berat biasanya termasuk dalam elemen metalik dengan berat atom lebih dari 40, akan tetapi logam alkalin bumi, logam alkali, lanthanides,dan actinides tidak termasuk ke dalamnya. Logam berat paling penting untuk melihat polusi perairan adalah seng, timbal, kadmium, merkuri, nikel dan kromium. Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) adalah merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan cobalt (Co) (Sutamihardja et al. 1982 in Marganof 2003).

(18)

Penghambat korosi logam

Pewarna

Bahan untuk perawatan kayu

Paduan dalam pembuatan besi

Bahan untuk penyamakan kulit Bahan kimia

Bahan obat Katalis

Kromium

&

Senyawanya

Gambar 3 Penggunaan logam berat kromium (Cr) dan senyawanya (Bielicka et al. 2005) Sumber logam berat kromium yang berasal dari alam jumlahnya 30–40 % (seperti dari pelapukan batuan, air hujan dan dari atmosfer) dan dari limbah antropogenik jumlahnya 60–70 % (seperti limbah rumah tangga dan industri). Pembuangan limbah industri yang mengandung logam berat kromium ke perairan akan meningkatkan konsentrasi kromium dalam perairan dan dapat mencemari air tanah. Cr6+ merupakan bentuk kromium paling mudah larut dalam air, sedangkan Cr3+ kelarutannya rendah dan cenderung teradsorpsi pada partikel padat dengan kisaran pH yang sesuai.

sedimen

tanah tanah

perairan

tumbuhan atmospher

(19)

Peningkatan konsentrasi kromium di sungai disebabkan oleh pembuangan limbah industri. Jumlah kromium yang terkandung dalam limbah akan bergantung pada banyak kromium yang digunakan dalam kegiatan industri. Limbah yang mengandung logam berat kromium dan dibuang ke sungai tanpa adanya pengolahan, maka dapat membahayakan lingkungan perairan. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme perairan (seperti ikan). Logam berat kromium dapat terakumulasi dalam organ-organ yang aktif secara metabolik (seperti insang, hati, dan ginjal). Efek pertama logam berat kromium yang dapat dilihat adalah stress pada ikan, sehingga terjadi perubahan tingkah laku seperti ikan yang berenang tidak seimbang, gerakan opercullum yang tidak selaras, dan kematian (Mishra & Mohanty 2008).

Toksisitas Logam Berat Kromium (Cr)

Toksisitas adalah kemampuan suatu molekul atau senyawa kimia dalam menimbulkan kerusakan pada bagian yang peka di bagian dalam maupun di bagian luar tubuh makhluk hidup (Tandjung 1995). Toksisitas setiap logam berat di perairan berbeda-beda tergantung jenis logam dan jumlahnya. Toksisitas logam berat secara umum terhadap makhluk hidup di perairan dipengaruhi oleh bentuk logam dalam air, keberadaan logam-logam lain, pengaruh lingkungan, dan kemampuan organisme beraklimatisasi terhadap bahan toksik dari logam (Lu 1995). Sedangkan toksisitas kromium sendiri dipengaruhi oleh bentuk oksidasi kromium, suhu, dan pH (Effendi 2003).

Logam berat kromium yang masuk ke dalam tubuh ikan akan masuk dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh. Interaksi yang terjadi antara logam berat kromium dengan unsur biologi tubuh dapat menyebabkan terganggunya proses metabolisme, hal ini dikarenakan kromium yang masuk ke dalam sel akan terlarut dalam darah dan mempengaruhi kerja enzim (Palar 2004). Kromium melewati membran sel melalui empat mekanisme yaitu difusi pasif lewat membran, filtrasi lewat pori-pori membran, transport dengan perantaraan carrier, dan pencaplokan oleh sel (pinositosis) (Lu 1995). Cr6+ yang masuk melalui insang dapat mudah menembus membran sel karena insang langsung bersentuhan dengan air, hal ini terkait dengan sifat dari senyawa Cr6+ yang mudah menembus membran sel melalui sistem transportasi anion dan memiliki kemampuan meminjam atau mengurangi elektron pada Cr3+. Cr6+ lebih aktif 1000 kali dibanding dengan Cr3+ dalam menembus membran sel, sehingga sel tersebut akan rusak. Logam Cr6+ akan menembus membran sel epitel insang, masuk ke dalam kapiler darah,

kemudian dibawah oleh cairan darah menuju organ tertentu (seperti hati dan ginjal). Pada daerah yang berdekatan dengan organ tertentu (seperti hati dan ginjal) tersebut, logam Cr6+ akan menembus endothelium darah sehingga logam Cr6+ akan masuk ke dalam organ tersebut. Pada organ tertentu (seperti hati dan ginjal) logam Cr6+ akan

difiksasi oleh protein yang berperan sebagai enzim, sehingga akan menghambat kerja enzim tersebut, dan pada akhirnya akan mengganggu metabolisme sel (Connell & Miller 1995).

(20)

gangguan saluran pencernaan. Efek lain yang muncul adalah nekrosis hati, nekrosis ginjal, dan keracunan. Sedangkan toksisitas kronis logam berat kromium (Cr3+ dan Cr6+) dilaporkan meliputi iritasi kulit, gangguan pada hati, gangguan syaraf pada anak-anak sehingga dapat menurunkan IQ, dan kanker paru-paru (Environmental Health Criteria 61 1988).

Insang

Insang merupakan organ respirasi, osmoregulasi, dan organ ekskresi (Mishra & Mohanty 2008). Struktur histologis insang terdiri dari filamen-filamen insang (lamella primer) masing-masing filamen (lamella primer) tersusun oleh lamella sekunder. Ephitelium pada lamella primer terdiri dari beberapa lapis sel. Terdapat tiga bentuk sel pada lamella ini yaitu sel monocyte, sel mucocyte, dan sel yang sedikit mengalami perubahan yang hampir menyerupai sel ephitelium bagian dalam dari lamella sekunder. Tiap lamella primer memiliki lamella sekunder yang memiliki dinding yang tipis, epithelium terdiri dari dua lapis sel inner dan outer ephitelium, dan sel tonggak (pillar cell) (Affandi & Tang 2002).

Insang merupakan organ pertama yang mengalami kontak langsung dengan perairan. Insang sangat peka terhadap pengaruh logam berat. Insang bukan saja menyerap oksigen dengan cepat, namun juga akan menyaring air, sehingga logam-logam yang terlarut dalam air termasuk kromium, dapat masuk ke dalam tubuh melalui insang (Clark 1986). Hal ini membuat lapisan epitel insang yang tipis mudah mengalami kerusakan (Roberts 2001). Ciftci et al. (2010) menyatakan bahwa logam berat kromium dapat menyebabkan kerusakan insang berupa peradangan dengan adanya limfosit, kongesti, edema, hemoragi dan nekrosis.

(21)

Hati

Hati merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses pencernaan, organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah kecoklatan. Secara umum posisi hati terletak pada rongga bawah tubuh, dibelakang jantung dan disekitar usus depan. Disekitar hati terdapat organ berbentuk kantung bulat kecil, oval atau memanjang dan berwarna hijau ke biru-biruan, organ ini dinamakan kantung empedu yang berfungsi untuk menampung cairan empedu. Organ hati tersusun oleh sel-sel hati (hepatosit), dan diantara sel-sel tersebut banyak dijumpai kapiler-kapiler darah limpe sinusoid. Saluran darah darah yang masuk ke organ hati terdiri atas arteri yang berasal dari aorta dorsalis dan vena portal yang berasal dari saluran pencernaan. Saluran darah yang keluar dari organ hati adalah vena hepaticus, vena ini kemudian menuju jantung. Secara umum, hati berfungsi metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein serta tempat memproduksi cairan empedu (Affandi & Tang 2002).

Logam berat memberikan dampak kronis pada ikan yang menyebabkan adanya peningkatan aktivitas enzim di dalam hati (Darmono 2001). Klaassen et al. (1986) menyatakan bahwa hati merupakan organ yang selalu mengalami gangguan oleh pengaruh logam berat, karena hati sangat peka terhadap bahan beracun atau toksik. Hal ini dikarenakan logam berat yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap oleh sel akan dibawa ke hati oleh vena porta hati, sehingga hati berpotensi mengalami kerusakan. Kerusakan jaringan hati akibat logam berat disebabkan aktifitas logam tersebut dalam mempengaruhi kerja enzim, hal ini sesuai pendapat Connell dan Miller (1995) yang menyatakan bahwa salah satu mekanisme toksisitas ion logam adalah menahan gugus fungsi biologi yang essensial dalam biomolekul, misalnya protein dan enzim. Logam berat yang sudah terikat pada enzim bersifat irreversible, maka ikan tidak dapat mengeluarkannya (Klaassen et al. 1986). Oleh karenanya konsentrasi logam berat kromium dalam jaringan akan meningkat terus sejalan dengan umur ikan.

Mishra dan Mohanty (2008) menyatakan bahwa paparan logam berat kromium dapat mengakibatkan kerusakan pada hati ikan berupa degenerasi hidrofis dan degenerasi inti sel (nekrosis). Sedangkan Triadayani et al. 2010 menyatakan bahwa paparan logam berat terhadap hati ikan akan mengakibatkan kerusakan berupa degenerasi lemak, degenerasi hidrofis, hemoragi, dan nekrosis.

(22)

Pengelolaan Sungai

(23)

3 METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai April 2014 di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu (Gambar 1). Analisis logam berat kromium dan kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan dan Bio Mikro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kerusakan jaringan insang dan hati ikan nila dilakukan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 5 Peta wilayah studi di Sungai Cimanuk Lama

Rancangan Penelitian

(24)

Prosedur Penelitian

Prosedur Kerja di Lapangan

Pengambilan sampel air untuk analisis logam berat kromium dilakukan bersama-sama dengan pengukuran kualitas air, yaitu dilakukan setiap bulan selama tiga bulan penelitian di tiga stasiun penelitian. Sampel air tersebut diambil dari lapisan permukaan dengan menggunakan ember berukuran 10 L kemudian dimasukkan ke dalam botol berbahan polyethylene bervolume 500 mL dan disimpan dalam cool box, untuk dianalisis di laboratorium.

Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan van veen grab. Titik pengambilan sampel sedimen sama dengan untuk pengambilan sampel air. Sedimen dasar diambil sebanyak ± 200 g dari setiap stasiun dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan dalam cool box, untuk dianalisis di laboratorium.

Pengambilan sampel ikan nila dilakukan dengan menggunakan jaring insang dengan ukuran mata jaring 1,5 inci, yang di pasang pada pagi hari (pukul 09.00) dan diangkat pada sore hari (pukul 16.00). Ikan nila yang terjerat di jaring insang kemudian dipisahkan berdasarkan ukurannya 30–90 g dan 100–250 g. Selain itu juga dilakukan pengambilan sampel ikan nila yang dibudidayakan di Karamba Jaring Apung (KJA) dengan ukuran 100–250 g (ukuran konsumsi). Kemudian ikan nila tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berbeda dan disimpan dalam cool box. Analisis kandungan logam berat kromium dalam tubuh (daging, hati, dan ginjal) ikan nila dilakukan di laboratorium.

Prosedur Kerja di Laboratorium

Prosedur kerja di laboratorium terdiri atas tiga prosedur, yaitu pengukuran logam berat kromium (tersaji pada Lampiran 2), pengukuran biometrik ikan nila (tersaji pada Lampiran 3), serta pembuatan preparat histologis organ insang dan hati ikan nila untuk mengetahui kerusakan jaringan yang terjadi (tersaji pada Lampiran 4).

1. Pengukuran Logam Berat Kromium

Sampel air yang diperoleh dari lapangan kemudian disaring dengan peralatan penyaring yang steril, sebelumnya direndam dengan HCl 0,5 N atau HNO3 1 N selama

1 jam kemudian dibilas dengan akuades. Hasil penyaringan tersebut kemudian diawetkan dengan HNO3 pekat sampai pH larutan < 2 dan kemudian diukur

menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) pada panjang gelombang 357,9 nm (Rice et al. 2012).

Pengukuran kandungan logam berat kromium dalam sedimen dilakukan dengan memasukkan masing-masing contoh sedimen ke dalam gelas beker secara merata dan dikeringkan dalam oven pada suhu 110 °C selama 8 jam. Setelah sampel uji dikeringkan selanjutnya sampel uji tersebut digerus sampai halus menggunakan mortar dan alu. Sampel sedimen kemudian ditimbang sebanyak ± 0,5 g, dimasukkan ke dalam gelas beker kemudian ditambahkan 25 mL larutan akuades dan didestruksi dengan 5 mL HNO3 pekat. Sampel sedimen dipanaskan pada hot plate hingga tersisa 15 mL. larutan

sampel yang tersisa didinginkan dan disaring, kemudian diencerkan hingga volumenya tepat 50 mL. Setelah itu sampel sedimen siap untuk diukur kandungan logam berat kromiumnya dengan AAS pada panjang gelombang 357,9 nm (Rice et al. 2012).

(25)

diambil ukuran 100–250 g. Ikan nila tersebut kemudian dibedah untuk mendapatkan organ-organ dalamnya (daging, hati, dan ginjal). Pengukuran logam berat kromium dalam daging ikan nila dikarenakan daging merupakan bagian tubuh yang dikonsumsi oleh manusia, sedangkan untuk organ hati dan ginjal merupakan organ yang berperan dalam proses metabolisme di dalam tubuh ikan nila, selain itu juga organ hati dan ginjal sangat rentan terkena bahan toksik.

Sampel daging, hati, dan ginjal yang akan di uji ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas beker. Kemudian sampel uji dikeringkan dalam oven pada suhu 110 °C selama 8 jam. Setelah sampel uji dikeringkan selanjutnya sampel uji tersebut ditanur pada suhu 600 °C selama 3 jam, kemudian digerus dengan menggunakan mortar dan alu hingga halus. Sampel uji kemudian ditimbang sebanyak ±0,5 g, dimasukkan dalam gelas beker, kemudian didestruksi dengan menambahkan 1 mL HNO3 pekat. Suspensi

dipanaskan pada hot plate hingga kering. Setelah itu ditambahkan 5 mL HCl pekat dan campuran dipanaskan kembali. Larutan sampel yang tersisa didinginkan dan disaring, kemudian diencerkan dengan akuades hingga volumenya tepat 50 mL. Setelah itu sampel uji diukur menggunakan AAS pada panjang gelombang 357,9 nm (Rice et al. 2012).

2. Pengukuran Biometrik Ikan Nila

Ikan nila yang tertangkap diukur panjang totalnya dengan menggunakan penggaris sampai ketelitian 0,1 cm dan bobot tubuhnya dengan menggunakan timbangan digital sampai ketelitian 0,1 g. Ikan nila kemudian dibedah menggunakan peralatan bedah, diambil bagian dalam tubuhnya (gonad, insang, dan hati), dan ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Penentuan tingkat kematangan gonad berdasarkan morfologinya mengacu pada perkembangan dan kematangan gonad ikan (Tabel 1). Pada ikan jantan dipakai tanda-tanda seperti bentuk testes, sedangkan pada ikan betina didasarkan pada bentuk ovarium, besarnya ovarium, warna ovarium, halus tidaknya permukaan ovarium, dan ukuran telur di dalam ovarium.

(26)

Tabel 1 Ciri-ciri tingkat kematangan gonad (TKG) ikan nila (berdasarkan modifikasi Cassei pada Effendie 2002)

TKG Struktur Morfologis Gonad

Jantan Betina

I Testes seperti benang, lebih pendek dan terlihat ujungnya di rongga tubuh, warna jernih

Ovarium seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh, warna jernih, permukaan licin, dan butiran telur tidak terlihat dengan mata biasa

II Ukuran testes lebih besar, warna putih seperti susu, bentuk lebih jelas dari pada TKG I

Ovarium lebih besar dari TKG I, warna agak keruh kekuning-kuningan,

permukaan halus, dan butiran telur tidak terlihat jelas dengan mata biasa

III Permukaan testes pejal, warna mulai putih dan ukuran semakin besar

Ovarium lebih besar dari TKG II, berwarna kuning, butiran telur sudah dapat terlihat dengan mata biasa namun masih sulit untuk dipisahkan

IV Seperti TKG III tampak lebih jelas, testes semakin pejal

Ovarium semakin besar (lebih besar dari TKG III), telur berwarna kuning, mudah dipisahkan, butir minyak tidak tampak

3. Pembuatan Preparat Histologis Organ Insang dan Hati Ikan Nila

Pembuatan preparat histologis organ insang dan hati ikan nila dilakukan untuk mengetahui kerusakan jaringan yang terjadi pada organ tersebut di tiga stasiun. Selain itu juga, dilakukan pembuatan preparat histologis organ insang dan hati ikan nila yang berasal dari kolam budidaya FPIK, IPB untuk mengetahui organ yang normal. Pembuatan preparat histologis dilakukan melalui Metode Histoteknik dengan

embedding parafin, tahapannya adalah sebagai berikut (Kiernan 1990):

3.1. Pengambilan Sampel

Pengambilan organ insang dan hati ikan nila dilakukan dengan menggunakan alat bedah yang selanjutnya dilakukan untuk pembedahan preparat histologis. Potongan tersebut diawetkan dengan larutan BNF dalam wadah sampel (Kiernan 1990).

3.2. Pengawetan (Fiksasi)

Proses pengawetan dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan post-mortem (pasca mati) pada jaringan, yaitu agar bagian padat dan bagian cair (protoplasma sel) tetap terpisah, merubah bagian-bagian sel agar menjadi bahan-bahan yang tidak larut pada proses berikutnya. Melindungi sel dari proses pengerutan saat dimasukkan ke dalam alkohol atau parafin panas, serta meningkatkan kemampuan dari tiap-tiap bagian jaringan agar dapat diwarnai dan meningkatkan indeks retraksi jaringan sehingga visibilitasnya naik.

(27)

Organ yang difiksasi selama 24 jam dalam larutan BNF selanjutnya dicuci dalam alkohol 70% selama 1 jam. Pencucian ini dimaksudkan untuk menghilangkan sisa bahan pengawet yang terdapat di dalam jaringan, yang dapat mengganggu proses mikroteknik selanjutnya. Organ yang dicuci kemudian disimpan dalam alkohol 70% sebelum proses selanjutnya.

3.3. Proses Penghilangan Air (Dehidrasi)

Proses ini merupakan proses penarikan air dari jaringan yang dilakukan dengan cara merendam jaringan ke dalam alkohol secara bertingkat mulai dari alkohol 80%, 90%, 95% sampai ke alkohol absolut. Penggunaan alkohol bertingkat ditujukan selain untuk menarik air, juga dapat mencegah terjadinya pengerutan.

3.4. Proses Penjernihan (Clearing)

Pengaruh alkohol yang terdapat di dalam jaringan dihilangkan dengan cara direndam dalam xylol. Setelah dilakukan proses penjernihan maka jaringan akan lebih transparan dan berwarna lebih tua.

3.5. Proses Infiltrasi (Infiltring)

Jaringan yang telah mengalami proses penjernihan selanjutnya direndam ke dalam parafin secara bertingkat pada suhu 60 °C (parafin keras). Penggunaan parafin keras agar dapat dilakukan pemotongan yang tipis.

3.6. Proses Penanaman (Embedding)

Proses ini adalah kelanjutan dari proses infiltrasi, yaitu penanaman organ ke dalam parafin. Proses ini harus dilakukan di dekat bunsen dimana seluruh alat-alat yang dilakukan harus dalam keadaan hangat untuk mencegah agar parafin tidak mengeras sebelum pekerjaan selesai. Peletakan jaringan di dalam wadah harus sedemikian rupa sehingga memudahkan pada saat pemotongan dan pengenalan kembali jaringan. Wadah yang telah berisi jaringan bercampur parafin didinginkan untuk mengeraskan parafinnya. Blok yang sudah mengeras kemudian diletakkan pada blok kayu, untuk disimpan dalam kulkas minimal 6 jam sebelum dipotong.

3.7. Proses Pemotongan Blok Jaringan

Blok jaringan dipotong dengan menggunakan mikrotom. Ketebalan jaringan ditetapkan setebal 5 mikron. Hasil sayatan diapungkan terlebih dahulu pada air hangat (40 °C), lalu diletakkan diatas gelas obyek. Selanjutnya gelas obyek diletakkan diatas hotplate selama 10 sampai 15 menit sampai seluruh air yang berada diantara jaringan dan gelas obyek menguap. Gelas obyek harus disimpan di dalam inkubator (37–40 °C) selama satu malam sebelum digunakan pada proses selanjutnya.

3.8. Proses Pewarnaan Hematoksillin-Eosin

Sebelum dilakukan pewarnaan, permukaan gelas obyek dimana terdapat sayatan jaringan terlebih dahulu diberi tanda. Hal ini dilakukan agar pada saat gelas obyek dibersihkan dari sisa-sisa larutan, maka bagian yang dibersihkan adalah permukaan yang tidak bertanda. Proses pewarnaan ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:

(28)

2. Rehidrasi, dilakukan untuk memasukkan air ke dalam jaringan, yaitu dengan cara merendam gelas obyek ke dalam alkohol secara menurun, mulai dari alkohol absolut III sampai ke alkohol 70%. Kemudian perendaman dilanjutkan ke dalam air mengalir dan akuades.

3. Pewarnaan hematoksillin.

4. Perendaman ke dalam air mengalir. Perlu diketahui bahwa semakin lama berada di dalam air mengalir maka warna biru yang timbul akan semakin menyolok.

5. Perendaman ke dalam akuades. Perendaman ini dilakukan untuk menghilangkan proses pewarnaan biru. dengan 95%. Kemudian dilanjutkan perendaman ke dalam alkohol absolut I selama 1-2 menit. Dilakukan pengecekan di bawah mikroskop untuk melihat kontras warna biru dan merah. Jika warna merah kurang kontras maka dilakukan kembali pewarnaan eosin, sebaliknya jika warna tersebut kontras maka perendaman dilanjutkan sampai pada alkohol absolut III.

9. Clearing dengan xylol secara bertingkat mulai dari xylol I sampai III.

10. Mounting, preparat diberi perekat dengan menggunakan kanada balsam, lalu

ditutup dengan kaca penutup, dikeringkan dan diamati dibawah mikroskop. Preparat selanjutnya diberi label sesuai dengan stasiun.

3.9. Pemotretan Preparat Histologis

Pemotreran preparat histologis organ insang dan hati ikan nila dilakukan dengan menggunakan mikroskop Eyepiece Camera MD130 dengan perbesaran sampai 400x.

Analisis Data

1. Logam berat kromium (Cr)

Kandungan logam berat kromium dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan hasil pengukuran yang diperoleh dari pengukuran menggunakan AAS dan baku mutu yang telah ditetapkan (Tabel 2). Analisis statistika untuk mengetahui perbedaan nyata antar stasiunnya menggunakan ANOVA satu arah pada tingkat kepercayaan 95%. Apabila hasilnya berbeda nyata maka dilakukan uji BNT pada taraf nyata 5%.

Tabel 2 Baku mutu logam berat kromium

(29)

2. Biometrik ikan nila

Parameter biometrik ikan nila yang diukur adalah hubungan panjang bobot, faktor kondisi (FK), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas, diameter telur, hepato

somatic index (HSI), dan berat insang relatif (BIR). Analisis statistika untuk mengetahui

perbedaan nyata antar stasiunnya menggunakan ANOVA satu arah pada tingkat kepercayaan 95%. Apabila hasilnya berbeda nyata maka dilakukan uji BNT pada taraf nyata 5%.

Hubungan panjang-bobot dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 2002):

W = aLb

Keterangan:

W : bobot ikan (g)

L : panjang total ikan (cm) a, b : konstanta

Faktor kondisi (FK) ikan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 2002):

FK = W

L3

Keterangan:

FK : faktor kondisi W : berat ikan (g)

L : panjang total ikan (cm)

Indeks kematangan gonad (IKG) atau Gonado Somatic Index (GSI) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Marishka & Abdulgani 2012):

IKG =BgBt x Keterangan:

IKG : indeks kematangan gonad (%) Bg : berat gonad (g)

Bt : berat tubuh (g)

Fekunditas ikan dihitung menggunakan rumus gravimetrik sebagai berikut (Effendie 2002):

F =G Q x N Keterangan:

F : fekunditas (butir) G : berat gonad total (g) Q : berat sub gonad (g)

(30)

Indek hepato somatik (IHS) atau Hepato Somatic Index (HSI) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Htun-han 1978):

HSI =BhBt x Keterangan:

HSI : hepato somatic index (%) Bh : berat hati (g)

Bt : berat tubuh (g)

Berat insang relatif (BIR) ikan dihitung dengan menggunakan dengan rumus sebagai berikut:

BIR =Bt x Bi Keterangan:

BIR : berat insang relatif (%) Bi : berat insang (g)

Bt : berat tubuh (g)

3. Penilaian kerusakan jaringan dari organ insang dan hati ikan nila

Preparat histologis organ insang dan hati ikan nila yang berasal dari Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu dan kolam budidaya FPIK IPB (sebagai kontrol) diamati dibawah mikroskop cahaya Leitz Leica Laborluxs dengan perbesaran sampai 400x. Kemudian dilakukan penilaian berdasarkan jenis-jenis kerusakan yang terjadi (Tabel 3). Sedangkan untuk pemotreran preparat histologis dilakukan dengan menggunakan mikroskop Eyepiece Camera MD130 dengan perbesaran sampai 400x.

Tabel 3 Penilaian kerusakan jaringan dari organ insang dan hati ikan nila

Jenis Kerusakan Nilai Tingkat Kerusakan

 Insang

Tidak ada kerusakan 0 Normal

Peradangan dengan adanya limfosit,

kongesti, hemoragi, dan edema 1 atau 2 Ringan atau sedang

Nekrosis 3 Berat

 Hati

Tidak ada kerusakan 0 Normal

Peradangan dengan adanya limfosit,

kongesti, hemoragi, dan edema 1 atau 2 Ringan atau sedang

Degenerasi lemak 2 Sedang

Degenerasi inti sel dan degenerasi hidropis 3 Berat

(31)

4. Batas maksimum berat daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi dalam waktu satu minggu (Maximum Tolerable Intake/ MTI)

Batas maksimum konsentrasi logam berat kromium dalam daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi dalam waktu satu minggu (Maximum Weekly Intake/ MWI) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Turkmen et al. 2008) (perhitungan terlampir di Lampiran 5):

MWI = Berat badana) x PTWIb) Keterangan:

a) : Rata-rata berat badan orang dewasa Indonesia 50 kg (Kemenkes RI 2010) dan anak-anak adalah 15 kg

b) : Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) berdasarkan WHO yaitu 0,023 mg Cr kg-1 bb (Azhar et al. 2012)

Batas maksimum berat daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi dalam waktu satu minggu (Maximum Tolerable Intake/ MTI) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Turkmen et al. 2008) (perhitungan terlampir di Lampiran 6):

��� =�����

Keterangan:

MWI : Maximum Weekly Intake (mg Cr minggu-1)

(32)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Kandungan logam berat kromium di dalam sedimen dan ikan nila

Data hasil pengukuran kandungan logam berat kromium di dalam sedimen di Sungai Cimanuk Lama disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan logam berat kromium di dalam sedimen

Parameter Satuan Stasiun

1 2 3

Sedimen mg kg-1 27,39a±9,51 29,67a±3,29 37,12a±2,60 Keterangan: atidak berbeda nyata (p>0,05); jumlah pengambilan sampel (n) sebanyak 3

kali

Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan logam berat kromium di dalam sedimen di tiga stasiun meningkat dari stasiun 1 sampai 3. Kandungannya masih dibawah ambang batas yang telah ditentukan oleh ANZECC (2000) yaitu 80,00 mg kg-1. Berdasarkan analisis statistika, kandungan logam berat kromium di dalam sedimen antar stasiunnya tidak berbeda nyata (p>0,05).

Data hasil pengukuran kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila (30–90 g dan 100–250 g) hasil tangkapan di Sungai Cimanuk Lama dan ikan nila (100– 250 g) yang dibudidayakan di KJA disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila hasil tangkapan di sungai dan yang dibudidayakan di KJA

Sumber dan jumlah pengambilan sampel (n) sebanyak 3 kali

(33)

Kandungan logam berat kromium yang terkandung di dalam tubuh ikan nila (30–90 g dan 100–250 g) hasil tangkapan di sungai secara umum meningkat dari stasiun 1 ke stasiun 2 dan menurun di stasiun 3. Sedangkan kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila (100–250 g) yang dibudidayakan di KJA menurun di stasiun 2 dan meningkat di stasiun 3. Kandungan logam berat kromium tertinggi pada bagian tubuh ikan nila (30–90 g dan 100–250 g) hasil tangkapan di sungai terdapat di stasiun 2 yang terkandung pada organ ginjal. Sedangkan pada ikan nila (100–250 g) yang dibudidayakan di KJA kandungan tertinggi terdapat di stasiun 3 pada organ daging. Berdasarkan analisis statistika, kandungan logam berat kromium dalam tubuh ikan nila (30–90 g dan 100–250 g) hasil tangkapan di sungai dan ikan nila (100–250 g) yang dibudidayakan di KJA antar stasiunnya tidak berbeda nyata (p>0,05).

2. Kualitas air Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu

Data kualitas perairan di Sungai Cimanuk Lama selama penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Data kualitas perairan di masing-masing stasiun selama penelitian Parameter dan

**Cahyono (2000); ***PPRI No. 82 Tahun 2001 untuk kegiatan perikanan;

jumlah pengambilan sampel (n) sebanyak 3 kali

Tabel 6 menunjukkan bahwa parameter suhu, oksigen terlarut, dan pH berada pada kisaran yang optimal untuk petumbuhan ikan nila. Sedangkan parameter BOD, COD, dan logam berat kromium di dalam air kisarannya jauh melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh PPRI No. 82 Tahun 2001 untuk kegiatan perikanan. Berdasarkan analisis statistika, kandungan logam berat kromium di dalam air antar stasiunnya tidak berbeda nyata (p>0,05). Kelimpahan fitoplankton di stasiun 1 lebih tinggi dibandingkan yang terdapat di stasiun 2 dan 3, sedangkan untuk indeks keragaman fitoplankton di tiga stasiun menunjukkan bahwa stasiun 2 lebih tinggi dari pada stasiun 1 dan 3. Keberadaan fitoplankton tersebut berkontribusi dalam menyediakan pakan alami ikan nila di sungai.

3. Biometrik ikan nila

(34)

Tabel 7 Data biometrik ikan nila di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu Parameter dan

Satuan

TKG Stasiun

1 2 3

(35)

positif; jumlah ikan (n) TKG IV untuk fekunditas adalah 11 ekor di stasiun 1, 33 ekor di stasiun 2, 13 ekor di stasiun 3 dengan asumsi berat dan panjang ikan seukuran

Tabel 7 menunjukkan pola pertumbuhan ikan nila yang berbeda pada setiap TKG di tiga stasiun, ada tiga pola pertumbuhan yang diperoleh yaitu isometrik, allometrik negatif, dan allometrik positif. Pola pertumbuhan ikan nila pada TKG IV memiliki pola pertumbuhan yang sama di tiga stasiun. Nilai faktor kondisi ikan nila di tiga stasiun menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0,05) di stasiun 2 dan 3. Beberapa nilai faktor kondisi yang diperoleh terjadi penurunan di stasiun 2 dan mengalami peningkatan di stasiun 3. Nilai IKG ikan nila di tiga stasiun menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0,05) di stasiun 3, selain itu juga nilai IKG yang diperoleh mengalami peningkatan di stasiun 2. Fekunditas ikan nila di tiga stasiun menujukkan hasil berbeda nyata (p<0,05) di stasiun 2 dan nilai fekunditas terendahnya terdapat di stasiun 2. Diameter telur ikan nila berbeda nyata (p<0,05) di tiga stasiun dan diameter telur tertingginya terdapat di stasiun 2. Nilai HSI ikan nila di tiga stasiun menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0,05) di stasiun 2 dan 3 pada TKG III. Nilai HSI ini umumnya mengalami peningkatan dari stasiun 1 sampai 3. Nilai BIR ikan nila di tiga stasiun menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0,05) di stasiun 2 dan 3. Nilai BIR umumnya mengalami peningkatan dari stasiun 1 ke 2 dan menurun dari stasiun 2 ke 3.

4. Kondisi histologis organ insang dan hati ikan nila

Data penilaian kerusakan jaringan dari organ insang ikan nila hasil tangkapan di sungai dan yang dibudidayakan di KJA disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Data hasil penilaian kerusakan jaringan pada organ insang ikan nila

Jenis Kerusakan Stasiun kerusakan), ++ (ada kerusakan dan berat); R (ringan), B (berat)

(36)

Gambar 6 Perubahan struktur organ insang ikan nila. K (kontrol), 1 (stasiun 1), 2 (stasiun 2), 3 (stasiun 3); A (ikan nila 30–90 g dari sungai), B (ikan nila 100–250 g dari sungai), C (ikan nila 100–250 g dari KJA); L (peradangan dengan adanya limfosit), K (kongesti), H (hemoragi), E (edema), N (nekrosis); perbesaran 400x

Gambar 6 menunjukkan bahwa terjadi kerusakan jaringan dari organ insang ikan nila di stasiun 1 berupa peradangan dengan adanya limfosit, kongesti, dan hemoragi. Jenis kerusakan tersebut termasuk tingkat kerusakan ringan. Pada stasiun 2 dan 3 terjadi peningkatan kerusakan menjadi kerusakan berat, ditunjukkan dengan peradangan berupa munculnya limfosit, kongesti, edema, hemoragi, dan nekrosis.

Data penilaian kerusakan jaringan dari organ hati ikan nila yang berasal dari hasil tangkapan di sungai dan yang dibudidayakan di KJA disajikan pada Tabel 9.

L

100 µm H

L

K L

100 µm 100 µm

100 µm

100 µm 100 µm 100 µm

100 µm

100 µm 100 µm 100 µm 100 µm

E

*

N

K

*

E

L

*

E

L K

H

H K

K

K 3A 3B 3C

2A 2B 2C

1A 1B 1C

(37)

Tabel 9 Data hasil penilaian kerusakan jaringan pada organ hati ikan nila kerusakan), ++ (ada kerusakan dan berat); R (ringan), B (berat)

(38)

Gambar 7 Perubahan struktur organ hati ikan nila. K (kontrol), 1 (stasiun 1), 2 (stasiun 2), 3 (stasiun 3); A (ikan nila 30–90 g dari sungai), B (ikan nila 100–250 g dari sungai), C (ikan nila 100–250 g dari KJA); L (peradangan dengan adanya limfosit), K (kongesti), H (hemoragi), E (edema), DL (degenerasi lemak), DI (degenerasi inti sel), DH (degenerasi hidropis); perbesaran 400x Gambar 7 menunjukkan bahwa terjadi kerusakan ringan, ditunjukkan dengan peradangan yang berupa munculnya limfosit dan adanya edema (1A dan 1B). Kerusakan yang terjadi termasuk tingkat kerusakan sedang ditandai dengan adanya degenerasi lemak (1C). Pada stasiun 2 terjadi kerusakan berat yang ditunjukkan dengan adanya degenerasi lemak dan inti sel (2A) dan stasiun 3 terjadi kerusakan berat yang ditunjukkan dengan adanya degenerasi hidropis (3A).

5. Konsumsi maksimum mingguan daging ikan nila

Data hasil perhitungan batas maksimum berat daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi dalam waktu satu minggu (Maximum Tolerable Intake/ MTI) disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Batas maksimum berat daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi dalam waktu satu minggu (Maximum Tolerable Intake/ MTI)

Sumber Keterangan: D (Dewasa 50 kg bb), A (Anak-anak 15 kg bb)

Berdasarkan hasil perhitungan batas maksimum konsentrasi logam berat kromium dalam daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi dalam waktu satu minggu

(Maximum Weekly Intake/ MWI) untuk orang dewasa (50 kg bb) sebesar 1,15 mg Cr

(39)

anak-anak (15 kg bb) sebesar 5,3–11,2 g daging minggu-1 (Tabel 10 dan perhitungan tersaji

pada Lampiran 6).

Pembahasan

1. Kandungan logam berat kromium di dalam air, sedimen, dan ikan nila

Berdasarkan kriteria kualitas air yang telah ditentukan oleh PPRI No. 82 Tahun 2001 untuk kegiatan perikanan maka kandungan logam berat kromium di dalam air di tiga stasiun melampaui ambang batas yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05 mg L-1. Kandungan logam berat kromium di dalam air dan sedimen meningkat dari stasiun 1 sampai 3 artinya pada wilayah sungai sebelum stasiun 1 sudah mengandung logam berat kromium. Adanya industri penyamakan kulit dan industri tekstil di Kabupaten Garut yang limbahnya masuk ke dalam Sungai Cimanuk hulu menyebabkan kandungan logam berat kromium pada hulu Sungai Cimanuk terdistribusi menuju hilir Sungai Cimanuk. Kurnia et al. (2004) menyatakan bahwa banyak pelaku industri biasanya membuang limbah ke badan air atau sungai dengan atau tanpa melalui proses pengelolaan terlebih dahulu. Selain itu juga, adanya pembuangan limbah rumah tangga di stasiun 1 dan bengkel-bengkel motor disekitarnya memberikan masukkan logam berat kromium di stasiun 1. Taftazani (2007) menyatakan bahwa sumber-sumber logam berat kromium pada perairan yang berkaitan dengan aktivitas manusia dapat berupa limbah industri sampai limbah rumah tangga, salah satunya terdapat dalam formula deterjen (Connell & Miller 1995).

Hasil penelitian pendahuluan juga menunjukkan bahwa kandungan logam berat kromium yang tinggi di dalam perairan yang diukur di tiga stasiun (Cr berkisar 0,283– 0,426 mg L-1). Logam lain yang diukur pada penelitian pendahuluan adalah kadmium (Cd<0,001 mg L-1), tembaga (Cu berkisar 0,007–0,008 mg L-1), timah hitam (Pb berkisar 0,054–0,127 mg L-1), dan mangan (Mn berkisar 0,1480,335 mg L-1).

Meningkatnya kandungan logam berat kromium di dalam air di stasiun 2 dikarenakan adanya pembuangan limbah batik ke dalam sungai berkontribusi meningkatkan kandungan logam berat kromium dalam perairan. Kandungan logam berat kromium di dalam air tertinggi terdapat di stasiun 3, yang sumber airnya berasal dari stasiun 1 dan 2, hal ini memungkinkan membawa logam berat kromium ke stasiun 3. Selain itu juga, adanya kegiatan pertanian di stasiun 3 berkontribusi meningkatkan kandungan logam berat kromium di dalam perairan. Doelsch et al. (2006) menyatakan bahwa keberadaan logam berat kromium di perairan dapat disebabkan karena adanya kegiatan pertanian seperti pemakaian pupuk dan pestisida.

Kandungan logam berat kromium di dalam sedimen yang diperoleh di tiga stasiun meningkat dari stasiun 1 sampai 3, tetapi kandungannya belum melampaui nilai ambang batas yang telah ditentukan ANZECC (2000) yaitu 80 mg kg-1. Meskipun kandungan logam berat kromium di dalam sedimen belum melampaui nilai ambang batas, tetapi kandungannya tetap berpotensi terus meningkat apabila pembuangan limbah industri batik dan limbah rumah tangga dibuang secara terus-menerus ke dalam sungai.

(40)

yang mudah mengikat bahan organik yang kemudian akan mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen, sehingga konsentrasi logam berat di dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan di dalam air. Menurut Wilson (1988) in Erlangga (2007) logam berat yang terlarut di dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen.

Logam berat kromium yang terlarut di dalam air dan yang terendap di dalam sedimen akan masuk ke dalam tubuh biota perairan (seperti ikan), kemudian logam berat kromium tersebut akan terakumulasi di dalam tubuh ikan. Kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila yang tertangkap di tiga stasiun dan yang dibudidayakan di KJA telah melampaui nilai ambang batas yang ditentukan FAO (Cr<1,00 mg kg-1) dan Uni Eropa (Cr<2,00 mg kg-1). Kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila (30–90 g dan 100–250 g) hasil tangkapan di sungai secara umum meningkat dari stasiun 1 ke stasiun 2 dan menurun di stasiun 3. Adanya buangan limbah cair batik di stasiun 2 berkontribusi dalam meningkatnya kandungan logam berat kromium di stasiun 2. Sedangkan kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila (100–250 g) yang dibudidayakan di KJA kandungannya menurun dari stasiun 1 ke stasiun 2 dan meningkat di stasiun 3. Tingginya kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila tersebut dikarenakan sifat akumulatif dari organisme perairan. Organisme perairan mengambil logam berat kromium dari badan air atau sedimen dan memekatkannya ke dalam tubuhnya hingga 100–1000 kali lebih besar dari lingkungan (Rahman et al. 2012).

Kandungan logam berat kromium di dalam tubuh ikan nila (30–90 g dan 100–250 g) hasil tangkapan di sungai di tiga stasiun tertinggi pada organ ginjal. Besarnya kandungan logam berat kromium pada ginjal dapat terjadi karena ginjal ikan berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan tubuh, termasuk logam berat sehingga banyak logam berat yang terdapat di dalam ginjal (Dinata 2004). Logam berat kromium yang masuk ke dalam ginjal akan mengganggu proses fisiologi ikan, hal ini dikarenakan fungsi ginjal akan terganggu dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan ginjal. Akibatnya ginjal tidak optimal dalam mengekskresikan bahan-bahan beracun.

(41)

Berdasarkan ukuran ikan nila menunjukkan secara umum ikan nila (100–250 g) hasil tangkapan di sungai kandungan logam berat kromiumnya lebih tinggi dibandingkan dengan ikan nila (30–90 g) hasil tangkapan di sungai dan ikan nila (100– 250 g) yang dibudidayakan di KJA. Bioakumulasi logam berat kromium dalam tubuh organisme perairan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pencemar dalam air, kemampuan akumulasi, sifat organisme (jenis, umur, dan ukuran) dan lamanya pemaparan (Rahman et al. 2012).

2. Kualitas air Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu

Suhu perairan selama penelitian berada pada kisaran suhu perairan normal dan optimal untuk pertumbuhan ikan nila. Suhu perairan dapat mempengaruhi keberadaan dan sifat logam berat. Peningkatan suhu perairan cenderung meningkatkan akumulasi dan toksisitas logam berat. Hal ini terjadi karena suhu tinggi akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme perairan (Sorensen 1991).

Kandungan oksigen terlarut (DO) selama penelitian berada pada kisaran yang optimal untuk kehidupan ikan nila. Kandungan oksigen yang rendah menyebabkan ikan akan bernafas dengan cepat, sehingga menyebabkan insang membuka dan menutup lebih cepat dan mengakibatkan masuknya ion logam melalui insang (Kordi 2004).

Derajat keasaman (pH) selama penelitian berada pada kisaran yang optimal untuk pertumbuhan ikan nila. Tinggi rendahnya pH sangat berpengaruh terhadap kadar kandungan logam yang ada di dalam daging ikan nila. Apabila pH asam maka akan meningkatkan kadar kandungan logam berat yang ada di perairan yang kemudian diserap oleh ikan, sehingga kandungan logam berat dalam tubuh ikan akan tinggi (Kordi 2004).

Nilai BOD di tiga stasiun berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001 di tiga stasiun telah melampaui ambang batas yang ditentukan untuk kegiatan perikanan. Tingginya bahan organik diperairan akan membahayakan kehidupan ikan nila, karena akan menyebabkan defisit oksigen di dalam perairan. Selain itu juga, logam berat kromium di dalam perairan akan berikatan dengan bahan organik yang kemudian akan terendap dan bercampur dengan sedimen. Hal ini yang mengakibatkan logam berat kromium banyak terdapat di dalam sedimen.

Nilai COD di tiga stasiun berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001 di tiga stasiun telah melampaui ambang batas yang telah ditentukan untuk kegiatan perikanan. Masuknya limbah rumah tangga dan limbah industri ke dalam sungai secara terus-menerus dapat meningkatkan bahan organik di dalam perairan. Selain itu juga adanya bengkel-bengkel motor yang membuang limbahnya disekitar stasiun 1 berkontribusi meningkatkan bahan organik di dalam perairan.

Gambar

Gambar 1 Skema pendekatan masalah
Gambar 2 Ikan nila (O. niloticus) (Linnaeus 1758)
Gambar 4 Siklus logam kromium (Cr) dalam lingkungan perairan tercemar (Bielicka et
Gambar 5 Peta wilayah studi di Sungai Cimanuk Lama
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pengelompokan yang terjadi antara lokasi stasiun 2 dengan parameter kromium dalam air dapat disebabkan karena nilai kandungan kromium dalam air yang ditemukan di stasiun

KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA AIR, SEDIMEN DAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linn.). DI KARAMBA

Dari hasil penelitian dapat disarankan antara lain : batas konsumsi harian maksimum ikan nila adalah 1,4 kg/hari; memberikan labeling pada kemasan ikan nila hasil budidaya di

Kandungan logam berat Pb, Cd pada ikan nila ( Orechromis niloticus Linn.) masih berada di bawah nilai baku mutu batas cemaran logam dalam pangan sesuai SNI 7387 :

Hasil penelitian menunjukkan bakteri yang terdapat pada Ikan nila ( Oreochromis niloticus ) di stasiun A dan stasiun B adalah Escherichia coli dan jumlah Coliform yang

Hasil penelitian konsentrasi kromium hek- savalen pada ikan nila menunjukkan bahwa rata- rata konsentrasi kromium heksavalen pada ikan nila masih berada di bawah

1.2.1 Mengetahui kadar logam berat timbal pada air, sedimen dan ikan Nila (Oreochromis niloticus) serta Bawal (Colossoma macropomum) di Sungai Winongo, Yogyakarta di

Kandungan logam Pb, Cu dan Zn pada sedimen di masing-masing Stasiun di perairan Muara Sungai Loskala dapat dilihat pada Lamp iran 7 dan rata-rata pada masing-