• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Kandungan Mineral Tailing Murni

Analisis karakteristik media tanam tailing dilakukan karena karakteristik media tanam merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui tingkat kesuburan media yang akan digunakan. Analisis karakteristik media tanam tailing dalam penelitian ini hanya meliputi sifat fisik dan kimia tailing. Sifat fisik yang dianalisis hanya meliputi tekstur tanah, hal ini dikarenakan tekstur tanah merupakan faktor penting untuk menunjang pertumbuhan tanaman dan menjadi indikator tersedianya unsur hara dan air dalam tanah (Basuki 2006). Tekstur tanah yang dianalisis terdiri atas kandungan debu, liat, dan pasir sedangkan sifat kimia

meliputi derajat kemasaman tanah (pH), Kapasitas Tukar Kation (KTK), C-organik, N-total, fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), seng (Zn), timbal (Pb), dan besi (Fe). Karakteristik media tanam tailing hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.

Berdasarkan hasil analisis mineral pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa kandungan unsur hara makro dan mikro pada tailing terdapat dalam jumlah yang

sangat sedikit dan belum memenuhi standar sifat kimia tanah yang baik menurut Pusat Penelitian Tanah (1983), kecuali unsur magnesium, seng dan besi. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Conesa et al. (2005), yaitu tailing biasanya memiliki kondisi yang tidak menguntungkan, yaitu mengandung pH dan nutrisi untuk tanaman yang rendah. Rendahnya kandungan unsur hara makro dan

Tabel 5 Karakteristik media tanam tailing murni PT Antam UBPE Pongkor

Sifat Kandungan Standar Sifat Kimia Tanah

(Pusat Penelitian Tanah 1983) Fisik: Pasir (%) 50,3 - Debu (%) 38,4 - Liat (%) 11,3 - Kimia: pH 6,6 7 KTK (me/100 gr) 7,88 17-25 C-organik (%) 0,08 2-3 N-total (%) 0,03 0,21-0,5 P (ppm) 3,2 16-25 K (me/100 gr) 0,64 21-40 Ca (me/100 gr) 1,98 6-10 Mg (me/100 gr) 1,07 1,1-2,0 Zn (ppm) 34,6 10-300 Fe (ppm) 60,1 50-250

unsur hara mikro pada tailing dikarenakan tailing berasal dari batuan mineral yang diambil dari lapisan tanah yang berada jauh di bawah permukaan tanah. Lapisan tanah tersebut mengandung sedikit bahan organik, berbeda dengan permukaan tanah yang mengandung bahan organik lebih banyak.

Tekstur tanah merupakan tingkat kehalusan atau kekasaran suatu tanah.

Tekstur tailing PT ANTAM UBPE Pongkor terdiri dari fraksi pasir sebesar 50,3%, debu sebesar 38,4%, dan liat sebesar 11,3%. Tekstur tailing yang

didominasi pasir ini disebabkan tailing merupakan limbah pertambangan yang berasal dari batuan mineral yang telah mengalami penggerusan sehingga teksturnya akan jauh berbeda dengan tanah pada umumnya. Kondisi tailing yang didominasi oleh fraksi pasir ini memiliki pori-pori yang besar sehingga

tailing memiliki kemampuan yang rendah dalam menyimpan air dan selanjutnya

menyebabkan rendahnya bahan organik dan kapasitas tukar kation dalam tanah (Nurtjahya et al. 2007).

Derajat kemasaman tanah (pH) juga merupakan salah satu faktor tingkat kesuburan tanaman (Lingga 1998). Derajat kemasaman tanah (pH) tailing, yaitu 6,6. Kemasaman tanah ini dipengaruhi oleh adanya proses kimiawi pemisahan emas dari batuan mineral dalam proses pertambangan, namun tailing

ini masih berpotensi untuk digunakan sebagai media tanam tanaman karena tanaman dapat tumbuh baik pada pH 6-7. Unsur P, Ca, dan Mg dapat tersedia dalam jumlah cukup dan unsur hara juga dapat mudah diserap tanaman pada pH tanah yang netral (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1991).

Kapasitas Tukar Kation (KTK) suatu tanah adalah suatu kemampuan koloid tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation. Pertukaran kation merupakan suatu proses bolak-balik (reversible) antara kation-kation yang dipertukarkan. Kation-kation tersebut antara lain Ca2+, Mg2+, H+, K+, Na+, NH4+, dan lain-lain. KTK pada tailing yaitu sebesar 7,78 me/100 gr. Nilai KTK ini tergolong sangat rendah karena standar KTK tanah yaitu sekitar 17-25 me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983). Rendahnya kadar bahan organik pada tanah merupakan salah satu penyebab rendahnya KTK pada tailing ini. Rendahnya KTK

dapat menyebabkan kation tanah seperti Ca, Mg, K serta kation lainnya yang sangat diperlukan oleh tanaman menjadi mudah tercuci (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1998).

Kandungan C-organik adalah karbon organik yang dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanah (Lingga 1998). Kandungan C-organik pada

tailing yaitu sebesar 0,08%. Kandungan C-organik ini tergolong sangat

rendah karena standar kandungan C-organik tanah yaitu sekitar 2-3% (Pusat Penelitian Tanah 1983). Kandungan C-organik kurang dari 1% dapat menyebabkan tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup karena rendahnya C-organik menyebabkan rendahnya kapasitas tukar kation (Bertham 2002). Selain itu unsur hara yang diberikan melalui pupuk tidak mampu dipegang oleh komponen tanah sehingga unsur hara dapat mudah tercuci, agregasi tanah melemah, unsur hara mikro mudah tercuci, dan daya mengikat air menurun. Tanah dengan kandungan C-organik rendah juga dapat menyebabkan kebutuhan pemupukan nitrogen makin meningkat karena efisiensinya yang merosot akibat tingginya tingkat pencucian (Lingga 1998).

Kandungan N-total adalah nitrogen total yang merupakan unsur makro penting bagi tanaman untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara

keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Kandungan N-total pada tailing yaitu sebesar 0,03%. Kandungan N-total ini tergolong

sangat rendah karena standar kandungan N-total tanah yaitu sekitar 0,21-0,5% (Pusat Penelitian Tanah 1983). Kandungan N-total ini sesuai dengan pernyataan CSR/FAO (1983) diacu dalam Juhaeti (2005), yaitu kandungan nitrogen tailing PT ANTAM UBPE Pongkor tergolong sangat rendah yaitu kurang dari 0,1%. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan tanaman menjadi kerempeng, pertumbuhannya tersendat-sendat, terjadi pengeringan mulai dari bawah menjalar ke bagian atas, jaringannya mati, mengering lalu meranggas (Lingga 1998).

Fosfor (P) merupakan unsur makro yang penting bagi tanaman untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda, juga sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, dan membantu asimilasi (Lingga 1998). Kandungan fosfor pada tailing yaitu sebesar 3,2 ppm. Kandungan fosfor ini tergolong sangat rendah karena

standar kandungan fosfor pada tanah yaitu sekitar 16-25 ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983). Rendahnya kandungan fosfor dikarenakan baik

pada tanah alkalin maupun masam, fosfor membentuk senyawa-senyawa

kompleks sehingga ketersediaan fosfor dalam tanah menjadi rendah (Rivaie et al. 2008). Tanah yang kekurangan fosfor dapat menyebabkan warna

daun tanaman seluruhnya berubah menjadi kelewat tua, berwarna mengkilap dan kemerahan. Selain itu tepi daun, cabang, dan batang terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning (Lingga 1998).

Menurut Kirkman et al. (1994), kalium (K) merupakan unsur makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah N dan P, dan berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat pada tanaman serta memperkuat tubuh tanaman agar daun tidak mudah gugur. Kandungan kalium pada tailing yaitu sebesar 1,98 me/100 gr. Kandungan kalium ini tergolong sangat rendah karena

standar kandungan kalium pada tanah yaitu sekitar 21-40 me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983). Tanah yang kekurangan kalium dapat

menyebabkan daun mengerut secara tidak merata terutama pada daun tua, serta

timbul bercak-bercak berwarna merah cokelat, mengering lalu mati (Lingga 1998).

Kalsium (Ca) merupakan unsur makro yang dapat mempengaruhi keberadaan mikroba tanah dan menguraikan bahan organik serta mengikat

bahan organik dan fraksi liat dalam tanah (Lingga 1998). Kandungan kalsium pada tailing yaitu sebesar 1,98 me/100 gr. Kandungan kalsium ini tergolong rendah karena standar kandungan kalsium pada tanah yaitu sekitar 6-10 me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983). Rendahnya kandungan kalsium pada tanah dapat menyebabkan tepi-tepi daun muda mengalami klorosis yang lambat laun menjalar diantara tulang-tulang daun, kuncup-kuncup menjadi mati, perakaran menjadi kurang sempurna, dan daun yang muncul juga akan mengalami perubahan warna (Lingga 1998).

Magnesium (Mg) merupakan unsur mikro yang dapat membentuk hijau daun secara sempurna dan memegang peranan utama dalam transportasi fosfat dalam tanaman (Lingga 1998). Kandungan magnesium pada tailing yaitu sebesar 1,07 me/100 gr. Kandungan magnesium ini tergolong cukup karena

standar kandungan magnesium pada tanah yaitu sekitar 1,1-2,0 me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983).

Zinc (Zn) atau seng merupakan unsur mikro yang memberikan dorongan terhadap pertumbuhan tanaman karena diduga seng berfungsi sebagai pembentuk

hormon tubuh (Lingga 1998). Kandungan zinc pada tailing yaitu

sebesar 34,6 ppm. Kandungan zinc ini tergolong sedang atau cukup karena

standar kandungan zinc pada tanah yaitu sekitar 10-300 ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983).

Besi (Fe) merupakan unsur mikro yang berperan dalam pernapasan tanaman dan pembentukan hijau daun (Lingga 1998). Kandungan besi pada

tailing yaitu sebesar 60,1 ppm. Kandungan besi ini tergolong sedang atau cukup

karena standar kandungan besi pada tanah yaitu sekitar 50-250 ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983).

Rendahnya kandungan unsur hara pada tailing ini dikarenakan rendahnya bahan organik di dalam tailing dan tekstur tailing yang didominasi oleh fraksi pasir. Kondisi ini menyebabkan rendahnya kapasitas tukar kation sehingga kation-kation yang larut air, dipertukarkan, dan dapat terserap oleh tanaman hanya sedikit. Hal tersebutlah yang menyebabkan pertumbuhan semai mahoni terhambat.

Analisis mineral ini tidak hanya untuk menguji unsur hara yang terkandung di dalam tailing, namun juga untuk menguji logam berat yang terkandung di dalamnya. Kandungan logam berat perlu diuji karena logam berat digunakan dalam proses pemisahan emas dari batuan mineral dan keberadaan logam berat pada tanah juga turut mempengaruhi kehidupan tanaman. Kandungan logam berat tailing PT Antam UBPE Pongkor dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kandungan logam berat tailing murni PT Antam UBPE Pongkor

Parameter Kandungan (mg/kg) As <0,005 Cd <0,005 Cu 1,4 Pb 0,6 Hg 26,3 Se <0,005

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa ternyata tailing mengandung beberapa jenis logam berat, yaitu arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan selenium (Se). Arsen (As) merupakan salah satu hasil sampingan dari proses pengolahan bijih logam non-besi terutama emas, yang mempunyai sifat sangat beracun dengan dampak merusak lingkungan. Arsen yang terkandung dalam tailing, yaitu kurang dari 0,005 mg/kg. Kandungan arsen dalam jumlah ini tidak membahayakan pertumbuhan tanaman karena batas maksimum arsen dalam tanah, yaitu sebesar 10 mg/kg (PERMEN Pertanian 2006).

Kadmium (Cd) merupakan hasil sampingan dari pengolahan bijih logam seng (Zn) yang digunakan sebagai pengganti seng. Kadmium bersifat lebih mobil di dalam tanah dan mudah diserap tanaman dibandingkan dengan timbal sehingga keberadaannya dalam tanah cukup membahayakan tanaman (Sukreeyapongse et al. 2002). Kadmium yang terkandung dalam tailing, yaitu kurang dari 0,005 mg/kg. Kandungan kadmium dalam jumlah ini tidak membahayakan pertumbuhan tanaman karena batas kadar kadmium pada tanah, yaitu antara 0,1-1mg/kg (Darmono 2006).

Kandungan tembaga (Cu) dalam tailing, yaitu 1,4 mg/kg. Kandungan tembaga dalam jumlah ini tidak membahayakan pertumbuhan tanaman karena

batas maksimum kandungan tembaga dalam tanah, yaitu sebesar 10 mg/kg dapat menjadi racun terhadap tanaman (Lasat 2007).

Kandungan timbal (Pb) pada tailing yaitu sebesar 0,6 ppm. Kandungan ini tergolong rendah karena standar kandungan timbal pada tanah yaitu sekitar 2-200 ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983). Keberadaan timbal yang tinggi dapat mengancam kesehatan tanaman karena timbal mempunyai kelarutan yang rendah dan relatif bebas dari degradasi oleh mikroorganisme, maka timbal cenderung terakumulasi dan tersedimentasi dalam tanah sehingga akan tetap mudah mencemari rantai makanan dan pada metabolisme manusia, sampai jauh di masa datang (Davies 1990 diacu dalam Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1998).

Merkuri merupakan logam berat yang paling beracun terhadap organisme hidup diantara unsur-unsur logam berat lainnya (Suwandi et al. 1997). Kandungan merkuri (Hg) dalam tailing, yaitu 26,3 mg/kg. Kandungan merkuri yang tinggi dalam tailing dikarenakan merkuri digunakan pada proses pemisahan emas dari batuan mineral. Merkuri digunakan dalam pertambangan emas untuk mengikat emas dari hasil penggerusan (Setiabudi 2005). Kandungan merkuri dalam jumlah ini dapat sangat membahayakan pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan batas maksimum kandungan merkuri dalam tanah, yaitu sebesar 1 mg/kg (PERMEN Pertanian 2006). Kandungan merkuri yang tinggi dapat mengurangi jumlah klorofil pada tanaman, mengurangi pertumbuhan tanaman, merusak pertumbuhan akar dan fungsinya, merusak daun dan menurunkan produksi, dan mematikan tanaman. Sementara itu kandungan selenium dalam

tailing, yaitu kurang dari 0,005 mg/kg. Selenium dalam jumlah berlebihan tidak

akan menimbulkan kerusakan pada tanaman (Herman 2006).

Keberadaan logam berat dalam tailing ini sesuai dengan penelitian CSR/FAO (1983) diacu dalam Juhaeti (2005), bahwa tailing PT ANTAM UBPE Pongkor mengandung logam berat seperti Cd, Hg, Pb, As yang dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Keberadaan logam berat tersebut sangat membahayakan kelangsungan hidup semai mahoni. Hal ini dikarenakan secara alami logam berat yang terdapat di dalam tanah dapat mengikat unsur hara

tailing yang telah diberi pupuk, sehingga unsur tersebut menjadi tidak tersedia

Keberadaan logam berat dalam tailing tersebut masih memungkinkan semai mahoni dapat hidup. Hal ini dikarenakan semai mahoni tergolong jenis pohon yang dapat bertahan dengan adanya kandungan logam berat dalam tanah, namun dalam pertumbuhannya semai mahoni tetap menunjukkan indikasi adanya keracunan logam berat, yakni pertumbuhan yang lambat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Tordoff et al. (2000), bahwa logam berat menghalangi pertumbuhan akar yang selanjutnya mengakibatkan kekeringan pada tanaman, oleh karena itulah untuk mengurangi keracunan logam berat tersebut dalam penelitian ini dilakukan penginkubasian terlebih dahulu terhadap tailing sebelum dilakukan penyapihan semai mahoni, yakni dengan tujuan agar kandungan logam beracun tersebut dapat terbawa oleh air penyiraman setiap harinya sehingga jumlah kandungan logam berat akan berkurang.

Dokumen terkait