• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Serviks

2.3 Kanker Serviks

2.3.1 Definisi Kanker Serviks

Kanker serviks adalah salah satu jenis keganasan atau neoplasma yang lokasinya terletak di daerah serviks, daerah leher rahim atau mulut rahim (Rasjidi, 2010). Karsinoma sel skuamosa pada serviks menggambarkan hasil dari perkembangan displasia atipik yang progresif pada epitel metaplastik di zona transformasi (Putra, 2006).

2.3.2 Etiologi Kanker Serviks

Pada awalnya sel kanker serviks berasal dari epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetic yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini (Edianto, 2006)

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV. Lebih dari 90% kanker serviks jenis skuamosa mengandung deoxyribose-nucleic acid (DNA) virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual. Dari banyak tipe HPV, tipe 16 dan 18 mempunyai peranan penting melalui sekuensi gen E6 dan E7 dengan mengkode pembentukan protein-protein yang penting dalam replikasi virus (Edianto, 2006).

Onkoprotein dari E6 akan mengikat dan menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan dan menjadikan produk gen retinoblastoma (pRb) menjadi tidak aktif (Edianto, 2006).

2.3.3 Faktor Risiko Kanker Serviks Faktor risiko perilaku

Sebagian besar pasien kanker serviks uteri adalah wanita yang sudah menikah, sedangkan pada wanita yang belum menikah khususnya biarawati, sangat jarang ditemukan (Edianto, 2013). Aktivitas seksual terlalu muda ( < 16 tahun), serta jumlah pasangan seksual yang tinggi ( > 4 orang) juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker serviks. Karena hubungannya yang erat dengan infeksi HPV, wanita yang mendapat atau menggunakan penekanan kekebalan (immunosuppessive) dan penderita HIV berisiko menderita kanker serviks (Edianto, 2006 ).

Peranan HPV (Human Papilloma Virus)

Virus HPV termasuk family papovavirus suatu virus DNA yang bersifat mutagen. HPV berbentuk ikosahedral dengan ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer dan 2 protein kapsid. Infeksi virus HPV sudah terbukti menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma akuminata dan kanker. Meskipun HPV ini pada umumnya menyerang wanita, tetapi virus ini juga memiliki peranan dalam timbulnya kanker pada anus, vulva, vagina, penis dan beberapa kanker orofaring (Putra, 2006).

Terdapat 138 strain HPV yang sudah dapat diidentifikasi, 30 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Walaupun umumnya HPV ditulakan melalui kontak seksual, tidak seorang dokter pun dapat memperkirakan kapan infeksi itu terjadi. Kebanyakan infeksi HPV juga dapat mengalami remisi setelah beberapa tahun. Beberapa diantaranya akan menetap tanpa atau dengan menyebabkan abnormalitas pada sel (Putra, 2006).

Penelitian yang ada menunjukkan bahwa lebih dari 90% kanker serviks disebabkan oleh HPV, yang 70% -nya disebabkan oleh tipe 16 dan 18 sesuai dengan yang dipublikasikan dalam Lancet Oncology bulan April 2005. Dari kedua tipe ini, HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50% kanker serviks. Seseorang yang sudah

terkena virus HPV tipe 16 memiliki kemungkinan terkena kanker serviks sebesar 5%. Kanker serviks yang disebabkan oleh HPV umumnya berjenis karsinoma sel (Putra, 2006).

Virus ini menginfeksi membran basalis pada daerah metaplasia dan zona transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya untuk berkembang biak, virus ini akan meninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang. Genom HPV berupa episomal (bentuk lingkaran dan tidak terintegrasi dengan DNA inang) dijumpai pada CIN dan berintegrasi dengan DNA inang pada kanker invasive. Pada percobaan in vitro HPV terbukti mampu mengubah sel menjadi immortal (Edianto, 2006).

Hubungan antara infeksi HPV dengan kanker serviks pertama kali dicetuskan oleh Harold zur Hassen pada tahun 1980. Hubungan anatara infeksi HPV dengan kejadian kanker serviks terlihat jauh lebih kuat di banding faktor pencetus lainnya seperti merokok dan metastasis dari kanker pada organ lain (Edianto, 2006).

Dikarenakan terus meningkatnya infeksi HPV dilakukan usaha-usaha untuk mengidentifikasi tipe dari virus ini. Dari hasil pemeriksaan sekuensi DNA yang berbeda hingga saat inidikenal lebih dari 200 tipe HPV. Kebanyakan dari virus ini bersifat jinak. Tiga puluh diantaranya ditularkan melalui hubungan seksual dengan masing-masing kemampuan mengubah sel epitel serviks. Tipe risiko rendah seperti tipe 6 dan 11 berhubungan dengan kondiloma dan displasia ringan. Sebaliknya, tipe risiko tinggi seperti tipe 16, 18, 31,33 dan 35 berhubungan dengan displasia sedang sampai karsinoma in situ (Edianto, 2006)

Infeksi terjadi melalui kontak langsung. Pemakaian kondom tidak cukup aman untuk mencegah penyebaran virus ini karena kondom hanya menutupi sebagian organ genital saja, sementara labia, skrotum, dan daerah anal tidak terlindungi (Edianto, 2006 )

Tipe virus risiko tinggi menghasilkan protein yang dikenal dengan protein E6 dan E7 yang mampu berikatan dan menonaktifkan protein p53 dan pRb epitel serviks. P53 dan pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat kelangsungan siklus sel. Dengan tidak aktifnya p53 dan pRb, sel yang telah bermutasi akibat infeksi HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan DNA-nya. Ikantan E6 dan E7 serta adanya mutasi DNA merupakan dasar utama terjadinya kanker (Edianto,2006).

Faktor lainnya

Merokok juga sering dikaitkan dengan terjadinya keganasan. Terdapat data yang mendukung rokok sebagai penyebab kanker serviks dan hubungannya dengan kanker sel skuamosa pada serviks. Mekanisme kerjanya bisa secara langsung melalui aktivitas mutasi mukus serviks (cairan pada permukaan mulut rahim) pada perokok atau melalui efek imunosupresive (mengurangi daya tahan tubuh) yang muncul dari kebiasaan merokok. Tembakau pada rokok juga mengandung bahan-bahan karsinogenik (penyebab kanker) baik yang dihisap sebagai rokok maupun cigarette yang dikunyah. Asap rokok sendiri menghasilkan polycyclic aromatic hidrocarbons heterocyclic amine yang sangat karsinogen (penyebab kanker) dan mutagen (penyebab mutasi). Bahan yang berasal dari tembakau yang diisap terdapat pada mukus serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko-karsinogen infeksi virus. Bahan-bahan tersebut juga terbukti dapat menyebabkan kerusakan epitel DNA serviks sehingga dapat menyebabkan neoplasma serviks (Rasjidi, 2010).

2.3.4 Patogenesis Kanker Serviks

Gambar 2.6 Ilustrasi virus HPV

(Sumber : Nobel committee for physiology or medicine 2008)

Penyebab utama terjadinya kanker serviks adalah virus HPV. Hubungan seksual yang terlalu dini dan berganti-ganti pasangan dapat meningkatkan risiko terkena virus HPV. Terdapat banyak jenis virus HPV, tetapi hanya beberapa yang bersifat persisten di tubuh dan akan menyebabkan terjadinya lesi prakanker yang menyababkan terjadinya kanker serviks.

Terjadinya karsinoma serviks yang invasif berlangsung dalam beberapa tahap. Tahapan pertama dimulai dari lesi pre-invasif, yang ditandai dengan adanya abnormalitas dari sel yang biasa disebut dengan displasia. Displasia ditandai dengan adanya anisositosis (sel dengan ukuran yang berbeda-beda), poikilositosis (bentuk sel yang berbeda-beda), hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel yang sedang bermitosis dalam jumlah yang tidak biasa. Displasia memilik 3 pembagian yaitu displasi ringan, sedang dan berat. Sedangkan pada tahap invasif, gejala yang dirasakan lebih nyata seperti perdarahan intermenstrual dan post koitus, discharge vagina purulen yang berlebihan berwarna kekuning-kuningan terutama bila lesi

nekrotik, berbau dan dapat bercampur dengan darah, sistisis berulang, dan gejala akan lebih parah pada stadium lanjut di mana penderita akan mengalami cachexia, obstruksi gastrointestinal dan sistem renal(Edianto, 2006).

2.3.5 Stadium kanker serviks

Penentuan stadium dilakukan setelah ditegakkannya diagnosis kanker serviks dengan pemeriksaan histologi jaringan biopsi. Penentuan stadium harus diikuti dengan kondisi klinis, didukung oleh bukti-bukti klinis dan sederhana. Penentuan stadium menurut FIGO ( International Federation of Gynecology Obstetrics) tahun 2014 dilihat berdasarkan lokasi tumor primer, ukuran besar tumor dan adanya penyebaran keganasan. Staging ini dibuat untuk mempermudah perancangan terapi dan memperkirakan prognosis pasien.

Dokumen terkait