• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. KARAKTERISASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG BERAS KETAN

2. Karakter Kimia dan Fisik Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan

a. Proksimat

Analisis proksimat pada bahan pangan dilakukan untuk mengetahui nilai gizi yang terkandung di dalamnya. Analisis proksimat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat.

Hasil analisis proksimat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dapat dilihat pada Tabel 6.

Kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat tepung beras IR64 secara berturut-turut sebesar 9.23%, 0.35%, 8.25%, 0.29%, dan 81.88%, sedangkan untuk tepung beras ketan Ciasem sebesar 8.99%, 0.63%, 8.14%, 0.29%, dan 81.95%. Pada Tabel 7, dapat dilihat hasil analisis proksimat tepung beras varietas lainnya sebagai pembanding.

Tabel 6. Hasil analisis proksimat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem Proksimat Tepung Beras IR64

Kadar protein 8.25±0.04 8.14±0.03

Kadar lemak 0.29±0.01 0.29±0.00

Kadar karbohidrat 81.88 81.95

Keterangan: pengujian proksimat dilakukan sebanyak dua kali ulangan

Hasil kadar air tepung beras IR64 dan ketan Ciasem memenuhi standar SNI tepung beras dengan kadar air maksimum 13%bb dan SNI tepung beras ketan dengan kadar air maksimum 12%bb sehingga telah memenuhi syarat untuk disimpan pada suhu ruang.

Daya tahan suatu bahan dapat diperpanjang dengan menghilangkan sebagian air dalam bahan tersebut (Winarno 1997). Kadar air tepung ditentukan oleh pengeringan yang dilakukan sebelum pengayakan tepung. Proses pengeringan harus dilakukan dengan baik agar tepung yang diperoleh benar-benar kering. Jika tepung belum kering dengan sempurna, tepung akan menempel dan terasa dingin di tangan. Penyimpanan tepung dalam kondisi tidak kering sempurna menyebabkan kerusakan pada tepung. Menurut Winarno (1997) pengeringan dapat menghilangkan molekul air yang berikatan dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom O dan N seperti karbohidrat, protein, atau garam dalam bentuk hidrat.

Tabel 7. Hasil analisis proksimat pembanding tepung beras varietas lain Karakteristik

Kimia

Jenis Tepung Beras (%bb)

Cisadane* Cisadane** PB36** IR36*** Semeru*** Cisadane***

Kadar air 13.63 8.97 8.68 10.3 10.01 10.75

22 Unsur mineral dalam bahan pangan dikenal sebagai zat organik atau kadar abu.

Kadar abu pada tepung beras IR64 sebesar 0.35%bb dan tepung ketan Ciasem sebesar 0.63%bb. Berdasarkan SNI 3549:2009, kadar abu maksimum untuk tepung beras sebesar 1.0%bb, sedangkan kadar abu maksimum untuk tepung beras ketan sebesar 1.0%bb berdasarkan SNI 01-4447-1998. Hal ini menunjukkan bahwa tepung beras IR64 dan ketan Ciasem pada penelitian ini memenuhi standar SNI. Kandungan abu yang rendah disebabkan perlakuan perendaman. Menurut Chen et al. (1999), bahwa perendaman menyebabkan larutnya sebagian mineral, vitamin larut air, albumin,dan gula ke dalam air perendam.

Kadar protein tepung beras IR64 sebesar 8.25%bb dan kadar protein tepung beras ketan Ciasem sebesar 8.14%bb. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung dalam bahan (Apriyantono et al. 1989). Kandungan protein berperan penting dalam kemampuan pengembangan granula pati. Protein mengelilingi granula pati, membatasi pengembangan granula, dan sifat kohesinya menghambat keluarnya material dari dalam granula selama proses gelatinisasi (Charles et al. 2007). Pada proses perendaman sebelum penggilingan, terjadi proses aktivasi enzim protease yang dapat menghidrolisis protein menjadi komponen sederhana seperti peptida dan asam amino yang lebih larut (Chiou et al. 2002). Protein melekat pada permukaan granula pati dan mengisi ruang diantara granula pati. Perlakuan perendaman mengakibatkan penyerapan air sehingga struktur granula pati retak dan protein keluar (Chiang &Yeh 2002). Hal ini dapat mengakitkan kandungan protein menjadi rendah.

Tepung beras IR64 dan ketan Ciasem memiliki kandungan lemak yang sama yaitu sebesar 0.29%bb. Selama perendaman, kemungkinan lemak terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim.

Enzim lipase yang dapat menghidrolisis lemak terdapat pada semua jaringan yang mengandung lemak (Winarno 1997). Gliserol lebih mudah larut ke dalam larutan perendam sehingga kadar lemaknya menurun. Menurut Chiang & Yeh (2002) bahwa perlakuan perendaman pada beras menghasilkan tepung dengan jumlah lemak yang lebih sedikit. Selain itu, kadar lemak yang rendah pada tepung beras dan ketan disebabkan adanya proses pemisahan lembaga pada saat penyosohan brown rice.

Penentuan kadar karbohidrat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem menggunakan cara perhitungan kasar atau juga disebut carbohydrate by difference. Menurut Winarno (1997), perhitungan carbohydrate by difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar dan hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan pangan. Kandungan karbohidrat pada tepung beras IR 64 sebesar 81.88%bb dan tepung beras ketan Ciasem sebesar 81.95%bb.

b. Kadar Pati, Amilosa, dan Amilopektin

Pada penelitian ini, penentuan kadar pati tepung beras IR64 dan ketan Ciasem menggunakan metode Luff Schoorl. Metode tersebut menggunakan cara titrasi untuk menentukan kadar pati sampel. Hasil kadar pati sampel dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil penelitian menunjukkan kadar pati tepung beras IR64 (72.37%) lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem sebesar (71.31%). Pada penelitian Setyaningsih (2008) kadar pati beras IR64 sebesar 73.7%bb. Pada penelitian Argasasmita (2008), kadar pati beras ketan Ciasem sebesar 81.31%bb. Kadar pati tepung beras IR64 dan ketan Ciasem pada

23 penelitian ini lebih rendah dibandingkan pati beras IR64 penelitian Setyaningsih (2008) dan ketan Ciasem penelitian Argasasmita (2008).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik yang terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glikosida, sedangkan amilopektin mempunyai cabang α-(1,6)-D-glikosida sebanyak 4-5% berat total (Winarno 1997). Hasil analisis kadar amilosa dan amilopektin sampel dapat dilihat pada Tabel 8. Amilosa dan amilopektin berpengaruh besar terhadap karakteristik gelatinisasi dan retrogradasi pati (Jane et al. 1999).

Tabel 8. Hasil analisis kadar pati, amilosa, dan amilopektin tepung beras IR64 dan ketan Ciasem

Karakteristik Kimia Tepung Beras IR64 (%bb)

Tepung Beras Ketan Ciasem (%bb)

Kadar pati 72.37±0.10 71.31±0.25

Kadar amilosa 26.58±0.24 2.46±0.02

Kadar amilopektin 45.80±0.14 68.85±0.23

Keterangan: pengujian kadar pati, amilosa, dan amilopektin dilakukan sebanyak dua kali ulangan Analisis kadar amilosa dilakukan dengan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 625 nm. Kurva standar amilosa murni (Lampiran 13) digunakan untuk menentukan konsentrasi amilosa yang terkandung dalam sampel pati yang diuji. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa kandungan amilosa pada tepung beras ketan Ciasem (2.46%) lebih rendah dibandingkan dengan tepung beras IR64 (26.58%). Berdasarkan penelitian Lestari (1987), kadar amilosa tepung beras IR36, Semeru, dan Cisadane berturut-turut sebesar 27.75%, 27.55%, dan 22.12%. Tepung beras ketan Ciasem memiliki kadar amilosa yang paling rendah, sedangkan tepung beras IR64 memiliki kadar amilosa yang lebih tinggi dibandingkan tepung beras ketan Ciasem dan Cisadane tetapi masih lebih rendah dibandingkan IR36 dan Semeru. Semakin tinggi kandungan amilosa suatu bahan maka semakin kecil kandungan amilopektin bahan tersebut. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa kandungan amilopektin tepung beras IR64 sebesar 45.80% dan ketan Ciasem sebesar 68.85%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Argasasmita (2008), kadaramilosa beras ketan Ciasem sebesar 7.32% dan amilopektin sebesar 73.99. Beras IR64 memiliki kadaramilosa sebesar 24.6% dan amilopektin sebesar 49.2% (Setyaningsih 2008). Kadar amilosa berpengaruh besar pada gelatinisasi dan retrogradasi pati (Fredriksson et al. 1998), viskositas pasta (Yanagisawa et al. 2006), pembentukan gel (Biliaderis dan Zawistowski 1990), dan daya cerna α-amylase (Skrabanja et al. 1999). Kadar amilosa dilaporkan bervariasi sesuai sumber penghasil patinya dan dipengaruhi oleh kondisi iklim dan tanah selama pertumbuhan biji (Singh et al. 2006).

c. Densitas Kamba

Densitas kamba merupakan perbandingan bobot terhadap volume suatu bahan.

Pengukuran densitas kamba pati sorgum dilakukan dengan memasukkan sejumlah

24 tepung ke dalam wadah yang telah diketahui volumenya. Hasil analisis densitas kamba tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil analisis densitas kamba tepung beras IR64 dan ketan Ciasem

Jenis Densitas Kamba (g/ml)

Tepung beras IR64 0.75±0.00

Tepung beras ketan Ciasem 0.78±0.00

Keterangan: pengujian densitas kamba dilakukan sebanyak dua kali ulangan

Densitas kamba tepung beras IR64 (0.75 g/ml) lebih rendah dibandingkan dengan tepung beras ketan Ciasem (0.78 g/ml). Semakin tinggi densitas kamba suatu bahan, semakin besar bobot untuk setiap volumenya. Bahan dengan densitas kamba yang tinggi membutuhkan volume yang lebih kecil dibanding bahan dengan densitas kamba yang rendah pada bobot yang sama. Densitas kamba suatu bahan ditentukan oleh ukuran partikel bahan tersebut. Bahan dengan ukuran partikel yang lebih besar akan memiliki densitas kamba yang lebih kecil. Ukuran partikel meningkat menyebabkan pori-pori ruang diantara partikel meningkat sehingga menurunkan densitas kamba (Chevananet al.

2010). Pada penelitian ini, ukuran partikel tepung beras IR64 dan ketan Ciasem tidaklah sama. Hal ini dikarenakan tepung hanya diayak dengan ayakan 100 mesh sehingga keragaman ukuran partikel tepung dapat berada diantara 100 mesh atau lebih besar.

Pengukuran densitas kamba berguna untuk mengetahui seberapa besar volume yang diperlukan untuk menyimpan sejumlah besar bahan.

d. Profil Gelatinisasi Pati

Profil gelatinisasi pati dari tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dianalisis dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). Menurut Winarno (1997), mekanisme gelatinisasi pati terdiri dari tiga tahap. Pertama, air berpenetrasi secara bolak-balik ke dalam granula. Kemudian pada suhu 60°C-85°C granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan sifat ”birefringence”-nya. Pada tahap ketiga, jika temperatur terus naik maka molekul-molekul pati akan terdifusi dari granula. Kurva gelatinisasi pati dari tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.

Tabel 10. Profil gelatinisasi pati dari tepung beras IR64 dan ketan Ciasem Sampel

Tepung Beras IR64 Tepung Beras Ketan Ciasem

Viskositas puncak (cP) 4921 3789

Viskositas trough (cP) 3139.5 1814

Viskositas breakdown (cP)

1781.5 1975

Viskositas akhir (cP) 8283.5 2989

Viskositas setback (cP) 5144 1175

Waktu puncak (menit) 9.1 5.3

Suhu gelatinisasi (⁰C) 82.475 62.425

Keterangan: pengujian profil gelatinisasi pati dilakukan sebanyak dua kali ulangan

25 Pada Tabel 10 terlihat bahwa tepung beras IR64 memiliki viskositas puncak (4921 cP) yang lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (3789 cP). Lin et al. (2011) melaporkan viskositas puncak tepung beramilosa sedang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung beramilosa rendah. Viskositas puncak dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan lemak. Kompleks amilosa dengan lemak akan meningkatkan suhu gelatinisasi sehingga viskositas puncak, akhir, dan setback meningkat (Lee et al. 2002).

Hal ini terlihat dari nilai viskositas akhir tepung beras IR64 (8283.5 cP) yang lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (2989 cP). Begitu pun nilai viskositas setback tepung beras IR64 (5144 cP) yang lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (1175 cP). Viskositas akhir berkorelasi positif secara signifikan dengan kandungan amilosa pada tepung. Semakin tinggi kandungan amilosa tepung, maka semakin tinggi viskositas akhirnya (Lin et al. 2011). Viskositas akhir merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan. Pada Tabel 11 dapat dilihat hasil penelitian Lin et al. (2011) mengenai profil gelatinisasi rata-rata tepung beras beramilosa rendah, sedang, dan tinggi dari berbagai macam jenis beras sebagai pembanding.

Viskositas trough merupakan viskositas minimum pada fasa suhu konstan yang mengukur kemampuan pati untuk bertahan terhadap breakdown selama proses pemanasan. Viskositas trough tepung beras IR64 lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem. Viskositas breakdown menunjukkan stabilitas granula pati selama pemanasan dan pengadukan. Tepung beras IR64 memiliki nilai viskositas breakdown (1781.5 cP) yang lebih rendah daripada tepung beras ketan Ciasem (1975 cP). Viskositas breakdown diperoleh dari hasil pengurangan viskositas puncak dengan viskositas trough.

Peningkatan nilai viskositas breakdown menunjukkan bahwa pati semakin tidak tahan terhadap pemanasan dan pengadukan (Lee et al. 2002). Hasil penelitian menunjukkan tepung beras IR64 lebih tahan terhadap pengadukan dan pemanasan. Menurut Jane et al.

(1999), molekul linier dan kuatnya asosiasi antar molekul amilosa menjaga integritas granula dan menjadi lebih tahan terhadap pemanasan dan pengadukan atau gaya mekanis yang diberikan.

Tabel 11. Profil gelatinisasi pati berbagai jenis tepung beras berdasarkan kandungan amilosa (Lin et al. 2011)*

Viskositas puncak (cP) 2762 6154 5466

Viscositas Hot Pasting

(cP) 1247 2413 3250

Viskositas breakdown (cP) 1515 3741 2216

Viskositas akhir (cP) 1700 4090 6574

Viskositas setback (cP) 453 1677 3324

Suhu gelatinisasi (⁰C) 68.9 71.1 70.1

*Data tersebut merupakan nilai rata-rata berbagai macam tepung beras

26 Viskositas setback merupakan parameter yang dipakai untuk melihat kecendrungan retrogradasi maupun sineresis dari suatu pasta. Sineresis adalah keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel dari pati (Winarno 1997). Retrogradasi merupakan terbentuknya jaringan mikrokristal dari molekul-molekul amilosa yang berikatan kembali satu sama lain atau dengan percabangan amilopektin di luar granula pati setelah pasta didinginkan. Menurut Goodfellow & Wilson (1990), proporsi amilosa dan struktur amilopektin memiliki peranan penting pada kecepatan dan derajat retrogradasi pati. Nilai viskositas setback tepung beras IR64 lebih tinggi dibandingkan tepung beras ketan Ciasem. Berdasarkan penelitian Lin et al.(2011), nilai viskositas setback tepung beramilosa tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan tepung beramilosa rendah dan sedang. Tepung beras IR64 memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung beras ketan Ciasem. Nilai viskositas setback yang tinggi akan menghasilkan sifat kohesif dan hardness yang tinggi pada mi serta kelengketan dan cooking loss yang rendah. Retrogradasi pati berhubungan dengan perubahan tekstur dan daya cerna produk pangan berbasis pati selama penyimpanan (Matalanis et al. 2009).

Waktu puncak merupakan parameter waktu pemasakan pasta pati. Waktu puncak tepung beras IR64 lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem. Hal ini berarti tepung beras IR64 memiliki waktu pemasakan pasta pati yang lebih lambat daripada tepung beras ketan Ciasem. Hal tersebut menyebabkan tepung beras IR64 lebih lambat mengental dan mencapai viskositas puncaknya. Suhu gelatinisasi merupakan suhu dimana mulai terdeteksi adanya peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pembengkakan granula pati. Suhu gelatinisasi tepung beras IR64 (82.475°C) lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (62.425°C). Lin et al. (2011) melaporkan suhu gelatinisasi tepung beras lebih tinggi daripada tepung beras ketan. Suhu gelatinisasi tepung beras IR64 yang lebih tinggi membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama dan energi termal yang lebih besar selama proses. Suhu gelatinisasi yang tinggi mengindikasikan stabilitas kristal molekul pati (Moorthy 2002).

Gambar 7. Profil gelatinisasi pati dari tepung beras ketan Ciasem

= Suhu

27 Gambar 8. Profil gelatinisasi pati dari tepung beras IR64

B. KAJIAN PENGARUH RASIO AMILOSA-AMILOPEKTIN TERHADAP PROFIL GELATINISASI

Sebelum dilakukan analisis sensori, adonan diuji profil gelatinisasinya dengan menggunakan alat RVA. Profil gelatinisasi keempat rasio amilosa-amilopektin dapat dilihat pada Tabel 12. Profil gelatinisasi menunjukkan rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki viskositas puncak, trough, akhir, setback, dan suhu gelatinisasi tertinggi diikuti oleh rasio amilosa-amilopektin 0.4, 0.2, dan terendah 0.04. Hal ini menunjukkan viskositas puncak, trough, akhir, setback, dan suhu gelatinisasi berkorelasi positif dengan kandungan amilosa pada tepung.

Tabel 12. Profil gelatinisasi pati dari sampel

Rasio Amilosa-Amilopektin

0.58 0.4 0.2 0.04

Viskositas puncak (cP) 4921 4093.5 3041.5 3789

Viskositas trough (cP) 3139.5 2868 1994 1814

Viskositas breakdown (cP) 1781.5 1225.5 1047.5 1975

Viskositas akhir (cP) 8283.5 6351.5 3963 2989

Viskositas setback (cP) 5144 3483.5 1969 1175

Waktu puncak (menit) 9.1 9.33 8.965 5.3

Suhu gelatinisasi (⁰C) 82.475 68.6 65 62.425

Keterangan: pengujian profil gelatinisasi pati dilakukan sebanyak dua kali ulangan

Viskositas puncak dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan lemak. Kompleks amilosa dengan lemak akan meningkatkan suhu gelatinisasi sehingga viskositas puncak, akhir, dan setback meningkat (Lee et al. 2002). Viskositas akhir berkorelasi positif secara signifikan dengan kandungan amilosa pada tepung. Semakin tinggi kandungan amilosa tepung, maka semakin tinggi viskositas akhirnya (Lin et al. 2011). Viskositas akhir merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan.

Viskositas puncak

28 Viskositas trough merupakan viskositas minimum pada fasa suhu konstan yang mengukur kemampuan pati untuk bertahan terhadap breakdown selama proses pemanasan. Viskositas breakdown diperoleh dari hasil pengurangan viskositas puncak dengan viskositas trough.

Peningkatan nilai viskositas breakdown menunjukkan bahwa pati semakin tidak tahan terhadap pemanasan dan pengadukan (Lee et al. 2002). Semakin tinggi kandungan amilosa pada tepung maka semakin tinggi nilai viskositas trough. Menurut Jane et al. (1999), molekul linier dan kuatnya asosiasi antar molekul amilosa menjaga integritas granula dan menjadi lebih tahan terhadap pemanasan dan pengadukan atau gaya mekanis yang diberikan.

Viskositas akhir berkorelasi positif secara signifikan dengan kandungan amilosa pada tepung. Semakin tinggi kandungan amilosa tepung, maka semakin tinggi viskositas akhirnya (Lin et al. 2011). Viskositas akhir merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan. Menurut Jane et al. (1999), molekul linier dan kuatnya asosiasi antar molekul amilosa menjaga integritas granula dan menjadi lebih tahan terhadap pemanasan dan pengadukan atau gaya mekanis yang diberikan. Semakin banyak amilosa pada sampel akan membatasi pengembangan granula dan mempertahankan integritas granula.

Semakin tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatan intramolekulnya (Ulyarti 1997).

Viskositas setback merupakan parameter yang dipakai untuk melihat kecendrungan retrogradasi maupun sineresis dari suatu pasta. Retrogradasi merupakan terbentuknya jaringan mikrokristal dari molekul-molekul amilosa yang berikatan kembali satu sama lain atau dengan percabangan amilopektin di luar granula pati setelah pasta didinginkan. Sampel dengan amilosa tinggi mempunyai stabilitas dan daya tahan untuk tetap utuh dalam pemanasan tinggi, serta mempunyai sifat retrogradasi yang kuat, sehingga setelah dingin pasta yang terbentuk menjadi kuat, tidak mudah hancur, atau remuk. Nilai viskositas setback yang tinggi akan menghasilkan sifat kohesif dan kekerasanyang tinggi. Suhu gelatinisasi yang lebih tinggi membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama dan energi termal yang lebih besar selama proses. Suhu gelatinisasi yang tinggi mengindikasikan stabilitas kristal molekul pati (Moorthy 2002). Lin et al. (2011) ,melaporkan tepung beramilosa tinggi memiliki gel tepung yang lebih keras, adesif, dan kompak dibandingkan tepung beramilosa rendah dan sedang.

C. KAJIAN PENGARUH RASIO AMILOSA-AMILOPEKTIN TERHADAP