• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penentuan Komposisi Optimum Biokomposit

1. Karakterisasi Gugus Fungsi dan Sifat Termal

Karakterisasi gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan FT-IR terhadap LPP, asam akrilat (AA), divinil bensena (DVB), dan serat kenaf (SK) sebagai bahan awal. Analisis gugus fungsi juga dilakukan pada biokomposit LPP/DVB/AA/SK untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang terjadi dalam pembentukan biokomposit. Spektrum FT-IR dari LPP, AA, DVB, SK, dan biokomposit LPP/DVB/AA/SK ditunjukkan pada Gambar 15.

Spektrum FT-IR yang terdapat pada Gambar 15a menunjukkan serapan pada LPP, diantaranya serapan C-Hstr pada 2723 cm-1 yang merupakan tipikal dari PP (Suharty et. al., 2007a), gugus metilen (-CH2-) ditunjukkan pada 1458 cm-1 dan gugus metil (CH3-) pada 1373 cm-1 (Dudley and Fleming, 1973). Gambar 15d menunjukkan serapan pada SK yang terdapat puncak lebar -OH ikatan hidrogen pada 3410 cm-1, serapan –CH2- pada 2900 cm-1 , serta gugus fungsi milik C-O-C pada serapan 1048 cm-1 dan 1033 cm-1.

60

Gambar 15. Spektrum FT-IR: (a) LPP (film), (b) DVB (neat liquid), (c) AA (neat liquid), (d) SK (pelet KBr), dan (e) Biokomposit LPP/DVB/AA/SK (Formula I) (film) LPP (a) DVB (b) AA (c) SK (d) Formula I (e)

61 Spektrum FT-IR pada Gambar 15b menunjukkan adanya gugus vinil yang ditunjukkan pada 1627 cm-1 dan pada daerah sidik jari yaitu 1404 cm-1. Senyawa penggandeng multifungsional AA (Gambar 15c) menunjukkan adanya serapan milik gugus hidroksil (OH broad) pada bilangan gelombang 3448 cm-1, gugus vinil (C=C) pada 1635 cm-1 dan 1411 cm-1, serta gugus karbonil (C=O) asam pada 1728 cm-1. Spektrum FT-IR biokomposit LPP/DVB/AA/SK (Formula I) pada Gambar 15e menunjukkan serapan LPP yaitu serapan CHstr pada 2723 cm-1, gugus metilen (-CH2-) pada 1458 cm-1 dan gugus metil (CH3-) pada 1373 cm-1. Pergeseran bilangan gelombang >C=O (karbonil asam) pada AA yaitu 1728 cm-1 (Gambar 15c) menjadi 1732 cm-1 yang merupakan karbonil ester (Gambar 15e) menunjukkan terjadinya ikatan antara SK dengan AA secara esterifikasi. Reaksi yang terjadi antara SK dengan AA tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suharty et. al. (2008b) yang melaporkan bahwa selulosa dari serat alam dapat berikatan dengan AA secara esterifikasi. Spektrum FT-IR biokomposit LPP/DVB/AA/SK (Gambar 15e) tidak menunjukkan adanya serapan bending vinil dari AA yaitu pada 1635 cm-1 (Gambar 15c) maupun dari DVB pada 1627 cm-1 (Gambar 15b) yang menunjukkan gugus vinil AA berinteraksi dengan metin pada LPP maupun dengan vinil DVB melalui reaksi reaktif. Analisis terhadap gugus fungsi pada biokomposit tersebut menunjukkan terjadinya pergeseran dan perubahan dari gugus fungsi bahan awal. Suharty et. al. (2007b) melaporkan bahwa pergeseran dan perubahan gugus fungsi pada sintesis biokomposit menunjukkan terjadinya perubahan ikatan kimia yang sekaligus menunjukan perubahan struktur jaringan matrik polimer baru dalam sintesis biokomposit. Sintesis biokomposit juga dapat dikarakterisasi secara kuantitatif melalui sifat termalnya.

Karakterisasi sifat termal secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan DTA. Karakterisasi dengan DTA dilakukan dengan memanaskan sampel serta pembanding berupa alumina sehingga dihasilkan suatu termogram yang menunjukkan profil suhu dari sampel. Umumnya analisis sifat termal dilakukan dengan menggunakan termogram DTA dan DSC, namun dalam penelitian ini alat yang digunakan hanya dapat menghasilkan termogram DTA yang menunjukkan

62 suhu reaksi eksoterm dan endoterm. Karakterisasi dilakukan pada senyawa awal (LPP dan SK) serta biokomposit Formula I (LPP/DVB/AA/SK).

Gambar 16. Termogram DTA : (a) LPP, (b) SK, (c) Biokomposit LPP/DVB/AA/SK (Formula I)

Termogram DTA dari LPP yang ditampilkan pada Gambar 17a menunjukkan adanya rekasi endoterm pada suhu 170 °C, reaksi eksoterm pada suhu 220 °C, reaksi eksoterm 320 °C dan 370 °C. Suharty et. al. (2007a) melaporkan bahwa termogram DTA dari LPP menunjukkan terjadinya pelelehan pada suhu 170 °C (endoterm), degradasi pada suhu 220 °C (eksoterm), serta dekomposisi pada suhu 320 °C dan 370 °C (eksoterm). Termogram DTA dari SK pada Gambar 17b menunjukkan adanya reaksi endoterm yang merupakan pelepasan H2O pada suhu 90 °C, reaksi eksoterm yang merupakan degradasi SK pada suhu 290 °C dan 300 °C, serta reaksi eksoterm yang merupakan dekomposisi SK pada suhu 400 °C. Analisis tersebut didasarkan pada penelitian Suharty et. al. (2007a) yang melakukan karakterisasi serbuk bambu (SB) dengan menggunakan DTA, dimana SB dan SK memiliki kesamaan yaitu merupakan serat alam dan memiliki selulosa. Selanjutnya profil suhu dari masing-masing bahan penyusun

63 tersebut akan dibandingkan dengan termogram DTA dari biokomposit LPP/DVB/AA/SK.

Termogram DTA biokomposit LPP/DVB/AA/SK (Formula I) menunjukkan profil yang merupakan gabungan dari profil LPP dan profil SK. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya puncak endoterm pada suhu 160 °C dengan puncak berbentuk seperti puncak endoterm pada suhu 170 °C yang merupakan karakter sifat termal pelelehan LPP. Termogram DTA biokomposit juga menunjukkan puncak eksoterm pada suhu 210 °C dan 370 °C yang merupakan karakter profil suhu milik LPP, yaitu degradasi dan dekomposisi LPP. Karakter profil suhu milik SK sebagai bahan penyusun biokomposit ditunjukkan dengan munculnya reaksi eksoterm pada suhu 280 °C yang menunjukkan degradasi selulosa. Termogram DTA biokomposit terdapat sedikit perbedaan seperti perbedaan bentuk puncak serta perbedaan suhu puncak dibanding termogram LPP atau SK. Perbedaan tersebut terjadi karena keberadaan LPP dan SK dalam biokomposit yang saling mempengaruhi, namun karena keterbatasan alat yang dipergunakan maka DTA tidak dapat menunjukkan perubahan massa yang terjadi..

Analisis terhadap termogram DTA yang dilakukan adalah analisis secara kualitatif. Suharty dan Wirjosentono (2005) yang melakukan pembuatan biokomposit dari polimer buatan (polistirena) dengan bahan pengisi serat alam (serbuk kayu kelapa). Penelitian tersebut memperoleh suatu fakta bahwa termogram suatu biokomposit menunjukkan karakter degradasi termal dari masing-masing bahan penyusunnya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tersebut, maka dilakukan analisis karakter termal LPP,SK, dan biokomposit. Analisis termogram biokomposit dalam penelitian ini menunjukkan karakter termal yang meyerupai LPP dan SK. Hal tersebut menandakan bahwa telah terbentuk biokomposit LPP/DVB/AA/SK.

Berdasarkan karakterisasi gugus fungsi dan sifat termal yang dilakukan terhadap biokomposit LPP/DVB/AA/SK (Formula I) menunjukkan bahwa telah terbentuk suatu biokomposit dengan bahan awal LPP dan SK. Pembentukan biokomposit LPP/DVB/AA/SK menunjukkan adanya ikatan kimia antara LPP dan

64 SK dengan senyawa penggandeng multifungsional AA serta agen penyambung silang DVB. Ikatan kimia yang terbentuk akan mempengaruhi sifat fisik maupun sifat mekanik biokomposit dibanding bahan awalnya, sehingga perlu dilakukan karakterisasi sifat fisik dan sifat mekanik biokomposit maupun bahan awalnya.

Dokumen terkait