• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Karakterisasi Isolat Bakteri

Tujuan tahap karakterisasi bakteri ini adalah mengetahui sifat-sifat morfologi dan fisiologi dari isolat bakteri yang diperoleh dari sampel. Tahapan ini meliputi pengamatan terhadap sifat morfologi dan fisiologi dari kelima isolat bakteri yang diperoleh dari tahap isolasi bakteri.

a) Sifat morfologi bakteri

Pengamatan terhadap sifat morfologi pada tahap karakterisasi bakteri adalah morfologi sel bakteri. Morfologi sel bakteri yang diamati pada isolat bakteri meliputi bentuk sel, pewarnaan Gram, pewarnaan spora dan motilitas bakteri. Data hasil pengamatan terhadap morfologi sel dari kelima isolat bakteri dari ikan peda merah dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Morfologi sel dari kelima isolat bakteri dari ikan peda merah

Isolat Bentuk sel Pewarnaan

Gram

Pewarnaan spora

Motilitas

1 kokus Gram positif tidak berspora non motil

2 kokus Gram positif tidak berspora non motil

3 kokus Gram positif tidak berspora non motil

4 kokus Gram positif tidak berspora non motil

5 kokus Gram positif tidak berspora non motil

Pengamatan mikroskop terhadap bentuk dan struktur sel, merupakan tahap yang paling penting dalam karakterisasi bakteri. Dari kelima isolat, bakteri yang diperoleh seluruhnya berbentuk kokus.

Hasil pewarnaan Gram terhadap lima isolat bakteri menunjukkan bahwa seluruhnya merupakan bakteri gram positif yang ditandai dengan terbentuknya warna ungu pada sel bakteri. Bakteri Gram positif terlihat berwarna ungu karena bakteri ini mampu menahan pewarna kristal violet dan lugol sampai pada akhir prosedur pewarnaan dan juga karena sifat bakteri Gram positif mempunyai kandungan peptidoglikan cukup tinggi yang akan membentuk persenyawaan

kompleks kristal violet–yodium ribonukleat yang tidak larut dalam larutan pemucat (Lay 1994).

Hasil pewarnaan spora menunjukkan bahwa kelima isolat bakteri tersebut tidak membentuk spora. Hal ini dapat dilihat karena bentuk sel semua isolatnya adalah kokus. Menurut Fardiaz (1992), umumnya bakteri bentuk batang yang membentuk spora. Spora bakteri merupakan struktur yang tahan panas dan bahan kimia. Spora dibentuk oleh bakteri tertentu untuk mengatasi lingkungan yang tidak menguntungkan. Spora terbentuk dalam sel sehingga seringkali disebut sebagai endospora. Dalam sel bakteri hanya terdapat satu spora. Spora ini tidak berfungsi untuk reproduksi. Contoh bakteri pembentuk spora adalah Bacillus, Clostridium, Thermoactinomyces dan Sporosarcina (Lay 1994). Hasil pengujian terhadap bentuk sel dan pewarnaan gram isolat bakteri dapat dilihat pada Gambar 5.

Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3

Isolat 4 Isolat 5

Gambar 5. Bentuk sel dan hasil pewarnaan gram bakteri

Hasil uji pergerakan bakteri (motilitas), terlihat bahwa semua bakteri dari kelima isolat bersifat non motil. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhannya yang tidak menyebar pada agar lunak NA (Gambar 6). Karena isolat tersebut bentuk

selnya kokus dan bersifat non motil, maka dapat dikatakan bahwa kelima isolat

tersebut tidak mempunyai flagellum. Hal ini didukung pendapat Pelczar dan Chan (1986) yang menyatakan bahwa tidak semua bakteri

mempunyai flagellum, banyak spesies Bacillus dan Spirilum memilikinya, tetapi jarang dijumpai pada kokus. Flagellum merupakan salah satu struktur utama di luar sel bakteri yang menyebabkan pergerakan (motilitas) pada sel bakteri. Hasil pengujian terhadap motilitas bakteri dapat dilihat pada Gambar 6.

A a b c d e

Keterangan : a : isolat 1 c : isolat 3 e : isolat 5 b : isolat 2 d : isolat 4

Gambar 6. Hasil uji motilitas bakteri

b) Sifat fisiologi

Uji fisiologi merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui sifat-sifat biokimia bakteri yang diisolasi dari sampel. Uji fisiologi yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji hidolisis pati, uji hidrolisis protein, uji hidrolisis lemak, uji katalase, uji reduksi nitrat, uji indol, uji fermentasi gula, uji H2S, uji oksidase, uji oksidatif fermentatif Baird Parker, uji kualitatif untuk Staphylococcus, uji koagulase, uji manitol dan pendugaan jenis bakteri. Hasil pengamatan uji fisiologi kelima isolat bakteri dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil pengamatan uji fisiologi kelima isolat bakteri isolat No Jenis uji 1 2 3 4 5 1. Uji hidrolisis pati + + + + + 2. Uji hidrolisis protein + + + + + 3. Uji hidrolisis lemak + + + + + 4. Uji katalase + + + + + 5. Uji reduksi nitrat - - - 6. Uji indol - - - - - 7. Uji fermentasi gula Ferm laktosa dan atau sukrosa Ferm laktosa dan atau sukrosa Ferm laktosa dan atau sukrosa Ferm laktosa dan atau sukrosa Ferm laktosa dan atau sukrosa 8. Uji H2S - - - 9. Uji oksidase - - - 10. Uji oksidatif- fermentatif Baird Parker

fermentatif fermentatif fermentatif fermentatif fermentatif

11. Uji kualitatif untuk

Staphylococcus

+ + + + +

12. Uji koagulase - - -

13. Uji manitol merah merah merah merah merah

14. Pendugaan bakteri Staphylococcus sp Staphylococcus sp Staphylococcus sp Staphylococcus sp Staphylococcus sp Keterangan : + : positif - : negatif

(1) Uji hidrolisis pati, protein dan lemak

Hidrolisis adalah proses pemecahan molekul menjadi dua bagian atau lebih molekul yang lebih kecil oleh reaksi dengan air. Ketiga uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sel bakteri yang telah diisolasi memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim yang dapat memecah ketiga komponen tersebut.

Pengujian hidrolisis pati bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menghasilkan enzim amilase yang dapat memecah pati menjadi molekul yang lebih sederhana. Pengujian ini dilakukan karena banyak bakteri yang mempunyai kemampuan untuk menghidrolisis pati. Pati adalah molekul yang berukuran besar yang terdiri dari dua komponen yaitu amilosa yang merupakan suatu polimer berantai lurus dan terdiri dari 200-300 unit glukosa dan amilopektin yang merupakan polimer yang lebih besar serta bercabang dan mempunyai gugus fosfat. Zat pati bila dihidrolisis oleh eksoenzim amilase akan terurai menjadi maltosa dan glukosa. Maltosa merupakan disakarida yang terdiri dari 2 unit

glukosa. Sakarida ini diangkut ke dalam sitoplasma sebagai sumber karbon dan energi (Hadioetomo 1985).

Zat pati bereaksi secara kimia dengan iodium, reaksi ini terlihat sebagai warna biru kehitaman. Warna biru kehitaman ini terjadi bila molekul iodium masuk kedalam bagian yang kosong pada molekul zat pati (amilosa) yang berbentuk spiral. Proses iodinisasi zat pati menghasilkan molekul yang mengabsorpsi semua cahaya, terkecuali warna biru. Bila zat pati ini telah diuraikan menjadi maltosa atau glukosa, warna biru ini tidak terbentuk. Tidak terbentuknya warna biru sewaktu penambahan larutan iodium ke dalam media merupakan petunjuk adanya hidrolisis zat pati (Lay 1994). Hasil uji hidrolisis pati dapat dilihat pada Gambar 7.

Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3

Isolat 4 Isolat 5 Gambar 7. Hasil uji hidrolisis pati

Hasil uji hidrolisis pati menunjukkan bahwa semua isolat memiliki kemampuan menghidrolisis pati, hal ini terlihat dari tidak terbentuknya warna biru sewaktu penambahan larutan iodium ke dalam media (Gambar 7). Bakteri yang mempunyai aktivitas amilolitik adalah bakteri penghasil enzim amilase yang dapat menghidrolisis pati menjadi molekuk-molekul maltosa, glukosa dan dekstrin (Hadioetomo 1985).

Kemampuan bakteri untuk melakukan hidrolisis pati tidak memegang peranan yang cukup penting dalam fermentasi peda karena menurut pendapat Suzuki (1981) bahwa ikan kembung yang digunakan untuk membuat peda hanya mengandung karbohidrat 1%.

Pengujian hidrolisis protein bertujuan untuk mengetahui adanya enzim proteinase ekstraseluler pada bakteri. Enzim ini merupakan enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel dan kemudian dikeluarkan dari sel, oleh sebab itu dinamakan enzim ekstraseluler. Semua bakteri mempunyai enzim proteinase di dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai enzim proteinase ekstraseluler (Fardiaz 1987).

Media Skim Milk Agar terdiri dari Plate Count Agar dan susu skim. Plate Count Agar merupakan media umum bagi pertumbuhan mikroorganisme sedangkan pada susu skim terdapat kasein yang merupakan protein yang dapat digunakan oleh mikroorganisme tertentu sebagai sumber karbon dan energi.

Dengan penambahan susu skim, bakteri yang memiliki aktivitas proteolitik akan memecah protein disekitar koloni bakteri tersebut sehingga media yang semula keruh akan berubah menjadi bening. Sedangkan mikroorganisme yang tidak memiliki aktivitas proteolitik tidak dapat memecah protein sehingga media di sekililing tempat tumbuh mikroorganisme tersebut tetap keruh. Aktivitas pemecahan protein tersebut disebabkan oleh produksi enzim ekstraseluler oleh mikroorganisme. Enzim ekstraseluler merupakan enzim yang diproduksi di dalam sel dan kemudian dikeluarkan oleh sel tersebut ke dalam substrat di sekelilingnya. Mikroorganisme yang memproduksi enzim ekstraseluler jika ditumbuhkan pada medium yang mengandung substrat yang dapat dihidrolisis akan mengeluarkan enzim tersebut ke sekeliling koloninya dan akan menghidrolisis substrat di sekeliling koloni. Perubahan di sekeliling koloni tersebut dapat dilihat dengan terbentuknya areal bening akibat hidrolisis protein oleh enzim proteolitik. Hasil uji hidrolisis protein dapat dilihat pada Gambar 8.

Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3

Isolat 4 Isolat 5

Gambar 8. Hasil uji hidrolisis protein

Hasil uji hidrolisis protein menunjukkan bahwa kelima isolat bakteri mempunyai kemampuan untuk menghidrolisis protein. Hal ini terlihat dari terbentuknya areal bening di sekeliling koloni yang menunjukkan bahwa kelima isolat tersebut mampu mengeluarkan enzim proteinase keluar sel untuk memecah protein (Gambar 8). Hasil pengujian menunjukkan isolat 2, 3, 4 dan 5 mempunyai kemampuan hidrolisis protein karena memiliki enzim proteolitik.

Adanya aktivitas enzim proteinase sangat penting dalam proses fermentasi ikan, khususnya pada pembuatan ikan peda, karena ikan mengandung protein dalam jumlah yang besar yaitu sebesar 15-24 %. Protein ini akan terdegradasi menjadi komponen yang lebih mudah dicerna oleh tubuh. Khusus pada ikan peda, adanya aktivitas hidrolisis protein oleh bakteri selama proses fermentasi akan menyebabkan terbentuknya konsistensi masir. Hal ini berhubungan dengan kandungan lemak ikan yang tinggi. Selain itu, proses hidrolisis protein oleh enzim proteolitik akan menghasilkan asam amino dan asam amino ini akan menyebabkan terjadinya bau khas pada peda. Bau khas pada ikan peda disebabkan oleh tingginya kandungan asam amino nitrogennya (Amano 1962 diacu dalam Suwandi 1988).

Pengujian hidrolisis lemak bertujuan untuk mengetahui adanya enzim lipase pada bakteri. Enzim ini juga merupakan enzim ekstraseluler dan tergolong dalam kelompok esterase, yaitu enzim yang mampu menghidrolisis substansi yang mengandung ikatan ester. Enzim lipase akan memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol (Fardiaz 1987). Hasil uji hidrolisis lemak dapat dilihat pada Gambar 9.

Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3

Isolat 4 Isolat 5

Gambar 9. Hasil uji hidrolisis lemak

Hasil uji hidrolisis lemak menunjukkan bahwa kelima isolat mempunyai kemampuan untuk menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Hal ini terlihat dari terbentuknya warna merah pada bagian bawah koloni (Gambar 9). Koloni yang dapat menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak menyebabkan penurunan pH medium sehingga menyebabkan terbentuknya warna merah pada bagian bawah koloni. Indikator neutral red akan tetap berwarna kuning jika lemak di dalam medium tidak dihidrolisis sehingga pH-nya tetap mendekati netral (Fardiaz 1989).

Bakteri-bakteri lipolitik banyak berperan dalam pembentukkan aroma dan cita rasa yang khas pada peda, karena terbentuknya senyawa-senyawa yang dihasilkan akibat aktivitas enzim lipolitik. Komponen yang sangat

(Van Veen 1965 diacu dalam Suwandi 1988). Senyawa metil keton

dihasilkan oleh mikroba melalui reaksi enzimatik sebagai berikut: a) terlepasnya asam lemak dari trigliserida, b) oksidasi asam lemak menjadi

asam α-keto dan c) dekarboksilase asam α-keton menjadi metil keton (Morgalith dan Schwartz 1970 diacu dalam Sjafi’i 1988). Ikan kembung

perempuan (Rastrelliger neglectus) yang digunakan untuk membuat ikan peda

merah mengandung lemak yang cukup tinggi yaitu sebesar 7-14 % (Van Veen 1965 diacu dalam Suwandi 1988) sehingga pembentukan metil keton

dapat berlangsung lebih cepat.

(2) Uji katalase

Uji katalase digunakan untuk mengetahui adanya enzim katalase pada bakteri, dimana enzim ini berperan dalam memecah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Uji ini penting dilakukan untuk mengetahui sifat bakteri terhadap kebutuhan akan oksigen.

Mikroba dapat dibedakan atas tiga grup berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, yaitu mikroba yang bersifat aerobik, anaerobik dan anaerobik fakultatif. Kapang dan khamir pada umumnya bersifat aerobik, sedangkan bakteri dapat bersifat aerobik dan anaerobik. Dalam fermentasi menggunakan mikroba aerobik, aerasi selama proses fermentasi dapat berpengaruh terhadap produk akhir yang dihasilkan.

Perbedaan dalam kebutuhan oksigen oleh bakteri dapat dijelaskan sebagi berikut : setiap bakteri mempunyai suatu enzim yang tergolong flavoprotein yang dapat bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa-senyawa beracun yaitu H2O2 dan suatu radikal bebas yaitu O2* sebagai berikut :

Flavoprotein + O2 H2O2 + O2− *

Bakteri yang bersifat anaerobik fakultatif juga memiliki enzim superoksida dismutase, tetapi tidak mempunyai enzim katalase, melainkan mempunyai enzim peroksidase yang mengkatalis reaksi antara H2O2 dengan senyawa organik, menghasilkan senyawa yang tidak beracun. Reaksinya adalah sebagai berikut : H2O2 + senyawa oksidase oleh senyawa organik + H2O

Bakteri yang bersifat aerobik dan bersifat anaerobik tetapi tidak sensitif terhadap oksigen mempunyai enzim-enzim yaitu superoksida dismutase yang memecah radikal bebas tersebut, dan enzim katalase yang memecah H2O2 sehingga menghasilkan senyawa-senyawa akhir yang tidak beracun. Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :

2O2− * + 2 H+ superoksida dismutase H O + O2 2 2 2 H2O2 Katalase 2 H2O + O2

Bakteri yang bersifat anaerobik tidak mempunyai enzim superoksida dismutase maupun katalase, oleh karena itu oksigen merupakan racun bagi bakteri tersebut karena terbentuknya H2O2 danO2− * (Fardiaz 1988).

Dari hasil uji ternyata kelima isolat dapat memecah H2O2 menjadi H2O dan O2, terbukti dari timbulnya gelembung udara pada preparat bakteri setelah ditetesi larutan H2O2 3 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelima isolat tersebut bersifat aerobik atau bersifat anaerobik tetapi tidak sensitif terhadap oksigen (anaerobik fakultatif).

(3) Uji reduksi nitrat

Istilah reduksi nitrat meliputi semua proses dimana nitrat hilang karena aktivitas bakteri dan diubah menjadi komponen yang tidak mudah teroksidasi. Dalam banyak hal, reduksi tidak berlanjut setelah terjadi pembentukan nitrit, tetapi ada beberapa organisme yang mampu mengubah nitrit menjadi molekul nitrogen. Suatu organime yang memanfaatkan nitrat dari medium dan menggunakannya untuk sintesa sel-sel protein juga dapat digolongkan sebagai organisme yang mereduksi nitrat (Salle 1961).

Kebanyakan bakteri anaerobik fakultatif mampu mereduksi nitrat dalam proses respirasi anaerobik, dan enzim yang mengendalikan proses ini dinamakan enzim nitratase. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

+ − − + + H e NO3 2 2 NO2 +H2O

Proses reduksi nitrat akan terganggu dengan adanya oksigen. Hal ini disebabkan karena peristiwa penting yang terjadi pada proses reduksi nitrat yaitu penggunaan oksigen dari nitrat sebagai hidrogen aseptor. Jika dalam lingkungan pertumbuhan bakteri terdapat oksigen, maka bakteri akan menghabiskan oksigen

terlebih dahulu baru menggunakan nitrat (Hadioetomo 1985). Hasil uji reduksi nitrat dapat dilihat pada Gambar 10.

a b c d e a b c d e

Sebelum reaksi Sesudah reaksi Keterangan : a : isolat 1 c : isolat 3 e : isolat 5

b : isolat 2 d : isolat 4

Gambar 10. Hasil uji reduksi nitrat

Hasil uji reduksi nitrat menunjukkan bahwa kelima isolat bakteri tidak mampu mereduksi nitrat. Hal ini terlihat dari tidak terbentuknya warna merah pada media agar setelah ditetisi pereaksi (Gambar 10). Hasil pengujian ini sesuai dengan pernyataan diatas bahwa oksigen yang terlalu banyak pada medium pertumbuhan bakteri akan menghambat proses reduksi nitrat. Hal ini dikarenakan selama proses inokulasi dan inkubasi bakteri tidak dilakukan secara anaerobik. Kondisi ini mungkin juga disebabkan bakteri tersebut tidak mampu mereduksi nitrat dan medium yang digunakan tidak cocok untuk pertumbuhannya. Bakteri yang tidak dapat mereduksi nitrat berarti tidak mempunyai kemampuan untuk menggunakan nitrat sebagai cadangan oksigen jika lingkungan pertumbuhannya kekurangan oksigen.

(4) Uji indol

Uji indol digunakan untuk mengetahui adanya enzim triptofanase pada bakteri, dimana enzim triptofanase ini dapat menghidrolisis asam amino triptofan menjadi senyawa indol dan asam piruvat dengan reaksi sebagai berikut:

C- CH2 - CH – COOH C CH3 NH2 CH

N + H2O N + C = O + NH3 H H

Triptofan Indol COOH Asam piruvat

Asam amino triftofan merupakan asam amino yang lazim terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dengan mudah dapat digunakan oleh mikroorganisme akibat penguraian protein. Senyawa indol adalah komponen pembusuk yang diproduksi oleh beberapa bakteri dari asam amino triptofan. Triptofan adalah satu-satunya asam amino yang secara alami mengandung cincin indol (Salle 1961).

Dalam media biakan, indol menumpuk sebagai produk buangan, sedangkan bagian lainnya dari molekul triftofan (asam piruvat dan NH4+) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat hara mikroorganisme. Penumpukan indol dalam media biakan dapat diketahui dengan penambahan berbagai reagens (kovacs, gore, ehrlich dan ehrlich-bohme). Reagens bereaksi dengan indol dan menghasilkan senyawa yang tidak larut air dan berwarna merah pada permukaan medium (Lay 1994). Hasil uji indol dapat dilihat pada Gambar 11.

a b c d e

a b c d e

Sebelum reaksi Sesudah reaksi Keterangan : a : isolat 1 c : isolat 3 e : isolat 5

b : isolat 2 d : isolat 4

Gambar 11. Hasil uji indol

Hasil uji indol menunjukkan bahwa kelima isolat bakteri tidak mempunyai enzim triptofanase yang dapat menghidrolisis asam amino triptofan menjadi senyawa indol dan asam piruvat. Hal ini terlihat dari tidak terbentuknya warna merah pada media agar setelah ditetesi dengan pereaksi kovacs (Gambar 11).

Senyawa indol tidak diharapkan ada pada ikan karena senyawa ini merupakan komponen pembusuk.

(5) Uji fermentasi gula dan H2S

Uji fermentasi gula dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri untuk memfermentasi gula-gula tertentu dengan menghasilkan asam dan atau gas. Media yang digunakan untuk uji ini adalah Triple Sugar Iron Agar atau TSIA.

Gula yang tergolong sebagai karbohidrat biasanya ditambahkan ke dalam medium dengan dua tujuan pokok yaitu a) sebagai sumber energi dan b) sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi dan klasifikasi bakteri (Cowan 1981). Bakteri mempunyai kemampuan yang berbeda untuk memfermentasi berbagai jenis karbohidrat. Beberapa bakteri dapat memfermentasikan bermacam-macam karbohidrat, beberapa lagi hanya dapat memfermentasi karbohidrat tertentu, dan ada juga yang tidak dapat memfermentasi sama sekali.

Secara umum fermentasi semakin jarang terjadi dengan semakin kompleksnya molekul karbohidrat. Pada prinsipnya, jika bakteri dapat memfermentasi karbohidrat, maka yang pasti dapat difermentasi adalah glukosa, jika glukosa dapat difermentasi, terdapat kemungkinan adanya fermentasi jenis lain seperti monosakarida selain glukosa, disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa dan yang lainnya) dan polisakarida (Salle 1961). Hasil uji fermentasi gula dan H2S dapat dilihat pada Gambar 12.

a b c d e

Keterangan : a : isolat 1 c : isolat 3 e : isolat 5 b : isolat 2 d : isolat 4

Hasil uji fermentasi gula menunjukkan bahwa kelima isolat bakteri dapat memfermentasi glukosa dengan menghasilkan asam tanpa membentuk gas. Selain memfermentasikan glukosa, kelima isolat bakteri itu juga dapat memfermentasikan laktosa dan atau sukrosa. Hal ini terlihat dari terbentuknya warna kuning pada bagian bawah dan atas media agar (Gambar 12).

Hidrogen sulfida atau H2S adalah gas yang terbebaskan dari asam amino sistin yang terkandung dalam protein. Sistin merupakan asam amino yang mengandung sulfur dan tidak terkandung dalam semua protein. Hanya protein yang digunakan untuk membuat pepton yang mengandung asam amino ini dalam jumlah besar. Dalam medium yang digunakan untuk uji ini ditambahkan polipepton, sehingga medium mengandung asam amino sistin dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan H2S. Hal ini terjadi apabila bakteri yang diuji mampu memecah asam amino tersebut dan membebaskan H2S.

Pada kondisi anaerobik, mula-mula sistin akan dipecah menjadi 2 molekul sistein dan kemudian sistein akan dipecah menjadi H2S, amonia, asam asetat dan asam format. Sedangkan pada kondisi aerobik, sistin akan mengalami disimilasi dengan menghasilkan H2S (Salle 1961).

Mikroorganisme yang menghasilkan desulfurase, sewaktu dibiakkan dalam media yang kaya akan asam amino yang mengandung sulfur akan membentuk H2S. Biasanya uji H2S positif apabila ditandai dengan terbentuknya warna hitam. Hal ini disebabkan karena logam-logam berat (Fe++) yang biasanya terkandung dalam medium untuk uji ini akan bereaksi dengan H2S dan menghasilkan senyawa FeS yang berwarna hitam dan tidak larut air (Salle 1961). H2S + FeSO4 FeS + H2SO4

Hidrogen sulfida Ferro sulfat Ferro sulfida asam sulfat

Hasil uji H2S menunjukkan bahwa kelima isolat bakteri tidak memecah sistin dan tidak menghasilkan H2S. Hal ini terlihat dari tidak terbentuknya warna hitam pada bagian bawah media agar (Gambar 12). Kemampuan bakteri untuk memecah sistin tidak dimiliki oleh semua bakteri, hanya bakteri-bakteri tertentu saja yang mampu memecah sistin. Oleh karenanya kemampuan bakteri memecah sistin merupakan parameter penting untuk proses identifikasi dan klasifikasi bakteri.

Hidrogen sulfida merupakan gas yang berbau busuk sehingga senyawa ini tidak diharapkan terbentuk pada ikan peda. Dengan hasil uji yang negatif dapat disimpulkan bahwa pada ikan peda yang dianalisa tidak ada kandungan asam amino sistin dalam proteinnya sehingga tidak terbentuk gas H2S. 4

(6) Uji oksidase

Uji oksidase berfungsi untuk menentukan adanya enzim oksidase sitokrom yang ditemukan pada mikroorganisme tertentu. Sitokrom adalah pigmen respirasi atau pigmen selular yang merupakan hemoprotein yang mirip dengan hemoglobin. Sitokrom ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu sitokrom a, b dan c. Sitokrom c lebih banyak terdapat dialam daripada sitokrom jenis lainnya. Semua sitokrom ini dapat mengalami oksidasi dan reduksi dan hampir semua berperan sebagai pembawa hidrogen. Sitokrom ini dimiliki oleh semua bakteri aerob (Salle 1961).

Enzim oksidase sitokrom adalah enzim yang mengkatalisa transfer hidrogen secara langsung oleh sitokrom c ke molekul oksigen dan akan menyebabkan terbentuknya air. Enzim ini aktif jika berada pada kondisi aerobik. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

oksidasesitokrom + sitokrom C-H + O2 sitokrom c + H2O Hasil uji oksidase dapat dilihat pada Gambar 13.

b e a d c d

Keterangan : a : isolat 1 c : isolat 3 e : isolat 5 b : isolat 2 d : isolat 4

Hasil uji oksidase menunjukkan bahwa kelima isolat bakteri tidak menghasilkan enzim oksidase sitokrom dan tidak melakukan respirasi secara aerobik. Hal ini terlihat dari tidak terjadinya perubahan warna koloni menjadi merah muda lalu merah tua, merah gelap dan akhirnya hitam (Gambar 13).

Walaupun mekanisme yang tepat belum diketahui, tetapi uji oksidase yang berkorelasi dengan tingkat sitokrom c yang tinggi dapat digunakan untuk membedakan bakteri tertentu terutama untuk mengidentifikasi

mikroorganisme patogen seperti Neisseria gonorhoea dan

Dokumen terkait