• Tidak ada hasil yang ditemukan

2) Pengukuran Absorbsi E.coli oleh kitosan

4.2 Karakterisasi Kitosan Sebagai Absorben

Dari ke-36 perlakuan kondisi proses, dihasilkan sebelas kondisi yang memenuhi persyaratan kelarutan kitosan. Selanjutnya hasil uji mutu ke-sebelas produk ini melalui FTIR terpilih yang paling efisien dari segi kondisi (konsentrasi NaOH dan waktu proses), sebagai kondisi termodifikasi disajikan pada Tabel 8.

4.2.1 Karakteristik mutu kimia kitosan dan rendemen

Sesuai dengan produk yang diperoleh dari 36 kondisi perlakuan hanya terdapat 11 perlakuan yang dapat menghasilkan kitosan yang baik (larut dalam asetat). Hasil pengujian mutu menunjukkan kecenderungan semua bermutu baik, dengan derajat deasetilasi mulai dari 84% sampai 94%, tetapi dari ke-sebelas

O CH2OH 0 N

-

C

-

CH H 1400C 1 jam CH2OH 0 N

-

H H

-

Na 0 0 CH3C

perlakuan tersebut diambil salah satu yang paling tinggi kemampuan absorbsinya melalui uji absorbsi terhadap logam berat dan pigmen. Kitosan yang mempunyai daya absorbsi yang baik, dengan kondisi proses efisien yang digunakan dalam aplikasi pemurnian agar dan karagenan.

Tabel 8 Karakteristik mutu kitosan hasil modifikasi terbaik

Kondisi Proses Mutu Kitosan

Deproteinisasi Deasetilasi Kadar Air Kadar Abu Kadar N DD NaOH (N) Waktu (Jam) NaOH (N) Waktu (Jam) % % % % 2 3 3 2 8,7 0,48 4,79 87 2 3 3 4 9,1 0,15 4,1 94 1 4 6 2 10,0 0,21 3,82 90 1 5 6 2 9,8 0,20 4,56 87 1 3 6 4 9,1 0,1 4,43 85 1 4 6 4 8,9 0,11 3,28 91 2 5 6 2 10,0 0,02 4,28 90 2 5 6 3 9,5 0,40 4,25 91 2 4 6 4 9,5 0,4 4,5 90 2 5 6 4 9,4 0,41 4,2 93 5 5 2 3 10,1 0,45 4,11 84

Rendemen hasil untuk setiap ton kulit udang berat kering meliputi 265 kg kitin dengan derajat deasetilasi rata-rata 73% dan 138 kg kitosan dengan derajat deasetilasi yang bervariasi.

4.2.2 Karakteristik absorbsi pada berbagai derajat deasetilasikitosan

Untuk mengetahui kemampuan absorbsi dari kitosan melalui uji absorbsi terhadap logam Pb dan klorofil, menunjukkan hasil bahwa meningkatnya persen derajat deasetilasi, semakin meningkat pula kemampuannya mengabsorbsi Pb dan klorofil. Absorbsi yang paling tinggi terhadap logam Pb adalah kitosan dengan derajat deasilasi 90%, 91% dan 93%, begitu pula untuk absorbsi klorofil pada derajat deasetilasi tersebut, lebih baik dari pada derajat deasetilasi yang lebih rendah. Hasil dari kedua uji absorbsi oleh kitosan pada berbagai derajat deasetilasi menunjukkan bahwa kitosan yang mempunyai DD 90% keatas mempunyai daya

absorbsi yang baik. Semakin tinggi derajat deasetilasi semakin terbuka gugus-gugus ionnya yaitu tidak terhalang oleh komponen pengotor. Menurut Muzarelli (1977) dan Sanford (1987), bahwa gugus ion tersebut (OHdan NH+) mempunyai kemampuan berikatan dengan ion lain yang berlawanan (sebagai penukar ion) diantaranya pigmen dan juga dengan logam berat.

Berdasarkan pertimbangan efisiensi maka dipilih kitosan dengan derajat deasetilasi 90%, yang dikarakterisasi melalui uji kemampuan absorbsinya terhadap pigmen, logam berat, dan bakteri. Hasil uji sifat-sifat fisik dan uji absorbsi yang selanjutnya diaplikasi pada ekstraksi rumput laut yaitu dalam pembuatan/pemurnian agar-agar dan karagenan.

Karakteristik visual dan fisika kimia kitosan yang terpilih sebagai absorben disajikan pada Tabel 9 berikut

Tabel 9 Karakteristik mutu kitosan terpilih.

Parameter Karakteristik

Warna putih/tidak berwarna

Tekstur halus, ringan, transparan

Ukuran 10 mesh

Bau tidak berbau

Kelarutan 99% (dalam asam asetat 2%)

Kadar air 10% Kadar abu 0,2% Kadar N 4% Viskositas 274 cPs DD 90% Rendemen 13,8% (rata-rata)

4.2.3 Karakteristik gugus fungsi kitosan Analisis spektrofotometer FTIR

Hasil analisis FTIR diperoleh puncak-puncak spektrogram yang menunjukan gugus-gugus fungsi dari kitosan, terdiri dari gugus OH, CH, NH, amida dan karbonil pada bilangan gelombang 3414cm-1, 2480 cm-1, 1639 cm-1, 1384 cm-1 dan 1075 cm-1 yang disajikan pada Tabel 10.

Gambar 18 menunjukan puncak paling tinggi berwarna biru yaitu kitosan dengan DD paling tinggi sebesar 94% dan berurutan menurun hingga puncak

paling rendah yaitu kitosan dengan DD terendah adalah 84%. Dan kitosan terpilih adalah yang mempunyai Derajat Deasetilasi 90%.

Gambar 18 Spektrum FTIR kitosan hasil modifikasi proses.

Spectrum FTIR dari kitosandengan Derajat Deasetilasi (DD) mulai 84% (puncak terendah berwarna abu)s/d DD 94% (puncak tertinggi berwarna biru paling atas), puncak berwarna merah kitosan dengan DD 93% dan yang berwarna hijau adalah kitosan dengan DD 90%.

Hasil deteksi FTIR yang dibandingkan dengan standar menunjukkan kesamaan gugus fungsinya, hal ini menunjukkan bahwa proses modifikasi sudah dapat menghasilkan kitosan dengan gugus fungsi yang identik dengan standar, sedikit pergeseran bilangan gelombangnya dikarenakan sedikit perbedaan kadar air dan kondisi lingkungan pengujian yang berbeda (Lampiran 5).

Tabel 10 Karakteristik gugus fungsi dari kitosan

Standar

Bilangan gelombang (cm-1) Gugus Fungsional

Hasil penelitian Bilangan Gelombang (cm-1) 3450 cm-1 2400 cm-1 1650 cm-1 1550 cm-1 1070 cm-1 OH CH NH amida C=O 3410 cm-1 2410 cm-1 1639 cm-1 1384 cm-1 1075 cm Bilangan gelombang (cm-1) T ra ns m it an

4.2.4 Karakteristik fisikhasil analisis SEM dan Autosorp

Karakteristik fisik kitosan meliputi gambar permukaan atau penampakan kristal kitosan melalui pendeteksian dengan mikroskop elektron, serta diameter, luas, volume dan distribusi ukuran pori-pori dideteksi dengan autosorp.

a 25 KV b 50 KV Gambar 19 Scanning elektron mikroskop dari (a) kitosan (b) pori kitosan.

Gambar 19 (a), menunjukkan morfologiserpihan kitosan dari struktur α,β dan γ. Pada kulit udang hanya terdapat struktur α dan β saja, hal ini merupakan

ciri khas dari kitosan udang dimana pada permukaan itulah terjadinya proses adsorpsi komponen yang bermuatan berlawanan dengan kitosan. Gambar 19 (b) menunjukkan penampakan salah satu pori pori pada permukaan kitosan yang diduga melalui pori tersebutlah terjadi proses absorbsi komponen yang bermuatan berlawanan dengan muatan yang ada dalam pori pori, sehingga komponen tersebut masuk terabsorbsi kedalam pori pori kitosan, semakin tinggi derajat deasetilasinya semakin tinggi kapasitas porinya dikarenakan strukturnya semakin teratur dengan hilangnya sebagian besar gugus asetil.

Karakteristik pori kitosan sebagai absorben diuji secara langsung dengan alat autosorp. Autosorp menganalisis sifat-sifat fisik kitosan dengan menunjukkan parameter-parameter: diameter pori, luas pori, volume pori dan distribusi ukuran pori-pori. Analisis autosorp menggambarkan kapasitas dan kemampuan kitosan dalam mengabsorpsi serta mendesorbsi suatu komponen ke dalam pori-porinya,

disamping itu diketahui pula luas pori, diameter pori (dalam satuan Angstrom) dan volume pori-pori kitosan (dalam satuan cc/g) (Lampiran 6).

Hasil pengujian autosorp menunjukkan bahwa kitosan yang digunakan sebagai absorben mempunyai pori-pori yang banyak dengan diameter yang bervariasi, hal ini menunjukkan bahwa kitosan dapat difungsikan sebagai absorben bagi molekul molekul yang menpunyai kecocokan ukuran dan muatan dengan pori tersebut, pori -pori kitosan yang terdistribusi mempunyai diameter yang bervariasi mulai 37,30 Å sampai 18022,05 Å tersebut mempunyai kemampuan mengabsorpsi berbagai komponen serta mampu mendesorbsinya.

Kemampuan kitosan sebagai absorben ditunjukkan dengan berbagai perlakuan absorbsi terhadap komponen-komponen yang identik dengan pengotor, diantaranya logam berat (Fe, Cu, Pb), pigmen (ekstrak wortel dan pewarna makanan), serta bakteri (E. coli). Dengan terabsorbsinya komponen tersebut di atas oleh kitosan terbukti bahwa kitosan dapat berfungsi sebagai absorben bagi komponenyang mempunyai kecocokan dan keterikatan yang sesuai. Hal ini didasari oleh kekuatan ionik masing-masing komponen karena ikatan ionik itulah yang menyebabkan saling terikat antar komponen, yang dalam hal ini adalah ikatan antara ion positif pada komponen yang satu dengan ion negatif pada komponen lainnya (antara kitosan dengan komponen lainnya yang berlawanan) dengan mekanisme sebagai berikut seperti pada Gambar 20.

Gambar 20 Mekanisme pengikatan berbagai komponen pada gugus aktif. Gugus-gugus yang bermuatan positif akan berikatan dengan gugus -NH

-pada kitosan

Gugus-gugus yang bermuatan negatif akan berikatan dengangugus -NH3+

pada kitosan + NH2 * NH2 NH2 NH3+ NH- NH -NH3+ NH3+ NH- NH- NH3+ Fe2+ Cu2+ Pb2+ Hg2+ E coli βKarotin pewarna minuman + H2O NH3+ NH- NH -NH3+ NFe -NPb

Mekanisme tersebut yang menyebabkan komponen yang mempunyai ukuran sama dengan pori-pori kitosan dapat masuk ke dalam pori-pori kitosan dan terabsorbsi dengan cukup stabil di dalamnya selama kondisinya tetap. Tetapi apabila kondisi tersebut berubah maka komponen-komponen yang terabsorbsi dapat keluar lagi dari kitosan (terdesorbsi). Hal inilah yang dijadikan prinsip desorbsi yang menyebabkan kitosan yang sudah digunakan mengabsorbsi dapat didaur ulang dengan cara didesorbsi.

4.2.5 Karakteristik absorbsi logam berat

Salah satu aplikasi yang potensial dari kitosan adalah kemampuannya dalam berikatan dengan logam berat, umumnya kitosan yang digunakan dalam mengadsobsi logam berat adalah kitosan bentuk gabungan atau campuran yang disebut komposit, krosling, kopolimer ataupun bead. Kitosan dicampurkan atau diikatkan dengan komponen lain sebagai suport, sehingga kemampuannya dalam mengikat/mengadsorbsi menjadi lebih tinggi. Kitosan krosling hasil reaksi dengan glutaraldehid, kitosan kopolimer hasil reaksi dengan EDTA dan kitosan butiran hasil pengikatan dengan selulosa atau poliuretan (Boddu et al. 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan dalam bentuk serpihan mampu berikatan dengan logam berat baik dalam keadaan cairan murni ataupun campuran.

Perlakuan absorpsi kitosan terhadap 100 ppm larutan logam berat Cu2+, Fe2+, dan Pb2+, dengan konsentrasi kitosan sekitar 0,05-0,5%, diperoleh hasil absorpsi yang cukup potensial dalam waktu absorpsi sekitar 30 menit dan apabila absorpsi dilakukan lebih lama, maka absorpsi akan lebih sempurna sampai ke tingkat maksimum. Dari masing-masing perlakuan dihasilkan absorpsi Fe2+ rata-rata 50,2% terbaik pada konsentrasi kitosan terendah 0,05%. Absorpsi Cu2+ rata-rata 47% terbaik pada konsentrasi 0,1%, Absorbsi logam Cu2+ tersebut menunjukkan rata-rata nilai absorpsi dalam waktu 30 menit. Absorpsi tertinggi diperoleh pada penambahan kitosan 0.5% tetapi apabila waktu diperpanjang maka pada konsentrasi kitosan yang ditambahkan 0,1 % pun dapat mencapai absorpsi yang cukup tinggi.

Absorbsi Pb2+ yang optimum adalah 40%, terdapat pada perlakuan kitosan 0,1%. Logam berat Pb2+ ini diduga merupakan cemaran paling tinggi bagi perairan tempat budi daya rumput laut, dengan demikian logam berat Pb2+ dapat

mengkontaminasi rumput laut bahkan sampai ke produk akhirnya. Dengan memanfaatkan kitosan sebagai absorben pengotor pada ekstraksi rumput laut kiranya kontaminasi logam berat dapat dihindari dengan mudah. Hasil uji spektrometer serapan atom (AAS) terhadap absorbsi Cu2+, Fe2+, dan Pb2+, oleh kitosandisajikan pada Tabel 11. Absorbsi Cu2+, Fe2+, dan Pb2+, yang terdeteksi AAS yaitu Cu2+ 26 %, Fe2+ 32 % dan Pb2+ 22%, dengan demikian 0,1 gr kitosan dapat mengabsorbsi 26 ppm Cu2+, 32ppm Fe2+, dan 22ppm Pb2+, dari larutan masing masing 100 ppm. Kurva standar dapat dilihat pada Lampiran 8, 9 dan 10.

Tabel 11 Hasil deteksi AAS pada logam terabsorbsi

Logam AAS

Cu 26 %

Fe 32 %

Pb 22 %

Kemampuan kitosan dalam mengabsorsi logam tersebut berdasarkan kekuatan ion dari masing-masing logam, berat molekul serta besar kecilnya struktur molekul terabsorbsi (Bailey 1999). Semakin tinggi kekuatan ion logam, semakin cepat dan besar kapasitas pengikatannya. Begitu pula berat molekul dan besar kecilnya struktur ruang, semakin berat dengan struktur ruang besar (seperti karagenan) semakin sulit memasuki pori-pori kitosan (Falshave 2003).

Kitosan dengan diameter pori-pori yang bervariasi, akan mempengaruhi kemampuan mengabsorsi molekul lain yang sesuai dengan pori-pori tersebut, oleh karena itu kristal kitosan yang digunakan sebagai absorben membutuhkan spesifikasi tertentu, terutama parameter derajat deasetilasi, diameter pori dan ukuran kristal. Semakin besar derajat deasetilasi semakin terbuka pori-pori, artinya tidak terhalangnya gugus nitrogen yang reaktif untuk berikatan dengan molekul lain yang bermuatan berlawanan, termasuk logam berat. Semakin kecil ukuran kristal kitosan semakin luas permukaannya berarti semakin luas pula kesempatan pengikatannya, walaupun umumnya kitosan yang digunakan sebagai absorben dilapiskan pada suatu suport, namun dalam penelitian ini kitosan yang digunakan sebagai absorben adalah dalam bentuk alaminya yaitu serpihan yang berukuran rata-rata 10 mesh, untuk memudahkan pemisahannya dalam pemurnian.

Dari hasil yang diperoleh terbukti bahwa kitosan dalam bentuk serpihan cukup baik (mampu) mengabsorbsi logam berat dalam larutan 100 ppm. Apabila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Boddu (1999), absorbsi logam berat dalam air limbah 1% yang menunjukkan absorbsi Fe2+ mencapai 74%, Cu2+ 35% dan Hg2+ 81%, umumnya lebih tinggi dari hasil penelitian, tetapi Boddu menggunakan kitosan komposit. Hasil penelitian Alfian (2003) yang menggunakan kitosan serbuk dan larutan untuk penyerapan limbah Cu2+ dan menunjukkan bahwa serbuk kitosan lebih baik mengabsorbsi Cu2+ dari pada kitosan larutan. Hasil penelitian ini masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan hasil Boddu dan Alfian tetapi dalam aplikasi selanjutnya penelitian ini menggunakan suhu proses yang tinggi yaitu 100 oC, yaitu pada proses ekstraksi agar dan karagenan. Pada suhu tinggi kitosan dapat meningkatkan kapasitas porinya sehingga kemampuan mengabsorbsinya jadi meningkat.

Logam berat terikat pada gugus N yang reaktif dan juga kemungkinan pada gugus dari cabang yang lain, sehingga logam tersebut menjadi stabil di dalam kitosan. Semakin tinggi derajat deasetilasi semakin besar pori-pori kitosan tersebut dan semakin mudah komponen lain untuk berikatan dengan gugus N reaktif dari kitosan. Begitu pula dalam hal waktu, semakin panjang waktu kontak semakin banyak komponen yang terabsorpsi. Pada konsentrasi kitosan yang lebih besar diduga terjadi efek penyumbatan. Sehingga dibutuhkan waktu kontak yang lebih panjang serta perlu pengadukan, supaya energi Van Der Walls meningkat untuk mempercepat absobsi dan mengurangi efek fouling (penyumbatan). Dari hasil tersebut maka terpilih konsentrasi kitosan 0,1% yang lebih efisien dalam mengabsorpsi logam berat.

4.2.6 Karakteristik absorbsi ekstrak wortel

Absorbsi pigmen yang dideteksi dilakukan pada ekstrak wortel yang terabsorpsi (30 menit) oleh kitosan setelah dilakukan desorbsi, pengukuran rendemen terabsorpsi dilakukan pada ekstrak wortel hasil desorbsi setelah mengalami evaporasi dan pengeringan. Absorbsi ekstrak worteldalam penelitian ini mewakili absorbsi pigmen yang terkandung dalam rumput laut. Pigmen dalam alga coklat terdiri dari beberapa jenis diantaranya klorofil, β karoten, fikoeritrin, fikosantin dan dapat juga fikosianin (Martin 2000), dengan konsentrasi yang

beragam. Pigmen dalam rumput laut agak sulit dipisahkannya tetapi dapat menimbulkan dampak kurang baik pada produk akhir terutama pada penyimpanan yang lebih panjang, yaitu menimbulkan warna kecoklatan atau kusam. Hasil disajikan pada Tabel 12 dan Gambar 21.

Tabel 12 Absorbsi ekstrak wortel pada berbagai konsentrasi kitosan

Konsentrasi kitosan Absorbansi Rata-rata Standar deviasi

0,1 0,0860 0,0861 0,0001 0,0862 0,2 0,9770 0,0972 0,0085 0,9650 0,3 0,1224 0,1224 0,0000 0,1224 0,4 0,1401 0,1402 0,0001 0,1403 0,5 0,1639 0,1642 0,0004 0,1645 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Konse ntra si Kitosa n

A b s o r b s i E k s tr a k W o r te l

Gambar 21 Histogram absorbsi ekstrak wortel pada berbagai konsentrasi kitosan

Gambar 21 menunjukkan nilai absorbsi ekstrak wortel oleh kitosan setelah mengalami desorbsi dengan pelarut aseton, untuk selanjutnya diplot ke kurva baku ekstrak wortel komersial. Hasil plot ke kurva baku diperoleh absorbsi rata rata pigmen ekstrak wortel adalah 50% untuk waktu absorbsi 30 menit.

Gambar 22 menunjukkan absorpsi pigmen ekstrak wortel pada panjang gelombang 525 nm dan pewarna minuman pada panjang gelombang 425 nm semakin meningkat dengan meningkatnya perlakuan kitosan. Absorbsi ekstrak

0.861±0.0001 0.0972±0.0085

0.1224±0.000

0.1402±0.0001

0.1642±0.000

wortel mencapai rata rata 50% setelah diekstrapolasi ke kurva baku (Lampiran 2) dan absorbsi pewarna minuman mencapai rata rata 55%, dalam waktu absorbsi 30 menit.

Gambar 22 Histogram sisa absorbsi ekstrak wortel ( ) dan pewarna minuman ( )

Dari hasil tersebut diketahui bahwa absorbsi pigmen yang mewakili pigmen dari rumput laut cenderung hampir sama. Absorbsi suatu komponen dipengaruhi oleh ukuran partikel dan muatan ionik dari komponen tersebut serta porositas dan jarak antar polimer dari absorben (Knorr 1987), dengan demikian pigmen dalam rumput laut tersebut mempunyai sifat fisis dan kimiawi yang

hampir bersamaan. Rendemen ekstrak wortel yang dihasilkan adalah 9,11 mg/0,1 gram kitosan, dengan kata lain dapat diperoleh sekitar 1 gram hasil

absorbsi untuk setiap pemakaian 10 gram absorben (kitosan).

4.2.7 Karakteristik absorbsi E. coli

Bakteri E. coli yang mengandung enzim β galaktosidase dapat dideteksi keberadaannya melalui uji dengan ONPG (Orto Nitro Phenil Glukosida), yang akan menghasilkan warna kuning dari ONP (Orto Nitro Phenol) sebagai hasil reaksi dari enzim β galaktosidase dengan ONPG yang dapat dideteksi dengan spektrometer pada panjang gelombang 420 nm (Lapige et al. 1973, Maniatis et al.

Gambar 23 menunjukkan terjadinya absorbsi sel E. coli oleh kitosan. Perlakuan penambahan kitosan 0,05-0,5 % ke dalam hasil kultur E.coli dengan konsentrasi 0,2 gr sel per 10 ml dan waktu kontak 30 menit menunjukkan absorpsi sel yang meningkat sebesar 24% dari 62-86%, dengan semakin tingginya konsentrasi kitosan yang ditambahkan semakin tinggi pula absorpsi yang terjadi dengan rata-rata mencapai 75%.

Gambar 23 Histogram absorbsi E. coli oleh kitosan

Berdasarkan kurva standar (Lampiran 11) yang diplot antara absorban dengan konsetrasi biomasa E. coli menunjukkan bahwa walaupun nilai absorpsi

E. coli yang paling tinggi terjadi pada konsentrasi kitosan 0,5% dan terendah pada konsentrasi kitosan 0,05% tetapi perlakuan kitosan 0,05% sebenarnya paling tinggi daya absorbsinya terhadap sel E.coli, hal tersebut disebabkan adanya effek kepekatan, semakin tinggi kepekatan absorben dalam larutan semakin terbatas gerak molekul dalam larutan, akibatnya semakin rendah kemampuan molekul memasuki absorben (difusi eksternal), begitu juga difusi antar partikelnya menjadi melemah. Dari hasil absorbsi E.coli yang diperoleh, maka untuk efisiensi dapat dipilih konsentrasi kitosan terbaik dalam mengabsorbsi E.coli adalah 0,05%.

Dokumen terkait