• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA .1 Serapan (Adsorpsi dan Absorbsi) .1 Serapan (Adsorpsi dan Absorbsi)

2.2.4 Kitosan sebagai adsorben

Model keseimbangan sorpsi terdiri dari 3 jenis: Model Langmuir Freundlich dan Sips isoterm (Kim and Cho 2005). Absorbsi dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya pH, temperatur, entalpi dan entropi, sedangkan kinetika sorpsi dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kondisi polimer, dimana kondisi polimer tersebut berkaitan erat dengan porositas dan jarak antar lapisan polimer yang akan mempengaruhi gejala difusi. Difusi yang terjadi meliputi difusi eksternal dan difusi antar partikel.

Kitosan sebagai makropolimer, mempunyai sifat yang unik (Guibal1995):

Berstruktur rombis, Mempunyai bentuk matriks (berongga dengan pori-pori yang banyak). Merupakan makromolekul yang dengan air dapat meningkatkan kapasitas adsorpsinya (mengembang), tahan panas tapi dapat mengembang dengan meningkatkan kapasitas porositasnya, serta dapat didaur ulang.

Kitosan serbuk mempunyai sifat-sifat: Rendah porositasnya. Jarak antar lapisan polimernya rendah, sehingga mekanisme difusinya menjadi rendah (difusi eksternal maupun difusi antar partikel). Oleh karena itu untuk meningkatkan kapasitas sorpsinya maka kitosan biasa direaksikan dengan asam organik, agar daya adsorpsinya meningkat karena pada keadaan campuran terjadi subsitusi site

modifikasi kristal. Hasil tersebut dapat dikembangkan untuk meningkatkan sifat transfer masa. Misal: membentuk formasi gel, meningkatkan pembukaan jaringan polimer untuk akses ke site sorpsinya dan membentuk gel kitosan dalam bentuk speris (Kawamura 1993).

Liu (2003) menggunakan kitosan dalam bentuk membran dan menyatakan bahwa dalam bentuk membran luas permukaan jadi lebih besar sehingga dapat meningkatkan kapasitas adsorbsinya. Kawamura (1993) dan Kim (2005) menyatakan bahwa butiran kitosan gel menunjukan absorbsi dan kecepatan pengikatan yang lebih besar daripada kitosan serpihan, sehingga kitosan butiran dapat meningkatkan sifat sorbsinya melalui ekspansi jaringan polimernya.

Penggunaan kitosan campuran sudah banyak diteliti dalam penanganan limbah logam berat dan pewarna (Rahayu 2007). Rahmi (2007) menggunakan kitosan komposit dalam penanganan limbah fenol dan membuktikan bahwa gugus H+ dan gugus amin dapat mempengauhi laju adsorpsi yang semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi H+. Sementara Rahayu dan Purnavita (2007) mengatakan semakin meningkat pH media yang digunakan semakin tinggi adsorbsi logam Hg (merkuri) oleh kitosan serbuk yang dibuat dari cangkang rajungan, hal tersebut menunjukan bahwa pH media pengadsobsi harus diobservasi saat dilakukan pengadsorpsian oleh kitosan.

Alfian (2003) melaporkan bahwa absorbsi logam Cu+2 dalam limbah oleh kitosan bubuk dan kitosan larutan. Hasilnya menunjukkan bahwa kitosan bubuk lebih tinggi daya absorsinya terhadap logam Cu2+ (76,7%) dibandingkan kitosan larutan (45,5%). Rachdtati et al (2007) menggunakan kitosan serbuk untuk menghilangkan Crom4+ dalam air limbah dan menunjukkan hasil bahwa kitosan dapat menyerap 9,1-9,5 mg Cr4+ per gram kitosan pada pH 4-7,3.

Hermanto dan Santoso 2006 meneliti adsorpsi logam Pb2+ pada membran selulosa kitosan (membran komposit dengan agen saling silang PEG) dan menghasilkan bahwa kitosan 1% memiliki kapasitas absorpsi yang paling baik pada membran komposit selulosa-kitosan. Semakin bertambah banyak agen saling silang justru dapat menurunkan kapasitas absorpsinya dimana model isotherm absorpsi logam Pb2+ adalah model isotherm Freundliech.

Efek temperatur terhadap kitosan dalam media air

Kitosan yang mempunyai bentuk matriks dapat mengembang dalam media air. Peningkatan temperatur media dapat menimbulkan peningkatan pengembangan porositas dan jarak antar layer polimer kitosan (Guibal 1995), sehingga meningkatkan kapasitas site sorbsinya, dan meningkatkan difusi eksternal serta difusi antar partikelnya. Dengan demikian dapat meningkatkan absorbsi ke dalam kitosan (Kim 2005). Kitosan yang mengembang dalam media air dan pada suhu 90 oC, dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Ukuran matriks kitosan pada suhu kamar (A) dan mengembang pada suhu 90oC (B)

Sumber : dokumen pribadi. 2.3 Agar-agar

Agar adalah polisakarida yang terdapat dalam dinding sel alga agarofit, berstruktur fiber dari polisakarida. Kandungan agar dalam rumput laut bervariasi tergantung spesis dan musim tanamnya. Bentuk monomer agar dengan berat molekul yang kecil dan bersulfat dihasilkan oleh badan golgi dari sel rumput laut, juga berkumpul dalam dinding sel yang secara enzimatik terpolimerisasi dan desulfatisasi selama berubah menjadi agarosa yang membuat agar tersebut mempunyai kekuatan gel, sisanya adalah bentuk agaropektin. Matsuhashi (1990) menduga agar-agar dapat berikatan dengan fiber selulosa melalui ion Ca2+. Agar merupakan polisakarida dengan struktur unitnya hanya mempunyai grup

semipolar sulfat yang berikatan dengan galaktosa pada ikatan 3,6-anhidro-L-galaktosa. Struktur agar-agar disajikan dalam Gambar 7.

Gambar 7 Struktur agar-agar (Phillip 2000).

Agarobiosa sebagai gel esensial, merupakan fraksi dari agar yang mempunyai bobot molekul lebih dari 100.000 Dalton bahkan lebih dari 150.000 Dalton dengan kandungan sulfat yang rendah ≤ 0.5%.Agaropektin sisa dari

agarobiosa mempunyai bobot molekul< 20.000 Dalton (14.000 Dalton) dengan komponen sulfat yang lebih besar 5%-8% (Armisen et al. 2000). Karagenan mengandung sulfat 24% - 53% dan fulselaran 17%. Seperti halnya karagenan, dalam agar komponen-komponen selain agar merupakan pengotor yang akan mempengaruhi mutu produk agar-agar dan kekuatan gelnya. Oleh karena itu, berbagai cara yang tepat dan efisien dibutuhkan untuk mendapatkan agar yang lebih baik mutunya dengan daya gel yang lebih baik sehingga dapat diterapkan dalam pembuatan agar, agar media, agarosa dan agar termodifikasi.

2.4 Karagenan

Karagenan mempunyai berat molekul yang besar seperti polisakarida yang terdiri dari unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidro-L-galaktosa (3,6 AG), keduanya bersulfat atau tidak bersulfat yang dihubungkan melalui ikatan glikosidik L (1,3) dan D (1,4). Tipe-tipe karagenan meliputi Kappa (K), Iota (I) dan Lamda (L) (Gambar 8)

Struktur yang membedakan karagenan adalah 3,6-anhidro-L-galaktosa yang mengandung ester sulfat. Variasi komponen tersebut mempengaruhi hidrasi, kekuatan gel, tekstur, temperatur pelelehan, sineresis dan sinergis, perbedaannya ada pada contoh spesies rumput laut, proses dan blending pada ekstraksi.

Gambar 8 Struktur karagenan kappa (A), iota (B) dan lambda (C) (Falshave 2003).

Kandungan ester sulfat dari 3,6-anhidro-L-galaktosa pada karagenan sekitar 25% - 35%. Pada kappa karagenan kandungan sulfat 32% - 36% dan iota karagenan (karagenan bersulfat sebanyak 24% - 53% dan fulselaran 17%) (Martin

et al. 2000).

Karagenan mengandung 35% ester sulfat dengan sedikit atau tanpa, pada 3,6-anhidro-L-galatosa. Kandungan sulfat dalam rumput laut terdiri dari dua jenis yaitu yang terikat dalam struktur yang umumnya 1,5%-2,5% dan sebagai garam sulfat. Untuk aplikasi pangan karagenan yang baik mengandung ester sulfat 20% (Navarro and Stortz 2003).

Pengolahan rumput laut jenis Euchema cottonii secara ekstraksi tradisional menghasilkan karagenan dengan 0,5% zat tak larut asam yang terdiri dari sebagian besar selulosa. Kandungan logam berat pada rumput laut Euchema cottoni lebih besar daripada ekstrak karagenannya (Glicksman 1983).

Karagenan mempunyai berat molekul yang besar (200-1000 kDa). Ekstrak kappa karagenan komersil mempunyai bobot molekul 400-560 kDa. Sedangkan rumput laut Euchema bobot molekulnya sekitar 615 kDa. Secara keseluruhan karagenan mengandung 5% fraksi zat dengan bobot molekul lebih kecil dari 100 kDa, seperti disajikan dalam Tabel 2, 3 dan 4. Komponen dengan bobot molekul rendah ini akan mempengaruhi sifat-sifat rumput laut (Phillips 2000).

-OSO

κ

ί

λ

OH

Sifat gel dan pengisi dari jenis-jenis karagenan berbeda beda. Karagenan membentuk gel yang baik dengan adanya ion kalium. Karagenan hanya sedikit pengaruh interaksinya dengan ion Ca2+ yang menghasilkan gel lembut yang elastis, sedangkan NaCl tidak menimbulkan efek perubahan pada sifat-sifat karagenan (Falshave 2003). Dalam proses ekstraksi jaringan selulosa akan mengurangi kecepatan hidrasi, sehingga membutuhkan waktu proses yang lama dan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Adanya selulosa pada produk akhir akan menimbulkan rendahnya kekuatan gel. Partikel selulosa menimbulkan produk dengan bentuk dan gel yang kurang jernih dalam aplikasinya. Karagenan murni harus tidak bau dan tidak berwarna (Phillips 2000), komposisi kimiawi rumput laut disajikan dalam Tabel 2 dan 3, sedangkan jenis mikroorganisme yang ditemukan dalam alga merah ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 2 Komponen-kimiawi penyusun alga merah

Komponen BM (dalam Dalton) %

Ester sulfat 96 3,5 D-Glokusa 176 - D/L-Galaktosa 180 2,5-0,83 D-Manosa 180 - D-as Glukoronat 193 9,5-11 D-as Galakturonat 194 6 1-O-Gliserol- D-α Galaktopiranosida 254 - Galaktosida 266 - 2D as Gliserat α-D -manopiranosida 268 - D- Silosa 390 -

3-O fluoridosida α–D-manopiranosida 415 -

β- karotin 536 utama α- karotin 536 kecil Lutein 568 - Klorofil a 1972 utama Klorofil d 1972 kecil As poliuronat 2005 - Mannan 2928 3,8 Xylen 5850 29-45 Ficosianin 23200 kecil Ficoeritrin 24000 utama Karageenan 100.000-1 Jt 35-80 Sellulosa 2.464 .000 1-9 Sumber: Phillips and Williams (2000); Martinet al. (2000)

Tabel 3 Komponen mineral pada alga merah

Mineral Berat Molekul

Na Mg K Ca Fe Cu Cd Hg Pb I2

Dokumen terkait