2.10.1 Metode Adsorpsi Brunauer-Emmet-Teller (BET)
Teori BET adsorpsi multilayer untuk menentukan luas permukaan (S) dikembangkan oleh Brunauer, Emmet dan Teller. Proses adsorpsi digambarkan sebagai proses lapisan dengan lapisan (Layer-by-layer), permukaan secara energetik dianggap homogen, medan adsorpsi sama dalam setiap tempat permukaan, serta proses adsorpsi dianggap tidak bergerak (setiap molekul yang diadsorpsi pada sisi dasar permukaan). Lapisan pertama molekul yang diadsorpsi memiliki energi interaksi dengan medan adsorps (Ea0) dan interaksi vertikal antara molekul setelah lapisan pertama (EL0) sama terhadap panas liqufaksi adsorbat dan molekul yang diadsorpsi tidak berinteraksi secara menyamping (Roque-Malherbe, 2007).
Prinsip kerja surface area analyzer menggunakan mekanisme adsorpsi gas, umumnya nitrogen, argon dan helium, pada permukaan suatu bahan padat yang akan dikarakterisasi pada suhu konstan biasanya suhu mendidih dari gas tersebut.
Tentunya telah banyak teori dan model perhitungan yang dikembangkan para peneliti untuk mengubah data yang dihasilkan alat ini berupa jumlah gas yang dijerap pada berbagai tekanan dan suhu tertentu (disebut juga isotherm) menjadi data luas permukaan, distribusi pori, volume pori, dan lain sebagainya (Rianto, 2012).
Jumlah lapisan yang diadsorp ditunjukkan dengan persamaan Maron dan Lando. BET digunakan untuk karakterisasi permukaan suatu material yang meliputi luas permukaan/surface area (SA, m2/g), diameter pori (D) dan volume pori (Vpr, cc/g). Teori BET menjelaskan bahwa adsorbsi terjadi di atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isotherm adsorbs BET dapat diaplikasikan untuk adsorbs multilayer.Proses adsorpsi digambarkan sebagai proses lapisan dengan lapisan (Layer-by-layer), permukaan secara energetik dianggap homogen, medan adsorpsi sama dalam setiap tempat permukaan. Proses adsorpsi dianggap tidak bergerak (setiap molekul yang diadsorb pada sisi dasar adsorbs pada permukaan). Lapisan pertama molekul yang diadsorb memiliki energi interaksi dengan medan adsorbs (Ea0) dan interaksi vertical antara molekul setelah lapisan pertama (EL0) sama terhadap panas liqufaksi adsorbat dan molekul yang diadsorb tidak berinteraksi secara menyamping. Model adsorbsi BET digambarkan sebagai berikut (Roque-Malherbe, 2007).
Untuk menerapkan persamaan isotherm BET terhadap data adsorpsi yang diperoleh digunakan persamaan linier berikut:
= ( ) ( ) ⁄
Atau dapat dituliuskan sebagai berikut :
( ) = + ( ) ( )
= tekanan akhir
= tekanan jenuh
= volume gas yang terserap pada tekanan
= volume gas terserap pada monolayer
C = merupakan parameter yang dapat ditentukan dengan cara berikut:
Dengan A adalah konstanta, merupakan panas yang diserap lapisan pertama dan
adalah panas yang dikondensasi dari gas.
Untuk area yang dilewati setiap molekul dalam monolayer dianggap sempurna, dimana untuk nitrogen (N2) = 0,162 nm2 pada 77K dan argon (Ar) = 0,138 nm2 pada 87K (Kanellopoulos, 2011).
2.10.2 Metode Barret-Joyner-Halenda (BJH)
Metode BJH digunakan untuk menentukan distribusi ukuran pori/particle size distribution (PSD). Tekanan relatif awal proses desorpsi dalam metode Barret-Joyner- Halenda (BJH) berlangsung pada range 0,9 < P/Po < 0,95 dan semua pori telah diisi fluida adsorbat. Pada tahap pertama (j=1) dalam proses desorpsi hanya melibatkan pemindahan kondensasi kapiler. Tahap berikutnya melibatkan pemindahan kondensat dari inti pori dan penipisan multilayer dalam pori yang lebih besar (misalnya pori telah siap dikosongkan dari kondesat).
Distribusi ukuran pori Barret-Joyner-Halenda (BJH-PSD) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini.
Ac = area terbuka pori yang kosong (Roque-Malherbe, 2007).
2.10.3 Spektroskopi Difraksi Sinar-X (XRD)
Spektroskopi difraksi sinar-x (X-Ray diffraction / XRD) merupakan salah satu metode karakterisasi material. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkaan ukuran partikel. Difraksi sinar-x terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-x oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar x dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif.
Dasar penggunaan difraksi sinar-x untuk mempelajari kisi Kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg (Cullity, 1978) :
n.λ = 2.d.sin θ ; n =1,2,…
dengan; λ adalah panjang gelombang sinar-x yang digunakan, d adalah jarak antara dua bidang kisi, θ adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal, n adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan.
Berdasarkan persamaan Bragg, ketika seberkas sinar-x menumbuk sampel kristal, maka bidang kristal itu akan mendifraksi sinar-x yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal. Semakin banyak jumlah elektron yang terdapat disekeliling atom pada suatu bidang, makin besar intensitas pantulan yang disebabkan oleh bidang tersebut dan menyebabkan makin jelas spot yang terekam pada film. Dengan menggunakan metoda yang dikenal dengan nama metoda sintesis Fourier, kita dapat menghubungkan intensitas spot dengan kepekatan distribusi elektron yang terdapat dalam unit sel. Dengan mengamati kepekatan distribusi elektron dalam unit sel, kita dapat menduga letak atom dalam unit sel tersebut. Atom akan terletak pada daerah-daerah yang mempunyai kepekatan distribusi elektron maksimum (Bird, 1993).
2.10.4 Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR)
Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) Spectroscopy merupakan metode yang digunakan untuk mengamati interaksi interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik. FTIR adalah alat yang dipergunakan untuk menganalisis secara kuantitatif maupun kualitatif untuk kuantitatif adalah berdasarkan gugus fungsi yang ada dengan menggunakan standar. Pada umumnya sampel yang dianalisis dapat berupa padatan, caran dan gas, masing-masing mempergunakan sel yang berbeda-beda (Stevens, 2011).
Spektroskopi inframerah merupakan metode yang digunakan untuk mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik.Prinsip dasar spektroskopi inframerah yaitu interaksi antara vibrasi atom-atom yant berikatan/gugus fungsi dalam molekul yang mengadsorbsi radiasi gelombang elektromagnetik inframerah.Untuk dapat mengadsorbsi, molekul harus mempunyai perubahan momen dipolsebagai akibat dari vibrasi (Khopkar, 2008).
Terdapat dua macam vibrasi molekul, yaitu vibrasi ulur (stretching) dan vibrasi tekuk (bending). Vibrasi ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Vibrasi tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom atau karena gerakan sebuah gugusan. Contoh liukan (twisting), goyangan (rocking), dan getaran punter (torsional) yang menyangkut perubahan sudut-sudut ikatan dengan acuan seperangkat koordinat yang disusun arbiter dalam molekul.
Hanya vibrasi yang menghasilkan perubahan momen dwi kutub secara berirama saja yang teramati di dalam inframerah (Silverstein et al., 1981).
BAB 3
- Brunauer-Emmett-Teller adsorpmeter
3.2 Bahan