• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Percobaan Pervaporas

4.2.5 Karakterisasi Membran

Karakterisasi membran dilakukan dengan percobaan sorpsi terhadap berbagai jenis membran pada berbagai konsentrasi umpan dan temperatur tetap 60 oC. Di samping uji sorpsi, membran juga dikarakterisasi dengan uji Scanning

Electron Microscopy (SEM). Data-data yang diperoleh dari percobaan sorpsi

adalah data-data berat kering dan berat basah membran. Kemudian data-data tersebut digunakan untuk menentukan derajat pengembangan (degree of swelling).

Umpan Jenis membran (% ___________________________________________________________ w/w M1 M2 M3 M4 M5 M5’ M6 M7 EtOH) 75 0,61 0,74 0,90 0,94 0,94 0,94 0,82 0,61 85 0,56 0,68 0,77 0,82 0,93 0,87 0,67 0,56 90 0,56 0,60 0,68 0,69 0,90 0,87 0,62 0,50 95,6 0,49 0,57 0,67 0,67 0,89 0,86 0,61 0.45 98 0,46 0,54 0,64 0,65 0,82 0,80 0,60 0,39 Derajat pengembangan (degree of swelling) pada masing-masing membran

dapat dilihat dalam tabel 4.3 yang dialurkan dalam gambar 4.19 dan gambar 4.20. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa derajat pengembangan (degree of swelling)

menurun dengan kenaikan konsentrasi umpan dan naik dengan kenaikan komposisi zeolit sampai komposisi zeolit 20 % (w/w) zeolit terhadap berat selulosa asetat (membran M5). Pengembangan (swelling) terjadi oleh karena

molekul-molekul dalam larutan yang berpermeasi berdifusi melalui membran tidak berpori yang bergantung pada ukuran partikel dan sifat material membran (Mulder, 2006).

Gambar 4.19 Hubungan konsentrasi umpan [% (w/w) EtOH] terhadap derajat swelling (Ds) pada berbagai jenis membran

Derajat pengembangan (degree of swelling) membran M5’ (membran M5

yang telah digunakan) mengalami sedikit penurunan yang menunjukkan bahwa adanya sedikit perubahan atau degradasi struktur zeolit dalam membran. Penurunan permeabilitas membran tersebut terjadi akibat dari adanya material yang terakumulasi di dekat, pada, atau dalam membran dengan cara menutupi atau mengecilkan pori dan dengan membentuk lapisan tahanan tambahan (Mulder, 2006). Namun, terhadap performansi membran (fluks permeasi dan selektifitas) menunjukkan kestabilan membran yang mantap seperti dapat dilihat dalam pembahasan tentang fluks permeasi dan selektifitas. Kestabilan ini terjadi akibat dari adanya interaksi yang kuat secara fisika antara polimer dan zeolit pada komposisi optimum seperti yang dijelaskan oleh Kim, et al., (2012) dan Khaidir, dkk, (2012). Dalam penelitian sebelumnya, membran selulosa asetat termodifikasi

zeolit NaY+ masih stabil pada penggunaan kembali setelah disimpan selama

setahun (Nasrun, 2005).

Derajat pengembangan (degree of swelling) pada membran dengan

komposisi zeolit 25 % (w/w) zeolit terhadap berat selulosa asetat (membran M6) dan membran dengan komposisi zeolit 30 % (w/w) zeolit terhadap berat selulosa asetat (membran M7) lebih rendah bila dibandingkan dengan membran M2 [5 % (w/w) zeolit], M3 [10 % (w/w) zeolit], M4 [15 % (w/w) zeolit], dan M5 [20 % (w/w) zeolit]. Derajat pengembangan (degree of swelling) M7 bahkan lebih

rendah bila dibandingkan dengan membran M6 [25 % (w/w) zeolit] dan nilainya relatif sama dengan derajat pengembangan (degree of swelling) pada membran

selulosa asetat tanpa zeolit (membran M1). Penurunan tersebut terjadi akibat dari komposisi campuran zeolit dan polimer yang sudah jauh menyimpang dari komposisi optimum sebagaimana yang dijelaskan oleh Kim, et al., (2012) dan

Khaidir, dkk, (2012).

Di samping itu terlihat bahwa membran yang ditambahkan dengan zeolit memiliki derajat pengembangan (degree of swelling) yang lebih tinggi daripada

membran tanpa zeolit pada konsentrasi umpan yang sama. Hal ini disebabkan oleh sifat fisika zeolit berupa adsorben yang mudah menyerap air (Liang and Ni,

2009). Sementara itu Belokurova, et al, (2008) menjelaskan bahwa pada

komposisi zeolit berlebihan dapat menyebabkan peningkatan sifat plastisasi dari polimer sehingga dapat meningkatkan kristalinitasnya. Peningkatan kristalinitas akan menurunkan derajat pengembangan (degree of swelling) dari membran.

Gambar 4.20 Hubungan komposisi zeolit [% (w/w)] terhadap derajat swelling

(Ds) pada berbagai konsentrasi umpan [% (w/w) etanol]

Polimer selulosa asetat semikristalin mengalami pengembangan (swelling)

akibat sorpsi penetran yang mampu berinteraksi dengan polimer (pada umumnya di bagian amorf) (Mulder, 2006). Berdasarkan data yang sudah dipublikasikan

oleh Belokurova, et al., (2006), Shipovskaya and Timofeeva, (2006), dan

Shipovskaya, et al., (2006) dapat diasumsikan bahwa sifat plastisisasi dan

devitrifikasi serta pengaturan kembali struktur dari unit-unit polimer akan mengakibatkan terbentuknya fase kristalin yang proporsional dan berpengaruh terhadap kapasitas penjerapan oleh polimer. Derajat pengembangan (degree of

swelling) setiap polimer berbeda tergantung pada struktur supermolekul yang

berbeda dari setiap polimer (Burmistrov and Koifman, 2002).

Sifat selulosa asetat yang sangat hidrofilik namun tidak larut dalam air karena adanya sifat kristalin dan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil (-OH) (Sperling, 2006), dapat menyebabkan air dalam umpan terjerap di permukaan membran sehingga terjadinya pengembangan (swelling) membran. Air berdifusi

ke dalam membran menuju sisi permeat (Ito, et al., 1997). Kenaikan komposisi

etanol dalam umpan mengakibatkan penurunan komposisi air sehingga jumlah molekul air yang terjerap oleh membran sedikit yang mengakibatkan penurunan derajat pengembangan (degree of swelling) (Mulder, 2006). Haryadi, dkk, (2006)

telah membuktikan bahwa derajat pengembangan (degree of swelling) menurun

dengan meningkatnya konsentrasi etanol pada penelitian dehidrasi etanol dengan membran poli(vinil alkohol) termodifikasi. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh pemlastisan dari air dan etanol ke dalam membran.

Pada konsentrasi etanol yang rendah, tindakan pemlastisan dari air akan meningkatkan permeasi etanol dengan cara menurunkan energi yang dibutuhkan untuk jalannya difusi etanol ke dalam membran, sehingga berkurangnya faktor pemisahan (Isiklan dan Sanli, 2007). Pada etanol dengan konsentrasi tinggi, pengurangan fraksi berat air dalam umpan, menyebabkan berkurangnya pengembangan pada membran. Dengan demikian, laju permeasi berkurang dan faktor pemisahan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi air dalam umpan. Bila ke dalam polimer selulosa asetat ditambahkan zeolit alam maka zeolit akan terdispersi ke dalam polimer sehingga struktur selulosa asetat akan berubah sebagaimana yang terlihat dalam gambar 4.21 dan 4.22. Zeolit memegang peranan yang sangat penting untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pengaruh yang pertama, zeolit akan memberikan ketahanan yang lebih terhadap membran, sehingga laju permeasinya lebih kecil. Yang kedua, zeolit dapat mengatur sifat hidrofilik atau hidrofobik dari meterial membran (Huang, et al., 2006).

Gambar 4.21 menunjukkan SEM membran M1 berupa membran selulosa

asetat tanpa penambahan zeolit alam. Gambar tersebut menunjukkan bahwa membran rapat dengan sedikit pori yang berukuran 0,07 µm, namun kekuatan membran tidak sekuat membran yang telah ditambah dengan zeolit alam. Terbentuknya membran rapat (dense) adalah akibat dari proses pembuatannya

dengan cara inversi fasa, di mana pada inversi fasa terjadi penguapan pelarut secara alami dalam udara terbuka (Mulder, 2006). Pada saat terjadinya penguapan pelarut itulah terjadi perapatan dari struktur membran.

Gambar 4.21 Scanning Electron Microscopy (SEM) permukaan membran tanpa zeolit

Gambar 4.22 Scanning Electron Microscopy (SEM)

permukaan membran dengan 20 % (w/w) zeolit terhadap selulosa asetat

Mengenai dengan kekuatan membran, tentunya tidak sekuat membran yang ditambahkan dengan zeolit, segaimana dikatakan oleh Huang, et al., (2006) bahwa

zeolit akan memberikan ketahanan yang lebih terhadap membran. Gambar 4.22 menunjukkan SEM membran M5 berupa membran selulosa asetat yang telah

ditambahkan dengan zeolit alam sebanyak 20 % (w/w) terhadap berat selulosa asetat. Gambar tersebut menunjukkan bahwa membran memiliki sedikit pori yang berasal dari zeolit alam karena struktur dari membran yang terbentuk adalah rapat. Di samping itu, kekuatan membran akan bertambah kuat (Ma, et al., 2012).

Matrik membran campuran yang mengandung matrik polimer dan partikel anorganik yang terdispersi memiliki sifat pemisahan yang baik di mana terjadi interaksi antara polimer dan partikel anorganik karena zeolit dapat mengatur sifat hidrofilik atau hidrofobik dari meterial membran (Huang, et al., 2006). Dalam

penelitian ini diduga terjadinya adhesi antara permukaan zeolit anorganik dan polimer organik sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Hudiono, et al., (2010) dan Khosravi, et al., (2012). Berdasarkan beberapa penelitian tersebut

maka diduga bahwa dalam penelitian ini juga terjadi interaksi antara polimer dan zeolit berupa adhesi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan zeolit alam maka performansi membran menjadi bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa pori-pori membran tidak menjadi penghalang dari peningkatan performansi membran karena pemisahan tahap awal pada pervaporasi bukan melalui pori, namun melalui mekanisme difusi-larutan (Mulder, 2006). Sifat kepolaran zeolit menyebabkan zeolit cenderung menyerap senyawa-senyawa polar seperti air dan etanol (Kusakabe, et al., 1996). Oleh karena air lebih polar daripada etanol maka

membran termodifikasi zeolit alam akan cenderung menyerap molekul-molekul air daripada molekul-molekul etanol sehingga mengakibatkan naiknya derajat pengembangan (degree of swelling) sampai komposisi zeolit 20 % (w/w) dari

berat selulosa asetat yang merupakan komposisi optimum penambahan zeolit alam Ujong Pancu terhadap selulosa asetat. Sifat kepolaran air tersebut telah dibuktikan oleh Pendergast, et al., (2012) pada penelitian tentang pemurnian air.

4.3 Pengaruh Penambahan Zeolit Alam Ujong Pancu ke dalam Selulosa

Dokumen terkait