TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Sifat-Sifat Fisik Polimer
Karakteristik membran ditentukan oleh sifat polimer pembentuk membran tersebut. Sifat polimer yang berpengaruh yaitu fleksibilitas rantai, interaksi antar
Membran simetris
(a) Berpori (b) Tak-berpori Membran asimetris
000000000000000000000000000
(c) Berpori (d) Lapisan atas tak-berpori ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
rantai, temperatur transisi gelas (Tg), derajat kristalinitas, volume bebas, polimer
hidrofilik dan hidrofobik (Mulder, 2006 dan Sperling, 2006). 2.2.1 Fleksibilitas Rantai
Fleksibilitas rantai adalah tingkat kemudahan ikatan polimer untuk bergerak berputar. Fleksibilitas atau kelenturan rantai dipengaruhi oleh ikatan pada rantai utama dan jenis gugus samping. Adanya ikatan jenuh (-C-C-) pada rantai utama memungkinkan rantai bergerak dengan bebas (berotasi), sehingga rantai bersifat lentur. Rotasi sulit dilakukan apabila dalam rantai utama terdapat ikatan tak-jenuh seperti (-C=C-) sehingga rantai utama menjadi kaku. Jika rantai utama tersusun atas ikatan jenuh dan tak-jenuh seperti polibutadiena (-C-C=C-C-), rotasi masih mungkin terjadi pada ikatan tunggal (-C-C-). Gugus yang besar seperti heterosiklik dan aromatik akan menurunkan fleksibilitas rantai. Jenis gugus samping ikut mempengaruhi fleksibilitas rantai. Gugus samping yang berukuran sangat kecil seperti atom hidrogen (-H-) tidak berpengaruh banyak terhadap kebebasan berotasi, tetapi untuk gugus samping fenil (-C6H5-) akan menimbulkan
halangan sterik sehingga mengurangi fleksibilitas rantai. 2.2.2 Interaksi antar Rantai
Interaksi antar rantai polimer dapat ditimbulkan oleh ikatan primer atau ikatan sekunder. Ikatan primer membentuk ikatan kovalen yang menghasilkan rangkaian rantai utama yang kuat. Ikatan sekunder terbagi atas tiga golongan, yaitu gaya dipol (debye forces), gaya dispersi (dispersion forces), dan gaya ikatan
hidrogen (hydrogen bonding forces). Nilai rata-rata kekuatan jenis-jenis gaya
tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1. 2.2.3 Temperatur Transisi Gelas (Tg)
Permeabilitas umumnya lebih rendah pada polimer dalam keadaan glassy
(glassy state) daripada dalam keadaan rubbery (rubbery state). Keadaan polimer
transisi gelas (Tg). Pada suhu di bawah Tg, polimer akan bersifat glassy,
sebaliknya pada suhu di atas Tg polimer akan bersifat rubbery (De Angelis, 2012).
Tabel 2.1. Nilai rata-rata kekuatan gaya primer dan sekunder _________________________________________________
Jenis gaya kJ/mol
_________________________________________________ Kovalen 400 Ikatan hidrogen 40 Dipol 20 Dispersi 2 _________________________________________________
Jika polimer non-kristalin (amorf) dipanaskan, polimer dapat berubah dari
keadaan glassy ke keadaan rubbery, batas temperatur keadaan glassy dan
rubbery tersebut disebut temperatur transisi gelas (Tg). Perubahan keadaan
polimer dari keadaan glassy ke rubbery pada temperatur transisi gelas dapat
dilihat pada gambar 2.3 di mana terlihat bahwa penurunan modulus tarik (E)
terhadap kenaikan temperatur relatif sangat kecil, dan menurun drastis pada temperatur Tg.
Gambar 2.3 Modulus tarik sebagai fungsi temperatur Pada keadaan glassy dan rubbery
glassy rubbery
log E
Sifat fisik polimer ditentukan oleh struktur kimianya. Rantai utama yang terdiri dari ikatan jenuh –C-C- (misalnya polimer vinyl) sangat fleksibel karena itu Tg-nya rendah. Jika rantai utama mengandung gugus heterosiklik dan aromatik, Tg meningkat dengan cepat. Gugus samping umumnya menghalangi pergerakan
rantai utama sehingga mengurangi fleksibilitas dan akibatnya menaikkan Tg.
Selain struktur kimia, harga Tg juga dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar rantai
dan derajat kristalinitas.
Makin kuat ikatan antar rantai, energi termal yang dibutuhkan untuk mengatasinya juga makin besar sehingga Tg besar. Dalam kondisi kristalin, rantai-
rantai polimer berada dalam kisi-kisi yang padat dan kaku, sehingga diperlukan temperatur yang tinggi untuk mengubahnya menjadi keadaan rubbery. Dengan
demikian, makin tinggi derajat kristalinitas suatu polimer maka Tg makin besar.
2.2.4 Derajat Kristalinitas
Derajat kristalinitas tergantung pada keteraturan susunan struktur monomer penyusun polimer tersebut. Kristalinitas polimer berpengaruh terhadap sifat mekanik dan permeabilitas polimer. Komponen yang terlarut ke dalam polimer hanya dapat berdifusi melalui struktur amorf. Hal ini terjadi karena bagian
kristalin pada polimer berfungsi sebagai bagian yang memiliki ikatan silang
(crosslink) secara fisik. Ikatan silang menyebabkan berkurangnya kemampuan
polimer untuk melarutkan penetran. Jadi makin tinggi derajat kristalinitas suatu polimer, maka permeabilitasnya makin rendah.
2.2.5 Volume Bebas Polimer
Volume bebas (Vf) secara sederhana didefinisikan sebagai volume yang diperoleh dengan melakukan ekspansi termal dari keadaan awal (molekul-molekul pada temperatur 0 K). Volume bebas merupakan volume polimer yang tidak ditempati oleh molekul polimer itu sendiri dan dinyatakan dengan persamaan: Vf = VT - Vo (2.1)
di mana VTadalah volume polimer yang teramati pada temperatur T sedangkan Vo adalah volume yang ditempati oleh molekul polimer pada 0 K. Fraksi volume bebas (vf) adalah perbandingan antara Vfdan VT.
vf = Vf : VT (2.2) Semakin tinggi volume bebas, semakin banyak ruang bagi molekul untuk bergerak sehingga semakin kecil Tg-nya. Pada temperatur di bawah Tg pada
beberapa polmer, perubahan harga volume bebas dapat dianggap konstan terhadap perubahan temperatur. Namun pada kondisi temperatur di atas Tg, volume bebas
berubah secara linier terhadap temperatur dengan mengikuti persamaan:
Vf = Vf,Tg + ∆α (T - Tg) (2.3) di mana ∆α adalah selisih koefisien pemuaian panas polimer pada suhu di atas Tg
dan di bawah Tg. Pada proses pemisahan fasa cair, penetran masuk ke dalam
membran dengan menempati ruang volume bebas pada polimer. Dengan demikian, banyaknya volume bebas pada polimer merupakan fungsi dari Tg;
semakin besar Tg maka semakin sedikit volume bebas yang ada.
2.2.6 Polimer Hidrofilik dan Hidrofobik
Berdasarkan afinitasnya terhadap air, membran polimr dibagi dua kelas, yaitu hidrofilik dan hidrofobik. Polimer hidrofilik yaitu polimer yang memiliki kemampuan mengikat air, afinitas terhadap air sangat tinggi. Hidrofilik ini terjadi karena adanya gugus di dalam rantai polimer yang mampu berinteraksi dengan molekul air melalui ikatan hidrogen. Sejumlah polimer sangat baik dijadikan bahan pembuat membran, seperti polivinil alkohol, poliakrilat, polivinil asetat, polivinil pirolidin, selulosa asetat, selulosa triasetat, etil selulosa, dan lain-lain. Polimer hidrofobik bersifat sebaliknya, tidak memiliki afinitas terhadap air, contohnya politetraflouroetilen, polivinilidin flourida, polipropilen, polietilen, dan lain-lain. Membran polimer hidrofobik tidak cocok digunakan untuk pemisahan campuran air/senyawa organik. Hal ini disebabkan karena tidak adanya gaya interaksi yang kuat antara membran dengan campuran air/senyawa organik.