• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Performansi Membran Selulosa Asetat Dengan Penambahan Zeolit Alam Ujong Pancu, Kabupaten Aceh Besar Pada Pemisahan Campuran Etanol-Air Secara Pervaporasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peningkatan Performansi Membran Selulosa Asetat Dengan Penambahan Zeolit Alam Ujong Pancu, Kabupaten Aceh Besar Pada Pemisahan Campuran Etanol-Air Secara Pervaporasi"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PERFORMANSI MEMBRAN SELULOSA

ASETAT DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT ALAM UJONG

PANCU, KABUPATEN ACEH BESAR PADA PEMISAHAN

CAMPURAN ETANOL-AIR SECARA PERVAPORASI

DISERTASI

OLEH NASRUN 088103007/KIM

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENINGKATAN PERFORMANSI MEMBRAN SELULOSA

ASETAT DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT ALAM UJONG

PANCU, KABUPATEN ACEH BESAR PADA PEMISAHAN

CAMPURAN ETANOL-AIR SECARA PERVAPORASI

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

OLEH

NASRUN 088103007/KIM

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBARAN PENGESAHAN DISERTASI

Judul Disertasi : PENINGKATAN PERFORMANSI MEMBRAN SELULOSA ASETAT DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT ALAM UJONG PANCU, KABUPATEN ACEH BESAR PADA PEMISAHAN

CAMPURAN ETANOL-AIR SECARA PERVAPORASI

Nama : NASRUN Nomor Pokok : 088103007 Program Studi : Ilmu Kimia

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Promotor

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD

Dr. Ir. Tjahjono Herawan, MSc.

Co-Promotor Co-Promotor Prof. Dr. Tamrin, MSc.

Ketua Program Studi S3 Kimia Dekan FMIPA USU

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD Dr. Sutarman, MSc.

(4)

Promotor

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD Guru Besar Bidang Kimia Polimer

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Co – Promotor

Dr. Ir. Tjahjono Herawan, MSc.

Chemical Engineer

Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Co – Promotor

Prof. Dr. Tamrin, MSc.

Guru Besar Bidang Ilmu Kimia Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(5)

Telah diuji pada tanggal: 11 Juli 2012

Panitia Penguji Disertasi

Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD Anggota : 1. Dr. Ir. Tjahjono Herawan, MSc. 2. Prof. Dr. Tamrin, MSc.

3. Prof. Dr. Harlem Marpaung 4. Eddiyanto, PhD

(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Disertasi ini adalah karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Nasrun

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Cot Seurani, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh pada tanggal 1 Januari 1964. Merupakan anak ke-5 dari 9 bersaudara dari Bapak Ibrahim Abdullah (Alm) dan Ibunda Fatimah Abdullah.

Pendidikan Formal:

 Lulus SD Negeri 2 Muara Batu, Aceh Utara pada tahun 1976.

 Lulus SMP Negeri 1 Gandapura, Bireuen pada tahun 1980.

 Lulus SMA Negeri 1 Bireuen pada tahun 1983.

 Lulus Sarjana Teknik Kimia dari Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh pada tahun 1990.

 Lulus Magister Teknik Kimia dari Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung pada tahun 2004.

Riwayat Pekerjaan:

 Tahun 1998 – 2001 sebagai dosen tetap di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh Utara.

 Tahun 2000 – 2001 sebagai Ketua Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh Utara.

 Tahun 2000 – 2006 sebagai Asisten Ahli dalam mata kuliah Operasi Teknik Kimia II.

 Tahun 2001 diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh yang diperbantukan di Universitas Malikussaleh, Aceh Utara.

 Tahun 2002 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh yang diperbantukan di Universitas Malikussaleh, Aceh Utara.

(8)

 Tahun 2004 – 2009 sebagai Kepala Laboratorium Teknik Kimia di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh Utara.

(9)

PENINGKATAN PERFORMANSI MEMBRAN SELULOSA ASETAT membran (fluks permeasi dan selektifitas membran) pada pemisahan campuran etanol-air secara pervaporasi. Penelitian ini terdiri dari enam tahap yaitu persiapan zeolit alam (termasuk aktivasi), pembuatan membran selulosa asetat, pembuatan membran selulosa asetat yang ditambahkan zeolit alam, karakterisasi membran, dan aplikasi membran sebagai media pemisah campuran etanol-air dengan percobaan pervaporasi serta uji kestabilan membran. Variasi konsentrasi umpan yang dipilih adalah 75; 85; 90; 95,6; dan 98 % (w/w) etanol. Karakterisasi membran dilakukan dengan uji sorpsi pada berbagai konsentrasi umpan dan temperatur operasi 60 oC serta uji Scanning Electron Microscopy (SEM).

Fluks permeasi dan selektifitas membran ditentukan oleh mekanisme perpindahan massa melalui membran tersebut. Pervaporasi dilakukan dengan membran selulosa asetat dense berbentuk film tipis yang dibuat dengan metoda inversi fasa

melalui penguapan pelarut. Pervaporasi dilakukan secara kontinyu di mana umpan disirkulasikan secara terus menerus pada temperatur operasi 60 oC dan tekanan

downstream 0,5 mbar. Membran selulosa asetat tanpa zeolit dan selulosa asetat % (w/w) etanol serta temperatur operasi 60 oC. Fluks permeasi air pada kondisi tersebut adalah 0,79 kg/m2.jam dan fluks permeasi total 0,84 kg/m2.jam. Sebagai pengetahuan terbaik bagi penulis, ini adalah laporan pertama tentang membran zeolit alam dengan rasio Si/Al = 3,3 setelah aktivasi.

(10)

IMPROVED THE PERFORMANCE OF CELLULOSE ACETATE MEMBRANE BY ADDITING NATURAL ZEOLITE OF UJONG PANCU,

KABUPATEN ACEH BESAR ON THE SEPARATION OF ETHANOL-WATER MIXTURE BY PERVAPORATION

ABSTRACT

The aim of this research is to study the influence of modification of cellulose acetate membranes by additing natural zeolite of Ujong Pancu towards the membrane performances (permeation flux and selectivity of the membrane) on the feed concentration selected was 75; 85; 90; 95.6, and 98 wt % ethanol. Membrane characterization tests was carried out by sorption on a variety of feed concentration and operating temperature of 60 °C and the test of Scanning Electron Microscopy (SEM). Membrane permeation flux and selectivity is determined by the mechanism of mass transfer through the membrane. Pervaporation done with thin film cellulose acetate dense membran produced with the phase inversion method through solvent evaporation. Pervaporation conducted continuously where the feed was continuously circulated at 60 °C operating temperature and downstream pressure 0.5 mbar. Cellulose acetate membrane without zeolite and cellulose acetate membranes with the addition of natural zeolites have been produced and the performance has been investigated. Both type of the membranes have high selectivity to water. Modification of cellulose acetate membranes with natural zeolite affect the performance of the membrane where permeation flux and selectivity of the membrane increased on ethanol-water mixture separation by pervaporation. The addition of zeolite showed the optimum result at the composition of 20 wt % zeolite to the weight of cellulose acetate. In addition, it appears that the membrane is stable at the same operating conditions. Hydrophilic properties of cellulose acetate and the polarity of zeolite membranes has led to a tendency to absorb water molecules compared to ethanol, thus it is able to increase the ethanol concentration from 95.6 wt % to be 99.8 wt %. The highest selectivity of the membrane that can be achieved in this study is 843, obtained by additing 20 wt % zeolite to cellulose acetate membrane and the concentration of the feed 98 wt % ethanol and 60 °C operating temperature. Permeation flux of water at these conditions was 0.79 kg/m2.h and total permeation flux was 0.84 kg/m2.jam. To the best knowledge of the author, this is the first report about natural zeolite membrane with ratio of Si/Al = 3,3 after activated.

(11)
(12)

5. Ananda tersayang, Maghfirah Anastamia Mariska dan Salsabila Anastamia Marshanda adalah pemicu motivasi penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

6. Ayahanda Ibrahim Abdullah (Alm) dan ibunda Fatimah Abdullah yang telah membesarkan dan memberikan kasih sayang yang tak terhingga baik moril maupun materil kepada penulis.

7. Ayah mertua M. Yunus Hasyim (Alm) dan ibu mertua Nurmala Budiman (Almh) yang selalu menyayangi penulis selama penulis hidup bersama mereka.

8. Meriatna, ST, MT, selaku Kepala Laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh yang telah memberikan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian.

9. Prof. Perdamean Sebayang, Laboratorium Fisika LIPI, dan Bapak Juju Jumbawan, staf Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi dan Kelautan (PPPGL) yang telah membantu penulis dalam analisa EDS

dan SEM.

Semoga Allah SWT menerima amal dan selalu melimpahkan rahmatNya kepada kita semua.

Medan, Juli 2012

(13)
(14)
(15)

4.1 Preparasi dan Karakteristik Zeolit Sebagai Pengisi Membran 39

4.2 Percobaan Pervaporasi 42

4.2.1 Fluks Permeasi 43

4.2.2 Pengaruh Derajat Pengembangan (Degree of Swelling), (Ds) terhadap Fluks Permeasi Total (J) 47

4.2.3 Selektifitas Membran 50

4.2.4 Pengaruh Derajat Pengembangan (Degree of Swelling), (Ds) terhadap Selektifitas Membran (α) 55

4.2.5 Karakterisasi Membran 56

4.3 Pengaruh Penambahan Zeolit Alam Ujong Pancu ke dalam Selulosa Asetat terhadap Performansi Membran 63

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 66

5.1 Kesimpulan 66

5.2 Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 68

(16)
(17)

B.20 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M4 85

B.21 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M5 85

B.22 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M5’ 85

B.23 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M6 86

B.24 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M7 86

C.1 Komposisi dope bila larutan total = 50 g dan massa CA = 7,5 g 87

C.2 Tebal rata-rata membran 88

(18)

DAFTAR GAMBAR

2.9 Skema pervaporasi (a) dengan tekanan vakum pada sisi downstream dan (b) dengan gas pembawa inert 25

4.5 Fluks permeasi air vs konsentrasi umpan pada membran M1, M2, M3, dan M4 43

4.6 Fluks permeasi air vs konsentrasi umpan pada membran M5, M5’, M6, dan M7 44

4.7 Fluks permeasi total vs konsentrasi umpan pada membran M1, M2, dan M3 45

4.8 Fluks permeasi total vs konsentrasi umpan pada membran M4, M5, dan M5’ 46

4.9 Fluks permeasi total vs konsentrasi umpan pada membran M6 dan M7 46

(19)

4.11 Selektifitas membran dengan 5 % (w/w) zeolit (M2) 50

4.12 Selektifitas membran dengan 10 % (w/w) zeolit (M3) 51

4.13 Selektifitas membran dengan 15 % (w/w) zeolit (M4) 51

4.14 Selektifitas membran dengan 20 % (w/w) zeolit (M5) dan (M5’) 51

4.15 Selektifitas membran dengan 25 % (w/w) zeolit (M6) 52

4.16 Selektifitas membran dengan 30 % (w/w) zeolit (M7) 52

4.17 Pengaruh ketebalan membran terhadap selektifitas pada umpan 75, 85, dan 90 % (w/w) EtOH 54

4.18 Pengaruh ketebalan membran terhadap selektifitas pada umpan 95,6 dan 98 % (w/w) EtOH 54

4.19 Hubungan konsentrasi umpan [% (w/w) EtOH] terhadap derajat swelling (Ds) pada berbagai jenis membran 57

4.20 Hubungan komposisi zeolit [% (w/w)] terhadap derajat swelling (Ds) pada berbagai konsentrasi umpan [% (w/w) etanol] 59

4.21 Scanning Electron Microscopy (SEM) permukaan membran tanpa zeolit 61 4.22 Scanning Electron Microscopy (SEM) permukaan membran dengan 20 % (w/w) zeolit terhadap selulosa asetat 61

A.1 Kurva kalibrasi kromatografi gas 76

C.1 Waktu tunak membran M1 dengan umpan 75 % (w/w) EtOH 90

E.1 Furnace sebagai alat aktivasi zeolit 96

E.2 Larutan selulosa asetat dengan zeolit 96

E.3 Larutan selulosa asetat tanpa zeolit 97

E.4 Pembuatan lembaran membran dengan metode inversi fasa 97

E.5 Membran selulosa asetat tanpa zeolit (A) dan membran selulosa asetat dengan 20 % (w/w) zeolit (B) 98

E.6 Instalasi sistem percobaan pervaporasi 98

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

A KALIBRASI KROMATOGRAFI GAS 75

A.1 Kalibrasi Kromatografi Gas (GC) terhadap Campuran Etanol-Air 75

B DATA PERCOBAAN 77

B.1 Pengukuran Tebal Membran 77

B.2 Analisa Kromatografi Gas 78

B.3 Percobaan Sorpsi 81

B.4 Berat Permeat pada Aplikasi Berbagai Jenis Membran dan Konsentrasi 84 C PERHITUNGAN 87

C.1 Komposisi Dope 87

C.2 Tebal Membran 88

C.3 Selektifitas Membran (α) 88

C.4 Fluks Permeasi (J) 89

C.5 Permeabilitas Membran (P) 90

C.6 Derajat Swelling Membran (Ds) 91

C.7 Konsentrasi Etanol yang Dihasilkan 91

D HASIL PERHITUNGAN 94

D.1 Hasil Perhitungan pada Pervaporasi 94

E FOTO PERALATAN PERCOBAAN 96

(21)

DAFTAR SINGKATAN

CA Cellulose Acetate

EDS Energy Dispersive Spectroscopy EtOH Etanol

GC Gas Chromatography HP High Pure

LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia M1 Membran selulosa asetat tanpa zeolit

M2 Membran selulosa asetat dengan 5 % w/w zeolit M3 Membran selulosa asetat dengan 10 % w/w zeolit M4 Membran selulosa asetat dengan 15 % w/w zeolit M5 Membran selulosa asetat dengan 20 % w/w zeolit M5’ Membran M5 yang diuji kestabilannya

M6 Membran selulosa asetat dengan 25 % w/w zeolit M7 Membran selulosa asetat dengan 30 % w/w zeolit PA Poliamida

PPPGL Pusat Penelitian Pengembangan Geologi Kelautan PVA Poli (vinil alkohol)

RO Reverse Osmosis

(22)
(23)
(24)

x tebal membran (m) 23 y bilangan tertentu 16

γ koefisien keaktifan 24

γ1 koefisien keaktifan pada sisi upstream 24

γ2 koefisien keaktifan pada sisi downstream 24

(25)
(26)

PENINGKATAN PERFORMANSI MEMBRAN SELULOSA ASETAT membran (fluks permeasi dan selektifitas membran) pada pemisahan campuran etanol-air secara pervaporasi. Penelitian ini terdiri dari enam tahap yaitu persiapan zeolit alam (termasuk aktivasi), pembuatan membran selulosa asetat, pembuatan membran selulosa asetat yang ditambahkan zeolit alam, karakterisasi membran, dan aplikasi membran sebagai media pemisah campuran etanol-air dengan percobaan pervaporasi serta uji kestabilan membran. Variasi konsentrasi umpan yang dipilih adalah 75; 85; 90; 95,6; dan 98 % (w/w) etanol. Karakterisasi membran dilakukan dengan uji sorpsi pada berbagai konsentrasi umpan dan temperatur operasi 60 oC serta uji Scanning Electron Microscopy (SEM).

Fluks permeasi dan selektifitas membran ditentukan oleh mekanisme perpindahan massa melalui membran tersebut. Pervaporasi dilakukan dengan membran selulosa asetat dense berbentuk film tipis yang dibuat dengan metoda inversi fasa

melalui penguapan pelarut. Pervaporasi dilakukan secara kontinyu di mana umpan disirkulasikan secara terus menerus pada temperatur operasi 60 oC dan tekanan

downstream 0,5 mbar. Membran selulosa asetat tanpa zeolit dan selulosa asetat % (w/w) etanol serta temperatur operasi 60 oC. Fluks permeasi air pada kondisi tersebut adalah 0,79 kg/m2.jam dan fluks permeasi total 0,84 kg/m2.jam. Sebagai pengetahuan terbaik bagi penulis, ini adalah laporan pertama tentang membran zeolit alam dengan rasio Si/Al = 3,3 setelah aktivasi.

(27)

IMPROVED THE PERFORMANCE OF CELLULOSE ACETATE MEMBRANE BY ADDITING NATURAL ZEOLITE OF UJONG PANCU,

KABUPATEN ACEH BESAR ON THE SEPARATION OF ETHANOL-WATER MIXTURE BY PERVAPORATION

ABSTRACT

The aim of this research is to study the influence of modification of cellulose acetate membranes by additing natural zeolite of Ujong Pancu towards the membrane performances (permeation flux and selectivity of the membrane) on the feed concentration selected was 75; 85; 90; 95.6, and 98 wt % ethanol. Membrane characterization tests was carried out by sorption on a variety of feed concentration and operating temperature of 60 °C and the test of Scanning Electron Microscopy (SEM). Membrane permeation flux and selectivity is determined by the mechanism of mass transfer through the membrane. Pervaporation done with thin film cellulose acetate dense membran produced with the phase inversion method through solvent evaporation. Pervaporation conducted continuously where the feed was continuously circulated at 60 °C operating temperature and downstream pressure 0.5 mbar. Cellulose acetate membrane without zeolite and cellulose acetate membranes with the addition of natural zeolites have been produced and the performance has been investigated. Both type of the membranes have high selectivity to water. Modification of cellulose acetate membranes with natural zeolite affect the performance of the membrane where permeation flux and selectivity of the membrane increased on ethanol-water mixture separation by pervaporation. The addition of zeolite showed the optimum result at the composition of 20 wt % zeolite to the weight of cellulose acetate. In addition, it appears that the membrane is stable at the same operating conditions. Hydrophilic properties of cellulose acetate and the polarity of zeolite membranes has led to a tendency to absorb water molecules compared to ethanol, thus it is able to increase the ethanol concentration from 95.6 wt % to be 99.8 wt %. The highest selectivity of the membrane that can be achieved in this study is 843, obtained by additing 20 wt % zeolite to cellulose acetate membrane and the concentration of the feed 98 wt % ethanol and 60 °C operating temperature. Permeation flux of water at these conditions was 0.79 kg/m2.h and total permeation flux was 0.84 kg/m2.jam. To the best knowledge of the author, this is the first report about natural zeolite membrane with ratio of Si/Al = 3,3 after activated.

(28)

BAB 1 yang mahal. Oleh karena itu perlu mencari alternatif yang lebih murah dan aman.

(29)

dilakukan dengan perolehan faktor pemisahannya 20 pada 373 K sampai 40 pada 348 K. Membran zeolit MFI tersebut adalah membran yang berasal dari zeolit komersial yang tinggi dengan kadar Si di mana sebelumnya telah mengalami kalsinasi pada 773 K (Kuhn, et al., 2009). Keberhasilan pemisahan secara

pervaporasi ditentukan oleh selektifitas membran. Hasil yang diharapkan adalah selektifitas tinggi dan fluks yang tidak terlalu rendah. Fluks permeasi dan selektifitas membran yang baik dipengaruhi oleh sifat-sifat membran yang digunakan. Oleh karena itu, untuk memperoleh sifat membran yang menghasilkan fluks dan selektifitas yang baik perlu dilakukan penelitian dengan memodifikasi material membran yang digunakan pada pervaporasi.

Selulosa asetat telah digunakan secara luas dalam industri tekstil dan polimer (Cao, et al., 2006). Salah satu derivat selulosa yang dapat digunakan

dalam industri adalah selulosa asetat yang dapat digunakan untuk produksi membran untuk proses pemisahan seperti reverse osmosis, hemodialisis, dan

pemurnian bahan baku obat-obatan (Meireles, et al., 2008). Membran selulosa

asetat mudah mengalami pembengkakan (swelling) karena selulosa asetat mudah

terdispersi ke dalam penetran. Saat ini pengembangan membran komposit selulosa asetat untuk aplikasi proses membran dengan gaya dorong tekanan mulai dirintis (Terrazas, et al., 2005). Selulosa adalah serat alami sempurna yang memiliki

sifat mekanik lebih bagus dibandingkan dua komponen utama lainnya (Moran,

et al., 2008). Filem selulosa diasetat diperolah dengan moulding campuran

tetrakloroetana dan asam asetat dengan rasio 1 : 2 (Belokurova, et al., 2007).

Bila zeolit ditambahkan terhadap polimer selulosa asetat maka zeolit akan terdispersi ke dalam polimer selulosa asetat sehingga struktur selulosa asetat akan berubah. Zeolit bersifat polar sehingga cenderung menyerap senyawa-senyawa polar seperti air dan etanol (Nasrun, 2005). Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan zeolit alam Malang ke dalam membran selulosa asetat (CA) dapat meningkatkan fluks sebesar 1,35 – 1,4 kali dan selektifitas sebesar 3,5 – 8,2 kali dibandingkan dengan membran CA homogen (Permata, 2009).

Membran zeolit jenis silicalite-1 telah dibuat dengan metoda hidrotermal

(30)

toluen (Teng, et al., 2011). Membran zeolit dengan kadar silika tinggi yang

dikalsinasi telah dibuat dalam skala industri untuk aplikasi dehidrasi larutan

N-methyl pyrrolidone (NMP) dengan pervaporasi dimana zeolit yang digunakan

dengan rasio Si/Al = 8. Hasilnya menunjukkan bahwa membran zeolit dengan kadar silika tinggi dapat diaplikasikan pada dehidrasi larutan NMP dengan kadar

air tinggi dalam umpan (Sato, et al., 2012). Membran silika hidrophobik telah

dibuat di atas suatu pendukung alumina berpori dengan lapisan dalam γ-alumina dengan metoda sol–gel menggunakan tetraethoxysilane dan phenyltriethoxysilane

Membran tersebut digunakan untuk recovery senyawa-senyawa organik dengan

pervaporasi (Araki, et al., 2011).

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut maka penelitian ini akan diteliti hal sebaliknya di mana digunakan zeolit alam dengan rasio Si/Al yang rendah

(31)

Unjuk kerja keberhasilan proses pemisahan secara pervaporasi adalah fluks dan selektifitas pemisahan. Faktor pemilihan dan pembuatan membran perlu diperhatikan agar diperoleh unjuk kerja optimum. Membran yang digunakan pada pemisahan campuran etanol-air harus memiliki sifat afinitas terhadap air (hidrofilik) dan selektifitas serta permeabilitas tinggi. Salah satu membran polimer yang baik untuk pemisahan campuran etanol-air adalah selulosa asetat. Selulosa asetat memiliki sifat hidrofilik sehingga selektif terhadap air. Sifat hidrofilik disebabkan adanya gugus aktif –OH yang akan berinteraksi dengan molekul air melalui ikatan hidrogen.

Membran selulosa asetat mudah mengalami pembengkakan (swelling)

karena selulosa asetat mudah terdispersi ke dalam penetran. Swelling yang

berlebihan akan mengurangi selektifitas membran terhadap air sehingga perlu dilakukan modifikasi membran agar dapat menaikkan laju perpindahan selektif terhadap air. Zeolit bersifat polar sehingga dapat dijadikan adsorben dimana molekul-molekul polar diserap lebih kuat dari pada molekul-molekul non-polar. Dalam penelitian ini akan dilakukan modifikasi membran selulosa asetat dengan penambahan zeolit alam Ujong Pancu, Kebupaten Aceh Besar di mana dengan rasio Si/Al yang rendah diharapkan lebih mudah dibentuk sebagai pengisi membran sehingga dapat meningkatkan performansi membran. Oleh karena itu, yang menjadi permasalahannya adalah:

1. Apakah zeolit alam Ujong Pancu yang ditambahkan ke dalam membran selulosa asetat dapat meningkatkan performansi membran.

2. Berapakah komposisi optimum zeolit alam Ujong Pancu yang ditambahkan terhadap selulosa asetat sehingga dapat meningkatkan performansi membran.

(32)

1.3 Hipotesis

1. Zeolit alam Ujong Pancu yang ditambahkan ke dalam membran selulosa asetat dapat meningkatkan performansi membran karena sifat selektivitas yang dimilikinya.

2. Membran yang diperoleh setelah ditambahkan dengan zeolit akan mempunyai kestabilan yang relatif baik terhadap performansinya dan terhadap ketahanan fisik dan mekaniknya karena sifat-sifat fisika dan kimia yang dimiliki zeolit.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan maka penelitian ini mempunyai tujuan umum untuk mempelajari pengaruh modifikasi membran selulosa asetat dengan penambahan zeolit alam Ujong Pancu terhadap unjuk kerja membran (fluks permeasi dan selektifitas membran) pada pemisahan campuran etanol-air secara pervaporasi dan tujuan khususnya untuk mempelajari pengaruh komposisi zeolit dalam membran terhadap fluks permeasi dan selektifitas membran serta mendapatkan komposisi optimumnya.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain adalah dapat menghasilkan material baru dalam teknologi membran dengan memanfaatkan sumber daya alam Aceh pada umumnya dan Ujong Pancu, Kabupaten Aceh Besar pada khususnya.

(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Proses membran adalah proses pemisahan pada tingkat molekuler atau partikel yang sangat kecil. Proses pemisahan dengan membran dimungkinkan karena membran mempunyai kemampuan memindahkan salah satu komponen lebih cepat daripada komponen lain berdasarkan perbedaan sifat fisik dan kimia dari membran serta komponen yang dipisahkan. Perpindahan dapat terjadi oleh adanya gaya dorong (driving force) dalam umpan yang berupa beda tekanan (P),

beda konsentrasi (C), beda potensial listrik (E), dan beda temperatur (T) serta selektifitas membran yang dinyatakan dengan rejeksi (R). Gambar 2.1 memperlihatkan skema proses pemisahan dengan membran (Mulder, 2006).

Gambar 2.1 Skema pemisahan dengan membran

Teknologi membran memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan proses lain, antara lain:

1. pemisahan dapat dilakukan secara kontinu; 2. konsumsi energi umumnya relatif lebih rendah;

3. proses membran dapat mudah digabungkan dengan proses pemisahan lainnya (hybrid processing);

4. pemisahan dapat dilakukan dalam kondisi yang mudah diciptakan; 5. mudah dalam scale up;

fasa 1 membran fasa 2

umpan permeat

driving force

(34)

6. tidak perlu adanya bahan tambahan; dan

7. material membran bervariasi sehingga mudah diadaptasikan pemakaiannya. Kekurangan teknologi membran antara lain fluks permeasi dan selektifitas membran pada umumnya terjadi fenomena bahwa fluks permeasi berbanding terbalik dengan selektifitas membran. Semakin tinggi fluks permeasi seringkali

berakibat menurunnya selektifitas membran dan sebaliknya. Sedangkan hal yang diinginkan dalam proses berbasiskan membran adalah mempertinggi fluks permeasi dan selektifitas membran.

2.1 Membran dan Klasifikasinya

Secara umum membran didefinisikan sebagai selaput tipis semi-permeabel yang bersifat selektif terhadap komponen tertentu dalam suatu campuran. Proses pemisahan dengan membran yang telah dikembangkan hingga kini adalah mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, osmosa balik, dialisis, elektrodialisis, pemisahan gas, dan pervaporasi (Mulder, 2006).

Membran dapat diklasifikasikan dalam berbagai kategori yaitu membran alami atau sintetis, dari bahan organik atau anorganik, berukuran tipis (simetris) atau tebal (asimetris), dan berpori (porous membrane) atau tidak berpori (dense

membrane). Berdasarkan asalnya, membran dapat dibagi atas membran alami dan

(35)

ke bagian bawah. Ketebalan lapisan tipisnya adalah 0,1 – 0,5 μm dan lapisan pendukungnya 50 – 150 μm.

Membran digolongkan dua kelompok, berdasarkan ada tidaknya pori yaitu membran berpori (porous membrane) dan membran tidak berpori (dense

polieterurea, polifelilene oksida, polifenilen bibenzimidazol, dan sebagainya.

Membran komposit film tipis terbuat dari berbagai bahan polimer untuk substratnya ditambah polimer lapisan fungsional di atasnya.

Gambar 2.2 Membran berdasarkan strukturnya

2.2 Sifat-Sifat Fisik Polimer

(36)

rantai, temperatur transisi gelas (Tg), derajat kristalinitas, volume bebas, polimer

hidrofilik dan hidrofobik (Mulder, 2006 dan Sperling, 2006).

2.2.1 Fleksibilitas Rantai

Fleksibilitas rantai adalah tingkat kemudahan ikatan polimer untuk bergerak berputar. Fleksibilitas atau kelenturan rantai dipengaruhi oleh ikatan pada rantai utama dan jenis gugus samping. Adanya ikatan jenuh (-C-C-) pada rantai utama memungkinkan rantai bergerak dengan bebas (berotasi), sehingga rantai bersifat lentur. Rotasi sulit dilakukan apabila dalam rantai utama terdapat ikatan tak-jenuh seperti (-C=C-) sehingga rantai utama menjadi kaku. Jika rantai utama tersusun atas ikatan jenuh dan tak-jenuh seperti polibutadiena (-C-C=C-C-), rotasi masih mungkin terjadi pada ikatan tunggal (-C-C-). Gugus yang besar seperti heterosiklik dan aromatik akan menurunkan fleksibilitas rantai. Jenis gugus samping ikut mempengaruhi fleksibilitas rantai. Gugus samping yang berukuran sangat kecil seperti atom hidrogen (-H-) tidak berpengaruh banyak terhadap kebebasan berotasi, tetapi untuk gugus samping fenil (-C6H5-) akan menimbulkan

halangan sterik sehingga mengurangi fleksibilitas rantai.

2.2.2 Interaksi antar Rantai

Interaksi antar rantai polimer dapat ditimbulkan oleh ikatan primer atau ikatan sekunder. Ikatan primer membentuk ikatan kovalen yang menghasilkan rangkaian rantai utama yang kuat. Ikatan sekunder terbagi atas tiga golongan, yaitu gaya dipol (debye forces), gaya dispersi (dispersion forces), dan gaya ikatan

hidrogen (hydrogen bonding forces). Nilai rata-rata kekuatan jenis-jenis gaya

tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1. 2.2.3 Temperatur Transisi Gelas (Tg)

Permeabilitas umumnya lebih rendah pada polimer dalam keadaan glassy

(glassy state) daripada dalam keadaan rubbery (rubbery state). Keadaan polimer

(37)

transisi gelas (Tg). Pada suhu di bawah Tg, polimer akan bersifat glassy,

sebaliknya pada suhu di atas Tg polimer akan bersifat rubbery (De Angelis, 2012).

Tabel 2.1. Nilai rata-rata kekuatan gaya primer dan sekunder _________________________________________________

Jenis gaya kJ/mol

_________________________________________________ Kovalen 400

Ikatan hidrogen 40 Dipol 20 Dispersi 2

_________________________________________________

Jika polimer non-kristalin (amorf) dipanaskan, polimer dapat berubah dari

keadaan glassy ke keadaan rubbery, batas temperatur keadaan glassy dan

rubbery tersebut disebut temperatur transisi gelas (Tg). Perubahan keadaan

polimer dari keadaan glassy ke rubbery pada temperatur transisi gelas dapat

dilihat pada gambar 2.3 di mana terlihat bahwa penurunan modulus tarik (E)

terhadap kenaikan temperatur relatif sangat kecil, dan menurun drastis pada temperatur Tg.

Gambar 2.3 Modulus tarik sebagai fungsi temperatur Pada keadaan glassy dan rubbery

glassy rubbery

log E

(38)

Sifat fisik polimer ditentukan oleh struktur kimianya. Rantai utama yang terdiri dari ikatan jenuh –C-C- (misalnya polimer vinyl) sangat fleksibel karena itu Tg-nya rendah. Jika rantai utama mengandung gugus heterosiklik dan aromatik, Tg meningkat dengan cepat. Gugus samping umumnya menghalangi pergerakan

rantai utama sehingga mengurangi fleksibilitas dan akibatnya menaikkan Tg.

Selain struktur kimia, harga Tg juga dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar rantai

dan derajat kristalinitas.

Makin kuat ikatan antar rantai, energi termal yang dibutuhkan untuk mengatasinya juga makin besar sehingga Tg besar. Dalam kondisi kristalin,

rantai-rantai polimer berada dalam kisi-kisi yang padat dan kaku, sehingga diperlukan temperatur yang tinggi untuk mengubahnya menjadi keadaan rubbery. Dengan

demikian, makin tinggi derajat kristalinitas suatu polimer maka Tg makin besar.

2.2.4 Derajat Kristalinitas

Derajat kristalinitas tergantung pada keteraturan susunan struktur monomer penyusun polimer tersebut. Kristalinitas polimer berpengaruh terhadap sifat mekanik dan permeabilitas polimer. Komponen yang terlarut ke dalam polimer hanya dapat berdifusi melalui struktur amorf. Hal ini terjadi karena bagian

kristalin pada polimer berfungsi sebagai bagian yang memiliki ikatan silang

(crosslink) secara fisik. Ikatan silang menyebabkan berkurangnya kemampuan

polimer untuk melarutkan penetran. Jadi makin tinggi derajat kristalinitas suatu polimer, maka permeabilitasnya makin rendah.

2.2.5 Volume Bebas Polimer

Volume bebas (Vf) secara sederhana didefinisikan sebagai volume yang diperoleh dengan melakukan ekspansi termal dari keadaan awal (molekul-molekul pada temperatur 0 K). Volume bebas merupakan volume polimer yang tidak ditempati oleh molekul polimer itu sendiri dan dinyatakan dengan persamaan:

(39)

di mana VTadalah volume polimer yang teramati pada temperatur T sedangkan Vo adalah volume yang ditempati oleh molekul polimer pada 0 K. Fraksi volume bebas (vf) adalah perbandingan antara Vfdan VT.

vf = Vf : VT (2.2)

Semakin tinggi volume bebas, semakin banyak ruang bagi molekul untuk bergerak sehingga semakin kecil Tg-nya. Pada temperatur di bawah Tg pada

beberapa polmer, perubahan harga volume bebas dapat dianggap konstan terhadap perubahan temperatur. Namun pada kondisi temperatur di atas Tg, volume bebas

berubah secara linier terhadap temperatur dengan mengikuti persamaan:

Vf = Vf,Tg + ∆α (T - Tg) (2.3)

di mana ∆α adalah selisih koefisien pemuaian panas polimer pada suhu di atas Tg

dan di bawah Tg. Pada proses pemisahan fasa cair, penetran masuk ke dalam

membran dengan menempati ruang volume bebas pada polimer. Dengan demikian, banyaknya volume bebas pada polimer merupakan fungsi dari Tg;

semakin besar Tg maka semakin sedikit volume bebas yang ada.

2.2.6 Polimer Hidrofilik dan Hidrofobik

(40)

2.3 Pembuatan Membran Polimer

fasa, proses sol-gel, dan vapour deposition. Pembuatan membran tidak berpori

dapat dilakukan dengan teknik inversi fasa dan solution coating (Mulder, 2006).

Inversi fasa adalah suatu proses dimana polimer ditransformasi dari fasa cair ke fasa padat melalui mekanisme pengontrolan tertentu. Proses perubahan fasa ini sangat sering diawali dengan transisi fasa cairan pembentuk membran dari satu fasa cairan menjadi dua fasa cairan (liquid-liquid demixing). Pada tahap tertentu

selama proses demixing, salah satu fasa cairan mengalami pembekuan sehingga

fasa padat terbentuk. Dengan mengendalikan tahap awal perubahan fasa, maka morfologi membran dapat dikendalikan.

Beberapa teknik pembuatan membran yang mengikuti konsep inversi fasa adalah presipitasi melalui penguapan pelarut, presipitasi melalui fasa uap, presipitasi melalui pengontrolan penguapan, presipitasi termik, dan presipitasi dengan cara immersion. Teknik yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah

presipitasi melalui penguapan pelarut.

2.3.1 Presipitasi melalui Penguapan Pelarut

Teknik ini paling mudah dilakukan dibandingkan dengan teknik lainnya. Polimer dilarutkan dalam pelarut dan larutan polimer yang terbentuk di-casting di

atas support (glass plate atau nonwoven polyester “porous” atau penyangga yang

tidak berpori seperti logam, glass, teflon, PMMA). Pelarut diuapkan pada atmosfir

inert (N2) agar tidak terjadi penyerapan air, sehingga membran homogen tidak

(41)

2.4 Membran untuk Pemisahan Campuran Etanol-Air

Proses pemisahan campuran etanol-air pada umumnya membutuhkan membran yang tidak berpori (dense membrane). Pemilihan material membran

(42)

lainnya adalah derajat polimerisasinya dengan nilai optimum antara 100 – 200 atau 100 – 300, yang akan menghasilkan berat molekul sekitar 25.000 – 80.000. Keuntungan selulosa asetat dan derivatnya sebagai material membran: 1. Bersifat hidrofilik.

2. Membran selulosa asetat relatif mudah dibuat. 3. Dari sumber yang dapat diperbaharui.

Di samping keuntungan-keuntungan tersebut, kerugian membran selulosa asetat, diantaranya adalah:

1. Mengalami kompaksi atau fenomena memadat yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan material lainnya, yaitu secara bertahap akan kehilangan sifat-sifat membran (khususnya fluks permeasi).

2. Sangat mudah mengalami biodegradasi.

Membran ultrafiltrasi dibuat dengan mencetak polimer selulosa asetat sebagai lembaran tipis. Bila membrannya anisotropik, ada kulit tipis rapat dan pengemban berpori. Membran selulosa asetat mempunyai sifat pemisahan yang bagus namun dapat dirusak oleh bakteri dan zat kimia, serta rentan pH.

Gambar 2.4 Struktur kimia selulosa asetat 2.6 Zeolit

Membran polimer dapat dimodifikasi dengan menambahkan zat aditif seperti zeolit. Zeolit adalah senyawa yang tersusun dari senyawa silika (SiO2) dan

alumina (Al2O3) sebagai komponen utama. Gabungan senyawa ini disebut

(43)

aluminosilikat. Silikon dan ion aluminium pada aluminosilikat ini mempunyai struktur tetrahedral dengan empat atom oksigen yang mengelilinginya.

Muatan negatif pada struktur aluminosilikat yang disebabkan oleh substitusi

isomorf silikon oleh aluminium dinetralisasi oleh kation seperti kalsium, natrium,

Zeolit berbentuk padatan kristalin mikropori yang berongga dan beralur serta mempunyai ukuran pori 3 sampai 10 Å yang disebut saringan molekuler (Liang and Ni, 2009). Ukuran pori tergantung pada jenis kation yang menetralisasinya. Kation-kation Ca2+, Na+, dan K+ masing-masing memberikan

ukuran 4,3 Å (tipe 5A), 3,8 Å (tipe 4A), dan 3,0 Å (tipe 3A) (Mulder, 2006). Apabila diinginkan zeolit dengan ukuran pori tertentu maka zeolit dapat dicelupkan ke dalam sol SiO2 dalam air dengan penambahan aditif lalu

dimasukkan ke dalam autoclave untuk mendapatkan struktur akhir sesudah

(44)

pembuatan membran yang berfungsi sebagai katalis dalam reaksi kimia sekaligus pemisah produk yang dihasilkan. Dalam perkembangannya juga diupayakan rekayasa pembuatan membran zeolite filled polymer yang berguna untuk

meningkatkan unjuk kerja membran polimer pada pemisahan secara pervaporasi.

Gambar 2.5 Struktur aluminosilikat pada zeolit

Pori zeolit berukuran nanoscale sehingga membran yang dipadukan dengan

zeolit dapat digolongkan ke dalam nanomaterial. Nanomaterial merupakan

material yang mempunyai ukuran dalam skala nanometer (nm) yang berkisar antara 1 – 100 nm. Karakteristik material menjadi berbeda setelah menjadi

nanomaterial yang memiliki luas permukaan (surface area) yang besar daripada

material asalnya sehingga dapat meningkatkan reaktifitas kimia yang merupakan faktor penting untuk aplikasi kimia (Othmer, 1981).

Saat ini telah ditemukan berbagai jenis zeolit menurut struktur porinya. Gambar 2.6 menggambarkan struktur dan saluran pori zeolit LTA (tipe A). Zeolit LTA mengandung jumlah Al yang tinggi sehingga sangat hidrofilik. Zeolit sintetis digunakan secara luas sebagai adsorben selektif dalam proses pemisahan dengan skala besar. Walaupun kebanyakan zeolit sangat hidrofilik dimana molekul air yang sangat polar dapat berinteraksi sangat kuat dengan kation, zeolit dengan silika tinggi sebenarnya hidrofobik (Maygasari, dkk., 2010).

Selektivitas membran dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, antara lain:

crosslinking, blending, dan grafting. Penambahan zat aditif seperti zeolit sebagai

filler dapat memperbaiki karakteristik dan meningkatkan kinerja membran (Rakhmatullah, dkk., 2007). Beberapa penelitian terkini menunjukkan bahwa

O O Na+ O O O Na+ O O

(45)

modifikasi membran dengan zeolit telah berhasil meningkatkan performansi membran. Membran komposit zeolit MFI-α-alumina telah berhasil memisahkan parafin-parafin ringan (Hrabanek, et al., 2008). Membran zeolit-X selektif untuk

sebagian besar komponen-komponen polar dalam suatu campuran umpan dan didapatkan bahwa fluknya tinggi (Sandstrom, et al., 2010).

Gambar 2.6 Stuktur (kiri) dan saluran pori (kanan) zeolit LTA (tipe A)

Zeolit dibedakan menjadi 2 jenis yaitu zeolit alam dan zeolit buatan. Zeolit alam terbentuk karena perubahan alam (zeolitisasi) dari bahan vulkanik dan dapat digunakan secara langsung untuk berbagai keperluan (Srihapsari, 2006). Beberapa jenis zeolit ditunjukkan dalam tabel 2.2 berupa nama, ukuran pori, rasio Si/Al, dan strukturnya. Setiap jenis zeolit mempunyai urutan selektifitas pertukaran ion yang berbeda. Beberapa karakteristik dan sifat yang mempengaruhi selektifitas pertukaran ion pada zeolit yaitu struktur terbentuknya zeolit yang berpengaruh pada besarnya rongga yang terbentuk serta efek mengayak dari zeolit, mobilitas kation yang diperlukan, efek medan listrik yang ditimbulkan kation serta difusi ion ke dalam larutan energi hidrasi (Poerwadio dan Masduqi, 2004).

Eksploitasi zeolit di Aceh sebagian besar dilakukan oleh masyarakat, proses pengolahan zeolit alam untuk adsorben pada proses penjernihan air dan untuk keperluan lain seperti untuk pembuatan membran dengan karakteristik yang lebih spesifik memerlukan treatment lebih lanjut sehingga nantinya zeolit ini dapat

(46)

m3, rasio Si/Al = 2,03), Tapak Tuan (Aceh Selatan, 900.000 m3, rasio Si/Al = 2,03), dan Ujong Pancu (Aceh Besar, 2.500.000 m3, rasio Si/Al = 2,42).

Tabel 2.2 Beberapa jenis zeolit

Nama Ukuran pori Si/Al Struktur (Å)

Tipe A 3,2 – 4,3 1 3D ZSM-5 5,1 – 5,6 10 – 500 2D Silikalit-1 5,1 – 5,6 ∞ 2D Offretite 3,6 – 6,7 3 – 4 3D Modernit 2,6 – 7,0 5 – 6 2D Theta-1 4,4 – 5,5 >11 1D Faujasit 7,4 1,5 – 3 3D Klinoptilolit 4,0 – 7,0 4 – 4,5 3D

Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Aceh

(47)

Gambar 2.8 Zeolit alam jenis faujasit asal Ujong Pancu

Tabel 2.3 Komposisi zeolit alam Ujong Pancu

Rumus Atom Berat (%) Rumus Kimia Berat (%) Mg 6,3939 MgO 11,5788 Al 7,6411 Al2O3 10,2900 Si 18,5045 SiO2 23,2411 S 0,2956 S 0,1311 K 7,3980 K2O 11,4545 Ca 39,8989 CaO 27,6897 Ti 5,6145 TiO2 5,3811 Mn 5,4500 MnO 5,1977 Fe 8,1100 Fe2O3 4,8386 Sr 0,6935 SrO 0,1974

Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Aceh

(48)

Kabupaten Aceh Besar, Propinsi Aceh yang berada 8 km sebelah Barat Kota Banda Aceh, Ibu Kota Provinsi Aceh topografinya seperti yang terlihat dalam gambar 2.7 yang memiliki potensi zeolit yang terkandung dalam Gunung Gle Pancu seluas lebih kurang 5 km2 pada kedalaman 5 m dari permukaan tanah dengan jenis faujasit (sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Aceh) sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar 2.8 dengan komposisi seperti yang terlihat dalam tabel 2.3 dengan rasio Si/Al adalah 2,42 di mana penelitian untuk jenis zeolit ini masih belum dilakukan secara serius. Namun bila dibandingkan dengan zeolit komersial ZSM-5 maka rasio Si/Al zeolit alam jauh di bawah zeolit komersial yang mempunyai rasio Si/Al anatar 10 – 500 (lihat tabel 2.2).

2.6.1 Modifikasi Membran dengan Zeolit

Modifikasi membran zeolite filled selulosa asetat akan mengubah struktur

selulosa asetat di mana diperkirakan akan terjadi interaksi antara selulosa asetat dan zeolit di mana zeolit bersifat polar sehingga cenderung menyerap senyawa-senyawa yang bersifat polar seperti air dan etanol. Air lebih polar daripada etanol sehingga membran lebih cenderung menarik air daripada etanol yang

kandungan air dalam struktur membran zeolite filled selulosa asetat relatif lebih

(49)

adalah zeolit A dan X; zeolit silika sedang, yang mempunyai perbandingan Si/Al adalah 2 - 5, contoh zeolit jenis ini adalah Mordernit, Erionit, Klinoptilolit, zeolit Y; zeolit silika tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara 10 – 100, bahkan lebih, contohnya adalah ZSM-5 (Ulfah, dkk., 2006). Zeolit dengan kadar Si/Al rendah sampai sedang

sangat optimum untuk menjerap molekul-molekul polar. Semakin tinggi kadar Si/Al maka penetran dari cair menjadi uap (Haryadi, dkk., 2006). Jadi pervaporasi dapat

diartikan sebagai pemisahan campuran cairan berfasa cair dengan melewatkan pada membran di mana terjadi perubahan fasa menjadi fasa uap; sisi umpan berupa cairan sedangkan sisi permeat berupa uap sebagai akibat diaplikasikannya tekanan yang sangat rendah (0,5 mbar) pada bagian hilir (Nasrun, 2005).

Pervaporasi adalah proses membran yang diterapkan untuk pemisahan uap-cair. Pengembangan proses ini dimulai pada tahun 1917, sejak Kober dari New

York State Department of Health menemukan fenomena permeasi selektif larutan

albumin-toluen melalui collodion containers. Saat ini pervaporasi muncul sebagai

salah satu alternatif dari proses distilasi untuk memisahkan senyawa-senyawa organik berdasarkan perbedaan tekanan parsial zat.

Dibandingkan dengan proses distilasi, pervaporasi memiliki keunggulan antara lain dapat memisahkan campuran yang saling bercampur dengan berat molekul yang mirip, dapat memisahkan larutan azeotrop, efektif untuk pemisahan skala kecil, tidak membutuhkan zat aditif, bebas polusi, ruang yang dibutuhkan sedikit (modul kompak), biaya investasi rendah, dan membutuhkan air pendingin yang lebih sedikit.

(50)

salah satu zat sehingga seringkali disebut distilasi ekstraktif di mana membran berfungsi sebagai komponen ketiga. Pada proses tersebut, umpan berada dalam fasa cair dan permeat yang diperoleh berada dalam fasa gas.

Mekanisme pemisahan berlangsung berdasarkan kelarutan dan difusi yang terjadi dalam tiga tahap yaitu:

1. penyerapan selektif oleh membran pada sisi umpan; 2. difusi selektif melalui membran; dan

3. desorpsi ke fasa gas pada sisi permeat.

Karakteristik pemisahan sangat bergantung pada komposisi umpan dan jenis material membran.

Penerapan utama proses pervaporasi diantaranya meliputi pemisahan zat-zat yang sensitif terhadap panas, pemisahan zat-zat organik volatile (mudah

menguap) dari limbah, dan pemekatan zat-zat dalam analisa. Secara sederhana, penerapan ini dapat dikelompokkan menjadi pemisahan zat organik dari air dan/atau gas, pemisahan campuran zat organik, dan pemekatan larutan.

Pervaporasi yang dilakukan dengan membran zeolit adalah salah satu teknologi pemisahan yang ekonomis untuk berbagai campuran cairan termasuk campuran-campuran organik/air (Ahn and Lee, 2006 dan Bowen, et al., 2004).

Pervaporasi sudah merupakan salah satu proses pemisahan dengan membran yang diminati oleh industri-indusrti kimia yang terkait (Wee, et al., 2008).

2.7.1 Perpindahan Massa pada Membran Pervaporasi

Jika keadaan tunak pada pervaporasi tercapai, perpindahan massa cairan tunggal melalui membran mengikuti hukum Ficks yang dinyatakan sebagai:

JA = - DA (dCA / dx) (2.4)

JA = fluks massa komponen A(kg/m2.jam)

DA = koefisien difusivitas komponen A (m2/jam)

CA = konsentrasi komponen A(kg/m3)

(51)

Beberapa persamaan telah digunakan untuk menjelaskan hubungan difusivitas dengan kelarutan suatu cairan di dalam polimer. Persamaan yang banyak digunakan adalah sebagai berikut:

D = Do exp (τC) (2.5)

di mana Do adalah koefisien difusivitas pada konsentrasi nol, τ adalah koefisien

plastisasi, dan C merupakan konsentrasi cairan yang tersorpsi ke dalam polimer.

Pada keadaan tunak, laju permeasi (fluks) dapat dinyatakan sebagai berikut:

J = (Do / τx) (eτC1 – eτC2) (2.6)

di mana C1 dan C2 adalah konsentrasi penetran di dalam polimer pada sisi

upstream dan downstream. Konsentrasi penetran di dalam membran (C)

bergantung pada keaktifan penetran (a) pada antar muka cairan-membran seperti

yang ditunjukkan pada persamaan berikut:

C = Kc a (2.7)

a1= γ1X1 (2.8)

a2= γ2 (p2 / po) (2.9) di mana Kc (kesetimbangan sorpsi), γ (koefisien keaktifan), p2 dan po (tekanan parsial dan tekanan uap jenuh downstream), serta X adalah fraksi mol cairan.

Konsentrasi penetran di sisi upstream (C1) dapat diperoleh dari percobaan sorpsi kesetimbangan cairan di dalam polimer dan konsentrasi penetran di sisi

downstream (C2) pada dasarnya sama dengan nol jika tekanan di sisi downstream

vakum dan laju desorpsi tidak bergantung pada difusi sehingga persamaan fluks dapat ditulis:

J = (Do / τx) (eτC1 - 1) (2.10)

(52)

Demikian juga halnya yang terjadi pada difusi dalam membran. Keberadaan komponen kedua dapat mempengaruhi laju permeasi komponen pertama dalam membran. Pengaruh tersebut dapat berupa kenaikan atau penurunan laju permeasi, bergantung pada interaksi antara kedua komponen tersebut dan juga interaksi antara penetran dan membran polimer.

Laju permeasi dipengaruhi oleh komponen umpan. Makin besar konsentrasi komponen yang berinteraksi kuat dengan membran dalam umpan maka konsentrasi komponen tersebut makin besar pula dalam membran dan efek plastisasi juga makin besar. Efek plastisasi adalah berupa penurunan kekakuan rantai polimer dan biasanya ditunjukkan dengan terjadinya swelling.

2.7.2 Pemisahan dengan Pervaporasi

Pemisahan campuran etanol-air dilakukan dengan teknik pemisahan menggunakan membran dengan pervaporasi. Pervaporasi adalah proses membran di mana suatu campuran cair dikontakkan secara langsung pada sisi (upstream)

membran dan produk yang diperoleh dalam fasa uap pada sisi permeat

(53)

tersorpsi dalam membran menyebabkan volume membran membengkak

(54)

keadaan tunak dapat dinyatakan dengan hukum Ficks seperti yang ditulis dengan persamaan 2.4. Apabila persamaan tersebut diintegralkan dengan mengasumsikan difusivitas konstan maka akan diperoleh persamaan:

2 2

J dx = -

D dC (2.11)

1 1

J = - D {(C2 – C1) / (x2 – x1)} (2.12) Ketergantungan konsentrasi cairan pada membran terhadap tekanan uap untuk menyatakan fluks massa sebagai fungsi tekanan sisi upstream dan sisi

downstream dinyatakan oleh hukum Henry sebagai berikut:

C1 = S p1 dan C2 = S p2 (2.13)

C1 = konsentrasi pada sisi upstream

C2= konsentrasi pada sisi downstream

p1 = tekanan pada sisi upstream

p2 = tekanan pada sisi downstream

S = koefisien kelarutan.

Apabila persamaan 2.13 disubstitusikan ke dalam persamaan 2.12 akan diperoleh:

J = D S {(p1 – p2) / (x2 – x1)}

= P (∆p / l) (2.14)

P = D S (2.15)

P = koefisien permeabilitas D = koefisien difusivitas S = koefisien kelarutan

(55)

Koefisien permeabilitas (P) merupakan parameter perpindahan massa yang

melewati membran. Koefisien kelarutan (S) merupakan parameter termodinamika

yang menyatakan banyaknya penetran yang diserap oleh membran pada kesetimbangan. Sedangkan koefisien difusivitas (D) merupakan parameter

kinetika yang menyatakan seberapa cepat perpindahan penetran dalam membran.

2.9 Besaran dalam Pervaporasi

Kinerja pervaporasi pada pemisahan campuran etanol-air dapat dinyatakan dengan fluks massa (kg/m2.jam) dan faktor pemisahan yang dinyatakan dengan

selektifitas (α). Membran yang baik memiliki fluks massa dan selektifitas yang tinggi.

2.9.1 Fluks Massa

massa permeat (g)

Waktu (jam)

Gambar 2.10. Hubungan massa permeat terhadap waktu

Besar fluks massa dalam membran dapat dinyatakan sebagai besar laju perpindahan massa melalui membran per satuan luas permukaan membran per satuan waktu sebagaimana persamaan berikut:

J = (1 / A)(dm / dt) (2.16)

m = massa permeat (g)

dm/dt

(56)

A = luas permukaanmembran (m2) t = waktu pengambilan sampel (jam).

Nilai dm/dt dapat diperoleh dari slope kurva hubungan massa permeat (m)

terhadap waktu (t) pervaporasi pada keadaan tunak seperti yang ditunjukkan pada

gambar 2.10. 2.9.2 Selektifitas

Selektifitas membran merupakan parameter pemisahan pada pervaporasi yang menyatakan kemampuan membran melewatkan suatu komponen relatif di mana Ds adalah derajat pengembangan (degree ofswelling)dan W adalah berat

membran.

2.10 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Pervaporasi

Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada pervaporasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pervaporasi antara lain tekanan dan temperatur operasi serta konsentrasi umpan.

2.10.1 Tekanan Operasi

Driving force pada pervaporasi adalah perbedaan tekanan. Makin kecil

(57)

tekanan permeat selalu diupayakan sekecil mungkin (mendekati vakum) agar menghasilkan laju permeasi maksimum. Tekanan vakum diperoleh dengan mengatur pompa vakum sedemikian rupa sehingga diperoleh tekanan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan uap masing-masing komponen. Peningkatan tekanan pada sisi bawah membran dalam pervaporasi dapat menurunkan faktor pemisahan.

2.10.2 Temperatur Operasi

Fluks dipengaruhi oleh temperatur operasi mengikuti persamaan Arrhenius:

J = Jo exp (-E / RT) (2.19)

J = fluks permeasi (kg/m2.jam)

Jo = faktor pre-eksponensial fluks permeasi (kg/m2.jam)

E = energi aktivasi permeasi (kJ/mol)

R = konstanta umum gas (8,3144 x 10-3 kJ/mol.K)

T = temperatur operasi (K).

Pada persamaan 2.19 dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur maka fluks yang dihasilkan juga akan semakin besar. Selain itu, semakin tinggi temperatur maka tekanan uap penetran juga akan semakin besar sehingga aktifitas di sisi upstream makin besar pula sehingga akan menyebabkan fluks bertambah

besar.

2.10.3 Konsentrasi Umpan

Perubahan komposisi umpan secara langsung berpengaruh terhadap fenomena sorpsi pada antar muka cairan-membran. Karakteristik perpindahan massa penetran dalam membran sangat bergantung pada konsentrasi umpan karena difusi komponen penetran bergantung pada konsentrasi dalam membran. Makin tinggi konsentrasi penetran yang berinteraksi dengan membran maka

(58)
(59)

Penelitian ini terdiri dari enam tahap yaitu persiapan zeolit alam (termasuk (GPC), indek refraksi 1,4750 (nD20), dan densitas 1,300), aseton pa dari Merck,

zeolit alam dari Ujong Pancu (Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh), etanol absolut dari Merck, air murni, nitrogen cair dari Batan (Bandung), dan gas nitrogen (HP). Adapun peralatan yang digunakan antara lain

berupa pengaduk magnetik, pelat kaca (15 cm x 15 cm), instalasi peralatan Provinsi Aceh dengan rasio Si/Al = 2,42. Agar menghasilkan membran zeolit, zeolit alam dihancurkan menggunakan ball mill atau bisa digerus secara manual

(kira-kira 3 x 3 cm), selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memudahkan saat dilakukan aktivasi. Penyaringan dilakukan selama 30 menit menggunakan molecular siever sampai dengan ukuran 200 mesh. Selanjutnya

(60)

aktivasi. Pemanasan dapat dilakukan pada suhu 400 oC pada kondisi tekanan 1 atm. Aktivasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan dan kemampuan adsorpsinya.

3.3 Pembuatan Membran

Pembuatan membran dilakukan dengan metode inversi fasa melalui teknik penguapan pelarut. Membran yang dibuat terdiri dari polimer selulosa asetat dan selulosa asetat dengan penambahan zeolit alam. Selulosa asetat yang digunakan berasal dari Sigma-Aldrich dengan kandungan asetil 39,8 % w/w, berat molekul

rata-rata 30.000 (GPC), indek refraksi 1,4750 (nD20), dan densitas 1,300. Pelarut

selulosa asetat digunakan aseton pa dari Merck. Pembuatan dope selulosa asetat

terdiri dari 15 % w/w selulosa asetat dengan aseton sebagai pelarut. Serbuk selulosa asetat dicampurkan sedikit demi sedikit sehingga diperoleh campuran 15 % w/w selulosa asetat. Campuran selanjutnya diaduk selama 24 jam sampai semua serbuk terlarut sempurna dan larutan yang terbentuk benar-benar homogen. Pengadukan dilakukan menggunakan magnetic stirrer dengan putaran yang

sesuai. Hasil pengadukan berupa larutan bening yang selanjutnya disebut dope

selulosa asetat. Kemudian ke dalam dope ditambahkan sedikit demi sedikit

dengan zeolit alam sebanyak (5 % [membran M2], 10 % [M3], 15 % [M4], 20 % [M5], 25 % [M6], dan 30 % [M7]) dari berat selulosa asetat sambil terus diaduk sehingga semua zeolit terdispersi sempurna ke dalam dope. Campuran selanjutnya

diaduk lagi selama 24 jam sampai campuran yang terbentuk benar-benar homogen. Pengadukan dilakukan dengan magnetic stirrer dengan putaran yang

sesuai. Setelah homogen lalu campuran ditempatkan dalam lemari es selama 24 jam untuk menghilangkan gelembung (debubbling). Dope yang sudah

homogen dan tidak bergelembung selanjutnya dibiarkan berada pada kondisi ruangan selama beberapa lama hingga mencapai suhu ruang. Selanjutnya dilakukan casting di atas pelat kaca sehingga terbentuk selaput tipis sebagai

(61)

selama tiga hari sebelum membran digunakan. Prosedur pembuatan membran selulosa asetat murni (M1) sama seperti di atas tetapi tanpa menggunakan zeolit.

3.4 Karakterisasi Membran

Karakterisasi membran dilakukan dengan uji sorpsi untuk mengetahui derajat swelling masing-masing membran. Membran kering ditimbang (berat

kering) lalu direndam dalam larutan umpan pada berbagai konsentrasi dengan suhu 60 oC dan ditempatkan dalam oven. Wadah yang digunakan adalah cawan

petri bertutup rapat untuk mencegah penguapan umpan selama percobaan.

Sorpsi dilakukan hingga tercapai keadaan setimbang (kira-kira setelah dua hari). Kemudian membran dikeluarkan dari cawan petri dengan menggunakan pinset dan diletakkan di atas kertas tisu dalam keadaan terbentang seluruhnya. Kemudian membran dikeringkan dengan kertas tisu. Setelah itu membran segera ditimbang dengan timbangan digital (berat basah). Di samping uji sorpsi, membran juga dikarakterisasi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) tipe

JSM-6360.

3.5 Pervaporasi

Rangkaian sistem pervaporasi pemisahan etanol-air dapat dilihat pada gambar 3.2 dan modul pervaporasi dapat dilihat pada gambar 3.3. Pelaksanaan percobaan pervaporasi untuk pemisahan etanol-air dilakukan pada rangkaian peralatan tersebut. Percobaan dilakukan dengan umpan campuran etanol-air dengan konsentrasi (75, 85, 90, 95,6, dan 98 % w/w etanol) pada suhu 60 oC dan

tekanan vakum. Umpan dibuat dengan pengenceran etanol pa yang berasal dari

Merck di mana penetapan konsentrasi dilakukan dengan analisa kromatografi gas. Umpan berupa campuran etanol-air dialirkan melewati modul sehingga terjadi kontak antara membran dan umpan. Permeat yang keluar dari membran dibekukan dalam cold trap dengan media pendingin nitrogen cair. Kemudian

(62)
(63)

Gambar 3.3 Skema modul pervaporasi

Unjuk kerja yang diamati dalam pervaporasi adalah fluks dan selektifitas membran. Fluks dan selektifitas tersebut ditentukan oleh mekanisme perpindahan massa melalui membran tersebut. Pervaporasi dilakukan dengan membran selulosa asetat tanpa zeolit dan dengan zeolit yang berbentuk film tipis yang tidak

berpori (dense). Operasi dilakukan secara kontinu di mana umpan disirkulasi

secara terus menerus pada temperatur tetap.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini bahwa membran cukup tipis sehingga difusi hanya berlangsung ke arah tebal membran, konsentrasi umpan selama operasi berlangsung tidak berubah karena disirkulasi secara kontinu dan jumlah permeat relatif sedikit dibandingkan umpan, dan pendekatan perpindahan massa dengan mekanisme difusi-larutan (solution-diffusion).

3.6 Uji Kestabilan Membran

Di samping pervaporasi, dilakukan juga percobaan pendukung untuk mengetahui kestabilan membran. Membran yang telah digunakan (M5’) diuji kestabilannya dengan pengulangan percobaan pervaporasi menggunakan umpan yang sama. Selanjutnya diukur fluks permeasi dan selektifitas. Kemudian hasil pengukurannya dibandingkan dengan membran baru yang sejenis.

Setiap jenis membran yang telah dicobakan terhadap campuran umpan dicuci dengan merendam dalam aquades selama 24 jam agar sisa penetran yang ada dalam membran dapat larut. Kemudian membran tersebut dikeringkan dalam oven sampai berat membran sama dengan berat awal (kira-kira setelah dua hari). Membran yang sudah kering digunakan kembali untuk percobaan pervaporasi

umpan

retentat membran

(64)

terhadap umpan yang sama. Fluks dan selektifitas yang diperoleh dibandingkan dengan membran baru dari jenis yang sama.

3.7 Analisis dan Interprestasi Data

Data penelitian yang telah diperoleh dianalisa guna menentukan fluks massa, permeabilitas, dan selektifitas.

3.7.1 Penentuan Fluks Massa

Fluks massa adalah banyaknya massa permeat yang diperoleh per satuan luas penampang per satuan waktu proses pervaporasi. Massa permeat yang diperoleh pada proses pervaporasi ditimbang dengan neraca. Fluks dihitung menggunakan persamaan:

J = (1/A) (dm/dt) (3.1)

Nilai dm/dt diperoleh dari kurva hubungan massa permeat terhadap waktu pada keadaan tunak, yaitu slope kurva tersebut. Fluks dihitung dengan membagi nilai

dm/dt tersebut dengan luas permukaan efektif membran dalam modul pervaporasi.

3.7.2 Penentuan Permeabilitas

Permeabilitas dihitung dengan persamaan:

P = J δ / ∆p (3.2)

di mana:

P = permeabilitas (kg/m.mmHg.jam) J = fluks (kg/m2.jam)

δ = ketebalan membran (m)

∆p = beda tekanan antara sisi upstream dan downstream (mmHg)

3.7.3 Penentuan Selektifitas

(65)

digunakan dan komposisi permeat yang diperoleh pada masing-masing membran. Selektifitas dihitung dengan persamaan:

α = (w1p /w2p)/ (w1u/w2u) (3.3)

w1p = fraksi berat komponen 1 dalam permeat

w1u = fraksi berat komponen 1 dalam umpan w2p= fraksi berat komponen 2 dalam permeat w2u= fraksi berat komponen 2 dalam umpan.

3.8 Tempat Penelitian

(66)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil percobaan pervaporasi dengan membran selulosa asetat dan membran selulosa asetat dengan penambahan zeolit alam Ujong Pancu disajikan dalam (SiO2) dan alumina (Al2O3) sebagimana hasil uji Energy Dispersive Spectroscopy

(EDS) yang ditunjukkan dalam tabel 4.1 dan 4.2 serta gambar 4.1 dan 4.2. Tabel

(67)

Tabel 4.2 Analisa kuantitatif zeolit alam setelah aktivasi dengan EDS (rasio Si/Al = 3,3)

____________________________________________ Unsur Massa (%) Atom (%) ____________________________________________ C 21,19 30,68

O 46,94 51,89 Na 0,33 0,25 Mg 1,33 0,96 Al 6,53 4,28 Si 13,40 8,44 K 1,20 0,54 Ca 0,48 0,21 Ti 1,55 0,57 Fe 5,75 1,82 Cu 0,65 0,18 Zn 0,65 0,18

_____________________________________________ Total 100,00 100,00

_____________________________________________

Gambar 4.1 Spektrogram zeolit alam sebelum aktivasi dengan analisa EDS

Gambar 4.3 menunjukkan SEM zeolit alam Ujong Pancu sebelum aktivasi,

(68)

zeolit alam Ujong Pancu setelah perlakuan aktivasi, di mana kalsinasi dan aktivasi pada temperatur 400 oC menyebabkan terusirnya molekul-molekul air dan bahan-bahan organik dari saluran-saluran pori sehingga bertambahnya volume pori dan menyebabkan bertambahnya luas permukaan (Liang and Ni, 2009).

Gambar 4.2 Spektrogram zeolit alam setelah aktivasi dengan analisa EDS

Gambar 4.3 SEM zeolit alam sebelum aktivasi

(69)

kembali dengan meninggalkan ruang kosong yang lebih besar sehingga zeolit akan memiliki luas permukaan yang lebih besar (Taslimah, dkk., 2004, dan

Curkovic, et al., 2008). Luas permukaan yang besar akan mengakibatkan zeolit

lebih aktif dalam hal mengikat air. Aktivasi/modifikasi secara normal akan mengakibatkan degradasi beberapa sifat dan perubahan struktur (Liang and Ni, 2009, Farkas, et al, 2005, dan Wang and Zhu, 2006).

Gambar 4.4 SEM zeolit alam setelah aktivasi

4.2 Percobaan Pervaporasi

Keadaan tunak pada percobaan pervaporasi untuk setiap membran tercapai setelah dua jam operasi dan sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Sano, et al, (1995). Tercapainya keadaan tunak setelah dua jam juga telah dibuktikan oleh Gao, et al., (1996) dan Bowen, et al., (2003) di mana sebelum dua

jam, campuran etanol-air masih menaikkan temperaturnya sampai mencapai titik didih alkohol yaitu 75 oC. Pencapaian keadaan tunak pada setiap membran

(70)

4.2.1 Fluks Permeasi

Pada percobaan pervaporasi diperoleh data-data massa permeat dalam selang waktu tertentu. Kemudian data-data tersebut diolah untuk memperoleh fluks permeasi. Fluks permeasi pada berbagai membran dengan berbagai konsentrasi umpan dan temperatur 60 oC dapat dilihat dalam tabel D.1 dalam lampiran D yang dialurkan dalam gambar 4.5 dan 4.6.

Gambar 4.5 Fluks permeasi air vs konsentrasi umpan pada membran M1, M2, M3, dan M4

Gambar 4.5 dan 4.6 menunjukkan bahwa fluks permeasi air pada masing-masing membran mengalami kenaikan pada konsentrasi azeotrop 95,6 % (w/w) etanol dan juga mengalami kenaikan dengan penambahan zeolit alam sampai pada komposisi zeolit alam 20 % (w/w) zeolit terhadap berat selulosa asetat, sedangkan pada komposisi zeolit alam 25 dan 30 % (w/w) zeolit terhadap berat selulosa asetat mengalami penurunan sampai di bawah harga untuk membran dengan komposisi zeolit 20 % (w/w). Kenaikan fluks permeasi air di atas titik azeotrop campuran etanol-air disebabkan oleh driving force yang bekerja pada titik tersebut

Gambar

Gambar 2.3 Modulus tarik sebagai fungsi temperatur
Tabel 2.2 Beberapa jenis zeolit
Gambar 2.8 Zeolit alam jenis faujasit asal Ujong Pancu
Gambar 3.1   Kerangka kegiatan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pengendalian intern berpengaruh terhadap perilaku etis karyawan dalam sistem penggajian pada Kantor Ketahanan

Di dalam proses percetakan tentu harus ada kertas yang dijadikan sampel untuk percobaan apakah hasil cetakan yang diinginkan sudah sesuai, namun apabila didalam proses

Penilaian dilakukan oleh observer pada proses pembelajaran berlangsung dengan cara melakukan pengamatan menggunakan lembar observasi kinerja guru dalam

AMPANGAN, SEREMBAN ARA DAMANSARA AUSTRALIA EMBASSY BALAKONG BANDAR TASIK SELATAN BANDAR UTAMA BANGSAR BAYU DAMANSARA BRICKFIELDS BROGA, ULU BERANANG BUKIT AMAN

Permasalahan perumahan informal ditandai dengan beberapa kondisi sebagai berikut, yakni (1) kebutuhan perumahan bagi penduduk yang terus meningkat belum dapat dipenuhi oleh

Dukungan sosial adalah sebuah interaksi dimana terdapat tindakan memberi dan menerima berupa dukungan yang sifatnya positif dan membangun. Maka, orang yang menerima

Selain itu pada pembelajaran dengan menggunakan model NHT melatih siswa untuk mencari jawaban yang paling tepat di dalam kelompoknya, dimana dalam pembelajaran ini

Berkenaan dengan penelitian ini maka yang dimaksudkan dengan supervisi dapat disintesiskan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh supervisor untuk memberikan