IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3. Karakterisasi Mutu Biodiesel 1.Viskositas Kinematik 1.Viskositas Kinematik
Aulia (2010) menyebutkan bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa minyak nabati murni (straight vegetable oil, SVO) atau (pure plant oil, PPO) mempunyai viskositas yang tinggi antara 30 sampai 50 cSt pada temperatur 40oC dibandingkan dengan minyak solar yang mempunyai viskositas antara 2 sampai 5 cSt pada 40oC, sehingga dalam pemanfaatannya diperlukan proses modifikasi untuk menurunkan viskositas minyak nabati sehingga mendekati karakteristik viskositas minyak solar.
Viskositas kinematik merupakan salah satu parameter penting dan disyaratkan dalam penentuan standar mutu biodiesel. Viskositas bahan bakar yang tinggi (kental) seperti minyak nabati tidak diharapkan pada mesin diesel karena hal tersebut akan berakibat pada sulitnya pemompaan bahan bakar dari tangki ke ruang bakar mesin serta sulitnya proses pemecahan bahan bakar sehingga proses pembakaran tidak berjalan dengan lancar. Hal tersebut merupakan salah satu alasan perlunya penurunan viskositas minyak nabati dengan mengkonversinya menjadi metil ester. Knothe dan Steidley (2005) menyebutkan bahwa perbedaan viskositas antara minyak nabati dengan biodiesel dapat digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan proses produksi biodiesel. Viskositas untuk biodiesel yang sesuai dengan SNI berkisar antara 2.3-6.0 cSt. Minimum viskositas juga diperlukan untuk beberapa mesin karena berkaitan dengan daya lumas bahan bakar terhadap mesin diesel, kehilangan power pada pompa injeksi dan kebocoran injektor.
Viskositas kinematik biodiesel yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 4.35 – 9.57 cSt. Hasil analisis ragam (ANOVA α = 0.05) menggunakan metode permukaan respon pada Tabel 8 menunjukkan bahwa konsentrasi katalis (A) dan lama proses transesterifikasi (B) berpengaruh secara
signifikan terhadap viskositas kinematik biodiesel (Y). Berdasarkan nilai lack of fit juga diketahui bahwa interaksi variabel A dan B juga berpengaruh secara signifikan terhadap viskositas biodiesel yang dihasilkan (Tabel 8).
Tabel 8 ANOVA untuk respon viskositas biodiesel
Source SS DF MS F P Model 17.86 2 8.93 79.91 0.0002* A 16.52 1 16.52 147.88 0.0001 B 1.33 1 1.33 11.94 0.0181 Curvature 1.39 1 1.39 12.40 0.0169 Residual 0.56 5 0.11 Lack of Fit 0.47 1 0.47 20.98 0.0102* Pure Error 0.089 4 0.02 Cor Total 19.80 8 *signifikan
Tabel 9 Koefisien regresi persamaan polinomial orde satu untuk respon viskositas biodiesel
Terms Koefisien regresi SE
Intercept
β0 +6.62 0.17
Linear
β1 -2.03 0.17
β2 -0.58 0.17
Pada tabel 9 diperlihatkan hasil analisis regresi yang menunjukkan hubungan linier anatara faktor konsentrasi katalis dan waktu reaksi dalam menentukan viskositas biodiesel. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y = 6.62-2.03A-0.58B dengan R2= 96.97%. Gambar 14 dan 15 menunjukkan perubahan pada viskositas biodiesel dengan bervariasinya lama reaksi dan konsentrasi katalis. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan konsentrasi katalis NaOH akan menurunkan viskositas kinematik biodiesel yang dihasilkan, begitu juga dengan peningkatan waktu reaksi transesterifikasi.
Gambar 14 Pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu transesterifikasi terhadap viskositas biodiesel
Gambar 15 Respon permukaan konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap viskositas biodiesel
Peningkatan konsentrasi NaOH berarti meningkatkan jumlah senyawa natrium metoksida dalam campuran reaksi, yang berarti akan meningkatkan kecepatan reaksi transesterifikasi untuk menghasilkan metil ester. Demikian juga dengan penambahan lama reaksi akan memberikan kesempatan bagi campuran senyawa untuk bereaksi secara sempurna, sehingga trigliserida yang terkonversi akan semakin banyak dan nilai viskositas kinematik biodiesel juga akan semakin turun. Knothe (2010) memberikan penjelasan bahwa reaksi transesterifikasi
M e a n o f V is k o s it a s 1 0 -1 9 8 7 6 5 4 1 0 -1
Katalis Waktu Point Ty pe C orner C enter
Main Effects Plot (data means) for Viskositas
Visk o sitas (c S t) Katalis (%) Waktu reaksi (menit)
merupakan reaksi berantai, dimana konversi reaksi yang tidak sempurna akan menyebabkan senyawa mono, di dan trigliserida dalam biodiesel. Keberadaan senyawa-senyawa tersebut memberikan kontribusi terhadap nilai viskosistas kinematik. Semakin banyak jumlah senyawa mono, di dan trigliserida dalam biodiesel maka akan semakin besar nilai viskositas kinematik biodiesel.
Di lain pihak, biodiesel hasil optimasi yang dihasilkan memiliki nilai viskositas sebesar 4.6 cSt untuk biodiesel yang dimurnikan dengan fresh bleaching earth dan 4.98 cStuntuk biodiesel yang dimurnikan dengan SBE yang telah direaktifasi ulang. Kedua biodiesel baik yang dimurnikan dengan FBE dan SBE telah memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu sebesar 2.3 - 6 cSt. Dengan bahan baku yang sama nilai viskositas tersebut sedikit berbeda dengan hasil penelitian Kheang et al. (2006) yaitu 3.7 cSt dengan bahan baku yang sama namun dimurnikan secara konvensional yaitu air.
4.3.2. Densitas
Massa jenis menunjukkan perbandingan massa persatuan volume, karakteristik tersebut berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel persatuan volume bahan bakar. Bahan bakar dengan densitas dan viskositas rendah akan meningkatkan atomisasi sehingga dicapai campuran bahan bakar dan udara yang baik. Sama seperti viskositas, volume pembakaran merupakan fungsi densitas. Bahan bakar diinjeksikan berdasarkan ukuran volume. Semakin besar densitas bahan bakar maka akan semakin besar daya yang dihasilkan, namun demikian densitas bahan bakar juga mempengaruhi emisi yang dihasilkan. Densitas berkaitan dengan particulate matter dan emisi NOx. Bahan bakar dengan densitas tinggi akan menghasilkan particulate matter dan emisi NOx yang juga tinggi (Canakci dan Sanli 2008).
Densitas biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 0.84 –
1.03 g/cm3. Hasil sidik ragam (ANOVA α=0.05) dengan menggunakan metode permukaan respon menunjukkan bahwa konsentrasi katalis (A) berpengaruh terhadap densitas biodiesel (Y), sedangkan waktu reaksi (B) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap densitas biodiesel. Berdasarkan nilai lack of fit juga
diketahui bahwa interaksi variabel A dan B tidak berpengaruh secara signifikan terhadap viskositas biodiesel yang dihasilkan (Tabel 10).
Tabel 10 ANOVA untuk respon densitas biodiesel
Source SS DF MS F P
Model 1.300E-003 2 6.500E-004 8.55 0.0243*
A 9.00E-004 1 9.000E-004 11.84 0.0184
B 4.00E-004 1 4.000E-004 5.26 0.0703
Curvature 8.889E-006 1 8.889E-006 0.12 0.7463
Residual 3.800E-004 5 7.600E-005
Lack of Fit 1.000E-004 1 1.000E-004 1.43 0.2980
Pure Error 2.800E-004 4 7.000E-005
Cor Total 1.689E-003 8
*signifikan
Tabel 11 Koefisien regresi persamaan polinomial orde satu untuk respon densitas biodiesel
Terms Koefisien regresi SE
Intercept
β0 +0.87 4.359E-003
Linear
β1 -0.015 4.359E-003
β2 -0.001 4.359E-003
Peningkatan konsentrasi NaOH berarti meningkatkan jumlah senyawa natrium metoksida dalam campuran reaksi, sehingga mempercepat terjadinya reaksi antara metanol dan trigliserida. Dengan demikian peningkatan katalitis meningkatkan metil ester yang diperoleh. Ehimen et al. (2010) menjelaskan bahwa densitas biodiesel dipengaruhi oleh jumlah tri, di dan monogliserida dalam biodiesel. Semakin sedikit jumlah senyawa tersebut dalam biodiesel maka akan semakin kecil nilai densitas. Artinya semakin banyak trigliserida yang terkonversi menjadi metil ester maka nilai densitas biodiesel akan semakin turun.
Pada Gambar 16 dan 17 diperlihatkan peubahan pada densitas biodiesel dengan bervariasinya konsentrasi katalis. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan konsentrasi katalis NaOH akan menurunkan densitas biodiesel yang dihasilkan.
M e a n o f D e n s it a s 1 0 -1 0,885 0,880 0,875 0,870 0,865 0,860 0,855 1 0 -1
Katalis Waktu Point Ty pe C orner C enter Main Effects Plot (data means) for Densitas
Gambar 16 Pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu transesterifikasi terhadap densitas biodiesel
Gambar 17 Respon permukaan konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap densitas
Di lain pihak, biodiesel hasil optimasi yang dihasilkan memiliki nilai densitas sebesar 0.87 g/cm3 untuk biodiesel yang dimurnikan dengan fresh bleaching earth dan 0.86 g/cm3 untuk biodiesel yang dimurnnikan dengan SBE yang telah direaktivasi ulang. Kedua biodiesel baik yang dimurnikan dengan FBE dan SBE telah memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu sebesar 0.85-0.89
De n sitas (g /cm 3 )
Katalis (%) Waktu reaksi (menit)
g/cm3. Dengan bahan baku yang sama nilai densitas tersebut adalah sama dengan hasil penelitian Kheang et al. (2006) yaitu 0.88 g/cm3 dengan bahan baku yang sama namun dimurnikan secara konvensional yaitu air.
4.3.3. Bilangan Asam
Nilai bilangan asam merupakan salah satu indikator mutu pada metil ester. Bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terkandung dalam satu gram minyak atau lemak (Ketaren 2008). Bilangan asam merupakan salah satu parameter yang penting dalam karakteristik mutu biodiesel. Parameter ini menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang masih tersisa setelah proses transesterifikasi. Bilangan asam maksimal dalam biodiesel sesuai SNI adalah 0.8 mg KOH/g.
Bilangan asam yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 0.48 –
1.01 mg KOH/g. Berdasarkan analisis ragam (ANOVA α=0.05) dengan menggunakan metode permukaan respon diketahui bahwa variabel konsentrasi katalis (A) berpengaruh signifikan terhadap bilangan asam, sedangkan variabel waktu (B) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap bilangan asam biodiesel. Berdasarkan nilai lack of fit juga diketahui bahwa interaksi variabel A dan B tidak berpengaruh secara signifikan terhadap bilangan asam biodiesel yang dihasilkan (Tabel 12).
Tabel 12 ANOVA untuk respon bilangan asam biodiesel
Source SS DF MS F P
Model 0.15 2 0.074 48.99 0.0005*
A 0.14 1 0.14 93.19 0.0002
B 7.225E-0.33 1 7.225E-003 4.79 0.0803
Curvature 0.22 1 0.22 142.89 0.0001
Residual 7.545E-003 5 1.509E-003
Lack of Fit 3.025E-003 1 3.025E-003 2.68 0.1771
Pure Error 4.520E-003 4 1.130E-003
Cor Total 0.37 8
Tabel 13 Koefisien regresi persamaan polinomial orde satu untuk respon bilangan asam biodiesel
Terms Koefisien regresi SE
Intercept
β0 +0.81 0.019
Linear
β1 -0.19 0.019
β2 -0.043 0.019
Pada Tabel 13 juga diperlihatkan hasil analisis regresi yang menunjukkan hubungan linier antara faktor konsentrasi katalis (A) dan waktu (B) dalam menentukan viskositas biodiesel. Berdasarkan nilai lack of fit juga diketahui bahwa interaksi variabel A dan B tidak berpengaruh secara signifikan terhadap bilangan asam biodiesel yang dihasilkan.
Persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y = 0.81-0.19A-0.043B dengan R2= 95.14%. Gambar 18 dan 19 menunjukkan respon pengaruh peubahan pada viskositas biodiesel dengan bervariasinya lama reaksi dan konsentrasi katalis terhadap bilangan asam biodiesel. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan konsentrasi katalis NaOH akan menurunkan bilangan asam biodiesel yang dihasilkan.
M e a n o f B ila n g a n A s a m 1 0 -1 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 1 0 -1
Katalis Waktu Point Ty pe C orner C enter
Main Effects Plot (data means) for Bilangan Asam
Gambar 18 Pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu transesterifikasi terhadap bilangan asam biodiesel
Gambar 19 Respon permukaan konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap bilangan asam
Di lain pihak, biodiesel hasil optimasi yang dihasilkan memiliki nilai bilangan asam sebesar untuk 0.24 mg KOH/g biodiesel yang dimurnikan dengan fresh bleaching earth dan 0.22 mg KOH/g, untuk biodiesel yang dimurnikan dengan spent bleaching earth yang direaktivasi ulang. Kedua biodiesel, baik yang dimurnikan dengan FBE maupun dengan SBE telah memenuhi nilai bilangan asam yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yaitu sebesar maksimal 0.8 mg KOH/g.
4.3.4. Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan merupakan salah satu parameter yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) sebgai kriteria mutu biodiesel. Bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak (Ketaren 2008). Tinggi rendahnya bilangan penyabunan dapat digunakan sebagai indikator kemurnian biodiesel. Pada proses transesterifikasi, trigliserida yang merupakan senyawa berantai panjang akan bereaksi dengan metanol dan menghasilkan metil ester (biodiesel) yang merupakan senyawa berantai pendek. Konversi yang sempurna pada proses
Bil an g an a sa m (m g KO H/g ) Katalis (%) Waktu reaksi (menit)
transesterifikasi in situ diindikasikan dengan banyaknya metil ester yang terbentuk, yang menunjukkan bahwa bobot molekul biodiesel relatif kecil sehingga bilangan penyabunannya akan semakin besar.
Tabel 14 ANOVA untuk respon bilangan penyabunan biodiesel
Source SS DF MS F P
Model 7.852E-009 2 3.926E-009 4.52 0.0758
A 5.566E-009 1 5.566E-009 6.40 0.0525
B 2.286E-009 1 2.286E-009 2.63 0.1658
Curvature 9.758E-009 1 9.758E-009 11.22 0.0203
Residual 4.348E-009 5 8.696E-010
Lack of Fit 7.822E-010 1 7.822E-010 0.88 0.4019
Pure Error 3.566E-009 4 8.914E-010
Cor Total 2.196E-008 8
*signifikan
Bilangan penyabunan yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 253.36 – 261.47 mg KOH/g. Hasil sidik ragam (ANOVA α=0.05) menunjukkan bahwa konsentrasi katalis (A), waktu reaksi (B) serta interaksinya tidak berpengaruh secara nyata terhadap bilangan penyabunan bidoiesel yang dihasilkan. Pada Gambar 20 diperlihatkan gambaran pengaruh konsentrasi katalis dan waktu reaksi terhadap bilangan penyabunan biodiesel hasil penelitian.
M e a n o f S a p o V a lu e 1 0 -1 261 260 259 258 257 256 255 254 1 0 -1
Konsentrasi Katalis Waktu Point Ty pe C orner C enter Main Effects Plot (data means) for Sapo Value
Gambar 20 Pengaruh faktor konsentrasi katalis dan waktu transesterifikasi terhadap bilangan penyabunan biodiesel
Bilangan penyabunan dipengaruhi oleh komposisi dan derajat kejenuhan asam lemak penyusun biodiesel. Alkohol yang digunakan untuk proses transesterifikasi juga berkontribusi terhadap besarnya nilai bilangan penyabunan. Bilangan penyabunan menurun dengan naiknya panjang rantai karbon dan derajat kejenuhan asam lemak penyusun biodiesel. Meningkanya panjang rantai karbon alkohol pemasok gugus alkil pada biodiesel menurunkan nilai bilangan penyabunan biodiesel. Bilangan penyabunan trigliserida dan alkil ester dengan berbagai alkohol rantai pendek ditampilkan pada Tabel 15.
Tabel 15 Bilangan penyabunan trigliserida dan alkil ester
Asam Lemak
Bilangan Penyabunan (mgKOH/g) Trigliserida
Ester
Metil Etil Propil Butil
C12:0 262.58 261.75 245.68 231.46 218.80 C14:0 232.10 231.46 218.80 207.45 197.22 C16:0 207.97 207.45 197.22 187.95 179.52 C18:0 188.38 187.95 179.52 171.81 164.73 C18:1 189.66 189.23 180.68 172.88 165.71 C18:2 190.96 190.53 181.87 173.96 166.71 C18:3 192.28 191.84 183.06 175.05 167.71 Sumber: Knothe (2002)
Biodiesel yang dibuat dari bahan baku yang berbeda akan memiliki bilangan penyabunan yang berbeda. Sebagai contoh bilangan penyabunan biodiesel dari minyak biji matahari adalah 179-186 mgKOH/g (Marinkovic dan Tomasevic 1998). Bilangan penyabunan biodiesel dari minyak biji matahari lebih kecil dari bilangan penyabunan dari penelitian ini. Hal ini disebabkan karena minyak biji matahari didominasi oleh asam lemak tidak jenuh (C18:1 dan C18:2), sedangkan komposisi asam lemak minyak sawit hampir berimbang antara asam lemak jenuh (C16:0) dan tidak jenuh (C18:1).
Waktu reaksi dan konsentrasi katalis tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan penyabunan. Hal ini dibuktikan dengan nilai bilangan penyabunan tidak berbeda jauh dari masing-masing perlakuan. Berdasarkan Tabel 15 Deli (2011) memberkan penjelasan bahwa nilai bilangan penyabunan trigliserida sama dengan nilai bilangan penyabunan metil ester, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses transesterifikasi tidak merubah nilai bilangan penyabunan, kecuali jika
digunakan alkohol dengan rantai karbon lebih dari satu. Alkohol dengan rantai karbon lebih dari satu akan menambahkan panjang rantai karbon pada alkil ester sehingga akan menurunkan bilangan penyabunan biodiesel.
Di lain pihak, biodiesel hasil optimasi yang dihasilkan memiliki nilai bilangan penyabunan sebesar 280.5 untuk biodiesel yang dimurnikan dengan fresh bleaching earth dan 268.14 untuk biodiesel yang dimurnikan dengan spent bleaching earth yang direaktivasi ulang. Setiap biodiesel akan memiliki tingkat bilangan penyabunan yang berbeda. Hal tersebut tergantung terhadap bahan baku yang digunakan. Sebagai contoh bilangan penyabunan biodiesel dari minyak biji matahari adalah 179-186 mgKOH/g (Marinkovic dan Tomasevic 1998). Bilangan penyabunan biodiesel dari minyak biji matahari lebih kecil dari bilangan penyabunan dari penelitian ini. Hal ini disebabkan karena minyak biji matahari didominasi oleh asam lemak tidak jenuh (C18:1 dan C18:2), sedangkan komposisi asam lemak minyak sawit hampir berimbang antara asam lemak jenuh (C16:0) dan tidak jenuh (C18:1).
4.4. Uji Penggunaan Heksan dalam Proses Esterifikasi Transesterifikasi