• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Karakterisasi Sabun Transparan

Analisa terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan meliputi pengukuran kadar air dan zat menguap, kadar asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, kadar bagian tak larut alkohol, kadar alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH, nilai pH, kekerasan, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya pembersih. Penampilan sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 2. Penampilan Sabun Transparan Hasil Penelitian

A1B2 A1B1 A1B3 A2B3 A2B2 A2B1 A3B3 A3B2 A3B1

4.3.1 Kadar Air dan Zat Menguap

Kadar air dan zat menguap sabun berpengaruh terhadap karakteristik sabun pada saat dipakai dan disimpan. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut pada saat digunakan (Spitz, 1996). Selain itu, kadar air dalam sabun berpengaruh terhadap kekerasan sabun batang yang dihasilkan, semakin tinggi kadar airnya maka kekerasan sabun semakin menurun.

Kandungan zat menguap dalam produk sabun transparan yang dihasilkan selain berasal dari bahan penyusunnya yang bersifat volatile atau mudah menguap, dapat pula berasal dari hasil lanjut reaksi oksidasi asam lemak yang terdapat dalam sabun transparan. Menurut Ketaren (1986), proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya peroksida asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Senyawa aldehid dan keton yang dihasilkan dari lanjutan reksi oksidasi ini memiliki sifat mudah menguap seperti alkohol. Hasil analisa kadar air dan zat menguap terhadap sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 3. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Air dan Zat Menguap

Menurut SNI 1994, kadar air dan zat menguap pada sabun batang (hard soap) adalah 15 %. Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air dan zat menguap berkisar antara 11.89 % - 24.19 %. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air dan zat menguap yang lebih besar daripada sabun mandi biasa berdasarkan SNI 1994. Sabun transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent. Menurut Shrivastava (1982), sabun mandi umumnya memiliki kadar air sekitar 30 %. Jika kadar airnya kurang dari 30 % kemungkinan besar sabun telah mengalami proses pengeringan buatan (artificial drying) atau menjadi lebih kering karena pengaruh lingkungan tempatnya disimpan.

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin serta interaksi antara perbedaan konsentrasi gleserin dan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan zat menguap sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar air dan zat menguap pada sabun transparan disajikan pada Lampiran 8. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa masing-masing konsentrasi gliserin saling berbeda nyata satu sama lain. Peningkatan konsentrasi gliserin berakibat kadar air dan zat menguap sabun transparan berkurang. Hal ini dikarenakan persentase air yang ditambahkan pada formula berkurang seiring dengan bertambahnya konsentrasi gliserin.

4.3.2 Kadar Asam Lemak

Asam lemak merupakan komponen utama penyusun minyak/lemak. Jenis asam lemak yang digunakan menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan. Pengukuran jumlah asam lemak dalam sabun diukur dengan cara memutus ikatan ester asam lemak dalam trigliserida dan Na dengan menggunakan asam kuat. Kandungan asam lemak dalam sabun berasal dari minyak nabati dan asam stearat yang digunakan sebagai bahan baku. Bahan lain yang mungkin menjadi sumber asam lemak adalah DEA dan gliserin. Menurut Williams dan Schmitt (2002), dietanolamida (DEA) adalah surfaktan nonionik yang dihasilkan dari minyak/lemak, sementara gliserin merupakan produk samping hidrolisis minyak/lemak untuk menghasilkan asam lemak bebas. Reaksi pembentukan DEA dan gliserin yang tidak sempurna mungkin masih menyisakan asam-asam lemak dalam bentuk aslinya. Hasil analisa kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 4. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Asam Lemak

Menurut SNI 1994, kadar asam lemak yang baik pada sabun mandi adalah minimal 70 %. Namun, sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar asam lemak yang jauh dibawah SNI yaitu berkisar antara 19.93 % - 41.82 %. Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar asam lemak dalam sabun berikatan dengan NaOH membentuk sabun (real soap), tetapi sebagian lain ada dalam bentuk bebas. Asam lemak setelah bereaksi dengan basa kuat akan menghasilkan sabun yang mengandung

real soap minimal 65 %. Mitsui (1997) menyatakan bahwa penambahan transparent agent seperti

alkohol, gliserin, dan sukrosa, serta berbagai bahan lainnya membuat sabun transparan mengandung lebih sedikit real soap daripada sabun mandi biasa.

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar asam lemak dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 9. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa NPKO dan olein tidak berbeda nyata, olein dan RBDPO tidak berbeda nyata, namun NPKO dan RBDPO saling berbeda nyata. Kadar asam lemak dalam minyak dipengaruhi oleh bobot molekul dari asam-asam lemak yang terkandung di dalam minyak, yaitu kadar asam lemak berbanding terbalik dengan bobot molekul. Dalam satu satuan volum, asam lemak dengan rantai molekul pendek memiliki jumlah asam lemak per volum lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah asam lemak NPKO lebih tinggi dibandingkan RBDPO karena bobot molekul asam laurat (BM = 200) pada NPKO lebih kecil dibandingkan asam palmitat (BM = 256) pada RBDPO.

4.3.3 Kadar Fraksi Tak Tersabunkan

Fraksi tak tersabunkan adalah senyawa-senyawa yang sering terdapat larut dalam minyak, tapi tidak dapat membentuk sabun dengan soda alkali dan dapat diekstrak dengan pelarut lemak. Adanya bahan yang tidak tersabunkan dalam sabun dapat menurunkan kemampuan membersihkan (daya detergensi) dalam sabun (Wood, 1996). Menurut Hill (2005), bahan-bahan tak tersabunkan biasanya bersifat non-volatil (tidak mudah menguap) pada suhu 103 °C. Yang termasuk bahan tak tersabunkan, antara lain alkohol alifatik, sterol, pigmen, minyak mineral dan hidrokarbon. Hasil analisa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan yang dihasilkan, dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 5. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Fraksi Tak Tersabunkan

Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan berkisar antara 4.56 % - 10.68 %. Kadar fraksi tak tersabunkan yang didapat tidak memenuhi standar SNI 1994, yaitu maksimal 2.5 %. Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih besar daripada sabun mandi biasa berdasarkan SNI 1994. Sabun transparan memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent. Penggunaan NaOH juga mempengaruhi kadar fraksi tak tersabunkan. Jenis NaOH yang digunakan dalam pambuatan sabun adalah NaOH teknis sehingga dimungkinkan pada saat pembuatan stok sabun masih terdapat asam lemak yang tidak ikut tersabunkan.

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar fraksi tak tersabunkan sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 10. Sabun transparan yang terbuat dari NPKO memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih dibandingkan sabun transparan yang terbuat dari RBDPO dan minyak sawit fraksi olein. Hal ini dikarenakan bilangan penyabunan yang dimiliki NPKO lebih besar dibandingkan RBDPO dan minyak sawit fraksi olein sehingga dalam pembuatan stok sabun transparan jumlah NaOH yang digunakan bertambah sesuai bilangan penyabunan. Semakin banyak NaOH yang digunakan maka kadar fraksi tak tersabunkan semakin tinggi, hal ini mungkin dikarenakan ada sebagian NaOH yang tidak ikut tersabunkan pada proses pembuatan stok sabun. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan Olein tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO.

Minyak dan lemak dengan kandungan bahan tak tersabunkan yang tinggi sangat tidak disarankan untuk digunakan dalam pembuatan sabun karena besarnya jumlah bahan tak tersabunkan yang akan tertinggal setelah proses penyabunan.

4.3.4 Kadar Bagian Tak Larut Alkohol

Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai polaritas yang sama. Etil alkohol (etanol) berfungsi sebagai pelarut pada proses pembuatan sabun transparan karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan lemak (Puspito, 2007). Menurut ASTM (2001), bahan tak larut alkohol pada sabun meliputi garam alkali seperti karbonat, silikat, fosfat dan sulfat, serta pati (starch).

Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar bagian tak larut alkohol berada pada kisaran 0.92 % - 1.57 %. Kadar fraksi bagian tak larut alkohol tersebut telah memenuhi standar sabun mandi SNI 1994, yaitu maksimal 2.5 %. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua perlakuan (jenis minyak, konsentrasi gliserin, serta interaksi jenis minyak dan konsentrasi gliserin) tidak berpengaruh nyata terhadap kadar bagian tak larut alkohol pada sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 11.

Kadar bagian tak larut alkohol diketahui untuk melihat seberapa besar bagian dari sabun yang tidak larut dalam alkohol. Semakin banyak bagian yang tidak larut dalam alkohol maka semakin sedikit stok sabun dalam sabun transparan. Selain itu, bagian yang tidak larut dalam alkohol menimbulkan gumpalan-gumpalan yang mengganggu penampilan sabun transparan. Minyak dan lemak hanya sedikit mengandung bagian tak larut alkohol sehingga tidak mempengaruhi hasil analisa.

4.3.5 Kadar Alkali Bebas Dihitung sebagai NaOH

Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar alkali dalam sabun ada dalam bentuk terikat dengan asam lemak, sementara sebagian yang lain ada dalam bentuk bebas. Alkali bebas dalam sabun dapat berupa Na atau Ka.

Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) dalam sabun transparan berkisar antara 0.27 % - 0.43 %. Kadar kadar alkali bebas produk sabun transparan belum memenuhi standar sabun mandi SNI 1994, yaitu maksimal 0.1 %. Namun, dari hasil analisis nilai pH masih memenuhi standar sabun mandi sehingga masih aman digunakan. Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar alkali bebas yang lebih tinggi dibandingkan standar sabun mandi biasa SNI 1994 dikarenakan penambahan NaOH pada saat pembuatan stok sabun mempunyai persentase lebih banyak, yaitu sesuai bilangan penyabunan. Dimungkinkan pada saat pembuatan stok sabun tidak semua NaOH berikatan dengan asam lemak membentuk sabun.

Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa.pada proses pembuatan sabun, penambahan alkali harus dilakukan pada jumlah yang tepat. Kelebihan alkali dalam sabun mandi tidak diperbolehkan karena alkali mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit. Menurut Poucher (1974), NaOH memiliki sifat higrokopis dan dapat menurunkan kelembaban kulit dengan cepat. Wade dan Weller (1994), menyatakan bahwa NaOH termasuk golongan alkali kuat yang bersifat korosif dan dapat dengan mudah menghancurkan jaringan organik halus. Sabun dengan kadar alkali yang lebih besar biasanya digolongkan ke dalam sabun cuci.

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua perlakuan (jenis minyak, konsentrasi gliserin, serta interaksi jenis minyak dan konsentrasi gliserin) tidak berpengaruh nyata terhadap kadar alkali bebas pada sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar alkali bebas dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 12.

4.3.6 Nilai pH

Derajat keasaman atau pH merupakan parameter untuk mengetahui sabun yang dihasilkan bersifat asam atau basa. Sabun merupakan garam alkali yang bersifat basa. Kulit normal memiliki pH sekitar 5. Mencuci dengan sabun akan membuat nilai pH kulit meningkat untuk sementara. Sabun yang memiliki nilai pH yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat meningkatkan daya absorbansi kulit sehingga kulit dapat mengalami iritasi. Hasil analisa nilai pH sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.

Hasil analisa nilai pH sabun transparan yang dihasilkan berkisar 9.96 – 10.58. Nilai pH sabun tersebut masih termasuk dalam kisaran sabun menurut Jellinek (1970), yaitu antara 9.5 – 10.8. Nilai pH sabun salah satunya dipengaruhi jumlah alkali yang ada dalam sabun. Semakin banyak alkali yang

digunakan dalam pembuatan sabun maka nilai pH sabun semakin meningkat karena alkali bersifat basa kuat.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 6. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Nilai pH

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap nilai pH sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap nilai pH sabun transparan disajikan pada Lampiran 13. Sabun yang terbuat dari NPKO memiliki nilai pH yang lebih tinggi dikarenakan NPKO mempunyai bilangan penyabunan yang lebih besar sehingga alkali yang ditambahkan pada proses pembuatan sabun lebih banyak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan Olein tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO.

4.3.7 Kekerasan

Kekerasan didefinisikan sebagai karakteristik yang dimiliki oleh benda padat dan menggambarkan ketahanannya terhadap perubahan bentuk secara permanen. Benda yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau perubahan bentuk yang disebabkan karena gangguan fisik yang berasal dari lingkungannya.

Kekerasan pada produk sabun dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh yang terdapat dalam sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap dan memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh. Kekerasan sabun juga dipengaruhi kadar air yang terdapat dalam sabun. Semakin tinggi kadar air sabun maka sabun semakin lunak. Hasil analisa nilai penetrasi per satuan waktu sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.

Pengukuran tingkat kekerasan sabun transparan dilakukan menggunakan alat penetrometer. Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan seberapa dalam jarum penetrometer dapat menembus sabun dalam rentang waktu tertentu. Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi lebih besar.

Berdasarkan hasil analisa terhadap kekerasan sabun transparan diketahui bahwa nilai penetrasi jarum ke dalam sabun transparan berkisar antara 0.29 – 0.63 mm/detik. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin dan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kekerasan sabun transparan disajikan pada Lampiran 14. Kekerasan sabun transparan dipengaruhi oleh kadar air dalam sabun. Semakin tinggi konsentrasi gliserin maka persentase air dalam formula pembuatan stok sabun berkurang sehingga kekerasan sabun semakin berkurang.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 7. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kekerasan

Mutu dan konsentrasi sabun juga ditentukan oleh jenis asam lemak yang digunakan. Sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul lebih kecil, misalnya asam laurat, akan lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul yang lebih besar, misalnya asam oleat atau palmitat. Menurut Atmoko (2005), kekerasan sabun juga dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh dalam sabun. Asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak tidak jenuh. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun menjadikan sabun semakin keras. Hal ini dapat dilihat dari nilai penetrasi sabun yang dibuat dari minyak sawit fraksi olein lebih lunak dibandingkan sabun yang dibuat dari NPKO dan RBDPO.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan NPKO tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan olein. Hasil uji Duncan untuk perbedaan konsentrasi gliserin menunjukkan bahwa konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10 % berbeda nyata satu sama lainnya.

4.3.8 Stabilitas Emulsi

Stabilitas emulsi merupakan daya tahan sistem emulsi yang terdapat dalam suatu produk emulsi untuk mempertahankan kestabilannya pada berbagai kondisi. Kestabilan emulsi dapat diamati dari fenomena yang terjadi selama emulsi dibiarkan atau disimpan pada jangka waktu dan kondisi tertentu.

Kestabilan emulsi merupakan salah satu parameter mutu produk emulsi. Emulsi yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan, tidak terjadi perubahan warna, dan memiliki konsistensi tetap. Sebagai produk emulsi, penentuan stabilitas emulsi pada sabun bertujuan untuk mengetahui daya simpan sabun. Sabun yang mempunyai daya stabilitas emulsi tinggi akan memiliki umur simpan yang lebih lama. Selain itu, stabilitas emulsi berpengaruh terhadap daya detergensi (sifat membersihkan) sabun transparan. Sabun yang merupakan produk emulsi w/o (water in oil), apabila emulsinya rusak maka fungsi dari sabun itu sendiri ikut menurun.

Stabilitas emulsi dari sabun transparan yang dihasilkan menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu berada dalam kisaran 93.77 % – 96.85 %. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap stabilitas emulsi sabun transparan disajikan pada Lampiran 15. Jumlah asam lemak berperan dalam menjaga konsistensi sabun dan ikut mempengaruhi daya stabilitas emulsinya.

Prinsip kestabilan emulsi adalah keseimbangan gaya tarik-menarik dan tolak-menolak antara partikel dalam sistem emulsi. Sabun padat (hard soap) merupakan produk emulsi tipe w/o (water in

Sistem emulsi yang stabil dipengaruhi oleh adanya penambahan emulsifier dan stabilizer. Dalam penelitian ini emulsifier yang digunakan adalah dietanolamida (DEA).

4.3.9 Stabilitas Busa

Busa adalah suatu struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantong-kantong udara yang terbungkus dalam lapisan tipis, dispersi gas dalam cairan yang distabilkan oleh suatu zat pembusa. Larutan-larutan yang mengandung bahan-bahan aktif permukaan menghasilkan busa yang stabil bila dicampur dengan air (Martin et al., 1993). Kecepatan pembentukan dan stabilitas busa merupakan dua hal penting untuk produk pembersih tubuh. Busa yang banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit atau tidak stabil. Hasil analisa stabilitas busa sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap stabilitas busa sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap stabilitas busa sabun transparan disajikan pada Lampiran 16. Nilai kestabilan busa dari hasil analisa berada dalam kisaran 13.89 % - 35.87 %. Nilai stabilitas busa dari sabun transparan yang dihasilkan dari yang terbesar ke kecil berturut-turut adalah sabun transparan yang berasal dari minyak sawit fraksi olein, RBDPO, dan NPKO. Menurut Cavitch (2001), karakteristik busa yang dihasilkan oleh sabun dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang digunakan. Asam laurat menghasilkan busa yang cepat, lembut, namun daya detergensi rendah atau busa yang tidak stabil. Sementara asam palmitat dan asam stearat menghasilkan busa yang stabil. Asam oleat mengasilkan busa yang stabil dan lembut, namun tidak selembut busa yang dihasilkan asam laurat.

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi kecepatan pembentukan dan kestabilan busa adalah konsentrasi ion logam dalam air. Keberadaan ion-ion logam, seperti Ca2+dan Mg2+, dalam air dapat menurunkan stabilitas busa (Piyali et al., 1999). Stabilitas busa dapat ditingkatkan dengan penambahan surfaktan. Dietanolamida sebagai surfaktan yang ditambahkan pada pembuatan stok sabun berfungsi menstabilkan busa dan membuat sabun menjadi lembut. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya nilai kestabilan busa seiring dengan bertambahnya konsentrasi gliserin yang digunakan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak Olein dan RBDPO tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

4.3.10 Daya Bersih

Sabun merupakan produk pembersih yang digunakan baik untuk membersihkan tubuh maupun peralatan lainnya. Pengukuran daya bersih pada sabun diperlukan untuk mengetahui sejauh mana produk tersebut dapat membersihkan kotoran pada saat digunakan. Hasil analisa daya bersih sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 9.bHubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Daya Bersih

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap daya bersih sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap daya bersih sabun transparan disajikan pada Lampiran 17. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO, NPKO, dan Olein tidak saling berbeda nyata.

Sabun transparan yang terbuat dari NPKO memiliki kemampuan membersihkan lebih tinggi dibandingkan sabun transparan yang terbuat dari RBDPO dan olein. Semakin pendek rantai molekul asam lemak maka semakin mudah bereaksi mengikat kotoran. Asam laurat dengan atom C 12 pada NPKO yang mempunyai sifat membersihkan lebih tinggi dibandingkan olein dan RBDPO. Menurut Cavitch (2001), asam laurat menghasilkan sabun dengan sifat keras, mempunyai daya detergenasi (daya membersihkan) tinggi, dan menghasilkan busa yang lembut.

Dokumen terkait