• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENGARUH JENIS MINYAK DAN KONSENTRASI GLISERIN TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN SKRIPSI AMALIA WIDYASARI F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PENGARUH JENIS MINYAK DAN KONSENTRASI GLISERIN TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN SKRIPSI AMALIA WIDYASARI F"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGARUH JENIS MINYAK DAN KONSENTRASI

GLISERIN TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN

SKRIPSI

AMALIA WIDYASARI

F 34062201

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

S

S

T

T

U

U

D

D

Y

Y

E

E

F

F

F

F

E

E

C

C

T

T

O

O

F

F

T

T

Y

Y

P

P

E

E

O

O

I

I

L

L

A

A

N

N

D

D

G

G

L

L

Y

Y

C

C

E

E

R

R

I

I

N

N

C

C

O

O

N

N

S

S

E

E

N

N

T

T

T

T

A

A

T

T

I

I

O

O

N

N

O

O

N

N

Q

Q

U

U

A

A

L

L

I

I

T

T

Y

Y

O

O

F

F

T

T

R

R

A

A

N

N

S

S

P

P

A

A

R

R

E

E

N

N

T

T

S

S

O

O

A

A

P

P

S. Ketaren dan Amalia Widyasari

Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology

Bogor Agroindustrial Unviversity, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

ABSTRACT

Soap is a cleanser which is made with a chemical reaction between alkaline sodium or potassium bases with acids from vegetable oils or animal fats. The selection of fatty acids type determines the characteristics of soap because each type of fatty acids will give a different character on the soap. In the manufacture of transparent soap, glycerin is used to form the structure of transparent soap. In addition, the glycerin serves as humektan (moisturizer). Based on assessments by using the weighting technique, the type of olein fraction of palm oil and 10% glycerin concentration is the best formula for making transparent soap. The nature of the transparent soap is 11.89% a substance to evaporate water content, 35.36% fatty acid content, 8.27% non-saponated fraction levels, 1.16% alcohol insoluble levels, 0.30% free alkali content calculated as NaOH, pH value 9.79, hardness 3.7 mm/10 seconds, 96.85% emulsion stability, 35.87% foam stability, and the detergency 382.25 FTU turbidity. Results preference test on the best transparent soap formulation shows that the majority of the panelists liked the transparency with percentage of 36.67%, somewhat like the texture of 43.33%, a bit like a lot of foam at 36.67%, and provide regular assessment of the rough impression of 40%.

(3)

AMALIA WIDYASARI. F34062201. Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Mutu Sabun Transparan. Di bawah bimbingan Semangat Ketaren. 2010.

RINGKASAN

Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam dari minyak nabati atau lemak hewani. Produk yang diamati pada penelitian ini adalah sabun transparan yang dibuat melalui reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Pemilihan jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan karena setiap jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun. Sumber asam lemak yang digunakan adalah minyak sawit fraksi olein (palm olein) dengan asam lemak dominan asam oleat, RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dengan asam lemak dominan asam palmitat, dan NPKO (Netralized Palm Kernel Oil) dengan asam lemak dominan asam laurat. Sabun transparan memiliki penampilan yang transparan karena adanya penambahan transparent agent, seperti gliserin, sukrosa, dan alkohol. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin berfungsi dalam pembentukan struktur sabun transparan. Selain itu, gliserin berfungsi sebagai humektan (moisturizer). Tujuan penelitian ini adalah mencari formula terbaik dalam pembuatan sabun transparan, yaitu jenis minyak dan konsentrasi gliserin.

Penelitian diawali dengan analisa karakteristik jenis minyak yang digunakan, seperti % FFA, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, bilangan tak tersabunkan, dan bilangan peroksida. Selanjutnya dilakukan pembuatan sabun transparan dengan asam lemak dari minyak kelapa dengan konsentrasi gliserin 4%, 7%, 10%, 13%, dan 16% untuk mengetahui konsentrasi glisein terbaik yang akan digunakan dalam penelitian utama. Analisa yang dilakukan terhadap sabun transparan yang dihasilkan meliputi kadar air dan zat menguap, kadar asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, kadar bagian tak larut alkohol, kadar alkali bebas dihitung sebagai NaOH, nilai pH, kekerasan, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya detergensi. Uji kesukaan dilakukan oleh 30 orang panelis agak terlatih. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan.

Hasil analisa keragaman sifat fisiko kimia sabun transparan pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) menunjukkan bahwa faktor perbedaan jenis minyak yang digunakan berpengaruh nyata terhadap kadar asam lemak, nilai pH, kekerasan, stabilitas busa, dan daya detergensi. Sedangkan perbedaan konsentrasi gliserin yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap kadar air dan zat menguap, serta kekerasan. Pada uji kesukaan (uji hedonik), hasil uji Friedman menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin di dalam formulasi sabun transparan berpengaruh nyata terhadap parameter transparansi, terkstur, dan banyak busa, sedangkan untuk parameter kesan kesat menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan konsumen.

Berdasarkan penilaian dengan menggunakan teknik pembobotan, jenis minyak sawit fraksi olein dan konsentrasi gliserin 10 % merupakan formula terbaik untuk pembuatan sabun transparan. Sifat dari sabun transparan tersebut adalah kadar air dan zat menguap 11.89 %, kadar asam lemak 35.36 %, kadar fraksi tak tersabunkan 8.27 %, kadar bagian tak larut alkohol 1.16 %, kadar alkali bebas dihitung sebagai NaOH 0.30 %, nilai pH 9.79, kekerasan 3.7 mm/10 detik, stabilitas emulsi 96.85 %, stabilitas busa 35.87 %, dan daya detergensi 382.25 ftu turbidity. Hasil uji kesukaan pada formulasi sabun transparan terbaik menunjukkan bahwa mayoritas panelis menyukai transparansi dengan persentase sebesar 36.67 %, agak menyukai tekstur sebesar 43.33 %, agak menyukai banyak busa sebesar 36.67 %, dan memberikan penilaian biasa terhadap kesan kesat sebesar 40 %.

(4)

KAJIAN PENGARUH JENIS MINYAK DAN KONSENTRASI

GLISERIN TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian.

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

AMALIA WIDYASARI

F 34062201

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(5)

Judul Skripsi : Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap

Mutu Sabun Transparan

Nama

:

Amalia Widyasari

NIM

:

F34062201

Menyetujui,

Pembimbing,

(Ir. Semangat Ketaren, M.S.)

NIP 19460124 197501 1001

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP 19621009 198903 2001

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Mutu Sabun Transparan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2010 Yang membuat pernyataan

Amalia Widyasari F 34062201

(7)

BIODATA PENULIS

Amalia Widyasari. Lahir di Muara Enim, 28 Januari 1989 dari ayah Kamisdin, S. PKP (Alm) dan Sri Martini, S. PKP, sebagai putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMA SMAN 1 Unggulan, Muara Enim dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya pada tahun 2006-2007 dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada tahun 2008/2009, serta aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten praktikum Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, dan Fitofarmaka pada tahun 2010. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2009 di PT. Inti Indosawit Subur Pabrik Muara Bulian, Jambi.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Mutu Sabun Transparan dilaksanakan di Laboraturium Teknologi Industri Pertanian sejak bulan Maret sampai Agustus 2010.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1) Ir. Semangat Ketaren, M. S. sebagai dosen pembimbing atas pengarahan dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan skripsi.

2) Dr. Ir. Lisbetini Hartoto, M. S. dan Ir. Andes Ismayana, M. T. sebagai dosen penguji atas koreksi dan masukannya

3) Keluarga besar Ayahanda Kamisdin (alm) dan Ibunda Sri Martini, S. PKP serta Ardy dan Fika atas perhatian, pengorbanan, dukungan, dan doa yang telah diberikan selama ini.

4) Seluruh laboran dan staf TIN, terutama Bu Sri, Bu Ega, Pak Gun, Pak Sugi, dan Pak Mul atas bantuan dan informasi yang telah diberikan.

5) Syelly Fathiyah dan Vivi Juliyenti sebagai teman satu bimbingan.

6) Tya Rachmawati, Dwi Windiana, Gabriella Vinita, Dwi Ajias, Kusuma Ratih, Devina Sandriati, Nurul Pustikasari, Eka Marliana, Wynda Julia, Neza Fadia, Vioni Derosya, dan Martin Dwiko serta teman-teman TIN 43 yang telah memberikan semangat dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

7) Elin, Yuk Cici, Jeng Risna, Yuk Olga, Yuk Hervi, Ela, dan anak-anak Wisma Gajah atas motivasi dan kebersamaannya.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang perindustrian.

Bogor, Oktober 2010 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2

2.1 Sabun Transparan ... 2

2.2 Asam Lemak ... 2

2.2.1 Fungsi Asam Lemak dalam Sabun ... 3

2.2.2 Sumber Asam Lemak ... 4

2.2.2.1 RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)... 4

2.2.2.2 Minyak Sawit Fraksi Olein ... 5

2.2.2.3 NPKO (Netralized Palm Kernel Oil) ... 6

2.3 Gliserin ... 7

III. METODOLOGI ... 8

3.1 Bahan dan Alat ... 8

3.1.1 Bahan Baku ... 8 3.1.2 Bahan Kimia ... 8 3.1.3 Alat ... 8 3.2 Metode Penelitian ... 8 3.2.1 Penelitian Pendahuluan ... 8 3.2.1.1 Karakterisasi Minyak ... 8

(10)

3.2.2 Penelitian Utama ... 9

3.2.2.1 Pembuatan Sabun Transparan ... 9

3.2.2.2 Analisa Mutu Produk ... 9

3.3 Rancangan Percobaan ... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

4.1 Karakterisasi Minyak ... 11

4.1.1 Bilangan Asam dan Kadar Asam Lemak Bebas ... 11

4.1.2 Bilangan Penyabunan ... 12

4.1.3 Bilangan Iod ... 12

4.1.4 Bilangan Peroksida ... 13

4.2 Pemilihan Formula ... 13

4.3 Karakterisasi Sabun Transparan ... 14

4.3.1 Kadar Air dan Zat Menguap ... 15

4.3.2 Kadar Asam Lemak ... 16

4.3.3 Kadar Fraksi Tak Tersabunkan ... 17

4.3.4 Kadar Bagian Tak Larut Alkohol ... 18

4.3.5 Kadar Alkali Bebas Dihitung sebagai NaOH ... 18

4.3.6 Nilai pH ... 18 4.3.7 Kekerasan ... 19 4.3.8 Stabilitas Emulsi ... 20 4.3.9 Stabilitas Busa ... 21 4.3.10 Daya Bersih ... 22 4.4 Uji Organoleptik ... 22 4.4.1 Transparansi ... 23 4.4.2 Tekstur ... 23 4.4.3 Banyak Busa ... 24 4.4.4 Kesan Kesat ... 25

4.5 Pembobotan Hasil Pengamatan ... 26

(11)

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Simpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pengaruh Jenis Asam Lemak terhadap Karakteristik Sabun ... 3

Tabel 2. Titik Didih dan Titik Leleh Beberapa Asam Lemak Jenuh ... 4

Tabel 3. Sifat Minyak Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah dimurnikan ... 4

Tabel 4. Komposisi Asam Lemak dalam RBDPO ... 5

Tabel 5. Sifat Fisiko-kimia Minyak Sawit Fraksi Olein... 5

Tabel 6. Komposisi Asam Lemak dalam Sawit Fraksi Olein... 5

Tabel 7. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Inti Sawit ... 6

Tabel 8. Standar Mutu Minyak Inti Sawit ... 6

Tabel 9. Formulasi Sabun Transparan... 9

Tabel 10. Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas ... 11

Tabel 11. Bilangan Penyabunan dan Standar ... 12

Tabel 12. Bilangan Iod dan Standar ... 12

Tabel 13. Bilangan Peroksida ... 13

Tabel 14. Analisa Visual Sabun Transparan dari Minyak Kelapa dengan Berbagai Konsentrasi Gliserin ... 13

Tabel 15. Penilaian Kepentingan Setiap Parameter Fisiko-Kimia dan Uji Hedonik ... 27

Tabel 16. Uraian Biaya Bahan Baku ... 28

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Jenis Minyak sebagai Bahan Baku ... 11 Gambar 2. Penampilan Sabun Transparan ... 14 Gambar 3. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Air dan

Zat Menguap... 15 Gambar 4. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Asam

Lemak ... 16 Gambar 5. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Fraksi

Tak Tersabunkan ... 17 Gambar 6. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Nilai pH ... 19 Gambar 7. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kekerasan ... 20 Gambar 8. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Stabilitas Busa ... 21 Gambar 9. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Daya Bersih ... 22 Gambar 10. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap

Transparansi ... 23 Gambar 11. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Tekstur ... 24 Gambar 12. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Banyak

Busa ... 25 Gambar 13. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Kesan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan... 32

Lampiran 2. Formula sabun transparan pada penelitian pendahuluan ... 33

Lampiran 3. Formula sabun transparan pada penelitian utama ... 34

Lampiran 4. Analisa karakterisasi minyak ... 35

Lampiran 5. Analisa karakterisasi sifat fisiko kimia sabun transparan ... 37

Lampiran 6. Lembar uji organoleptik ... 40

Lampiran 7. Hasil analisa karakterisasi minyak... 41

Lampiran 8. Rekapitulasi analisis produk sabun transparan ... 42

Lampiran 9. Analisa kadar air dan zat menguap ... 43

Lampiran 10. Analisa kadar asam lemak ... 45

Lampiran 11. Analisa kadar fraksi tak tersabunkan ... 46

Lampiran 12. Analisa kadar bagian tak larut alkohol ... 47

Lampiran 13. Analisa kadar alkali bebas dihitung sebagai NaoH... 48

Lampiran 14. Analisa nilai pH ... 49

Lampiran 15. Analisa kekerasan ... 50

Lampiran 16. Analisa stabilitas emulsi ... 51

Lampiran 17. Analisa stabilitas busa ... 52

Lampiran 18. Analisa daya bersih ... 53

Lampiran 19. Analisa transparansi sabun transparan ... 54

Lampiran 20. Analisa tekstur sabun transparan ... 56

Lampiran 21. Analisa banyak busa sabun transparan ... 58

Lampiran 22. Analisa kesan kesat sabun transparan ... 60

Lampiran 23. Hasil pembobotan berdasarkan nilai kepentingan ... 62

(15)

I.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi antara basa natsium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani (SNI, 1994). Salah satu jenis adalah sabun transparan yang merupakan hasil penyabunan antara asam lemak dan basa kuat seperti sabun mandi biasa. Perbedaan diantara keduanya hanya terletak pada penampilan yang transparan dan tidak transparan. Sabun transparan memiliki penampilan yang transparan dan menarik, serta mampu menghasilkan busa yang lembut di kulit.

Jenis minyak yang biasanya digunakan sebagai sumber asam lemak dalam pembuatan sabun transparan adalah minyak kelapa. Industri sabun transparan berbasis minyak kelapa bersaing dengan bahan pangan dalam mendapatkan bahan baku. Alternatif penggunaan bahan baku lain untuk sabun transparan adalah minyak sawit. Walaupun bersaing dengan industri pangan, ketersediaan minyak sawit di Indonesia sangat besar, mengingat Indonesia merupakan salah satu penghasil CPO terbesar di dunia. Harga minyak sawit jauh lebih murah dibandingkan minyak kelapa.

Pemilihan jenis lemak menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan karena setiap jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda-beda pada sabun. Asam lemak dari berbagai jenis minyak yang digunakan mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing. Oleh karena itu perlu dikaji pemanfaatan minyak yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit, mulai dari minyak sawit murni (RBDPO), minyak sawit fraksi olein, hingga minyak inti sawit dalam pembuatan sabun transparan.

Bahan lain pembuatan sabun transparan adalah gliserin. Gliserin merupakan bahan yang membedakan sabun biasa dan sabun transparan. Gliserin adalah nama dagang dari gliserol. Perbedaan antara gliserin dan gliserol terletak pada tingkat kemurniannya, gliserin mempunyai kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan gliserol. Gliserol merupakan hasil samping dari pemecahan minyak atau lemak untuk menghasilkan asam lemak. Penggunaan gliserin dalam pembuatan sabun transparan menentukan sifat sabun. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian konsentrasi optimal gliserin yang digunakan untuk masing-masing jenis minyak.

1.2

TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah mencari formula terbaik dalam pembuatan sabun transparan, yaitu jenis minyak dan konsentrasi gliserin. Minyak yang digunakan berasal dari tanaman kelapa sawit, yaitu minyak sawit fraksi olein (minyak goreng sawit), RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm

(16)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

SABUN TRANSPARAN

SNI (1994) mendefinisikan sabun sebagai pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dari NaOH dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap). Krik et al. (1954) menyebutkan bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk tujuan mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama, yaitu asam lemak dengan rantai karbon C12– C18dan sodium atau potasium.

Ada tiga jenis sabun batangan, yaitu cold-made, opaque, dan transparan. Sabun cold made dapat berbusa dengan baik dalam air yang mengandung garam atau air sadah. Sabun opaque adalah sabun mandi biasa yang berbentuk batangan dan penampilannya tidak transparan, sementara sabun transparan memiliki penampilan yang transparan dan menarik, serta mampu menghasilkan busa yang lembut di kulit.

Proses pembuatan sabun transparan telah dikenal sejak lama. Produk sabun transparan tertua yang cukup dikenal adalah pears transparant soap. Sama halnya dengan sabun mandi biasa, sabun transparan juga merupakan reaksi hasil penyabunan antara asam lemak dan basa kuat, yang membedakan hanyalah penampilan yang transparan (Mitsui, 1997).

Menurut Swern (1979), reaksi dasar pembuatan sabun sangatlah sederhana, yaitu berupa reaksi antara lemak dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserol :

O CH2– OC – R CH2– OH O CH – OC – R + 3 NaOH 3 RCOONa + CH – OH O CH2– OC – R CH2– OH

Lemak Kaustik Soda Sabun Natrium Gliserol

Dalam rangka memberikan struktur transparan pada sabun maka dalam formulasi pembuatan sabun transparan ditambahkan gliserin, sukrosa, dan alkohol serta transparent agent lainnya. Propilen glikol, sorbitol, polietilen glikol, surfaktan amfoterik, dan surfaktan anionik dapat pula ditambahkan sebagai transparent agent melengkapi fungsi yang sama dengan gliserin (Mitsui, 1997).

Berikut adalah penjelasan mengenai bahan baku yang digunakan dalam formulasi sabun transparan :

1) Minyak yang berfungsi sebagai sumber asam lemak. Setiap jenis menghasilkan karakteristik sabun yang berbeda-beda.

2) Asam stearat berbentuk padatan berwarna putih. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh dan berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada produk (Mitsui, 1997).

3) Natrium hidroksida (NaOH) adalah salah satu jenis basa kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. NaOH berbentuk padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopi, serta rekasinya dengan asam lemak menghasilkan sabun dan gliserol (Swern, 1979).

4) Menurut Mitsui (1997), gliserin telah digunakan sejak lama sebagai humektan. Gliserin diperoleh dari hasil samping pembuatan sabun dari asam lemak tumbuhan dan hewan. Gliserin berbentuk cairan jernih dan agak kental, tidak berbau, serta memiliki rasa agak manis. Pada pembuatan sabun transparan gliserin bersama dengan sukrosa dan alkohol berfungsi dalam pembentukan struktur transparan.

5) Dietanolamida (DEA) adalah surfaktan kationik yang dihasilkan dari minyak/lemak. DEA dalam suatu formula sediaan kosmetika berfungsi sebagai surfaktan dan sebagai zat penstabil busa. 6) NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk

akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserol. Gliserol tidak mengalami

(17)

pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. Selain itu, NaCl berfungsi sebagai pembentuk busa.

Adanya penambahan transparent agent dan berbagai bahan tambahan lainnya dalam formulasi membuat sabun transparan mengandung lebih sedikit stok sabun dari pada sabun mandi biasa. Sabun transparan tidak hanya tampak menarik, tetapi juga dapat merawat kulit dengan baik dan sangat lembut ketika digunakan. Hal ini dikarenakan sabun transparan mengandung gliserin dan gula yang berfungsi juga sebagai humektan (Mitsui, 1997). Humektan adalah bahan yang mampu menyerap air dari udara dan menjaga kelembaban kulit.

2.2

ASAM LEMAK

2.2.1

Fungsi Asam Lemak dalam Sabun

Asam lemak merupakan monokarboksilat berantai panjang, mungkin bersifat jenuh atau tidak jenuh, dengan panjang rantai berbeda-beda tetapi bukan siklik atau bercabang. Pada umumnya asam lemak yang ditemukan di alam merupakan monokarboksilat dengan rantai tidak bercabang dan memiliki jumlah atom genap. Asam-asam ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Penggolongan tersebut berdasarkan pada perbedaan bobot molekul dan derajat ketidak-jenuhannya (Winarno, 1997).

Menurut Cavitch (2001), setiap asam lemak memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang dihasilkan. Asam lemak dengan rantai karbon 12- 14 memberikan fungsi yang baik untuk pembusaan sementara asam lemak dengan rantai karbon 16-18 baik untuk kekerasan dan daya detergensi. Penggunaan asam lemak yang memiliki rantai panjang menghasilkan sabun batangan dengan struktur yang lebih kompak dan dapat mencegah atau memperlambat disintegrasi sabun saat kontak oleh air. Pengaruh perbedaan asam lemak terhadap karakteristik sabun yang dihasilkan tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Jenis Asam Lemak terhadap Karakteristik Sabun

Asam Lemak Karakteristik Sabun

Asam laurat (C12H24O2) Asam linoleat (C18H32O2) Asam miristat (C14H28O2) Asam oleat (C18H34O2) Asam palmitat (C16H32O2) Asam risinoleat (C18H34O2) Asam stearat(C18H36O2)

Keras, kelarutan tinggi, menghasilkan yang busa lembut Melembabkan kulit

Keras, daya detergensi tinggi, menghasilkan busa yang lembut Melembabkan kulit

Keras, menghasilkan busa yang stabil

Melembabkan kulit, menghasilkan busa yang stabil dan lembut Keras, menghasilkan busa yang stabil

Sumber : Cavitch (2001).

Menurut Swern (1979), asam stearat memiliki titik leleh (melting point) 69.6 °C dan titik didih (boiling point) 240 °C. Titik didih dan titik leleh asam stearat lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak jenuh yang memiliki atom karbon yang sedikit dan relatif lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak jenuh dengan atom karbon yang lebih banyak. Titik didih dan titik leleh beberapa asam lemak tersaji pada Tabel 2.

(18)

Tabel 2. Titik Didih dan Titik Leleh Beberapa Asam Lemak Jenuh

Jumlah Atom C Asam Lemak Titik Didih (°C) Titik Leleh (°C) 12 14 16 18 20 22 24 Laurat Miristat Palmitat Stearat Arachidonat Bihenat Lignoserat 182 202 222 240 -44.2 54.4 62.9 69.6 75.4 80.0 84.2 Sumber : Swern (1979).

2.2.2

Sumber Asam Lemak

2.2.2.1 RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)

Buah kelapa sawit terdiri atas 80 % perikarp dan 20 % daging buah yang dilapisi kulit tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40 % (Ketaren, 1986).Minyak kelapa sawit hasil pengepresan (CPO) sebelum diolah lebih lanjut harus mengalami proses pemurnian, yaitu degumming, netralisasi, pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization). Minyak yang dihasilkan dari proses pemurnian ini disebut Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang belum dipisahkan fraksi padat dan fraksi cairnya. Jenis minyak ini biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri minyak goreng, margarin, shortening, dan berbagai industri turunan lainnya. Perbedaan sifat minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah dimurnikan dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan komposisi asam lemak RBDPO dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Sifat Minyak Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah dimurnikan Sifat Minyak Sawit Kasar Minyak Sawit Murni Titik cair : awal

akhir Bobot jenis 15 °C Indeks bias D 40 °C Bilangan penyabunan Bilangan iod

Bilangan Reichert Meissl Bilangan Polenske Bilangan Krichner Bilangan Barya 21 – 24 26 – 29 0,859 – 0,870 36,0 – 37,5 224 – 249 14,5 – 19,0 5,2 – 6,5 9,7 – 10,7 0,8 – 1,2 33 29,4 40,0 46 – 49 196 – 206 46 – 52 -Sumber : Krischenbauer (1960).

(19)

Tabel 4. Komposisi Asam Lemak dalam RBDPO

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam Lemak Jenuh Laurat (C12H24O2)

Miristat (C14H28O2)

Palmitat (C16H32O2)

Stearat (C18H36O2)

Arachidat (C20H40O2)

Asam Lemak Tak Jenuh Oleat (C18H34O2) Linoleat (C18H32O2) 0,37 1,19 43,94 4,09 0,14 38,55 11,66 Sumber : Mittelbach, 2004 dan Tirto, 2005 (www.ptpn13.com)

2.2.2.2 Minyak Sawit Fraksi Olein

Menurut Departemen Pertanian (2008), RBD olein merupakan minyak berwujud cair yang diperoleh dari fraksinasi CPO. Sifat fisiko-kimia minyak sawit fraksi olein dapat dilihat pada Tabel 5. Menurut Ketaren (1986), asam-asam lemak dan trigliserida tidak memiliki warna, sehingga warna minyak ditentukan oleh pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan. Warna oranye atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Komposisi asam lemak dalam minyak sawit fraksi olein dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Sifat Fisiko-kimia Minyak Sawit Fraksi Olein

Karakteristik Nilai Bobot jenis 15 °C Indeks bias D 40 °C Bilangan penyabunan Bilangan iod 0,9000 1,4565 – 1,4585 196 – 205 48 – 56 Sumber : Luthana (2008).

Tabel 6. Komposisi Asam Lemak dalam Sawit Fraksi Olein

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam Lemak Jenuh Palmitat (C16H32O2)

Stearat (C18H36O2)

Miristat (C14H28O2)

Laurat (C12H24O2)

Asam Lemak Tak Jenuh Oleat (C18H34O2) Linoleat (C18H32O2) Linolenat (C18H30O2) 37,9 – 41,7 4,0 – 4,8 0,9 – 1,5 0,1 – 0,5 40,7 – 43,9 10,4 – 13,4 0,1 – 0,5 Sumber : Departemen Pertanian (2008).

(20)

2.2.2.3 NPKO (Neutralized Palm Kernel Oil)

Minyak inti sawit (palm kernel oil) adalah minyak yang dihasilkan dari pengerpesan inti kelapa sawit. Untuk dapat dipergunakan lebih lanjut, minyak inti sawit harus mengalami pemurnian terlebih dahulu, yaitu degumming, netralisasi, pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization). Menurut Satyawibawa dan Widyastuti (1992), sekitar 48 % kandungan yang terdapat dalam NPKO adalah asam laurat. Asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki sifat pembusaan yang baik dan sering digunakan dalam formulasi sabun.

NPKO sangat mirip dengan minyak kelapa (coconut oil) dalam hal komposisi asam lemak yang dimiliki. Komposisi asam lemak NPKO disajikan pada Tabel 7 dan standar mutu NPKO disajikan pada Tabel 8.

Tabel 7. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Inti Sawit

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam Lemak Jenuh Oktanoat (C8H16O2) Dekanoat (C10H20O2) Kaproat (C6H12O2) Kaprilat (C8H16O2) Kaprat (C10H20O2) Laurat (C12H24O2) Miristat (C14H28O2) Palmitat (C16H32O2) Stearat (C18H36O2)

Asam Lemak Tak Jenuh Oleat (C18H34O2) Linoleat (C18H32O2) Linolenat (C18H30O2) 2 – 4 3 – 7 0 – 1 3 – 5 3 – 5 44 – 55 15 – 17 7 – 10 2 – 3 12 – 19 1 – 2 1 – 5 Sumber : Swern, 1979.

Tabel 8. Standar Mutu Minyak Inti Sawit

Karakteristik Minyak Inti Sawit

Asam lemak bebas (%) Kadar kotoran (%) Kadar zat menguap (%) Bilangan peroksida (meq) Bilangan iod (mg/g) Kadar logam (Fe, Cu) Lovibond Kontaminasi 3,5 0,02 0,2 2,2 10,5 – 18,5 0 0 0 Sumber : SNI 01-0023-1987

(21)

Menurut Satyawibawa dan Widyastuti (1992), minyak inti sawit merupakan hasil pengolahan dari endosperm (kernel atau daging biji) sawit yang berwarna putih. Minyak inti sawit dihasilkan setelah bagian ini melalui proses ekstraksi yang menghasilkan 10 % – 12 % minyak. Perbedaan minyak inti sawit dan CPO adalah minyak inti sawit memiliki kandungan asam laurat yang tinggi (41 % – 55 %) dan kisaran titik leleh yang sempit, sedangkan CPO memiliki kandungan asam laurat rendah dan kisaran titik leleh yang luas. Seperti halnya minyak kelapa, minyak inti sawit memiliki kisaran titik leleh berkisar 24 – 26 °C. Kisaran titik leleh asam lemak- asam lemak jenuh pada minyak inti sawit sangat kecil, yaitu berkisar 20 °C, sedangkan perbedaan titik leleh antar asam lemak-asam lemak jenuh dalam CPO lebih dari 70 °C.

2.3

GLISERIN

Gliserin adalah nama dagang dari gliserol. Perbedaan antara gliserin dan gliserol terletak pada tingkat kemurniannya, gliserin mempunyai kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan gliserol. Gliserol merupakan hasil samping dari pemecahan minyak atau lemak untuk menghasilkan asam lemak.

Kegunaan gliserin bervariasi sesuai dengan produknya. Beberapa contoh kegunaan gliserin adalah sebagai pengawet buah dalam kaleng, bahan dasar lotion, penjaga kebekuan pada dongkrak hidraulik, bahan baku tinta printer, kue, dan permen. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin berfungsi dalam pembentukan struktur sabun transparan.

Menurut Mitsui (1997), gliserin telah lama digunakan sebagai humektan. Humektan (moisturizer) adalah skin conditioning agents yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Fungsinya adalah sebagai komponen higroskopis yang mengundang air dan mengurangi jumlah air yang menguap dari permukaan kulit.

Efektifitas humektan tergantung kelembaban lingkungan disekitarnya. Menurut Murphy (1978), humektan, contohnya gliserin, dapat melembabkan kulit pada kondisi atmosfer sedang atau pada kondisi kelembaban tinggi. George dan Serdakowski (1996) mengatakan bahwa gliserin dengan konsentrasi 10 % dapat meningkatkan kehalusan dan kelembaban kulit. Penggunaan gliserin dalam konsentrasi tinggi (diatas 10 %) dapat menyebabkan terbentuknya titik-titik air (sweating) pada produk jika disimpan dalam lingkungan yang lembab. Ini adalah masalah yang umum terjadi pada sabun transparan yang menggunakan humektan sebagai bahan baku.

(22)

III.

METODOLOGI

3.1

BAHAN DAN ALAT

3.1.1

Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan adalah RBDPO dan NPKO yang berasal dari PT Sinar Meadow Internasional Indonesia. Bahan baku lain yang yang digunakan adalah minyak goreng sawit komersial dengan merek Tropicana dan minyak goreng kelapa komersial dengan merek Barco.

3.1.2

Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah asam stearat, NaOH, gliserin, etanol, sukrosa, dietanolamida (DEA), NaCl, HCl, larutan wijs, KCl, KI, Na2S2O3, asam asetat, kloroform, H2SO4,

BaCl, margarin, indikator PP, indikator metil oranye, dan indikator kanji.

3.1.3

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan sabun adalah hot plate, penangas air, buret, pisau, timbangan digital, pendingin tegak, termometer, gelas piala, pengaduk kaca, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, labu Cassia, labu pemisah, tabung reaksi, corong, alat titrasi, vortex, oven, freezer, pipet tetes, pipet volumetrik, pH meter, penetrometer, desikator, turbidimeter, cawan alumunium, penggaris, strirrer, penyaring vakum, dan peralatan analisis lainnya.

3.2

METODE PENELITIAN

3.2.1

Penelitian Pendahuluan

3.2.1.1 Karakterisasi Minyak

Karakterisasi minyak dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat dari minyak yang digunakan sebagai bahan baku proses. Karakterisasi yang dilakukan adalah analisa kadar asam lemak bebas dan bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, serta bilangan peroksida.

3.2.1.2 Percobaan Pembuatan Sabun Transparan

Percobaan pembuatan sabun transparan dilakukan untuk menentukan besarnya konsentrasi gliserin yang digunakan pada penelitian utama dengan menggunakan minyak kelapa sebagai sumber bahan baku. Tahap ini menggunakan lima perlakuan, yaitu penggunaan gliserin pada konsentrasi 4 %, 7 %, 10 %, 13 %, dan 16 %. Pemilihan formula untuk sabun transparan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kusumah (2004) yang disajikan pada Tabel 9. Formula pembuatan stok sabun dapat dilihat pada Lampiran 2.

(23)

Tabel 9. Formulasi Sabun Transparan

Komponen Jumlah % (b/b) Fungsi

Asam stearat 7 Pembuatan stok sabun

Pembuatan stok sabun Pembuatan stok sabun

Minyak kelapa 20

NaOH 20.3

Gliserin 13 Transparent agent, humektan

Etanol 15 Transparent agent, pelarut

Sukrosa 17 Transparent agent, humektan

DEA 3 Surfaktan, penstabil busa

NaCl 0.2 Elektrolit

Air 4.5 Pelarut

Sumber : Kusumah (2004).

3.2.2

Penelitian UtamaPendahuluan

3.2.2.1 Pembuatan Sabun Transparan

Pembuatan sabun transparan dilakukan dengan perbedaan jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku dan tiga taraf konsentrasi gliserin yang diperoleh dari percobaan pembuatan sabun sebelumnya. Faktor-faktor yang terlibat dalam penelitian ini adalah :

 Faktor A, yaitu jenis minyak yang digunakan, terdiri atas 3 taraf perlakuan : A1 = Minyak sawit fraksi olein

A2 = RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) A3 = NPKO (Neutralized Palm Kernel Oil)

 Faktor B, yaitu tiga konsentrasi gliserin terbaik dari penelitian pendahuluan.

Pembuatan sabun transparan dimulai dengan pencairan asam stearat pada suhu sekitar 70 °C selama 15 menit. Selanjutnya setelah asam stearat mencair dilakukan penambahan minyak dan pengadukan hingga merata. Kemudian dilakukan penambahan NaOH dan pengadukan selama 2 – 4 menit hingga campuran membentuk sabun. Untuk melarutkan sabun tersebut ditambahkan etanol dan diaduk merata. Setelah sabun larut selanjutnya gliserin, gula, DEA, NaCl, dan air ditambahkan disertai pengadukan sampai campuran bahan homogen. Campuran yang telah homogen dituangkan ke dalam cetakan dan didiamkan hingga mengeras kemudian dikeluarkan dari cetakan. Diagram alir proses pembuatan sabun transparan disajikan pada Lampiran 1.

3.2.2.2 Analisa Mutu Produk

Sifat Fisiko Kimia

Analisa yang dilakukan pada produk adalah analisa yang didasarkan pada standar mutu sabun mandi (SNI 06-3532-1994 tentang syarat mutu sabun mandi) dan beberapa parameter analisis yang didasarkan pada literatur berkenaan dengan sabun. Analisa yang dilakukan adalah sebagai berikut :  Kadar air dan zat menguap pada suhu 105 °C (SNI 06-3532-1994)

 Kadar asam lemak (SNI 06-3532-1994)

 Kadar fraksi tak tersabunkan (SNI 06-3532-1994)  Kadar bagian tak larut dalam alkohol (SNI 06-3532-1994)  Kadar alkali bebas (SNI 06-3532-1994)

 Nilai pH (SNI 06-4075-1996)  Kekerasan (Wood, 1996)

(24)

Stabilitas busa (Piyali et al., 1999)  Daya pembersih

Uji Organoleptik

Uji organoleptik pada produk sabun transparan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap transparansi, tekstur, banyak busa, dan kesan kesat pada kulit setelah pemakaian sabun transparan. Uji ini menggunakan panelis sebanyak 30 orang dengan skala 1 – 5. Skala penilaian yang diberikan, yaitu (1) tidak suka, (2) agak tidak suka, (3) biasa, (4) agak suka, dan (5) suka. Lembar uji organolpetik ini tersaji pada Lampiran 6. Analisis data untuk uji organoleptik dilakukan dengan metode statistika non parametrik menggunakan uji Friedman.

3.3

RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Rancangan ini dipilih karena tepat untuk mencari kombinasi yang terbaik antara pengaruh dua variasi yaitu perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin yang digunakan. Pada penelitian dilakukan dua kali ulangan sehingga jumlah satuan perlakuan adalah 18 satuan perlakuan, yaitu : 3 (faktor A) x 3 (faktor B) x 2 (ulangan).

Model matematis untuk rancangan percobaan yang digunakan (Sudjana, 1985) adalah sebagai berikut :

Yijk= µ + Ai+ Bj+ Abij+ εk(ij)

Keterangan :

Yijk : Peubah yang diukur

µ : Rata-rata yang sebenarnya Ai : Pengaruh jenis minyak

Bj : Pengaruh konsentrasi gliserin

ABij : Pengaruh interaksi antara jenis minyak dengan konsentrasi gliserin yang digunakan

(25)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

KARAKTERISASI MINYAK

Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari tiga jenis minyak, yaitu minyak sawit fraksi olein, RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil), dan NPKO (Neutralized Palm

Kernel Oil). Jenis minyak yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Jenis Minyak sebagai Bahan Baku

Analisa yang dilakukan terhadap minyak yang digunakan sebagai asam lemak adalah asam lemak bebas (ALB) dan bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, dan bilangan peroksida.

4.1.1

Bilangan Asam dan Kadar Asam Lemak Bebas

Pengukuran bilangan asam dipergunakan untuk mengukur kadar asam lemak bebas (ALB) yang terdapat dalam minyak/lemak. Semakin tinggi kadar ALB minyak/lemak menunjukkan miyak/lemak sudah tidak baik. Asam lemak bebas dalam minyak/lemak berasal dari reaksi oksidasi, hidrolisis, pemanasan, dan lain-lain. Analisa besarnya bilangan asam dan kadar asam lemak bebas pada minyak sawit fraksi olein, RBDPO, NPKO, dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 10. Dari hasil kedua analisa tersebut didapat bahwa semua jenis minyak yang dianalisa memiliki bilangan asam dan kadar ALB rendah yang berarti miyak dalam kualitas baik.

Tabel 10. Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas

Jenis Minyak Bil. Asam Asam Lemak Bebas (%)

Minyak sawit (olein) 0.129 0.091

RBDPO 0.133 0.086

NPKO 0.173 0.087

Minyak Kelapa 0.133 0.067

(26)

4.1.2

Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Analisa besarnya bilangan penyabunan yang dilakukan pada minyak sawit fraksi olein, RBDPO, NPKO, dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Bilangan Penyabunan dan Standar

Jenis Minyak Bil. Penyabunan Literatur*

Minyak sawit (olein) 198.95

196 – 205

RBDPO 197.86

NPKO 239.21 244 – 254

Minyak Kelapa 257.16 –

*Sumber : Krischenbauer (1960)

Dari hasil analisa bilangan penyabunan yang dilakukan menunjukkan bahwa ketiga jenis minyak memiliki bilangan penyabunan yang terdapat dalam kisaran literatur. Semakin tinggi bilangan penyabunan maka semakin banyak KOH yang digunakan. Minyak sawit fraksi olein dan RBDPO memiliki bilangan penyabunan yang hampir sama. Hal ini disebabkan jumlah asam lemak dominan penyusun kedua jenis minyak, yaitu asam oleat dan asam palmitat hampir sama banyak pada masing-masing minyak. Asam lemak dominan penyusun NPKO dan minyak kelapa adalah asam laurat sehingga nilai bilangan penyabunan yang diperoleh juga tidak berbeda jauh.

Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari bobot molekul. Bilangan penyabunan juga dipergunakan untuk menentukan bobot molekul minyak secara kasar. Minyak yang tersusun oleh asam lemak rantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil yang akan mempunyai angka penyabunan yang besar. Hal ini dapat dilihat dari NPKO dan minyak kelapa dengan asam lemak dominan asam laurat (C12H24O2) memiliki bilangan penyabunan lebih besar dibandingkan

minyak sawit fraksi olein dengan asam lemak dominan asam oleat (C18H34O2) dan RBDPO dengan

asam lemak dominan asam palmitat (C16H32O2).

4.1.3

Bilangan Iod

Pengukuran bilangan iod ditujukan untuk mengetahui ketidakjenuhan minyak. Analisa besarnya bilangan iod yang dilakukan pada minyak sawit fraksi olein, RBDPO, NPKO, dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Bilangan Iod dan Standar

Jenis Minyak Bilangan Iod Literatur*

Minyak sawit (olein) 58.48

48 – 56

RBDPO 52.34

NPKO 7.472 14 – 20

Minyak kelapa 6.39 7.5 – 10.5

*Sumber : Krischenbauer (1960)

Hasil analisa bilangan iod yang dilakukan menunjukkan nilai yang mendekati kisaran literatur. Semakin tinggi nilai bilangan iod maka ketidakjenuhan minyak/lemak semakin tinggi. Minyak sawit fraksi olein dengan dominan asam oleat (C18H34O2) yang merupakan asam lemak tidak jenuh

(27)

palmitat (C16H32O2) serta RBDPO dan minyak kelapa dengan dominan asam laurat (C12H24O2) yang

merupakan asam lemak jenuh.

Ketidak-jenuhan minyak digunakan untuk menentukan beberapa karakteristik minyak, seperti titik cair maupun bilangan peroksida. Semakin tinggi bilangan iod menggambarkan semakin banyak jumlah ikatan rangkap yang dimilikinya. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap pada minyak maka titik cair minyak semakin rendah, selain itu banyaknya ikatan rangkap pada umumnya membuat minyak mudah teroksidasi sehingga bilangan peroksida biasanya tinggi.

4.1.4

Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida merupakan salah satu parameter kerusakan minyak. Bilangan peroksida digunakan untuk mengukur tingkat oksidasi. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk senyawa peroksida. Asam lemak yang berikatan dengan oksigen akan terurai membentuk senyawa dengan rantai-rantai molekul yang lebih pendek. Semakin pendek rantai molekul senyawa tersebut maka minyak akan semakin berbau tidak sedap (tengik). Analisa besarnya bilangan peroksida pada minyak sawit fraksi olein, RBDPO, NPKO, dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil analisa bilangan peroksida menunjukkan nilai bilangan peroksida yang rendah. Hal ini berarti minyak mempunyai kualitas yang baik dan belum rusak.

Tabel 13. Bilangan Peroksida

Jenis Minyak Bilangan Peroksida

Minyak sawit (olein) 3.36

RBDPO 3.61

NPKO 3.67

Minyak kelapa 5.49

4.2

PEMILIHAN FORMULA

Penelitian tahap pemilihan formula sabun transparan dilakukan untuk mendapatkan tiga konsentrasi gliserin terbaik yang akan digunakan sebagai konsentrasi yang dipilih pada penelitian utama. Pemilihan formula ini diperoleh dari tiga konsentrasi gliserin terbaik dari lima formula sabun transparan yang dibuat dengan asam lemak dari minyak kelapa. Konsentrasi gliserin yang dicobakan adalah 4 %, 7 %, 10%, 13%, dan 16.

Sabun transparan dikenal juga dengan nama sabun gliserin. Konsentrasi gliserin pada formula memberikan pengaruh yang berbeda pada sabun yang dihasilkan. Penggunaan gliserin dalam sabun transparan berfungsi sebagai humektan dan transparent agent. Analisa fisik yang dilakukan terhadap lima formula dengan konsentrasi 4 %, 7 %, 10%, 13%, dan 16% dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Analisa Fisik Sabun Transparan dari Minyak Kelapa dengan Berbagai Konsentrasi Gliserin

Formula Analisa

Transparansi Tekstur Busa

Gliserin 4 % +++ ++ +++

Gliserin 7 % +++ ++ +++

Gliserin 10 % +++ + +++

Gliserin 13 % + - +++

Gliserin 16 % + - ++

(28)

Transparansi merupakan sifat yang menentukan mutu sabun transparan. Dari kelima formula sabun transparan yang dicobakan diperoleh tiga konsentrasi gliserin yang memiliki sifat transparansi dan tekstur yang baik, yaitu konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10 %. Sedangkan untuk sifat pembusaan, peningkatan konsentrasi gliserin tidak terlalu mempengaruhi sabun transparan.

Semakin tinggi konsentrasi gliserin yang digunakan maka sifat transparansi semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi penggunaan konsentrasi gliserin, maka jumlah air yang ditambahkan semakin berkurang sehingga menyebabkan sifat transparansi sabun semakin berkurang walaupun sifat gliserin sebagai transparent agent. Selain itu juga, peningkatan konsentrasi gliserin menyebabkan tekstur dari sabun tidak terlalu baik. Sabun yang dihasilkan dengan konsentrasi tinggi bertekstur tidak lembut dan rapuh.

Dari hasil analisa sabun transparan yang dihasilkan terhadap sifat transparansi, tekstur, dan banyak busa diperoleh tiga konsentrasi yang baik, yaitu konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10%. Tiga konsentrasi gliserin ini akan digunakan pada formula penelitian utama.

4.3

KARAKTERISASI SABUN TRANSPARAN

Analisa terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan meliputi pengukuran kadar air dan zat menguap, kadar asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, kadar bagian tak larut alkohol, kadar alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH, nilai pH, kekerasan, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya pembersih. Penampilan sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 2. Penampilan Sabun Transparan Hasil Penelitian

A1B2 A1B1 A1B3 A2B3 A2B2 A2B1 A3B3 A3B2 A3B1

(29)

4.3.1

Kadar Air dan Zat Menguap

Kadar air dan zat menguap sabun berpengaruh terhadap karakteristik sabun pada saat dipakai dan disimpan. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut pada saat digunakan (Spitz, 1996). Selain itu, kadar air dalam sabun berpengaruh terhadap kekerasan sabun batang yang dihasilkan, semakin tinggi kadar airnya maka kekerasan sabun semakin menurun.

Kandungan zat menguap dalam produk sabun transparan yang dihasilkan selain berasal dari bahan penyusunnya yang bersifat volatile atau mudah menguap, dapat pula berasal dari hasil lanjut reaksi oksidasi asam lemak yang terdapat dalam sabun transparan. Menurut Ketaren (1986), proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya peroksida asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Senyawa aldehid dan keton yang dihasilkan dari lanjutan reksi oksidasi ini memiliki sifat mudah menguap seperti alkohol. Hasil analisa kadar air dan zat menguap terhadap sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 3. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Air dan Zat Menguap

Menurut SNI 1994, kadar air dan zat menguap pada sabun batang (hard soap) adalah 15 %. Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air dan zat menguap berkisar antara 11.89 % - 24.19 %. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air dan zat menguap yang lebih besar daripada sabun mandi biasa berdasarkan SNI 1994. Sabun transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent. Menurut Shrivastava (1982), sabun mandi umumnya memiliki kadar air sekitar 30 %. Jika kadar airnya kurang dari 30 % kemungkinan besar sabun telah mengalami proses pengeringan buatan (artificial drying) atau menjadi lebih kering karena pengaruh lingkungan tempatnya disimpan.

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin serta interaksi antara perbedaan konsentrasi gleserin dan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan zat menguap sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar air dan zat menguap pada sabun transparan disajikan pada Lampiran 8. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa masing-masing konsentrasi gliserin saling berbeda nyata satu sama lain. Peningkatan konsentrasi gliserin berakibat kadar air dan zat menguap sabun transparan berkurang. Hal ini dikarenakan persentase air yang ditambahkan pada formula berkurang seiring dengan bertambahnya konsentrasi gliserin.

(30)

4.3.2

Kadar Asam Lemak

Asam lemak merupakan komponen utama penyusun minyak/lemak. Jenis asam lemak yang digunakan menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan. Pengukuran jumlah asam lemak dalam sabun diukur dengan cara memutus ikatan ester asam lemak dalam trigliserida dan Na dengan menggunakan asam kuat. Kandungan asam lemak dalam sabun berasal dari minyak nabati dan asam stearat yang digunakan sebagai bahan baku. Bahan lain yang mungkin menjadi sumber asam lemak adalah DEA dan gliserin. Menurut Williams dan Schmitt (2002), dietanolamida (DEA) adalah surfaktan nonionik yang dihasilkan dari minyak/lemak, sementara gliserin merupakan produk samping hidrolisis minyak/lemak untuk menghasilkan asam lemak bebas. Reaksi pembentukan DEA dan gliserin yang tidak sempurna mungkin masih menyisakan asam-asam lemak dalam bentuk aslinya. Hasil analisa kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 4. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Asam Lemak

Menurut SNI 1994, kadar asam lemak yang baik pada sabun mandi adalah minimal 70 %. Namun, sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar asam lemak yang jauh dibawah SNI yaitu berkisar antara 19.93 % - 41.82 %. Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar asam lemak dalam sabun berikatan dengan NaOH membentuk sabun (real soap), tetapi sebagian lain ada dalam bentuk bebas. Asam lemak setelah bereaksi dengan basa kuat akan menghasilkan sabun yang mengandung

real soap minimal 65 %. Mitsui (1997) menyatakan bahwa penambahan transparent agent seperti

alkohol, gliserin, dan sukrosa, serta berbagai bahan lainnya membuat sabun transparan mengandung lebih sedikit real soap daripada sabun mandi biasa.

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar asam lemak dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 9. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa NPKO dan olein tidak berbeda nyata, olein dan RBDPO tidak berbeda nyata, namun NPKO dan RBDPO saling berbeda nyata. Kadar asam lemak dalam minyak dipengaruhi oleh bobot molekul dari asam-asam lemak yang terkandung di dalam minyak, yaitu kadar asam lemak berbanding terbalik dengan bobot molekul. Dalam satu satuan volum, asam lemak dengan rantai molekul pendek memiliki jumlah asam lemak per volum lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah asam lemak NPKO lebih tinggi dibandingkan RBDPO karena bobot molekul asam laurat (BM = 200) pada NPKO lebih kecil dibandingkan asam palmitat (BM = 256) pada RBDPO.

(31)

4.3.3

Kadar Fraksi Tak Tersabunkan

Fraksi tak tersabunkan adalah senyawa-senyawa yang sering terdapat larut dalam minyak, tapi tidak dapat membentuk sabun dengan soda alkali dan dapat diekstrak dengan pelarut lemak. Adanya bahan yang tidak tersabunkan dalam sabun dapat menurunkan kemampuan membersihkan (daya detergensi) dalam sabun (Wood, 1996). Menurut Hill (2005), bahan-bahan tak tersabunkan biasanya bersifat non-volatil (tidak mudah menguap) pada suhu 103 °C. Yang termasuk bahan tak tersabunkan, antara lain alkohol alifatik, sterol, pigmen, minyak mineral dan hidrokarbon. Hasil analisa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan yang dihasilkan, dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 5. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Fraksi Tak Tersabunkan

Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan berkisar antara 4.56 % - 10.68 %. Kadar fraksi tak tersabunkan yang didapat tidak memenuhi standar SNI 1994, yaitu maksimal 2.5 %. Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih besar daripada sabun mandi biasa berdasarkan SNI 1994. Sabun transparan memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent. Penggunaan NaOH juga mempengaruhi kadar fraksi tak tersabunkan. Jenis NaOH yang digunakan dalam pambuatan sabun adalah NaOH teknis sehingga dimungkinkan pada saat pembuatan stok sabun masih terdapat asam lemak yang tidak ikut tersabunkan.

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar fraksi tak tersabunkan sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 10. Sabun transparan yang terbuat dari NPKO memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih dibandingkan sabun transparan yang terbuat dari RBDPO dan minyak sawit fraksi olein. Hal ini dikarenakan bilangan penyabunan yang dimiliki NPKO lebih besar dibandingkan RBDPO dan minyak sawit fraksi olein sehingga dalam pembuatan stok sabun transparan jumlah NaOH yang digunakan bertambah sesuai bilangan penyabunan. Semakin banyak NaOH yang digunakan maka kadar fraksi tak tersabunkan semakin tinggi, hal ini mungkin dikarenakan ada sebagian NaOH yang tidak ikut tersabunkan pada proses pembuatan stok sabun. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan Olein tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO.

Minyak dan lemak dengan kandungan bahan tak tersabunkan yang tinggi sangat tidak disarankan untuk digunakan dalam pembuatan sabun karena besarnya jumlah bahan tak tersabunkan yang akan tertinggal setelah proses penyabunan.

(32)

4.3.4

Kadar Bagian Tak Larut Alkohol

Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai polaritas yang sama. Etil alkohol (etanol) berfungsi sebagai pelarut pada proses pembuatan sabun transparan karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan lemak (Puspito, 2007). Menurut ASTM (2001), bahan tak larut alkohol pada sabun meliputi garam alkali seperti karbonat, silikat, fosfat dan sulfat, serta pati (starch).

Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar bagian tak larut alkohol berada pada kisaran 0.92 % - 1.57 %. Kadar fraksi bagian tak larut alkohol tersebut telah memenuhi standar sabun mandi SNI 1994, yaitu maksimal 2.5 %. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua perlakuan (jenis minyak, konsentrasi gliserin, serta interaksi jenis minyak dan konsentrasi gliserin) tidak berpengaruh nyata terhadap kadar bagian tak larut alkohol pada sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 11.

Kadar bagian tak larut alkohol diketahui untuk melihat seberapa besar bagian dari sabun yang tidak larut dalam alkohol. Semakin banyak bagian yang tidak larut dalam alkohol maka semakin sedikit stok sabun dalam sabun transparan. Selain itu, bagian yang tidak larut dalam alkohol menimbulkan gumpalan-gumpalan yang mengganggu penampilan sabun transparan. Minyak dan lemak hanya sedikit mengandung bagian tak larut alkohol sehingga tidak mempengaruhi hasil analisa.

4.3.5

Kadar Alkali Bebas Dihitung sebagai NaOH

Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar alkali dalam sabun ada dalam bentuk terikat dengan asam lemak, sementara sebagian yang lain ada dalam bentuk bebas. Alkali bebas dalam sabun dapat berupa Na atau Ka.

Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) dalam sabun transparan berkisar antara 0.27 % - 0.43 %. Kadar kadar alkali bebas produk sabun transparan belum memenuhi standar sabun mandi SNI 1994, yaitu maksimal 0.1 %. Namun, dari hasil analisis nilai pH masih memenuhi standar sabun mandi sehingga masih aman digunakan. Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar alkali bebas yang lebih tinggi dibandingkan standar sabun mandi biasa SNI 1994 dikarenakan penambahan NaOH pada saat pembuatan stok sabun mempunyai persentase lebih banyak, yaitu sesuai bilangan penyabunan. Dimungkinkan pada saat pembuatan stok sabun tidak semua NaOH berikatan dengan asam lemak membentuk sabun.

Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa.pada proses pembuatan sabun, penambahan alkali harus dilakukan pada jumlah yang tepat. Kelebihan alkali dalam sabun mandi tidak diperbolehkan karena alkali mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit. Menurut Poucher (1974), NaOH memiliki sifat higrokopis dan dapat menurunkan kelembaban kulit dengan cepat. Wade dan Weller (1994), menyatakan bahwa NaOH termasuk golongan alkali kuat yang bersifat korosif dan dapat dengan mudah menghancurkan jaringan organik halus. Sabun dengan kadar alkali yang lebih besar biasanya digolongkan ke dalam sabun cuci.

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua perlakuan (jenis minyak, konsentrasi gliserin, serta interaksi jenis minyak dan konsentrasi gliserin) tidak berpengaruh nyata terhadap kadar alkali bebas pada sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar alkali bebas dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 12.

4.3.6

Nilai pH

Derajat keasaman atau pH merupakan parameter untuk mengetahui sabun yang dihasilkan bersifat asam atau basa. Sabun merupakan garam alkali yang bersifat basa. Kulit normal memiliki pH sekitar 5. Mencuci dengan sabun akan membuat nilai pH kulit meningkat untuk sementara. Sabun yang memiliki nilai pH yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat meningkatkan daya absorbansi kulit sehingga kulit dapat mengalami iritasi. Hasil analisa nilai pH sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.

Hasil analisa nilai pH sabun transparan yang dihasilkan berkisar 9.96 – 10.58. Nilai pH sabun tersebut masih termasuk dalam kisaran sabun menurut Jellinek (1970), yaitu antara 9.5 – 10.8. Nilai pH sabun salah satunya dipengaruhi jumlah alkali yang ada dalam sabun. Semakin banyak alkali yang

(33)

digunakan dalam pembuatan sabun maka nilai pH sabun semakin meningkat karena alkali bersifat basa kuat.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 6. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Nilai pH

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap nilai pH sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap nilai pH sabun transparan disajikan pada Lampiran 13. Sabun yang terbuat dari NPKO memiliki nilai pH yang lebih tinggi dikarenakan NPKO mempunyai bilangan penyabunan yang lebih besar sehingga alkali yang ditambahkan pada proses pembuatan sabun lebih banyak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan Olein tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO.

4.3.7

Kekerasan

Kekerasan didefinisikan sebagai karakteristik yang dimiliki oleh benda padat dan menggambarkan ketahanannya terhadap perubahan bentuk secara permanen. Benda yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau perubahan bentuk yang disebabkan karena gangguan fisik yang berasal dari lingkungannya.

Kekerasan pada produk sabun dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh yang terdapat dalam sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap dan memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh. Kekerasan sabun juga dipengaruhi kadar air yang terdapat dalam sabun. Semakin tinggi kadar air sabun maka sabun semakin lunak. Hasil analisa nilai penetrasi per satuan waktu sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.

Pengukuran tingkat kekerasan sabun transparan dilakukan menggunakan alat penetrometer. Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan seberapa dalam jarum penetrometer dapat menembus sabun dalam rentang waktu tertentu. Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi lebih besar.

Berdasarkan hasil analisa terhadap kekerasan sabun transparan diketahui bahwa nilai penetrasi jarum ke dalam sabun transparan berkisar antara 0.29 – 0.63 mm/detik. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin dan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kekerasan sabun transparan disajikan pada Lampiran 14. Kekerasan sabun transparan dipengaruhi oleh kadar air dalam sabun. Semakin tinggi konsentrasi gliserin maka persentase air dalam formula pembuatan stok sabun berkurang sehingga kekerasan sabun semakin berkurang.

(34)

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 7. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kekerasan

Mutu dan konsentrasi sabun juga ditentukan oleh jenis asam lemak yang digunakan. Sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul lebih kecil, misalnya asam laurat, akan lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul yang lebih besar, misalnya asam oleat atau palmitat. Menurut Atmoko (2005), kekerasan sabun juga dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh dalam sabun. Asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak tidak jenuh. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun menjadikan sabun semakin keras. Hal ini dapat dilihat dari nilai penetrasi sabun yang dibuat dari minyak sawit fraksi olein lebih lunak dibandingkan sabun yang dibuat dari NPKO dan RBDPO.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan NPKO tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan olein. Hasil uji Duncan untuk perbedaan konsentrasi gliserin menunjukkan bahwa konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10 % berbeda nyata satu sama lainnya.

4.3.8

Stabilitas Emulsi

Stabilitas emulsi merupakan daya tahan sistem emulsi yang terdapat dalam suatu produk emulsi untuk mempertahankan kestabilannya pada berbagai kondisi. Kestabilan emulsi dapat diamati dari fenomena yang terjadi selama emulsi dibiarkan atau disimpan pada jangka waktu dan kondisi tertentu.

Kestabilan emulsi merupakan salah satu parameter mutu produk emulsi. Emulsi yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan, tidak terjadi perubahan warna, dan memiliki konsistensi tetap. Sebagai produk emulsi, penentuan stabilitas emulsi pada sabun bertujuan untuk mengetahui daya simpan sabun. Sabun yang mempunyai daya stabilitas emulsi tinggi akan memiliki umur simpan yang lebih lama. Selain itu, stabilitas emulsi berpengaruh terhadap daya detergensi (sifat membersihkan) sabun transparan. Sabun yang merupakan produk emulsi w/o (water in oil), apabila emulsinya rusak maka fungsi dari sabun itu sendiri ikut menurun.

Stabilitas emulsi dari sabun transparan yang dihasilkan menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu berada dalam kisaran 93.77 % – 96.85 %. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap stabilitas emulsi sabun transparan disajikan pada Lampiran 15. Jumlah asam lemak berperan dalam menjaga konsistensi sabun dan ikut mempengaruhi daya stabilitas emulsinya.

Prinsip kestabilan emulsi adalah keseimbangan gaya tarik-menarik dan tolak-menolak antara partikel dalam sistem emulsi. Sabun padat (hard soap) merupakan produk emulsi tipe w/o (water in

(35)

Sistem emulsi yang stabil dipengaruhi oleh adanya penambahan emulsifier dan stabilizer. Dalam penelitian ini emulsifier yang digunakan adalah dietanolamida (DEA).

4.3.9

Stabilitas Busa

Busa adalah suatu struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantong-kantong udara yang terbungkus dalam lapisan tipis, dispersi gas dalam cairan yang distabilkan oleh suatu zat pembusa. Larutan-larutan yang mengandung bahan-bahan aktif permukaan menghasilkan busa yang stabil bila dicampur dengan air (Martin et al., 1993). Kecepatan pembentukan dan stabilitas busa merupakan dua hal penting untuk produk pembersih tubuh. Busa yang banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit atau tidak stabil. Hasil analisa stabilitas busa sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap stabilitas busa sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap stabilitas busa sabun transparan disajikan pada Lampiran 16. Nilai kestabilan busa dari hasil analisa berada dalam kisaran 13.89 % - 35.87 %. Nilai stabilitas busa dari sabun transparan yang dihasilkan dari yang terbesar ke kecil berturut-turut adalah sabun transparan yang berasal dari minyak sawit fraksi olein, RBDPO, dan NPKO. Menurut Cavitch (2001), karakteristik busa yang dihasilkan oleh sabun dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang digunakan. Asam laurat menghasilkan busa yang cepat, lembut, namun daya detergensi rendah atau busa yang tidak stabil. Sementara asam palmitat dan asam stearat menghasilkan busa yang stabil. Asam oleat mengasilkan busa yang stabil dan lembut, namun tidak selembut busa yang dihasilkan asam laurat.

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi kecepatan pembentukan dan kestabilan busa adalah konsentrasi ion logam dalam air. Keberadaan ion-ion logam, seperti Ca2+dan Mg2+, dalam air dapat menurunkan stabilitas busa (Piyali et al., 1999). Stabilitas busa dapat ditingkatkan dengan penambahan surfaktan. Dietanolamida sebagai surfaktan yang ditambahkan pada pembuatan stok sabun berfungsi menstabilkan busa dan membuat sabun menjadi lembut. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya nilai kestabilan busa seiring dengan bertambahnya konsentrasi gliserin yang digunakan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak Olein dan RBDPO tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

(36)

4.3.10 Daya Bersih

Sabun merupakan produk pembersih yang digunakan baik untuk membersihkan tubuh maupun peralatan lainnya. Pengukuran daya bersih pada sabun diperlukan untuk mengetahui sejauh mana produk tersebut dapat membersihkan kotoran pada saat digunakan. Hasil analisa daya bersih sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.

Keterangan :

A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %

A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %

A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 9.bHubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Daya Bersih

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap daya bersih sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap daya bersih sabun transparan disajikan pada Lampiran 17. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO, NPKO, dan Olein tidak saling berbeda nyata.

Sabun transparan yang terbuat dari NPKO memiliki kemampuan membersihkan lebih tinggi dibandingkan sabun transparan yang terbuat dari RBDPO dan olein. Semakin pendek rantai molekul asam lemak maka semakin mudah bereaksi mengikat kotoran. Asam laurat dengan atom C 12 pada NPKO yang mempunyai sifat membersihkan lebih tinggi dibandingkan olein dan RBDPO. Menurut Cavitch (2001), asam laurat menghasilkan sabun dengan sifat keras, mempunyai daya detergenasi (daya membersihkan) tinggi, dan menghasilkan busa yang lembut.

4.4

UJI ORGANOLEPTIK

Uji organoleptik yang dilakukan merupakan uji kesukaan atau uji hedonik. Uji hedonik atau kesukaan merupakan salah satu uji penerimaan yang menyangkut penilaian seseorang terhadap kesukaan atau ketidaksukaan suatu produk. Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap sabun transparan yang dihasilkan dari semua perlakuan dengan menggunakan minyak (A1 = olein, A2 = RBDPO, A3 = NPKO) dan gliserin (B1 = 4%, B2 = 7%, B3 = 10%). Uji organoleptik yang dilakukan meliputi transparansi, tekstur, banyak busa, dan kesan kesat setelah pemakaian. Panelis yang digunakan dalam uji ini merupakan panelis agak terlatih berjumlah 30 orang.

Gambar

Tabel 2. Titik Didih dan Titik Leleh Beberapa Asam Lemak Jenuh
Tabel 4. Komposisi Asam Lemak dalam RBDPO
Tabel 7. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Inti Sawit
Tabel 9. Formulasi Sabun Transparan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sabun mandi yang dibuat dari minyak jarak ini memiliki sifat fisiko kimia yang meliputi kadar air dan zat menguap sabun padat

komposisi minyak nabati yang digunakan dalam pembuatan sabun transparan memiliki pengaruh yang nyata terhadap parameter kadar air dan zat menguap, kadar asam

Hal ini disebabkan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sabun padat transparan adalah minyak goreng bekas dan asam stearat yang merupakan asam lemak

cocoamidopropyl betaine terhadap karakteristik fisik sabun batang transparan minyak jahe telah dilakukan dengan tujuan untuk dapat menghasilkan sabun transparan

Berdasarkan hasil analisa keragaman terhadap sabun transparan dengan konsentrasi gel lidah buaya 5, 10, 15, dan 20% pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan

Grafik Pengaruh Variasi Konsentrasi Larutan Alkali dan Jumlah Mengkudu terhadap Kadar Asam Lemak Bebas Sabun Transparan. Dari gambar 4 dapat dilihat Hasil uji sabun

Gambar 4.12 Grafik yang menunjukkan kadar alkali/asam lemak bebas sediaan sabun transparan ekstrak labu kuning (Cucurbita moschata) pada berbagai macam formula .... 92

Hasil: Hasil evaluasi yang dilakukan terhadap sediaan sabun transparan dengan penambahan astaxanthin didapatkan nilai kadar air 12,35% b/b, asam lemak bebas 1,2% b/b, lemak yang tidak