• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

E. Karakterisasi Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksibenzoat

Untuk meyakinkan senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat yang disintesis telah terbentuk dengan baik maka perlu dilakukan pengujian rendemen secara kuantitatif dan kualitatif. Pengujian secara kuantitatif dilakukan dengan

menghitung besarnya nilai persen rendemen dan analisis mikroelementer untuk mengetahui tingkat kemurniannya sedangkan pengujian secara kualitatif

dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer IR, spektrometer NMR.

1. Karakterisasi dengan Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis spektroskopi yang terjadi akibat interaksi radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (200-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan suatu materi menggunakan alat

spektrofotometer. Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap

kemudian terkuantisasi sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang disumbangkan oleh foton-foton

memungkinkan elektron-elektron itu tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.

Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Hal ini disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi

14

elektronik dapat terjadi dari berbagai tingkat energi keadaan dasar ke tingkat energi pada keadaan eksitasi. Karena perbedaan energi dari berbagai transisi elektronik tersebut hanya berbeda sedikit, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spektrum.

Karakterisasi dengan spektrofotometer UV ditujukan untuk mengetahui

pergeseran serapan panjang gelombang akibat pergantian kromofor yang terikat pada logam dan ligan. Data pembanding serapan panjang gelombang senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat, dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat yang telah disintesis dari bahan awal yang berbeda oleh ‘Aini (2010), Sulistriani (2012), dan Elianasari dan Hadi (2012) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Serapan panjang gelombang spektrum UV dari senyawa

trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat yang telah disintesis dengan bahan awal berbeda (‘Aini, 2010; Sulistriani, 2012; Elianasari dan Hadi, 2012).

Senyawa Organotimah Panjang Gelombang (nm)

Asam 2-hidroksibenzoat 233 290 Asam 3-hidroksibenzoat 233 290 Asam 4-hidroksibenzoat 233 290 Trifeniltimah(IV) hidroksida 204 293 Trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat 223 297 Trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat 215 298 Trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat 206 254

2. Karakterisasi dengan Spektrofotometer IR

Spektrofotometri IR merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah

15

panjang gelombang 0,75-1000 µm atau pada bilangan gelombang 13000-10cm-1 menggunakan alat spektrometer. Setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen, baik senyawa organik, anorganik, maupun organologam akan menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah sehingga atom-atom yang berikatan dalam molekul tidak tinggal diam tetapi bervibrasi secara kontinyu. Beberapa vibrasi menghasilkan pemindahan periodik atom-atom sehingga menyebabkan perubahan simultan dalam jarak antar atom-atomnya. Frekuensi dari vibrasi berada pada kisaran 1013-1014putaran per detik, dimana kisaran tersebut sama dengan frekuensi radiasi inframerah (Settle, 1997).

Jika suatu molekul bervibrasi dengan disertai perubahan momen dipol diradiasi dengan sinar inframerah, maka frekuensi radiasi yang sesuai dengan frekuensi transisi vibrasi intramolekul akan diserap seluruhnya atau sebagian. Jika persentase radiasi radiasi terserap diplotkan terhadap (panjang gelombang) maka frekuensi yang diperoleh menggambarkan vibrasi intramolekulnya. Grafik tersebut akan memberikan informasi karakteristik untuk setiap material sehingga dapat diperoleh informasi tentang struktur dan sifat-sifat ikatan dalam molekul. Vibrasi-vibrasi interatom secara umum diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vibrasi ulur (stretching) dan vibrasi tekuk (bending) (Settle, 1997).

Dalam sintesis suatu senyawa organotimah(IV) karboksilat, monitoring jalannya reaksi dapat dilihat dari perubahan spektrum IR dari senyawa awal, ligan dan senyawa akhir. Daerah yang menjadi fokus perhatian dalam spektrumnya adalah munculnya puncak karbonil dari senyawa akhir yang menunjukkan telah

16

serapan karakteristik dari senyawa organotimah(IV) karboksilat dan refrensi serapan dari senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat, dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat yang telah disintesis oleh ‘Aini(2010), Sulistriani(2012), dan Elianasari dan Hadi (2012) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Serapan karakteristik spektrum IR dari senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat yang telah disintesis dengan bahan awal berbeda (‘Aini, 2010; Sulistriani, 2012; Elianasari dan Hadi, 2012).

Serapan Bilangan gelombang (C6H5)3Sn(OCOC6H4(OH)(cm-1)

Refrensi orto meta para

Sn-O 800-600 759,17 760,31 755,41 Sn-O-C 1250-1000 1248,6 1234,59 1298,70 CO2asimetri 1500-1400 1442,36 1448,47 1562,30 O-H 3100-3500 3446,15 3415,02 3413,50 C = O 1600-1760 1659,37 1547,77 1548,60

3. Karakterisasi dengan Spektrometer NMR

Karakterisasi dengan spektrometer ini diidasarkan pada interaksi medan magnet dengan inti suatu molekul dengan jumlah proton ganjil. Apabila suatu materi dikenakan energi dari medan magnet dengan kuat medan magnet permanen sebesar 7046-14002 Gauss atau setara dengan 30-60 MHz maka akan terjadi perubahan orientasi spin menjadi lebih teratur kemudian proton tersebut

diinteraksikan dengan gelombang radio sehingga menyebabkan proton menyerap energi dan berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi disertai perubahan arah orientasi spin. Perubahan energi tersebut kemudian dikuantisasi oleh alat dan dibaca detektor kemudian diperoleh data berupa pergeseran kimia ( ) yang nilainya telah dibandingkan dengan standar berupa tetrametilsilan (TMS).

17

Masing-masing proton memiliki serapan yang berbeda bergantung lingkungan kimia disekitar proton (McMurry, 2012).

Senyawa organotimah(IV) yang telah disintesis kemudian dikarakterisasi dengan spektrometri1H dan13C NMR untuk mengetahui lingkungan kimia dari masing-masing proton sehingga dapat digunakan untuk memastikan senyawa yang disintesis telah terbentuk dengan membandingkan data spektrum hasil

karakterisasi dengan referensi. Beberapa serapan karakteristik spektrum1H dan 13

C NMR dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Serapan karakteristik spektrum a.1H dan b.13C NMR.

a.

18

4. Analisis Mikroelementer

Analisis mikroelementer merupakan salah satu analisis kuantitatif yang dapat digunakan untuk menentukan kemurnian sampel senyawa organotimah yang disintesis dengan membandingkan data kadar unsur yang dihasilkan alat dengan data hasil perhitungan. Unsur-unsur yang umum ditentukan kadarnya adalah karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), dan sulfur (S) dengan menggunakan instrumen CHNS microelemental analyzer (Costech Analytical Technologies, 2011). Senyawa hasil sintesis dikatakan murni jika perbedaan hasil yang

diperoleh dari mikroanalisis dibandingkan dengan perhitungan secara teori masih berkisar antara 1-5% (Caprette, 2007). Kadar teoritis unsur C dan H pada

senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat, dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar teoritis unsur C dan H pada senyawa organotimah(IV) hidroksibenzoat.

Senyawa Kadar teoritis (%)

C H

[(C6H5)3Sn(OCOC6H4(2-OH)] 61,6 4,1

[(C6H5)3Sn(OCOC6H4(3-OH)] 61,6 4,1

[(C6H5)3Sn(OCOC6H4(4-OH)] 61,6 4,1

F. Korosi

Korosi secara umum didefinisikan sebagai suatu peristiwa kerusakan atau penurunan kualitas suatu bahan yang disebabkan oleh terjadinya reaksi dengan lingkungannya. Korosi pada logam (perkaratan) yaitu peristiwa perusakan pada logam yang disebabkan oleh reaksi oksidasi (Fontana, 1986). Dampak yang dapat

19

ditimbulkan akibat kerusakan oleh korosi akan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, antara lain dari segi ekonomi dan lingkungan. Dari segi ekonomi misalnya tingginya biaya perawatan, tingginya biaya bahan bakar dan energi akibat kebocoran uap, kerugian produksi pada suatu industri akibat adanya pekerjaan yang terhenti pada waktu perbaikan bahan yang terserang korosi, dan dari segi lingkungan misalnya adanya proses pengkaratan besi yang berasal dari berbagai konstruksi yang dapat mencemarkan lingkungan (Yerimadesi, 2001).

Korosi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antaralain faktor fisika seperti temperatur, kelembaban, arus listrik, dan kecepatan alir, faktor biologi seperti aktifitas mikroorganisme serta faktor kimia seperti adanya air, udara, amoniak, klorida, larutan asam, basa, garam dan gas buang industri (Trethewey and Chamberlein, 1991). Faktor utama penyebab korosi adalah udara dan air karena udara yang jenuh dengan uap air banyak mengandung garam-garam, asam, zat-zat kimia dan gas-gas yang dapat mempercepat laju korosi (Fontana, 1986).

Korosi sangat mudah terjadi dalam medium berair, baik larutan asam maupun garam. Adanya zat terlarut yang membentuk asam seperti belerang dioksida dan karbon dioksida dapat mempercepat laju korosi. Dalam medium garam, korosi akan lebih cepat terjadi karena sifat elektrolit dari larutan garam memungkinkan proses reduksi dan oksidasi berlangsung dengan baik (Trethewey and

Chamberlein, 1991). Pada penelitian ini digunakan medium korosif berupa larutan garam NaCl 3,5% untuk mengetahui kemampuan inhibisi korosi senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat pada baja lunak.

20

Korosi dapat dibagi menjadi enam jenis berdasarkan bentuknya yaitu; korosi batas bulir, korosi merata, korosi sumuran, korosi celah, korosi galvanik dan korosi erosi (Fontana, 1986).

1. Korosi Batas Bulir

Korosi batas butir merupakan korosi yang terjadi pada batas butir logam. Dalam hal ini timbul keretakan pada logam akibat korosi melalui batas butir. Retak yang ditimbulkan korosi jenis ini disebut stress corrosion cracking (SCC) yang terdiri atas retak interglanular dan retak transgranular. Retak intergranular berjalan sepanjang batas butir, sedangkan retak transgranular berjalan tanpa menyusuri batas butir tersebut.

2. Korosi Merata

Korosi merata merupakan bentuk korosi yang sering terjadi dan banyak dijumpai pada besi yang mengalami perendaman dalam larutan asam. Logam besi akan menjadi tipis secara merata pada permukaannya dengan kecepatan yang hampir sama, sehingga daerah-daerah anoda dan katoda tersebar pada seluruh permukaan. Contohnya sebatang besi (Fe) atau seng (Zn) direndam dalam larutan H2SO4, keduanya akan larut dengan laju yang merata pada permukaan logam.

3. Korosi Sumuran

Korosi sumuran adalah bentuk penyerangan korosi setempat yang menghasilkan sumur pada logam ditempat tertentu (Fontana, 1986). Logam mula-mula

terserang korosi pada suatu titik di permukaannya atau pada daerah tertentu yang sangat kecil dan diteruskan menuju ke dalam logam. Penyebab korosi sumuran yang paling umum adalah serangan selektif terhadap logam di tempat-tempat yang

21

lapisan pelindung permukaannya tergores atau pecah akibat perlakuan mekanik. Korosi ini terjadi pada permukaan oksida pelindung logam yang terjadi sebagai stimulasi dari reaksi anoda, aktivasi anion, reaksi katoda melalui kehadiran agen pengoksidasi dan melalui permukaan katoda efektif dengan polarisasi rendah. Korosi sumuran akan terjadi jika logam memenuhi potensial korosi minimum yang selanjutnya disebut sebagai potensial pitting.

4. Korosi Celah

Korosi ini terjadi pada suatu logam di daerah yang berhubungan langsung dengan bahan lain yang bukan logam. Umumnya terjadi karena terdapat perbedaan konsentrasi larutan atau konsentrasi oksigen, sehingga menyebabkan adanya perbadaan potensial oksidasi pada logam tersebut.

5. Korosi Galvanik

Korosi galvanik terjadi karena perbedaan potensial antara dua logam yang tidak sama, bila kedua logam ini bersinggungan akan menghasilkan aliran elektron diantara kedua logam tersebut. Logam yang lebih mulia bersifat katodik dan akan diserang korosi lebih kecil, sedangkan logam yang kurang mulia bersifat anodik dan akan lebih mudah diserang korosi.

6. Korosi Erosi

Korosi erosi disebabkan oleh gabungan peristiwa korosi dan korosi akibat aliran fluida sehingga proses korosi lebih cepat. Korosi ini dicirikan oleh adanya gelombang, lembah yang biasanya merupakan suatu pola tertentu.

22

Dokumen terkait