• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.8 Karakterisasi .1True Density .1True Density

True Density merupakan ukuran kepadatan serbuk dari suatu material.Padapengujian true density menggunakan piknometer. Berikut Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai True density:

M1 = Massa piknometer kosong (g) M2 = Massa Piknometer kosong + air (g) M3 = Massa Piknometer kosong + serbuk (g) M4 = Massa Piknometer kosong + serbuk + air (g)

= Densitas (gram/cm3) = Massa jenis air (g/cm3)

2.8.2Bulk Density

Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa (bulk density) dari suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373). Oleh karena itu untuk menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur (bulk density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut :

x (2.2)

Dengan :

ρ = Densitas sampel (g/cm3 )

ρair = Densitas air (g/cm3 )

mk = Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)

mb = Massa sampel setelah direndam selama 60 menit (g)

2.8.3Porosity

Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat.Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut.Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut.Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut

merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

x 100 % (2.3)

Dengan :

P = Porositas (%)

mk = Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)

mb = Massa sampel setelah direndam selama 60 menit (g)

2.8.4 XRD (X-Ray Diffraction)

Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik.Standar pengujian di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal (Smallman, 1991).

Metoda difraksi merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk menganalisis struktur kristal. Sumber yang digunakan dapat berupa sinar –

X, elektron atau neutron, bergantung pada berat atom – atom yang akan dianalisis. Neutron biasanya digunakan untuk menganalisis atom –

atom yang ringan sedangkan sumber sinar – X dapat menghasilkaninformasi yang cukup akurat untuk atom – atom yang berat. Sifat – sifat bahan yang diteliti dapat diketahui dari data yang diperoleh dari analisis struktur kristal menggunakan metode difraksi. (Herawati, 2011)

Struktur kristal dapat ditentukan salah satunya dengan menggunakan pengujian X-Ray Diffraction (XRD). X-Ray Diffraction adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi dari suatu sampel. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur

kristal adalah untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji (Theresya S, 2014).

Gambar2.4 Difraksi Bidang Atom (Cullity,1972)

Gambar 2.4 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjanggelombang , jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang

yang berdekatan saling menguatkan. Oleh sebab itu, jarak tambahan satu berkas dihamburkan dari setiap bidang yangberdekatan, dan menempuh jarak sesuai

dengan perbedaan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n . Syarat

pemantulan dan saling menguatkan dinyatakan oleh:

n = 2dhklsinθ (2.4)

Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standar. Data dtandar dapat diperoleh melalui Joint Committee On Powder Difraction Standart(JCPDS) atau dengan Hanawalt File.(Erini, 2011).

2.9 Magnetisasi

Vektor magnetisasi dengan simbol besaran M di dalam bahan–bahan ferromagnetik didefinisikan sebagai jumlah vektor–vektor momen magnetik dari atom – atom atau molekul–molekul bahan per satuan volume.Harga absolut dari vektor magnetisasi tergantung dari harga suseptibilitas magnetik bahan tersebut.

Magnetisasi selain memiliki pengertian suatu besaran fisis dengan satuan A/m dalam sistem satuan standar internasional skala besar (MKS) juga memiliki pengertian suatu proses pengutuban arah – arah momen – momen dipole magnetik dari atom–atom atau molekul–molekul bahan tersebut, khususnya pada bahan ferromagnetik, yang menyebabkan bahan ferromagnetik yang semula bukan magnet setelah dimagnetisasi akan menjadi magnetik dengan kutub utara dan selatan tertentu, sesuai dengan arah besaran vektor intensitas medan magnetik H yang melakukan fungsi magnetisasi itu. Vektor intensitas medan magnetik H yang melakukan fungsi magnetisasi itu harus memenuhi syarat harga yang sama atau lebih besar daripada harga jenuh H bahan ferromagnetik, yang dapat diamati dari kurva B-H histeresisnya. Hubungan B, H, dan M ditunjukkan oleh persamaan berikut ini:

B= .H = o. r.H = o(1+χm).H (2.5)

Vektor magnetisasi:

M = χm.H (2.6)

Dimana χm = suseptibilitas magnetik = ( r – 1), tidak memiliki dimensi, dan r adalah permeabilitas relatif bahan (tidak memiliki dimensi). Nilai suseptibilitas magnetik suatu bahan dipengaruhi oleh suhu. Untuk bahan – bahan ferromagnetik, suseptibilitas magnetiknya adalah fungsi temperatur absolut (T Kelvin) yang ditunjukkan oleh persamaan berikut, yang dinamakan juga relasi Curie-Weiss.(Rustam Effendi, 2007)

2.10.VSM (Vibrating Sample Magnetometer)

Vibrating Sample Magnetometer (VSM) merupakan salah satu jenis peralatan yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetik bahan. Dengan alat ini akan dapat diperoleh informasi mengenai besaran – besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalan kurva histeresis, sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat – sifat magnetik sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan.Salah

keistimewaan VSM adalah merupakan vibrator elektrodinamik yang dikontrol menggunakan arus balik. Sampel dimagnetisasi dengan medan magnet homogen. Jika sampel bersifat magnetik, maka medan magnet akan memagnetisasi sampel dengan meluruskan domain magnet.

Momen dipol magnet sampel akan menciptakan medan magnet di sekitar sampel, yang biasa disebut magnetic stray field. Ketika sampel bergetar, magnetic stray field dapat ditangkap oleh coil. Medan magnet tersebar tersebut akan menginduksi medan listrik dalam coil yang sebanding dengan momen magnetik sampel. Semakin besar momen magnetik, maka akan menginduksi arus yang semakin besar. Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet luar, suhu maupun orientasi sampel, berbagai sifat magnetik bahan dapat dipelajari. Dalam penelitian ini, nilai magnetisasi diukur selain untuk mengetahui kemampuan magnetik nanosfer yang dihasilkan juga untuk mendapatkan informasi komposisi nanosfer. Karakterisasi sifat magnetik dengan VSM, Data yang diperoleh dari karakterisasi sifat magnet berupa kurva histeresis dengan sumbu x merupakan medan magnet . (Thresya,2014).

BAB I

PENDAHULUAN

Dokumen terkait