• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.7 Metode Metalurgi Serbuk

Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter di dalam furnace ( tungku pemanas).(Qodri Fitrothul khasanah, 2012).

2.7.1Mechanical Milling

Teknik Mechanical Milling/ Penggerusan memberi banyak kemudahan secara teknis karena menggunakan peralatan yang sederhana. Prinsip fisika dari metode

ini adalah larutan padat dari paduan magnetik yang akan dibuat berupa serbuk material penyusun dipadukan secara mekanik sehingga memungkinkan diperoleh paduan dengan fasa amorf (Pereira,2008). Melalui proses kristalisasi dengan pemanasan pada temperatur dan waktu yang dapat dikontrol, memungkinkan untuk mendapatkan serbuk paduan magnetik dengan struktur baik dalam skala nanometer maupun micrometer. Metode mechanical milling adalah salah satuteknik modifikasi partikel paling sederhana, lowcost, dan menghasilkan produk lebih banyak dibandingkan dengan metode kimia (kopresipitasi, sol-sel,dll). Metode mechanical milling merupakan teknik pencampuran bahan yang berfungsi untukmemperkecil ukuran partikel/kristalit baik logam, nonlogam maupunmineral. Pada saat proses milling berlangsung, partikel terjebak dan salingbertumbukan dengan bola-bola milling sehingga mengakibatkan patahan,retakkan dan menghancurkan partikel serta mampu mengubah bentuk,ukuran, kerapatan serbuk, dan tingkat kemurnian dari material serbuk. (Qodri Fitrothul khasanah, 2012).

Selain beberapa keunggulan dari proses mechanical alloying,terdapat beberapa permasalahan seperti; kontaminasi, serbuk yang berasaldari kondisi milling(ukuran bola – bola, besar tempat milling, waktumilling, banyak serbuk saat milling) dan lingkungan pada proses millingjuga akan mempengaruhi. Hasil penelitian lain menyimpulkan bahwaatmosfer milling tidak berpengaruh terhadap struktur dan sifat magnetic material (Priyono, 2010).

2.7.1.1Planetary ball mill (PBM)

Planetary ball mill (PBM) adalah alat yang sering digunakan untuk mechanical alloying. Khususnya di Eropa, Karena Planetary ball mill bisa memilling seratus gram dalam satu kali milling.Nama Planetary ball mill seperti pergerakan planet,dimana prinsip kerja dari Planetary ball mill didasarkan pada rotasi relatif pergerakan antara jar grinda dan putaran disk.

Ball mill terdiri dari putaran disk(kadang disebut putaran meja)dan atau empat mangkok (vial) berotasi pada arah yang berlawanan. Gaya sentrifugal dibuat dari

vial yang mengelilingi sumbunya bersama-sama dengan rotasi arah yang dipakai oleh serbuk dan bola-bola mill didalam mangkok.(Suryanarayana.C,2001)

2.7.1.2High Energi Milling (HEM)

HEM merupakan teknik unik dengan menggunakan energi tumbukanantara bola-bola penghancur dan dinding chamber yang diputar dan digerakkandengan cara tertentu. Keunggulan HEM adalah dapat membuat nano partikeldalam waktu yang relatif singkat (memerlukan beberapa jam, tergantung tipealat), dapat membuat nano partikel dalam kondisi atau suasana yang dinginkansaat proses milling, dan juga dapat menghasilkan nano partikel dalam jumlah yang relatif banyak (Cahyaningrum et al, 2010).

2.7.2Pencampuran (mixing)

Milling adalah salah satu metode untuk mencampurkan material.Jika ada dua serbuk atau lebih yang dicampurkan disebut dengan mechanical alloying.Selain untuk mencampur miling juga berfungsi untuk mengurangi ukuran butir.Semakin lama waktu milling maka semakin kecil ukuran partikel. Pada saat proses milling berlangsung, partikel terjebak dan saling bertumbukan dengan bola-bola milling sehingga mengakibatkan patahan,retakkan dan menghancurkan partikel serta mampu mengubah bentuk,ukuran, kerapatan serbuk, dan tingkat kemurnian dari material serbuk (Qodri Fitrothul khasanah,2012).

2.7.3 Kalsinasi

Proses kalsinasi adalah proses pembakaran tahap awal yang merupakan reaksi dekomposisi secara endothermic dan berfungsi untuk melepaskan gas-gas dalambentuk karbonat atau hidroksida sehingga menghasilkan serbuk dalam bentuk oksida dengan kemurnian yang tinggi. Kalsinasi dilakukan pada suhu tinggi yang suhunya tergantung pada jenis bahannya.Kalsinasi merupakan tahapan perlakuan panas terhadap campuran serbuk pada suhu tertentu.Tergantung pada jenis bahan.Kalsinasi diperlukan sebagai penyiapan serbuk keramik untuk diproses lebih lanjut dan juga untuk mendapatkan ukuran partikel yang optimum

serta menguraikan senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, membentuk fase Kristal.(Groover, 2006).

2.7.4Proses Kompaksi

Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya. Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu:

1. Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Motede ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi.

2. Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur di atas temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah teroksidasi. Pada proses kompaksi, gaya gesek yang terjadi antar partikel yang digunakan dan antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan pada daerah tepi dan bagian tengah tidak merata. Untuk menghindari terjadinya perbedaan kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan lubricant/pelumas yang bertujuan untuk mengurangi gesekan antara partikel dan dinding cetakan. Dalam penggunaan lubricant/bahan plumas, dipilih bahan pelumas yang tidak reaktif terhadap campuran serbuk dan yang memiliki leleh rendah sehingga pada proses sintering tingkat awal lubricant dapat menguap. Terkait dengan pemberian lubricant/pelumas pada proses kompaksi, maka terdapat 2 metode kompaksi, yaitu: 1. Die-wall compressing penekanan dengan memberikan lubricant pada dinding cetakan. 2.Internallubricant/pelumas penekanan dengan mencampurkan lubricant/pelumas pada material yang ditekan.

2.7.5Sintering

Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan

ukuran partikel .Selama fasa penaikan suhu dalam ishotermal sintering proses densifikasi dan perubahan mikrostruktur terjadi secara signifikan.

Tahapan sintering menurut Hirschorn, pada sampel yang telah mengalami kompaksi sebelumya, akan mengalami beberapa tahapan sintering sebagai berikut: 1. Ikatan mula antar partikel serbuk. Saat sampel mengalami proses sintering, maka akan terjadi pengikatan diri. Proses ini meliputi difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan daribatas butir. Ikatan ini terjadi pada tempat dimana terdapat kontak fisik antar partikel-partikel yang berdekatan.Tahapan ikatan mula ini tidak menyebabkan terjadinya suatu perubahan dimensi sampel. Semakin tinggi berat jenis sampel, maka akan banyak bidang kontak antar partikel, sehingga proses pengikatan yang terjadi dalam proses sinter juga semakin besar. Elemen-elemen pengotor yang masih terdapat, berupa serbuk akan menghalangi terjadinya proses pengikatan ini. Hal ini sisebabkan elemen pengotor akan berkumpul dipermukaan batas butir, sehingga akan mengurangi jumlah bidang kontak antar partikel.

2. Tahap pertumbuhan leher.

Tahapan kedua yang tejadi pada proses sintering adalah pertumbuhan leher. Hal ini berhubungan dengan tahap pertama, yaitu pengikatan mula antar partikel yang menyebabkan terbentuknya daerah yang disebut dengan leher (neck) dan leher ini akan terus berkembang menjadi besar selama proses sintering berlangsung.Pertumbuhan leher tersebut terjadi karena adanya perpindahan massa, tetapi tidak mempengaruhi jumlah porositas yang ada dan juga tidak menyebabkan terjadinya penyusutan.

3. Tahap penutupan saluran pori.

Merupakan suatu perubahan yang utama dari salam proses sintering. Penutupan saluran pori yang saling berhubungan akan menyebabkan perkembangan dan pori yang tertutup. Hal ini merupakan suatu perubahan yang penting secara khusus untuk pori yang saling berhubungan untuk pengangkutan cairan, seperti pada saringan-saringan dan bantalan yang dapat melumas sendiri. Salah satu penyebab terjadinya proses ini adalah pertumbuhan butiran. Proses penutupan saluran ini dapat juga terjadi oleh penyusutan pori (tahap kelima dari proses sinter), yang

menyebabkan kontak baru yang akan terbentuk di antara permukaan-permukaan pori.

4. Tahapan pembulatan pori.

Setelah tahap pertumbuhan leher, material dipindahkan di permukaan pori dan pori tersebut akan menuju kedaerah leher yang mengakibatkan permukaan dinding tersebut menjadi halus. Bila perpindahan massa terjadi terus-menerus melalui daerah leher, maka pori disekitar permukaan leher akan mengalami proses pembulatan.

5. Tahap penyusutan

Merupakan tahap yang terjadi dalam proses sinter. Hal ini berhubungan dengan proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi. Tahap penyusutan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan volume, disisi lain sampel yang telah disinter akan menjadi lebih padat. Dengan adanya penyusutan ini kepadatan pori akan meningkat dan dengan sendirinya sifat mekanis dari bahan tersebut juga akan meningkat, khususnya kekuatan dari sampel setelah sinter.

Dengan temperatur dan waktu yang cukup pada saat proses sinter maka pembulatan pori akan lebih sempurna.

6. Tahap pengkasaran pori

Proses ini akan terjadi apabila kelima tahap sebelumnya terjadi dengan sempurna. Pengkasaran pori akan terjadi akibat adanya proses bersatunya lubang-lubang kecil dari pori sisa akan menjadi besar dan kasar. Jumlah total dari pori adalah tetap, tetapi volume pori berkurang dengan diimbangi oleh pembesaran pori tersebut. (Randall M. German, 1991).

2.8 Karakterisasi

Dokumen terkait