• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

6. Karakteristik anak tunarungu

Anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas. Adapun ciri-ciri anak tunarungu, ( Smart, 2010: 34-35) adalah sebagai berikut:

a. Kemampuan bahasa terlambat

b. Tidak bisa mendengar atau indra pendengaran terganggu c. Lebih sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi d. Ucapan kata yang diucapkan tidak begitu jelas

e. Kurang atau tidak menanggapi komunikasi yang dilakukan oleh orang lain terhadapnya

54

Menurut Somad dan Hernawati (1996: 35-39) karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi inteligensi, bahasa dan bicara, emosi serta sosial adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik dalam segi inteligensi

Pada dasarnya kemampuan intelektual murid tunarungu sama saja dengan murid normal. Murid tunarungu ada yang memiliki intelegensi tinggi, rata-rata, dan rendah. Hanya saja karena perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, mau tidak mau murid tunarungu tampak memiliki intelegensi yang rendah karena kesulitan memahami bahasa dan berbicara (Lakshita, 2012: 16).

Perkembangan inteligensi anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan mereka yang mendengar. Anak yang mendengar belajar banyak dari apa yang didengarnya. Anlak menyerap dari segala yang didengarnya dan segala sesuatu yang didengarnya merupakan suatu latihan berfikir. Rendahnya tingkat prestasi anak tunarungu bukan berasal dari kemampuan inteligensi yang rendah, tetapi pada umumnya disebabkan karena inteligensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang dengan maksimal.

b. Karakteristik dalam segi bahasa dan bicara

Kemampuan berbicara dan bahasa anak tunarungu berbeda dengan anak yang mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Pada masa

55

meniru pada anak tunarungu terbatas pada peniruan yang sifatnya visual yaitu gerak dan isyarat. Perkembangan bicara selanjutnya pada anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif, sesuai dengan taraf ketunarunguan dan kemampuan-kemampuan yang lain. Karena anak tunarungu tidak mendengar, kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dididik atau dilatih secara khusus.

c. Karakteristik dalam segi emosi dan sosial

Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang bergejolak pada diri idividu yang disadari dan diungkapkan melalui wajah atau tindakan, yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu (Aphroditta M, 2012: 32)

Perilaku sosial merupakan aktivitas yang berhubungan dengan orang lain, baik dengan teman sebaya, guru, orang tua, maupun saudara-saudaranya. Di dalam hubungan dengan orang lain, terjadi peristiwa yang sangat bermakna dalam kehidupannya yang dapat membantu pembentukan kepribadiannya (Aphroditta M, 2012: 28-29).

Menurut Dini P. Daeng S (1996: 114) dalam Aphroditta M (2012: 29-30) ada empat faktor yang berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi, yaitu:

56

1) Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang di sekitarnya dari berbagai usia dan latar belakang. Semakin banyak dan bervariasi pengalaman dalam bergaul dengan orang di lingkungannya, akan semakin banyak pula hal yang dapat dipelajarinya untuk menjadi bekal dalam meningkatkan keterampilan sosialisasi tersebut.

2) Adanya minat dan motivasi untuk bergaul. Semakin banyak pengalaman yang menyenangkan yang diperoleh melalui pergaulan dan aktivitas sosialnya, minat dan motivasi untuk bergaul juga akan semakin berkembang. Keadaan ini memberi peluang yang lebih besar untuk meningkatkan keterampilan sosialnya.

3) Adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain yang biasanya

menjadi “model” bagi anak. Walaupun kemampuan sosialisasi ini dapat pula berkembang melalui cara “coba salah” (trial and error) yang dialami oleh anak, melalui pengalaman bergaul atau

dengan “meniru” perilaku orang lain dalam bergaul, tetapi akan

lebih efektif bila ada bimbingan dan pengajaran yang secara

sengaja diberikan oleh orang yang dapat dijadikan “model”

bergaul yang baik bagi anak.

4) Adanya kemampuan komunikasi yang baik, yang dimiliki anak. Dalam berkomunikasi dengan orang lain, anak tidak hanya dituntut untuk berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat

57

difahami, tetapi juga dapat memberikan topik yang dapt dimengerti dan menarik bagi orang lain yang menjadi lawan bicaranya.

Menurut Somad dan Hernawati (1996: 36-39). Ketunarunguan dapat mengakibatkan terasing dari pergaulan sehari-hari, yang berarti mereka terasing dari pergaulan atau aturan sosial yang berlaku dalam masyarakat dimana ia hidup. Keadaan ini menghambat perkembangan kepribadian anak menuju kedewasaan Akibat keterasingan tersebut dapat menimbulkan efek-efek negatif seperti: 1) Egosentrisme yang melebihi anak normal

Anak tunarungu yang kurang dengar mereka masih memiliki sebagian kecil dari daya pengamatan melalui pendengaran. Tetapi walaupun demikian mereka hanya mampu menangkap

dan memasukkan sebagian kecil “dunia luar” ke dalam dirinya.

Makin muda mengalami tunarungu makin besar bahayanya yaitu bahwa dia hanya dapat memusatkan perhatian pada dirinya sendiri. Jadi, makin sempit perhatiannya, dunia di luar hidupnya semakin kecil. egonya semakin menutup dan mempersempit kesadarannya. Anak tunarungu selalu ingin menarik ke dekatnya terhadap apa saja yang mau dilihatnya, dan bahkan ia kadang-kadang ingin memilikinya dan bisa terjadi dia menarik atau merebutnya dari tangan orang lain. Hal tersubut dapat juga

58

terjadi pada orang yang mendengar, tetapi bagi anak tunarungu bersifat lebih menonjol

2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas Pada anak tunarungu sering dihinggapi perasaan takut akan kehidupan ini, karena sering mengalami merasa kurang menguasai keadaan yang diakibatkan oleh pendengarannya yang terganggu, sehingga sering merasa khawatir dan menimbulkan ketakutan. Lebih lagi dengan kemiskinan bahasa itu mereka tidak mampu menguasai dan menyatukan situasi yang baik, sehingga situasi tidak jelas.

3) Ketergantungan terhadap orang lain

Sikap ketergantungan terhadap orang lain merupakan gambaran bahwa mereka sudah putus asa dan selalu mencari bantuan serta bersandar pada orang lain

4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan

Suatu hal yang biasa terjadi pada anak tunarungu adalah menunjukkan keasyikan bisa mengerjakan sesuatu, kesempatan bahasa menyebabkan kesempitan berfikir seseorang, jadi jalan fikiran anak tunarungu tidak mudah beralih ke hal yang lain tidak yang ada atau belum nyata. Anak tunarungu sukar diajak berfikir tentang hal yang belum terjadi.

5) Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah

59

Anak tunarungu bisa dengan mudah menyampaikan perasaan dan apa yang difikirkannya kepada orang lain tanpa memandang bermacam-macam segi.

6) Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung

Karena seringnya mengalami kekecewaan yang timbul dari kesukaran menyampaikan perasaan dan fikirannya kepada orang lain dan sulitnya dia mengerti apa yang disampaikan oleh orang

lain kepadanya. Hal ini bisa diekspresikan dengan “kemarahan”.

Akibat sukar memahami orang lain sering menimbulkan kejengkelnnya. Masalah ini pada anak tunarungu sangat erat kaitannya dengan kemampuan membaca ujaran. Anak yang sukar membaca ujaran lebih banyak yang berwatak rewel daripada anak yang sukar berbicara. Semakin luas bahasa yang mereka miliki semakin mudah pula mereka berbicara, serta semakin mudah memahami maksud orang lain. Anak akan menjadi semakin tenang dan menguasai diri , bahkan dapat menjadi orang yang berwatak tetap dan lembut hati.

Sedangkan menurut Somantri (2006: 99-100) karakteristik anak tunarungu juga bisa dilihat dari:

d. Perkembangan perilaku anak tunarungu

Kepribadian pada dasarnya merupakan keseluruhan sifat dan sikap pada seseorang yang menemukan cara-cara yang unik dalam penyesuaiannya dengan lingkungan. Perkembangan kepribadian

60

banyak ditentukan oleh hubungan antara anak dan orang tua terutama ibunya. Perkembangan kepribadian terjadi pada pergaulan atau perluasan pengalaman pada umumnya dan diarahkan pada faktor anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsangan pendengaran, kemiskinan bahasa, ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan inteligensi dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya.

Dokumen terkait