• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Baku

Karakteristik dari bahan baku sangat menentukan kualitas dari produk enbal ikan layang yang dihasilkan. Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian terhadap sifat bahan baku ikan layang segar, tepung ikan dan tepung enbal. Analisis yang dilakukan meliputi analisis komposisi kimia.

4.1.1 Ikan Layang

Analisis kimia terhadap daging ikan layang meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu, protein dan lemak), TVB, dan TPC. Tujuan dilakukannya analisis ini adalah untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan, komposisi kimia awal daging ikan sebelum dilakukan pengolahan. Hal ini mengingat bahwa tingkat kesegaran dan komposisi kimia ikan akan sangat mempengaruhi mutu dan masa simpan enbal ikan. Ikan dikatakan masih segar jika perubahan – perubahan biokimia, mikrobiologi dan fisika yang terjadi belum menyebabkan kerusakan pada ikan. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa dan teksturnya (Nurjanah dan Abdullah 2010). Komposisi kimia ikan layang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik daging ikan layang

Komposisi Ikan layang

Air ( % ) 72,67±0,18 Protein ( % ) 22,96±0,12 Lemak ( % ) 0,83±0,03 Abu ( % ) 2,00±0,05 TVB (mg N/100g ) 13±1,41 TPC (CFU/g) ≤2,5x102

Tabel 5 menggambarkan ikan layang sebagai bahan baku mempunyai kualitas yang bagus. Berdasarkan hasil komposisi kimia ikan layang yang dihasilkan dalam penelitian ini, dapat dikatakan bahwa ikan layang yang akan digunakan untuk penelitian tergolong ikan yang berprotein tinggi dengan kadar protein 22,96%. Kandungan protein pada ikan layang ini lebih tinggi dari kadar protein beberapa ikan pelagis lainnya yaitu ikan kembung dan ikan lemuru.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Desniar et al. (2009), kadar protein ikan kembung sebesar 22.01% dan kadar protein pada ikan lemuru sebesar

20.36% berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hanifah dan Murdinah (1982).

Kandungan protein pada ikan merupakan sumber asam amino dan juga dapat meningkatkan kekuatan gel pada daging ikan lumat (Suzuki 1981). Kandungan protein pada ikan sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal maupun eksternal. Faktor – faktor tersebut diantaranya genetik, umur, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, dan keadaan iklim (Haard 1995).

Air merupakan komponen penyusun terbesar pada tubuh ikan. Pada penelitian ini, kandungan air pada ikan layang sebesar 72,67% dimana kadar air pada penelitian ini lebih besar dari ikan lemuru pada penelitian yang dilakukan oleh Hanifah dan Murdinah (1982) sebesar 69,86% dan lebih kecil dari ikan kembung pada Desniar et al. (2009) sebesar 73,91%. Hal ini dikarenakan menurut Nybaken (1992), kandungan air dalam tubuh ikan mengalami peningkatan dengan meningkatnya kecepatan renang dan meningkatnya kedalaman.

Kadar abu berhubungan dengan kadar mineral suatu bahan. Beberapa unsur mineral memiliki banyak manfaat bagi fungsi biologis tubuh manusia sedangkan yang lain seperti logam berat yang tidak mudah terurai dapat menjadi racun (Whithney dan Rolfes 2008). Hasil analisis kadar abu ikan layang sebesar 2,00%. Adanya perbedaan mineral pada makanan laut sangat berkaitan erat dengan perbedaan musim dan faktor biologis, area penangkapan, metode penangkapan, sumber makanan dan kondisi lingkungan (Erkan dan Ozden 2007).

Lemak merupakan zat makanan yang sangat penting bagi manusia dan merupakan sumber energi yang dapat menyediakan energi sekitar 2,25 kali lebih banyak dari pada yang diberikan oleh karbohidrat (pati, gula) atau protein (Muchtadi 2009). Pada penelitian ini, kandungan lemak ikan layang sebesar 0,83%. Kandungan lemak ikan bervariasi sepanjang tahun, biasanya pada musim migrasi dan memijah kandungan lemak menurun dan akan naik lagi pada musim makanan banyak (Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Departemen Kelautan dan Perikanan 2008).

Metode pengujian non sensoris yang umum digunakan untuk menentukan kesegaran ikan yaitu dengan mengukur total basah yang menguap (total volatil bases, TVB). Tingkat kesegaran hasil perikanan berdasarkan nilai TVB dikelompokan menjadi empat yaitu ikan sangat segar dengan kadar TVB 10 mgN/100g atau lebih kecil, ikan segar dengan keadaan TVB 10-20 mgN/100 g, ikan yang berada pada garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi dengan kadar TVB 20-30 mgN/100g dan terakhir ikan busuk yang tidak dapat dikonsumsi dengan kadar TVB lebih besar dari 30 mgN/100 g (Ferber 1965 diacu dalam Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Departemen Kelautan dan Perikanan 2008). Hasil analisis TVB ikan layang sebesar 13 mgN/100 g, berarti ikan masih berada pada tingkatan ikan segar.

Jumlah mikroorganisme akan sangat menentukan mutu dari produk pangan. Jumlah mikroorganisme yang rendah menunjukkan bahwa produk tersebut dapat dikatakan bermutu baik, segar dan aman dikonsumsi. Pada penelitian ini

dilakukan analisis TPC pada ikan layang dengan total bakteri ≤2.5x102

CFU/g. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan standar jumlah total bakteri untuk ikan segar (SNI 01-2729-1992) yaitu 5 x105 CFU/g, sehingga ikan layang hasil tangkapan ini dapat dikategorikan menjadi ikan layang segar.

4.1.2 Tepung ikan layang

Tepung ikan merupakan bahan pangan sumber protein dan asam amino berkualitas tinggi tergantung jenis ikan yang digunakan. Pada prinsipnya pembuatan tepung ikan adalah suatu proses pengeringan yang bertujuan untuk mendapatkan tepung berkadar air hingga 10% sehingga produk tetap stabil dan terbebas dari pertumbuhan bakteri dan penguraian enzim (Buckle et al. 2007).

Tahap pembuatan tepung ikan adalah sebagai berikut: ikan dicuci sampai bersih yang bertujuan untuk menghilangkan lender-lendir dan kotoran yang ada. Pada tahap penyiangan, ikan layang difillet dan diambil dagingnya. Pencucian daging ikan dilakukan sampai bersih bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan darah yang masih menempel pada ikan. Ikan ditiriskan, kemudian dilakukan pelumatan dengan meat separator dan kemudian dikukus. Pengukusan dilakukan pada ikan layang selama 30 menit setelah air mendidih, agar daging ikan terkoagulasi dan mengubah sifat protein semakin baik. Hal ini menurut penelitian

oleh Dwiyitno (1995) untuk mendapatkan protein ikan tertinggi dengan lama pengukusan setelah air mendidih yaitu selama 20, 30 dan 40 menit yaitu pada lama pengukusan 30 menit dengan kadar protein sebesar 63%.

Tahap selanjutnya ikan yang telah dikukus tersebut, dikeringkan dengan menggunakan oven selama 24 jam dengan suhu 50 C. Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat dicegah sehingga menghasilkan tepung ikan yang baik dan bergizi tinggi. Pengeringan ditujukan untuk menurunkan jumlah air yang terdapat dalam bahan pangan serta dapat menghambat reaksi kimia, yaitu reaksi hidrolisis, reaksi Maillard, dan reaksi enzimatis (Kusnandar 2010).

Ikan kemudian dihaluskan menggunakan blender kering dan diayak dengan saringan 60 mesh. Pengecilan ukuran ini, bertujuan untuk mempermudah pencampuran pada proses pembuatan enbal ikan layang cetak. Kandungan kadar air, protein, abu, lemak dan TPC tepung ikan layang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi kimia tepung ikan layang

Komposisi Kandungan Air (%) 4,46±0,007 Abu (%) 3,98±0,03 Protein (%) 78,62±0,35 Lemak (%) 2,64±0,007 TPC (CFU/gr) <2,5x102

Berdasarkan Tabel 6, hasil komposisi kimia pada tepung ikan layang masih diatas nilai standar tepung ikan menurut standar FAO. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan daya awet bahan pangan tersebut. Makin rendah kadar air, makin lambat pertumbuhan mikroorganisme sedangkan bahan pangan tersebut dapat tahan lama (Winarno 2008). Kadar air tepung ikan layang sebesar 4,46% lebih kecil bila dibandingkan dengan standar FAO sebesar 10%.

Menurut Standar Nasional Indonesia tentang standar mutu tepung ikan, kadar abu yang terkandung dalam tepung ikan maksimal 4%. Kadar abu tepung ikan pada penelitian ini sebesar 3,98% sehingga kadar abu tepung ikan layang yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar mutu tepung ikan sesuai dengan SNI 01-2715- 1995.

Kandungan protein tepung ikan layang pada penelitian ini sebesar 78,62% lebih besar bila dibandingkan dengan kandungan protein tepung ikan yang di syaratkan oleh BSN (1996) yaitu sebesar 45-65%.

Menurut Badan Standar Nasional tentang standar mutu tepung ikan, kadar lemak yang terkandung dalam tepung ikan berkisar antara 8-12%. Kadar lemak tepung ikan yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 2,64% sehingga tergolong tepung ikan dengan kadar lemak yang rendah. Ikan yang mengandung lemak rendah rata-rata memiliki protein dalam jumlah besar (Adawyah 2011).

Nilai TPC tepung ikan layang yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar <2,5x102 CFU/g dan masih dibawah ambang batas kandungan TPC pada produk perikanan yaitu 1,0x105 CFU/g sehingga tepung ikan yang dihasilkan masih dikatakan baik untuk selanjutnya di tambahkan pada produk enbal.

4.1.3 Tepung enbal

Tepung enbal merupakan sebutan oleh masyarakat Kepulauan Kei untuk singkong yang sudah diolah dan dijadikan tepung singkong. Singkong berkembang secara luas diseluruh dunia dan terutama diproses untuk berbagai makanan olahan dan tepung (Sriroth et al. 2000). Tepung enbal yang dihasilkan berasal dari singkong putih yang diparut dan di press untuk mengeluarkan air sehingga mendapatkan komponen gizi yang baik. Karakteristik tepung enbal secara lengkap disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi gizi tepung enbal

Komposisi Kandungan (% bb) Kadar air 44,13±0,04 Abu 0,55±0,04 Protein 1,74±0,24 Lemak 0,91±0,03 HCN (mg/100g) 0,50±0,003

Nilai HCN bahan baku tepung enbal yaitu sebesar 0.50 mg/100g. Berdasarkan standar mutu tepung singkong menurut SNI No. 01.2997.1992. Kandungan asam sianida yang terkandung dalam tepung singkong sebesar 40 mg/kg sehingga hasil HCN pada tepung enbal masih dibawah ambang batas.

Dokumen terkait