• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN

3.4 Prosedur Analisis

3.4.1 Analisis kadar air (AOAC 2005)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam. Setelah selesai proses, cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.

Perhitungan kadar air:

Kehilangan berat (g) = berat sampel awal (g) – berat setelah dikeringkan (g)

Kadar air (berat basah) =

3.4.2 Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu, cawan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan pada suhu 400 oC selama 1 jam kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) – cawan kosong (g) % Kadar abu =

3.4.3 Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan ke

kehilangan berat (g)

X 100% berat sampel awal (g)

berat abu (g)

X 100% berat contoh (g)

dalam labu Kjeldahl 50 mL lalu ditambahkan 7 g K2SO4, kjeltab 0,005 g jenis HgO, 15 mL H2SO4 pekat dan 10 mL H2O2 ditambahkan secara perlahan ke dalam labu dan didiamkan selama 10 menit di ruang asam. Contoh didestruksi pada suhu 410 C selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening. Labu kjeldahl dicuci dengan akuades 50 hingga 75 mL kemudian air tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 mL yang berisi 25 mL asam borat (H3BO3) 4% yang mengandung indikator bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 mL larutan NaOH-Na2S2O3 ke dalam alat destilasi hingga tertampung 100-150 mL destilat di dalam erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau. Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N sampai terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh.

Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% N =

Hitungan:

% Protein = % N x faktor konversi* *) FK = 6,25

3.4.4 Kadar lemak (AOAC 2005)

Contoh seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak kemudian sampel yang telah dibungkus, dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (benzena) kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap.

Pada saat destilasi, pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor dan dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C dan setelah itu, labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).

(mL HCl-mL blanko ) x N HCl x 14,007 x 100%

Perhitungan kadar lemak pada daging ikan layang :

% Kadar lemak = Keterangan : W1 = Berat ikan layang (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 3.4.5 Kadar serat kasar (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 1g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 mL, kemudian ditambah dengan 100 mL H2SO4 0,3 N dan dididihkan di bawah pendingin, balik selama 30 menit. Setelah mendidih, ditambahkan 50 mL NaOH 1,5 N dan disaring kembali selama 30 menit. Cairan di dalam labu erlenmeyer disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Penyaringan dilakukan menggunakan pompa vakum dan selanjutnya, dicuci dengan pompa vakum. Pencucian berturut-turut dengan 50 mL air panas dan 25 mL aseton. Residu beserta kertas saring dikeringkan sampai bobotnya konstan lalu dihitung dengan ditimbang:

Keterangan : A = bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (g) B = bobot kertas saring kosong (g)

W = bobot sampel (g) 3.4.6 Metode HCN (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 20 g dan 100 mL air ditambahkan ke dalam labu kjedhal kemudian dibiarkan selama semalam. Sampel yang telah dibiarkan selama semalam ditambahkan 100 mL aquades dan dididihkan dan kemudian uapnya disuling. Uap hasil sulingan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi larutan NaOH 2,5%. Destilat dititrasi dengan larutan AgNO3 0,02N dan indikator KI kemudian dilakukan titrasi sampai terbentuk warna kuning. Perhitungan HCN dihitung dengan rumus:

HCN (%) ={ 2,7 ( ml blanko – ml sampel) AgNO3} /berat sampel 3.4.7 Kadar karbohidrat (AOAC 1995)

Sebanyak 20-30 gram contoh ditambahkan alkohol 80% dengan perbandingan 1:1. Contoh kemudian dihancurkan menggunakan waring blender sampai semua gula terekstrak. Contoh yang telah dihancurkan, dipindahkan

dalam gelas piala dan disaring menggunakan kapas. Sisa padatan kemudian dicuci dengan alkohol 80% sampai seluruh gula-gula terlarut dalam filtrat. Nilai pH contoh kemudian diukur. Bila asam maka ditambahkan CaCO3 sampai cukup basa dan dipanaskan pada penangas pada suhu 1000C selama 30 menit. Larutan yang sudah dingin disaring dengan kertas Whatman No. 2. Alkohol kemudian dihilangkan dengan memanaskan filtrat pada penangas air 85 C atau dengan bantuan vakum. Saat filtrat yang dihasilkan jernih, volume larutan ditempatkan sampai volume tertentu dengan air kemudian dikocok sampai tercampur merata dan siap digunakan untuk penetapan gula dengan metode spektrofotometer.

3.4.8 Jumlah energi ( Alat Bom Kalorimeter)

Prinsip dari analisis alat Bom Kalorimeter yaitu contoh dibakar menggunakan aliran listrik di bawah tekanan oksigen. Jumlah panas yang dihasilkan diukur dengan termometer. Peningkatan suhu yang diukur dengan thermometer dari contoh yang dibakar, dapat dihitung jumlah energi bruto (Gross Energy)yang dihasilkan.

Prosedur kerja alat Bom Kalorimeter yaitu piring yang dipakai untuk menyimpan contoh dibersihkan kemudian dikeringkan dalam lemari pengering dan disimpan dalam eksikator hingga dingin dan selanjutnya ditimbang. Bahan makanan enbal yang dibuat akan ditentukan energi brutonya dengan berat antara 0,5–1,0 gram tergantung kandungan energinya kemudian disimpan dalam piring. Piring yang telah diisi contoh ini diletakkan dalam elektroda pada tutup bomb. Kawat platina di ikat diantara elektroda dengan disentuhkan pada contoh tersebut. Air destilasi diteteskan ke dasar bomb. Tutup bomb ditempatkan dalam bomb dan ditutup rapat bomb tersebut tapi hati-hati agar contoh tidak bergeser atau berubah maka bomb diisi dengan oksigen hingga 25 atmosfer. Air destilasi dimasukkan sebanyak 2 liter ke dalam bucket dan ditempatkan dalam jacket. Kalorimeter ditutup dan diturunkan thermometer. Air panas dimasukkan dan didinginkan hingga temperatur dalam bucket dan jacket sama dan di biarkan selama 5 menit hingga temperatur tetap kemudian dibaca temperatur hingga 0,0005 F. Pada saat temperatur dalam bucket naik harus diimbangi dengan pengaliran air panas agar temperatur dalam jacket mengikuti kenaikan suhu dalam temperatur bucket hingga temperatur tetap dalam bucket. Setelah tetap, catat temperatur akhir dan

calorimeter dibuka kemudian bomb dikeluarkan dan dilepaskan oksigen dari bomb. Bomb dicuci di bagian dalam tutup bomb dan piring dengan air yang telah diberi metil orange sehingga cucian tidak berwarna merah lagi tetapi jernih kekuning-kuningan maka pencucian di hentikan. Air cucian dikumpulkan dengan gelas piala kemudian dititrasi dengan standar larutan Na2CO3 hingga warna jernih kekuning-kuningan. Kawat yang terbakar diukur dengan membandingkan panjang kawat sebelum terbakar dengan sisa kawat yang tidak terbakar.

Perhitungan

Energi bruto (kalori/gram) =

Keterangan:

ta = temperatur akhir ( F/ C ) tm = temperatur mula-mula W = water equvalent

el = koreksi asam yaitu jumlah larutan Na2CO3 yang digunakan (kalori) e2 = koreksi kawat yang terbakar (kalori)

e3 = koreksi sulfur bila kandungan S > 0,1 persen (kalori) X = jumlah sampel yang digunakan (gram)

Water equivalent didapat pada waktu bomb calorimeter distandarisasi. Standarisasi bomb calorimeter – asam bensoat yang sudah diketahui energi brutonya. (EB) = 6.318 kalori dibakar dengan bomb calorimeter tersebut.

W = Hm + e1+e2 Keterangan:

W = Water equivalent kal/ F atau kal/ C H = Panas pembakaran asam bensoat (kal/g) M = Berat asam bensoat (g)

e2 = Koreksi panas kawat terbakar (kalori) t = Kenaikan suhu ( F/ C)

3.4.9 Analisis asam amino (AACC 1994)

Komposisi asam amino ditentukan dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merk Shimadzu dengan tipe LC- 20AB. Sebelum digunakan, perangkat HPLC harus dibilas dulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula dengan syringe yang akan digunakan, juga harus dibilas dengan akuades. Analisis asam amino menggunakan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu (1) tahap pembuatan hidrolisat protein; (2) tahap pengeringan; (3) tahap derivatisasi; dan (4) tahap injeksi serta analisis asam amino.

(ta-tm) x W-e1-e2-e3 X

1) Tahap pembuatan hidrolisat protein

Tahap preparasi sampel adalah pembuatan hidrolisat protein. Prosedurnya sebagai berikut: sampel ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur ditambahkan dengan HCl 6 N sebanyak 5-10 mL kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100 C selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis dan jika pemanasan selesai, hidrolisat protein disaring dengan milipore berukuran 45 mikron.

2) Tahap pengeringan

Hasil saringan diambil sebanyak 30 μL larutan pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat dan trietilamim dengan perbandingan 2:2:1. Setelah ditambahkan dengan larutan pengering, dilakukan pengeringan dengan gas nitrogen untuk mempercepat pengeringan dan mencegah oksidasi.

3) Tahap derivatisasi

Larutan derivatisasi sebanyak 30 μL ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antara larutan metanol, pikoiotisianat, dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Selanjutnya, dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 10 ml asetonitil 60% atau bufer fosfat 0,1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring kembali menggunakan milipore berukuran 0,45 mikron.

4) Injeksi ke HPLC

Hasil saringan diambil sebanyak 20 μl untuk diinjeksikan ke dalam HPLC. Penghitungan konsentrasi asam amino dilakukan dengan cara membandingkan kromatogram sampel dengan standar. Pembuatan kromatogram standar menggunakan asam amino yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel.

Kandungan masing-masing asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan :

Kons stand = konsentrasi standar asam amino (0,5 μmol)

Volume tera = faktor pengenceran (10 mL)

BM = bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol) 3.4.10 Analisis asam lemak (AOAC 1995 )

Sebanyak 20-30 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel kemudian ditambah dengan 1 mL larutan standar internal (SI) (asam lemak margarat/C17:0) dan 1 mL NaOH metanolik 0,5 N. Tabung diisi dengan N2 lalu ditutup rapat dan divorteks. Tabung dipanaskan dalam penangas bersuhu 80-100 C selama 5 menit kemudian didinginkan. Sebanyak 2 mL BF3 metanol (20% b/v) ditambahkan ke dalam tabung kemudian tabung diisi dengan N2 dan ditutup rapat. Tabung dipanaskan kembali pada suhu 80-100 C selama 30 menit dan selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Isooktana sebanyak 1 mL ditambahkan ke dalam tabung dan divorteks kemudian ditambah 2 mL larutan NaCl jenuh dengan segera lalu dikocok. Lapisan heksana dipisahkan dan ditambah dengan Na2SO4 anhidrous dan dibiarkan selama 15 menit.

Sampel disuntikkan ke dalam alat GLC dengan suhu injektor 220 C dan suhu detektor 240 C. Kolom yang digunakan adalah cyanoprofil methyl sil (capillary column).

Suhu kolom diatur secara gradient yaitu suhu awal kolom 125 C kemudian dipertahankan selama 5 menit, peningkatan suhu kolom 10 C/menit hingga mencapai suhu 185 C dan dipertahankan selama 5 menit, 5 C/menit hingga mencapai suhu 205 C dan dipertahankan selama 10 menit dan 3 C/menit hingga mencapai suhu 225 C dan dipertahankan selama 7 menit. Asam lemak standar digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi asam lemak sampel.

Pelarut sebanyak 1 µL diinjeksikan ke dalam kolom. Bila aliran gas pembawa dan sistem pemanasan sempurna, puncak pelarut akan tampak dalam waktu kurang dari 15 menit. Waktu retensi dan puncak masing-masing komponen diukur dan dibandingkan dengan waktu retensi standar untuk mendapatkan

informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh. Perhitungan jumlah asam lemak (g asam lemak / 100g) dapat dilakukan dengan rumus:

Keterangan :

RF : Faktor retensi

Area : Area asam lemak yang terdapat pada kromatogram GC Area SI: Area standar internal

Mg SI : Miligram standar internal yang ditambahkan waktu persiapan sampel sebelum analisis GC

3.4.11 Penetapan bilangan thiobarbituric acid (TBA) (AOAC 1995)

Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan ke waring blender, ditambahkan 50 mL aquades kemudian dihancurkan selama 2 menit. Sampel dipindahkan ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 akuades dan ditambah ± 2,5 mL HCl 4M sampai pH menjadi 1,5 dan kemudian tambahkan batu didih dan pencegah buih (anti foaming agent) secukupnya dan sekaligus menyiapkan labu destilasi pada alat destilasi. Jika perlu menggunakan electric mantle heater kemudian sampel didestilasi dengan suhu tinggi selama 10 menit pemanasan hingga diperoleh 50 mL destilat. Destilat yang diperoleh diaduk merata, memipet

5 mL destilat ke dalam tabung reaksi tertutup kemudian menambahkan 5 ml pereaksi TBA dan 5 mL akuades dan setelah itu dipanaskan selama 35 menit

dalam air mendidih.

Blanko disiapkan menggunakan 5 mL akuades dan 5 mL pereaksi, dilakukan seperti penetapan sampel. Tabung reaksi didinginkan dengan air pendingin selama ± 10 menit kemudian diukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Perhitungan bilangan TBA dinyatakan dalam mg malonaldehid per kg sampel. Bilangan TBA = 7,8 D. 3.4.12 Penetapan total volatile base (TVB) (AOAC 1995)

Penetapan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawa-senyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip analisis TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (ammonia, mono-, di-, dan trimetilamin) yang terdapat dalam ekstrak sampel. Senyawa tersebut diikat oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan asam klorida.

Sampel sebanyak 25 gram ditambahkan 75 mL larutan TCA 7% (W/V) kemudian diblender selama 1 menit dan disaring dengan kertas saring sehingga filtrat yang diperoleh berwarna jernih. Larutan asam borat 1 mL dimasukkan ke dalam inner chamber cawan conway lalu diletakkan tutup cawan dengan posisi hampir menutupi cawan.

Filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber disebelah kiri menggunakan pipet ukuran 1 mL yang lain, kemudian ditambahkan 1 mL larutan K2CO3 jenuh ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak tercampur. Cawan segera ditutup yang sebelumnya telah diberi vaselin, kemudian digerakkan memutar sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur. Selain itu, blanko dikerjakan dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan larutan TCA 5%.

Kedua cawan conway tersebut disimpan dalam inkubator pada suhu 37 ⁰C selama 24 jam. Setelah disimpan, larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N (Vo) dengan menggunakan magnetic stirrer diaduk sehingga berubah warna menjadi merah muda. Cawan conway yang berisi sampel dititrasi dengan larutan yang sama sehingga berubah menjadi warna merah muda yang sama dengan blanko (V1).

TVB ( )- - x

Keterangan:

V1 = Volume NaOH 0,01 M yang dibutuhkan untuk titrasi Vo = Volume titrasi blanko

M = Berat sampel

W = Jumlah kadar air dalam bahan 14 = Bobot atom N

3.4.13 Total plate count ( TPC ) dan kapang (BAM 2003).

Pembuatan media agar dengan cara mencampurkan 23 gram nutrient agar ke dalam 1 liter akuades dalam gelas piala. Larutan yang terbentuk dipanaskan sambil diaduk sampai mendidih sehingga semua agar terlarut. Sterilisasi (121 C, 1 atm) dilakukan terhadap larutan agar beserta peralatan lain yang akan digunakan seperti pipet dan blender dalam otoklaf selama 15 menit. Larutan agar disimpan dalam pemanas air bersuhu 45 C. Pembuatan larutan pengencer dengan

pencampuran 8,5 gram NaCl ke dalam 1000 mL akuades. Larutan pengencer kemudian disterilisasi.

Pembuatan larutan sampel dengan mencampurkan 1 gram bahan dan dihancurkan bersama larutan pengencer sebanyak 9 mL sampai larutan menjadi homogen. Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 mL larutan sampel yang sudah homogen tersebut menggunakan pipet steril kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 mL larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-1 kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran dilakukan menurut kebutuhan penelitian. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 mL larutan sampel dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril.

Media agar ditambahkan ke dalam cawan petri dengan metode tuang sebanyak 20 mL dan digoyangkan sampai merata. Cawan petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik selama 48 jam dalam inkubator bersuhu 37 C. Perhitungan koloni bakteri pada cawan yang telah diinkubasi dihitung berdasarkan jumlah yang layak dihitung yaitu 30-300 koloni. Perhitungan jumlah bakteri total/gram dapat dihitung dengan memperhitungkan jumlah pada tingkat pengenceran dan pada cawan petri menggunakan coloni counter atau hand counter.

Pengujian kapang mempunyai prosedur kerja sama dengan uji TPC, tapi medianya digunakan diganti dengan potato dextrose agar (PDA).

3.4.14 Pengujian Sifat Fisik: Uji kekerasan dengan alat Rheonar (RE-3305) Pengukuran kekerasan berhubungan dengan kerenyahan enbal ikan, yaitu mudah tidaknya enbal ikan menjadi remuk. Kekerasan enbal ikan ditentukan secara obyektif menggunakan instrumen. Instrumen yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Texture Profile Analysis (TPA) tipe TA-XT2i. dengan satuan gr force.

Langkah pertama yang dilakukan adalah penetapan blanko. Blanko diperlukan untuk melihat pengaruh gesekan antara probe dengan wadah terhadap gaya yang dihasilkan. Blanko yang diharapkan adalah blanko yang kecil/tidak signifikan sehingga pengaruhnya terhadap hasil pengukuran dianggap nol (0). Pengukuran kerenyahan enbal dilakukan dengan memasukkan enbal ke dalam

wadah yang telah dirangkaikan pada landasan texture analyzer hingga wadah terisi separuhnya. Alat setelah di kalibrasi, dilakukan pengukuran hingga dihasilkan grafik. Tingkat kekerasan dinyatakan dengan kg force (kgf).

3.4.15 Uji sensori (Soekarto 1985)

Uji sensori melalui uji hedonik bertujuan untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap produk. Pelaksanaan uji hedonik ini adalah dengan menyajikan enbal ikan yang telah diberi kode sesuai dengan perlakuannya dan panelis diminta untuk memberikan penilaian pada score sheet yang telah disediakan (Lampiran 1). Penilaian dilakukan oleh 30 panelis. Skala hedonik yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala 1-5 dengan tingkat kesukaan sangat tidak suka, tidak suka, biasa, suka dan sangat suka. Parameter yang diuji untuk penentuan konsentrasi terbaik, meliputi kesukaan terhadap warna, rasa, tekstur, aroma dan kerenyahan. Parameter organoleptik untuk penentuan umur simpan digunakan parameter tekstur, rasa, warna, aroma dan kerenyahan.

3.4.16 Prosedur uji Buyes (Marimin 2004)

Prosedur uji Buyes dilakukan dengan beberapa tahap uji yaitu pengujian kepentingan yang dilakukan oleh panelis terlatih kemudian tahap berikutnya yaitu dilakukkan pengujian berpasangan dengan cara panelis dapat memboboti tiap parameter organoleptik secara keseluruhan dan mendapatkan penentuan bobot terpilih sehingga dengan sendirinya dapat dilakukan penentuan perangkingan untuk mendapatkan nilai ranking yang tertinggi

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perhitungan uji organoleptik dilakukan menggunakan analisis non parametrik, yaitu uji Kruskal Wallis (Steel dan Torrie 1995) dengan rumus sebagai berikut:

H = Pembagi =

1-H‟

=

Keterangan :

Ri : jumlah ranking dalam contoh ke-i

ni : jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i H : kriteria yang akan diuji

T : jumlah data yang sama

H‟ : H terkoreksi

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS. Jika hasil uji menunjukan hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan uji lanjut multiple comparison (uji Dunn),dengan rumus sebagai berikut (Daniel 1990):

[ Ri –Rj ]≤ Z{1-α/k(k-1)} Keterangan :

Ri : rata-rata nilai ranking perlakuan ke-i Rj : rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j N : banyaknya data

Z : peubah acak K : perlakuan

Α : selang kepercayaan

Tahap penelitian II yaitu penentuan konsentrasi penambahan tepung ikan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan yaitu perlakuan penambahan konsentrasi tepung ikan (0%, 5%, 10%, 15% dan 20%) dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Model persamaan yang digunakan :

Yij = µ + αi + εij

Di mana :

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan perbandingan konsentrasi tepung ikan dan tepung enbal pada taraf ke-i dan ulangan ke- j

µ = Rataan (nilai tengah umum)

αi = Pengaruh perlakuan perbandingan konsentrasi tepung ikan dan tepung enbal pada taraf ke-i (i= 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% )

Εij = Pengaruh acak pada perlakuan perbandingan konsentrasi tepung ikan dan tepung enbal pada taraf ke-i pada ulangan ke-j

dengan hipotesis:

H0 : tidak terdapat pengaruh perbandingan konsentrasi tepung ikan dan tepung enbal dengan nilai organoleptik dan gizi enbal ikan

H1 : terdapat pengaruh perbandingan konsentrasi tepung ikan dan tepung enbal dengan nilai organoleptik dan gizi enbal ikan.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika analisisnya berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% maka dilanjutkan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan (Steel dan Torrie 1995).

Penentuan perlakuan terpilih pada tahap perbandingan konsentrasi penambahan tepung ikan dan enbal menggunakan metode Buyes (Marimin 2004) dengan persamaan :

Total Nilai i Keterangan :

Total Nilai = total nilai akhir dari alternative ke-i Nilai ij = nilai dari alternatif ke-I pada kriteria ke-j Kriteria j = tingkatkepentingan (bobot) kriteria ke-j

i = 1,2,3,…n;n =jumlah alternatif

j = 1,2,3,…m;m =jumlah kriteria

Pada tahap penentuan umur simpan produk, digunakan metode akselerasi dengan model atau persamaan Arrhenius (Singh 1994). Umur simpan pada suhu tertentu dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai K pada suhu yang diinginkan. Nilai K dihubungkan dengan suhu menggunakan persamaan Arrhenius:

K = koe-(Ea/RT)

Berdasarkan persamaan Arrhenius, dapat diketahui umur simpan pada suhu yang dikehendaki dengan persamaan :

Umur simpan ordo nol :

Umur simpan ordo 1 :

Keterangan :

T = umur simpan ( hari )

Ao = nilai mutu awal/ konsentrasi mula-mula

At = nilai mutu akhir/ konsentrasi pada titik batas kadaluarsa (titik kritis) K = konstanta ( laju reaksi)

Ea = energi aktifasi T = suhu mutlak (K)

R = konstanta gas (1,986 kal/mol)

Suhu yang dipilih pada perlakuan penyimpanan untuk pendugaan umur simpan adalah suhu 30, 35, dan 45 ⁰C dengan selang waktu pengamatan 7 hari.

Dokumen terkait