• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku keong pepaya (Melo sp.) merupakan bahan baku yang diambil di Perairan Cirebon Jawa Barat. Bahan baku yang digunakan merupakan keong pepaya dalam bentuk kering. Proses pengeringan ini ditujukan untuk megurangi kadar air keong pepaya sehingga keong ini lebih awet. Proses pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari. Keong pepaya dalam keadaan segar memiliki tekstur daging yang keras dan sedikit kenyal. Jeroannya memiliki tekstur yang kenyal dan tidak lembek. Cangkang keong pepaya sangat keras dan sangat sulit untuk dihancurkan.

Keong pepaya yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari daging dan jeroan yang dikeringkan. Daging keong pepaya memiliki tektsur yang sangat keras, berwarna cokelat kehitaman yang garis coklatnya masih sedikit terlihat. Jeroan yang dikeringkan memiliki tekstur yang tidak telalu keras dan berwarna cokelat kehitaman. Daging dan jeroan setelah kering dihancurkan, jeroan diblender sedangkan daging keong pepaya hanya dipotong kecil-kecil karena memiliki tekstur yang sangat keras. Bahan baku yang digunakan harus halus karena dapat mempermudah saat analisis proksimat serta saat proses ekstraksi dengan berbagai jenis pelarut, hal ini perlu dilakukan agar memperluas kontak antara bahan baku dan pelarut. Bahan baku daging dan jeroan keong pepaya ini disimpan dalam wadah tertutup yang diletakkan di dalam lemari pendingin.

Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku yang digunakan. Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pengukuran rendemen dan uji proksimat.

4.1.1 Rendemen

Rendemen merupakan presentasi bagian tubuh bahan baku yang dapat dimanfaatkan, semakin tinggi nilai rendemen suatu bahan baku maka semakin tinggi nilai ekonomis suatu bahan. Perhitungan rendemen didapatkan dengan membandingkan antara berat masing-masing bahan dengan berat total keong pepaya. Keong pepaya ditimbang berat utuhnya yaitu berat keong beserta cangkangnya. Bagian daging dan jeroannya dipisahkan, ditimbang berat daging,

jeroan serta cangkangnya. Persentasi rendemen keong pepaya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram batang persentasi rendemen keong pepaya

Hasil perhitungan rendemen dapat diketahui bahwa nilai rendemen tertinggi ada pada daging keong pepaya. Nilai rendemen daging keong pepaya melebihi setengah dari berat total keong pepaya yaitu 55,18%. Hasil ini dapat membuktikan bahwa keong pepaya merupakan salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan dagingnya sebagai bahan baku yang diolah lebih lanjut. Daging keong pepaya juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku yang kaya protein karena berdasarkan hasil pengukuran nilai kandungan gizi, daging keong pepaya memiliki nilai protein yang sangat tinggi. Bahan baku yang kaya protein memiliki fungsi yang baik bagi tubuh yaitu dapat membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno 1992).

Hasil perhitungan jeroan keong pepaya dapat dikatakan kecil karena hanya sebesar 11,06%. Pemanfaatan menggunakan bagian jeroan dari suatu bahan baku memang masih jarang pengembangannya. Pemanfaatan jeroan tetap dapat dikembangkan. Manusia umumnya tidak ingin mengkonsumsi jeroan, namun penggunaan jeroan tidak hanya dikonsumsi. Pemanfaatan jeroan dapat diambil ekstraknya sebagai komponen bioaktif.

Hasil perhitungan cangkang keong pepaya sebesar 30,58%. Hasil rendemen cangkang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil perhitungan rendemen jeroan. Cangkang keong diketahui banyak mengandung kalsium karbonat. Sebagian struktur cangkang terbuat dari kalsium karbonat, yaitu 89-99%

55,18 11,06 30,58 0 10 20 30 40 50 60

Daging Jeroan Cangkang

R en d em e n ( % ) Bagian Tubuh

dan sisanya 1-2% fosfat, bahan organik conchiolin dan air (Darma 1988 diacu dalam Purwaningsih 2007). Tingginya kandungan kalsium karbonat pada cangkang keong ini dapat dijadikan fortifikasi bahan pangan yang kaya akan kalsium.

4.1.2 Kandungan gizi bahan baku

Zat gizi berperan dalam penyediaan energi, untuk proses metabolisme dan proses pertumbuhan, sebagai zat pembangun dan zat pengatur, serta membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang pernah ada (Winarno 1992).

Kandungan gizi bahan baku keong pepaya dilakukan dengan uji proksimat. Uji proksimat ini dilakukan untuk memperoleh data kasar komposisi kimia suatu bahan baku. Uji proksimat yang dilakukan yaitu dengan menguji bagian daging dan jeroannya untuk mengetahui komposisi kimia keong pepaya secara terpisah antara daging dan jeroan. Pengujian proksimat keong pepaya dilakukan dengan menggunakan sampel kering. Komposisi kimia hasil uji proksimat daging dan jeroan keong pepaya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji proksimat daging dan jeroan keong pepaya kering

Komponen Nilai

Daging Jeroan

Kadar air (%) Kadar abu (%)

Kadar abu tidak larut asam (%) Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Kadar Karbohidrat (%) 28,54 7,40 0,19 1,08 61,58 1,40 24,85 9,20 0,59 9,71 52,84 3,40

Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam suatu bahan. Kadar air berpengaruh terhadap keawetan suatu bahan. Apabila kadar air tinggi maka bahan tersebut akan cepat mengalami penurunan mutu. Kandungan air dapat mempengaruhi penampakan, karakteristik maupun daya awet suatu bahan yang mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang sehingga mempercepat kebusukan (Winarno 1992). Kadar air keong pepaya daging dan jeroan yaitu 28,54% dan 24,85%. Dari data ini dapat diketahui bahwa kadar air pada daging keong pepaya lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air pada jeroan. Perbedaan kadar air pada daging dan jeroan tidak terlalu berpengaruh. Perbedaan ini dikarenakan pada saat proses pengeringan, kondisi

jeroan lebih kering dibandingkan dengan daging. Air bebas akan mudah menguap pada saat proses pengeringan berlangsung. Air bebas yaitu air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat (Winarno 2008). Selain itu tingginya kadar air pada daging diduga karena kemampuan suatu bahan untuk mengikat air disebut water holding capacity (WHC) (Pearson dan Dutson 1999). Molekul air akan terikat melalui ikatan hidrogen berenergi besar. Molekul air akan membentuk hidrat dengan molekul yang mengandung atom O dan N seperti protein dan karbohidrat (Winarno 2008). Daging keong pepaya memiliki protein yang tinggi yang diduga banyak mengikat air. Kemampuan jeroan mengikat air lebih kecil karena jeroan mengandung lemak yang tidak dapat bersatu dengan air, sehingga diduga air pada jeroan akan lebih banyak menguap dibandingkan daging. Pada pengujian lintah laut utuh (mantel dan jeroan) pada penelitian Nurjanah (2009) menunjukkan bahwa kadar air 15,29%. Berdasarkan data ini dapat diketahui bahwa kadar air daging dan jeroan keong pepaya lebih tinggi jika dibandingkan dengan lintah laut pada penelitian Nurjanah (2009). Perbedaan kadar air ini dimungkinkan karena adanya perbedaan lingkungan dalam proses pengeringannya.

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran zat organik. Kadar abu merupakan unsur-unsur mineral yang terkandung dalam suatu bahan baku. Di dalam tubuh mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur (Winarno 1992). Hasil uji kadar abu dapat dilihat bahwa kadar abu pada daging sebesar 7,40% sedangkan kadar abu pada jeroan 9,20%. Kadar abu pada jeroan lebih besar yang menunjukkan bahwa mineral yang terkandung pada jeroan lebih besar bila dibandingkan dengan daging keong pepaya. Abu pada jeroan lebih tinggi disebabkan karena keong akan menyimpan sisa-sisa mineral yang tidak terpakai di dalam organ dalamnya yaitu jeroan. Hal inilah yang menjadikan kadar abu pada bagian jeroan lebih tinggi dibandingkan dengan daging keong pepaya. Pada penelitian Nurjanah (2009) yaitu pengujian kadar abu pada lintah laut utuh (mantel dan jeroan) menunjukkan kadar abu sebesar 11,74%. Dilihat dari data ini maka dapat diketahui bahwa kadar abu pada keong pepaya lebih kecil jika dibandingkan lintah laut. Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh adanya perbedaan habitat antara daerah pengambilan keong dan lintah laut. Selain

itu tingginya kadar abu pada lintah laut dapat dipengaruhi oleh abu tidak larut asam yang mencapai 1,9%.

Abu tidak larut asam adalah beberapa senyawa tidak larut asam yang sebagian adalah debu, pasir, tanah, dan silika. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi menunjukkan adanya kontaminasi debu, silika, dan pasir yang tidak dapat larut asam pada suatu produk. Kadar abu tidak larut asam juga dapat digunakan sebagai kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan suatu produk (Basmal et al. 2003). Hasil uji kadar abu tidak larut asam pada daging keong pepaya yaitu 0,19% sedangkan jeroan 0,59%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu tidak larut asam pada jeroan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan daging keong pepaya. Ambang batas keamanan dalam konsumsi yaitu 1% (Basmal et al. 2003). Dari hasil uji proksimat menunjukkan bahwa keong pepaya merupakan salah satu bahan baku yang aman dikonsumsi karena kadar abu tidak larut asam berada dibawah 1%. Komponen abu tidak larut asam dalam bahan baku dapat merusak kinerja organ ginjal jika dikonsumsi dalam jumlah besar (Nurjanah 2009). Pada penelitian Nurjanah (2009) menunjukkan bahwa kadar abu tidak larut asam dari lintah laut utuh (mantel dan jeroan) yaitu 1,9%. Data ini jauh berbeda dengan kadar abu tidak larut asam pada daging dan jeroan keong pepaya. Hal ini dikarenakan sampel yang diuji pada penelitian Nurjanah (2009) merupakan gabungan antara daging dan jeroan sehingga kadar abu tidak larut asam yang dihasilkan jauh lebih tinggi.

Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan manusia. Lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein (Winarno 1992). Hasil uji proksimat menunjukkan kadar lemak daging dan jeroan keong pepaya yaitu 1,08% dan 9,71%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar lemak pada jeroan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan daging keong pepaya. Hal ini disebabkan lemak pada tubuh umumnya disimpan sebesar 45% di sekeliling organ pada rongga perut (Almatsier 2006). Penyimpanan lemak pada tubuh yang tinggi inilah yang akan menyebabkan kadar lemak pada jeroan sangat tinggi. Pada penelitian Nurjanah (2009) menunjukkan bahwa kadar lemak pada lintah laut utuh (mantel dan jeroan) sebesar 4,58%.

Perbedaan kadar lemak ini diduga karena pengaruh beberapa faktor yaitu umur, ukuran, habitat, dan tingkat kematangan gonad.

Protein merupakan suatu zat yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar juga berfungsi sebagai zat pengatur dan zat pembangun (Winarno 1992). Protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki olek lemak dan karbohidrat (Winarno 1992). Kadar protein daging keong pepaya lebih tinggi jika dibandingkan dengan jeroan keong pepaya. Daging keong pepaya memiliki kadar protein 61,58% sedangkan jeroang keong pepaya 52,84%. Pada penelitian Nurjanah (2009) menunjukkan bahwa kadar protein lintah laut utuh (mantel dan jeroan) kering sebesar 49,60%. Hasil ini disebabkan karena kandungan air yang terkandung pada bahan baku rendah sehingga secara proporsional akan meningkatkan kadar protein (Syarief dan Halid 1993). Tingginya nilai protein ini dapat menjadikan keong pepaya sebagai makanan yang kaya akan protein.

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul tinggi seperti pektin, pati, selulosa, dan lignin (Winarno 1992). Nilai karbohidrat didapatkan dengan by difference. Hasil perhitungan ini menunjukkan nilai karbohidrat daging keong pepaya yaitu 1,40% sedangkan nilai karbohidrat jeroan keong pepaya yaitu 3,40%. Berdasarkan perhitungan ini karbohidrat pada jeroan lebih tinggi jika dibandingkan dengan dagingnya. Pada penelitian Nurjanah (2009) kadar karbohidrat lintah laut utuh (mantel dan jeroan) sebesar 18,83%. Hal ini menunjukkan bahwa keong pepaya memiliki kadar karbohidrat yang lebih rendah dibandingkan dengan lintah laut. Variasi kadar karbohidrat diduga karena adanya perbedaan habitat, dan ketersediaan bahan pangan.

Dokumen terkait