• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Bahasa Slang Dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon

Sebelum mengklasifikasikan data dalam penelitian ini perlu diketahui karakteristik dari bahasa slang dapikan ini. Proses pembentukan ragam bahasa slang dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon adalah dengan menggunakan patokan dari aksara Jawa yang dibalik. Seperti diketahui bersama bahwa jumlah aksara Jawa adalah 20 huruf. Kedua puluh huruf tersebut dibagi dalam 4 baris yang masing-masing memiliki 5 huruf. Berikut akan dideskripsikan tentang rumus pembentukan kata dari slang dapikan.

Aksara Jawa terdiri aksara-aksara sebagai berikut.

ha na ca ra ka (baris 1) da ta sa wa la (baris 2)

ma ga ba tha nga (baris 4) pa dha ja ya nya (baris 3)

Atau

ha na ca ra ka da ta sa wa la

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

pa dha ja ya nya ma ga ba tha nga

ha na ca ra ka da ta sa wa la

nga tha ba ga ma nya ya ja dha pa

ha nga (misal: puha = lunga, homce = ngombe, kahan = mangan, dst)

na tha (misal: thahis = nangis, theng = neng, theju = nesu, dst)

ca ba (misal: bah = cah, catar = bayar, cosone = bojone, dst)

ra ga (misal: gung = rung, gotal = royal, ropeki = goleki, dst)

ka ma (misal: kahan = mangan, kepu = melu, yema = teka, dst)

da nya (misal: nyudhe = duwe, dhenyi = wedi, dst)

ta ya (misal: yumu= tuku, meyoke = ketoke, dst)

sa ja (misal: jejuk = sesuk, jisi = siji, sapuk = nJaluk, dst)

wa dha (misal: wudhe = duwe, wowol = dhodhol, dhonge = wonge, dst)

la pa (misal: jelayu = sepatu, kepu = melu, lakwe = pakdhe, dst)

Dari penjabaran di atas dapat dilihat perumusan katanya, yakni dengan cara mengubah kata asli yang akan digunakan dengan melihat kata yang akan diambil itu berasal dari baris ke berapa dari urutan aksara Jawa. Dinamakan

dapikan (walikan) karena pasangan kata asli yang akan digunakan berasal dari aksara Jawa yang terakhir yakni nga. Perubahan dan pertukaran huruf itu tidak diberlakukan pada huruf vokal yang mengikuti huruf konsonan, dengan kata lain, tidak terjadi perubahan bunyi vokal pada kata aslinya.

Bahasa slang dapikan ini hampir sama dengan bahasa slang model Yogyakarta, hanya saja pasangan balikannya berbeda. Dalam bahasa slang model Yogyakarta ha berganti suara dengan pa sedangkan bahasa slang di Kecamatan pasar Kliwon ha berganti suara dengan nga. Perbedaan yang mendasar dari kedua bahasa slang ini adalah perbedaan karakteristik penggunaan bahasa slang. Perbedaan karakteristik tersebut dapat dilihat dalam rumusan berikut.

Rumusan bahasa slang model Yogyakarta:

HA NA CA RA KA DA TA SA WA LA PA DHA JA YA NYA MA GA BA THA NGA Ha Pa Na Dha Ca Ja Ra Ya Ka Nya Da Ma Ta Ga Sa Ba Wa Tha La Nga

Dalam ragam bahasa slang model Yogyakarta semua konsonan yang digunakan dalam setiap suku katanya dibalik. Berbeda dengan bahasa slang

dapikan yang pada akhirannya tidak mengalami perubahan bunyi. Misal: kata dab

yang berasal dari kata mas. Konsonan yang digunakan dalam kata tersebut semuanya mengalami perubahan. Proses pebentukan katanya adalah sebagai berikut: suku kata ma (huruf m) dalam bahasa Jawa berasal dari aksara ma yang dalam aksara Jawa berada pada baris keempat, berubah menjadi da yang dalam aksara Jawa berasal dari baris kedua. Sedangkan untuk akhiran s, dalam bahasa Jawa berasal dari aksara sa yang dalam aksara Jawa berada pada baris kedua, berubah menjadi b dalam bahasa Jawa berasal dari aksara ba yang dalam aksara Jawa berasal dari baris keempat.

Berikut akan dideskripsikan bentuk ragam bahasa slang dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon.

Dalam ragam bahasa slang dapikan satu suku kata tidak banyak mengalami perubahan. Perubahan hanya terjadi pada huruf konsonan di awal kata, sedangkan untuk huruf vokal dan huruf mati di akhir kata tidak mengalami perubahan.

Misal: Kata kas yang berasal dari kata mas „kakak laki-laki‟

Proses pembentukan katanya adalah sebagai berikut: suku kata ma (huruf m) dalam bahasa Jawa berasal dari aksara ma yang dalam aksara Jawa berada pada

baris keempat, berubah menjadi ka yang dalam aksara Jawa berasal dari baris pertama. Sedangkan untuk huruf vokal dan huruf mati di akhir kata tidak mengalami perubahan bunyi. Sehingga kata mas dalam bahasa slang dapikan

berubah bunyi menjadi kas.

Bentuk ragam bahasa slang dapikan yang terdiri dari dua suku kata atau lebih mengalami perubahan bunyi pada setiap suku katanya. Sama seperti bentuk ragam bahasa slang dapikan satu suku kata, yang mengalami perubahan hanya huruf konsonan atau huruf awal pada setiap suku katanya. Untuk huruf vokal yang mengikuti tidak mengalami perubahan bunyi atau tidak mengalami pertukaran aksara.

Misal: Kata sepatu

Suku kata se (dalam aksara Jawa berasal dari aksara sa) berasal dari baris kedua berubah menjadi huruf je (dalam aksara Jawa berasal dari aksara ja) yang berasal dari baris ketiga yang urutannya disesuaikan aturan perumusan bahasa slang

dapikan, yakni aksara yang pertama (ha) dipasangkan dengan aksara yang terakhir (nga) dan seterusnya.

Suku kata pa (dalam aksara Jawa berasal dari aksara pa) berasal dari baris ketiga berubah menjadi huruf la (dalam aksara Jawa berasal dari aksara la) yang berasal dari baris kedua.

Suku kata tu (dalam aksara Jawa berasal dari aksara ta) berasal dari baris kedua berubah menjadi huruf yu (dalam aksara Jawa berasal dari aksara ta) yang berasal

dari batis ketiga. Sehingga kata sepatu berubah menjadi kata slang yang berbunyi

jelayu.

Perumusan kata yang lain adalah mengenai penggunaan akhiran. Dalam slang dapikan, akhiran tidak mengalami perubahan bunyi. Jadi dalam kata asli, huruf akhiran tidak dirubah. Di samping itu, penggunaan huruf mati di tegah kata juga tidak mengalami perubahan. Misalnya dalam kata mangan, aksara yang mengalami perubahan hanya aksara ma dan nga. Sedangkan untuk huruf akhiran n tidak mengalami perubahan, jadi kata mangan akan berubah bunyi menjadi

kahan. Demikian pula dengan huruf mati di tengah kata seperti dalam kata banci,

aksara yang mengalami perubahan hanya aksara ba dan ci sedangkan untuk huruf mati di tengah kata tidak mengalami perubahan bunyi. Jadi kata banci dalam bahasa slang dapikan akan berbunyi canbi.

Untuk penggunaan huruf vokal di awal kalimat, menggunakan aksara ha

dan nga. Khusus untuk penggunaan huruf vokal a disamakan dengan penggunaan aksara Jawa nga yang berubah bunyi menjadi aksara ha, dan untuk huruf vokal i, u, e, dan o, disamakan dengan penggunaan aksara ha yang berubah bunyi menjadi

nga. Misalnya penggunaan huruf vokal awalan dalam kata ambune, huruf vokal a disejajarkan dengan penggunaan aksara nga. Huruf awalan a mengalami perubahan bunyi menjadi ha. Jadi kata asli ambune dalam bahasa slang akan berubah menjadi hamcune. Contoh kata yang lain, kata asli etuk, huruf vokal e disejajarkan dengan aksara ha. Awalan vokal e mengalami perubahan bunyi

menjadi nge (dalam aksara Jawa berasal dari aksara nga). Jadi kata asli etuk dalam bahasa slang akan berubah menjadi ngeyuk.

Pada penggunaan suku kata terakhir, tidak selalu mengalami perubahan bunyi, disesuaikan dengan kata yang digunakan. Jadi terdapat beberapa kata yang tetap mempertahankan keaslian suku kata yang terakhir. Akan tetapi tidak sedikit pula kata-kata yang mengalami perubahan bunyi secara total.

B. Konteks Situasi dan Fungsi Sosial

Dokumen terkait