• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah membahas tentang tindak tutur, campur kode dan morfem partikel dialek Bahasa Jawa, untuk selanjutnya akan dibahas tentang konteks situasi pertuturan yang menyangkut tentang faktor-faktor sosio-situasional yang melatar belakangi timbulnya bahasa slang. Berikut ini akan dibahas konteks sosial bahasa slang dapikan.

a. Pembicara dan pendengar atau biasa disebut juga sebagai penutur dan lawan tutur. Dalam penggunaan bahasa slang dapikan penutur dan lawan tutur sebagai salah satu anggota masyarakat sangat mempengarhi keberadaan bahasa slang dapikan ini di tengah-tangah masyarakat. Mereka mempunyai kecenderungan untuk berkelompok dan dalam kelompok tersebut hubungan antar anggota biasanya akrab, sehingga bahasa slang

dapikan ini lahir di tengah-tengah mereka.

b. Waktu dan tempat terjadinya percakapan juga memiliki pengaruh dengan keberadaan bahasa slang dapikan. Tempat bicara dalam bahasa slang

adalah tempat-tempat yang biasa dipakai untuk kumpul atau untuk slang, yaitu warung slang, mall, bioskop, dan ditempat-tempat umum lainnya. Sedangkan waktu atau suasana adalah suasana yang santai, akrab, dan tidak resmi. Pemilihan bentuk bahasa yang akrab dan santai akan lebih mendekatkan jarak antara penutur dan lawan tuturnya.

c. Topik atau masalah yang dibicarakan dalam bahasa slang dapikan adalah masalah sehari-hari yang sering terjadi dilingkungan pemakai bahasa slang.

d. Instrumen yang dipakai dalam bahasa slang adalah bahasa lisan. Para pemakai bahasa slang dapikan berusaha mengekspresikan segala gagasan dan perasaannya dengan mendayagunakan bahasa slang tersebut. Segala gagasan dan perasaannya diusahakan dapat terwakili lewat tuturan tersebut.

e. Bentuk pesan bahasa slang adalah berupa obrolan atau informasi yang akrab dan santai. Dengan bentuk bahasa seperti itu komunikasi akan lebih berjalan lancar karena antara penutur dan lawan tuturnya sudah ada saling kepahaman bentuk bahasa yang biasa digunakan diantara mereka.

f. Kode atau media percakapan yang dipakai adalah bahasa dialek Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia yang “dislangkan”. Bahasa dialek Jawa dipakai karena peneliti mengambil tempat di daerah Semanggi yang merupakan tempat muncul dan berkembangnya bahasa slang.

g. Peristiwa ini misalnya seseorang penutur menginformasikan kepada teman-temannya kalau ada orang baru yang sangat ganteng, penutur yang

memprotes tindakan tindakan lawan tutur karena ia tidak suka dengan kelakuannya, dan sebagainya.

h. Tujuan dalam hal ini bahasa slang bertujuan untuk sarana slang/ berslang, ngobrol/ bercakap-cakap dalam situasi yang santai.

i. Nada pembicaraan yang digunakan dalam bahasa slang diucapkan dengan nada atau intonasi tertentu yaitu dialek serta gaya pengucapannya kelihatan ganjen (genit) sehingga terasa lucu, ringan, ekspresif, dan kreatif. Sementara itu ragam bahasa yang digunakan adalah ragam tidak resmi.

j. Pada awalnya bahasa slang diciptakan untuk sekelompok orang saja (preman dan kernet) dan mempunyai ciri khas tersendiri yaitu, kunci pokoknya terletak pada persamaan dua atau tiga huruf pertama dan selanjutnya sangat lain sekali sehingga sulit dimengerti orang awam. k. Bahasa slang adalah „ajang” mereka yang ingin slang maka mereka

membutuhkan bahasa yang dapat mengapresiasikan ide-ide atau gagasan mereka agar lain daripada yang lain.

Dari uraian di atas sudah dapat diketahui adanya faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah tuturan. Bahasa slang digunakan dalam situasi santai diucapkan dengan nada atau intonasi gaya pengucapannya kelihatan

ganjen (genit) sehingga terasa lucu, ringan, ekspresif, dan kreatif.

Bahasa selalu mencakup tiga hal yang kemudian disebut sebagai konteks situasi.

 Pokok bahasan dalam bahasa slang adalah seputar masalah-masalah yang terjadi sehari-hari.

 Hubungan antar pelaku dalam bahasa slang adalah hubungan antar sesama orang yang bisa berbahasa slang baik remaja, mahasiswa, pengusaha, dan lain-lain.

 Bahasa slang digunakan dalam fungsi komunikasi dan medianya adalah bahasa lisan.

2. Fungsi Sosial Penggunaan Bahasa Slang Dapikan di Kecmatan Pasar Kliwon. Bahasa tidak saja dipandang sebagai individual tetapi juga merupakan gejala sosial. Sebagai gejala sosial bahasa dan pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik saja tetapi juga oleh faktor-faktor non linguistik. Faktor-faktor non linguistik itu antara lain faktor-faktor sosial. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa misalnya, status sosial, tingkat pendidikan, umur dan sebagainya. Disamping itu pemakaian bahasa slang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional, seperti siapa yang berbicara, bahasa apa yang digunakan, dengan siapa berbicara,, kapan dan mengenai masalah apa.

Bahasa timbul karena kebutuhan manusia akan bahasa dan untuk berkomunikasi diantara sesama anggotanya, demikian halnya dengan pemakaian bahasa slang di Pasar Kliwon, merupakan salah satu fenomena pemakaian bahasa dalam masyarakat. Pemakaian bahasa slang di Pasar Kliwon timbul karena pada awalnya suatu komunitas kelompok kernet dan preman membutuhkan suatu bahasa “rahasia” untuk kelompoknya, namun

dalam perkembangan selanjutnya justru bahasa “rahasia” mereka ini malah menjadi trend dan menjadi gaya hidup di kalangan masyarakat saat ini.

Bahasa slang yang berkembang di masyarakat Pasar Kliwon mempunyai fungsi sosial dalam pemakaiannya, fungsi sosial tersebut adalah sebagai berikut.

a. Untuk menunjukkan status sosial

Para pemakai bahasa slang khusus untuk kalangan preman dan kernet dipandang mempunyai kedudukan yang kurang jelas di masyarakat. Adanya sikap yang demikian membuat mereka cenderung berkelompok. Dalam kelompok tersebut kemudian mereka berusaha memakai bahasa yang dapat dijadikan sebagai alat komunikasi, artinya bahasa yang sesuai dengan jiwa dan identitasnya.

Semua tuturan yang digunakan dalam penelitian ini dapat menunjukkan status sosial pemakainya. Bahasa slang ini dianggap sebagai suatu sarana untuk mengakrabkan pembicaraan dan sekaligus merupaka alat komunikasi yang paling efektif untuk menunjukkan ciri khas bagi kelompoknya.

Selompok orang pengguna bahasa slang dapikan yang diangkat dalam penelitian ini, sengaja menciptakan bahasa ini untuk menunjukkan kepada masyarakat umum tentang keberadaan atau eksistensi mereka di tengah-tengah masyarakat. Bahasa slang dapikan inilah yang menunjukkan status sosial mereka. Dengan kata lain bahasa slang ini diciptakan dengan tujuan untuk menunjukkan status sosial mereka di tengah masyarakat.

b. Untuk merahasiakan pembicaraan

Bahasa slang muncul dan berkembang di Pasar Kliwon namun tidak semua masyarakat Solo dan sekitarnya yang tahu dan bisa berbicara dengan bahasa ini. Para pemakai bahasa slang menggunakan bahasa mereka untuk menyebut atau menyatakan sesuatu karena mereka ingin pembicaraan mereka agar tidak diketahui oleh orang lain. Pemakaian bahasa slang tersebut untuk merahasiakan maksud yang sebenarnya pada orang lain, tetapi antar pemakai bahasa slang tahu maksud dari bahasa itu. Bahasa slang dapikan memiliki fungsi sosial untuk merahasiakan pembicaraan, seperti dalam contoh data berikut ini.

Data (34) Mode liwat motho jik!Bah bipike ngimi ngagep kepu.

Kowe liwat kono sik!Cah cilike iki arep melu. Kamu lewat sana dulu! Anak kecil ini mau ikut.

Pada tuturan di atas mempunyai maksud agar anak kecil yang dibicarakan tidak mengerti maksud tuturan kedua penutur tersebut. Tuturan itu terjadi pada saat kedua penutur mau pergi, penutur tidak ingin anak kecil itu ikut pergi dengan mereka. Atas dasar itulah kedua penutur itu menggunakan bahasa slang dapikan dengan tujuan agar anak kecil itu tidak paham dengan percakapan mereka dan mereka dapat pergi tanpa mengajak anak kecil itu. Jadi tuturan itu memiliki fungsi untuk merahasiakan pembicaraan, tidak semua orang paham dan mengerti bahasa slang

dapikan.

Bahasa slang digunakan untuk mencari perhatian, baik perhatian dari orang yang bisa berbahasa slang maupun perhatian dari orang yang tidak paham bahasa slang. Mereka bermaksud mencari perhatian agar orang lain melihat dan memperhatikan mereka yang sedang berbahasa slang, dengan menggunakan intonasi yang mempunyai ciri khas tersendiri yaitu diucapkan dengan nada intonasi tertentu sehingga terasa, ringan, dan dialek serta gaya pengucapannya pun kelihatan unik, maka tidak sulit bagi para pemakai bahasa slang untuk menarik perhatian orang lain.

d. Untuk memperlancar komunikasi

Dalam beraktifitas para pemakai bahasa slang sering mengadakan komunikasi dengan sesama pemakai bahasa slang dengan menggunakan bahasa slang pula. Sesuai dengan situasi tuturan yang demikian, maka varian bahasa yang dipakainya adalah bahasa slang, selain untuk memperlancar komunikasi dipilihnya bahasa slang ini bertujuan agar komunikasi yang tercipta menjadi akrab, intim, santai dan segalanya berlangsung serba seenaknya dan serba tidak resmi di dalam tuturan bahasa slang. Dengan demikian unsur kedekatan dan keakraban tersebut lebih dipengaruhi karena adanya perasaan “senasib” dan “seidentitas”. e. Untuk penurun ketegangan

Bahasa slang ini mempunyai variasi kebahasaan yang berbeda dengan variasi kebahasaan yang lain, dan menunjukkan adanya ciri khas tersendiri, yaitu diucapkan dengan nada atau intonasi tertentu, sehingga terasa lucu, ringan, ekspresif, dan kreatif. Dialek serta gaya

pengucapannya pun kelihatan terkesan santai, akrab dan tidak membosankan. Apalagi penggabungan kosa katanya unik sangat melenceng dari arti kata yang sebenarnya sehingga membuat suasana percakapan menjadi santai, seperti dalam data berikut ini.

O1 = Ngidhake meyoke ngethak. Ngethak neh nek dicatari!

„Iwake ketake enak. Enak neh nek dibayari.‟

„Ikannya kelihatannya enak. Enak lagi kalau dibayari!‟

O2 = Bamemmu mudhi!

„Cangkemmu kuwi!‟

„Mulutmu itu!‟

C. Peristiwa Kebahasaan yang Menyertai Pertuturan Bahasa

Dokumen terkait