• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Karakteristik Wacana Persuasi Rubrik „Sangu Leladi‟ pada Majalah Jaya Baya

3. Karakteristik dari Segi Bentuk

Wacana persuasi rubrik Sangu Leladi dalam penyampaiannya keseluruhan berbentuk prosa. Akan tetapi karena diambil dari naskah-naskah kuno serta filosofi Jawa masa lampau tak jarang dalam petuah yang disampaikan diselipi peribahasa, pepindan atau lainnya. Sebagai contoh pada salah satu rubriknya ada yang secara penuh berbentuk wangsalan. Bentuk-bentuk tersebut menjadi salah satu karakteristik yang dimiliki oleh rubrik Sangu Leladi. Berikut penjelasannya.

a) Wangsalan

Berikut ini akan dikemukakan nasihat yang bentuknya wangsalan.

(400) Ana sawatara Sangu Leladi kang binuntel ing wangsalan, lan bisa manjing dadi bahan renungan (wayah apa wae) – Parta brahma (Ciptaning),

commit to user

brahmana eyanging Wiyasa (Sakutrem) – cipta wening tan katrem gebyaring brana, b) krandhah janma (krabat), janma kang nyingkur ing tata (kompra). Yen mung sambat, bakal muspra idepira. c) Tutur resi (wewarah resi sekti ing Mandura (Begawan Druwasa)- sumaraha, mring purbaning kang Kawasa. d) Kang wre sata (cocak rawun), sata gung lambanging praja (garudha), yen nyeyuwun ywa tidha karsaning Dewa. E) kawi peksi (kukila), peksi bangkit tata janma (menco), lega lila nampa cobaning sukma.(JB/II/02/2014)

Ada beberapa Sangu Leladi yang dibungkus dalam wangsalan, dan bisa keluar menjadi bahan renungan (di waktu apa saja) Parta brahma (Ciptaning), brahmana kakek dari Wiyasa (Sakutrem) –pikiran yang bening tidak tergoda akan kemilaunya harta b) sanak saudara manusia (kerabat), manusia yang mengabaikan peraturan (bodoh). Jika hanya mengeluh, akan sia-sia apa yang menjadi keinginanmu. C) perkataan resi (nasihat resi/brahmana sakti di Mandura (Begawan Druwasa) – pasrahlah, kepada kehendak yang Maha Kuasa. d) Yang menyerupai monyet dan ayam (cocak rawun „sejenis burung‟) binatang agung lambang kerajaan (garuda), jika meminta jangan ragu pada kehendak Dewa. e) bahasa kawi dari peksi (burung), burung meniru manusia (burung yang bisa menirukan suara manusia), tulus ikhlas menerima cobaan dari Tuhan.

Wacana di atas merupakan nasihat yang dibungkus dalam bentuk wangsalan. Wangsalan merupakan perkataan yang jawabannya tersandikan di dalamnya. Wangsalan wacana di atas antara lain sebagai berikut; katrem „tergoda‟ merupakan wangsalan dari brahmana eyang dari Wiyasa yaitu Sakutrem. Kompra merupakan jawaban dari janma kang nyingkur ing tata „manusia yang mengabaikan peraturan‟, wangsalan tersebut untuk menyatakan muspra „sia-sia‟.

Satuan lingual Begawan Druwasa merupakan jawaban kata yang tersandikan yaitu resi sekti ing Mandura „resi/brahmana sakti di Mandura‟, yang digunakan untuk menyatakan Kawasa „Kuasa‟. Satuan lingual cocak rawun „sejenis burung‟ yang merupakan jawaban wangsalan kang wre sata „yang mirip ayam dan monyet„ digunakan untuk menyatakan nyeyuwun „meminta‟. Satuan lingual menco „burung yang bisa menirukan manusia‟ digunakan untuk menyatakan cobaning „cobaan‟.

commit to user

Wangsalan dalam wacana di atas digunakan sebagai umpan/loncatan untuk menyatakan nasihat yang ingin dipersuasikan. Secara ringkas nasihat yang ingin disampaikan ialah manusia hendaknya tidak tergoda oleh kemilau harta kekayaan. Selain itu manusia yang hanya mengeluhkan hidupnya, tidak akan punya keberanian untuk mencapai sesuatu yang diinginkan sehingga jauh dari kesuksesan. Manusia hendaknya pasrah pada kehendak Tuhan, jika meminta jangan ada keraguan dalam hati atas kehendak Tuhan dan ketika diberi cobaan hendaknya ikhlas menjalani.

b) Tembang

WP yang di dalamnya mengandung nasihat dapat pula berbentuk tembang. Contoh datanya akan dikemukakan berikut di bawah ini.

(401) “Ngelmu iku, kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangekese dur angkara. (JB/I/01/2014)

Ilmu (kesempurnaan) itu diperolehnya dengan usaha, penerapannya harus dengan sungguh-sungguh, artinya dapat memberikan kesentosaan, budi yang setia penghancur nafsu angkara.

Wacana di atas merupakan tembang pucung dalam serat Wedhatama yang menjelaskan bahwa untuk memperoleh ilmu harus menggunakan laku (usaha). Usaha wajib diupayakan dengan sungguh-sungguh, jika sudah dijalani dapat memberikan kesentosaan dalam hati. Hati yang sentosa bisa mengendalikan hawa nafsu yang mendatangkan angkara murka.

Selain data di atas WP yang bentuknya tembang juga dapat dilihat di bawah ini. (401) Marma taberi kulup, angulah lantiping ati, rina wengi den anedya, panduk

panduking pambudi bengkas kahardaning driya supadya dadya utami. (JB/IV/01/2014)

Maka rajin-rajinlah anakku, belajar menajamkan hati, siang malam berusaha, merasuk ke dalam sanubari, melenyapkan nafsu pribadi, supaya menjadi (manusia) utama.

commit to user

Data (401) merupakan tembang yang berisi perintah orang tua kepada anak-anak supaya rajin memanajemen hati. Hati adalah bagian tubuh yang diberikan Tuhan agar bisa digunakan untuk mendekatkan diri padaNya. Orang yang menuruti kata hati serta bisa mengendalikan agar tidak berbuat keburukan akan menjadi manusia yang utama. Tidak mudah dalam memanajemen hati untuk itu harus dilakukan setiap saat salah satunya dengan mengendalikan hawa nafsu yang sering menguasai jiwa manusia.

c) Peribahasa

Peribahasa merupakan susunan kata berupa ungkapan atau perumpamaan yang biasanya mengiaskan maksud tertentu. Di dalam peribahasa terdapat nasihat yang disampaikan secara tersirat. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui contoh data berikut.

(403) Pancen abot sanggane dadi pemimpin, tansah ing ngarsa sung tuladha. (JB/I/02/2014)

„Memang berat tanggung jawab menjadi pemimpin, harus selalu di depan

memberi contoh.‟

Data di atas berisi nasihat bahwa tidak mudah menjadi seorang raja, ia harus ing ngarsa sung tuladha „harus selalu di depan memberi contoh‟. Pemimpin merupakan panutan rakyat untuk itu harus memberi contoh yang baik. Sikap pemimpin yang baik dapat menjadi teladan, namun jika pemimpin tidak bisa menjadi teladan maka rakyatnya akan hancur. Oleh sebab itu seorang pemimpin harus berhati-hati dalam bersikap.

(404) Ginodha dening rasa kurang marem marang asiling pakaryane, sauger ora nggege mangsa iku sawiji pratandha kang becik. (JB/II/03/2014)

„Tergoda oleh rasa kurang puas akan hasil pekerjaan, asalkan tidak

mendahului waktu itu merupakan suatu tanda yang baik.‟

Data di atas berisi nasihat agar ketika menggapai keinginan jangan sampai nggege mangsa „mendahului waktu‟. Seseorang harus mengendalikan diri agar tidak menggunakan cara-cara curang karena dorongan ketidakpuasan. Seringkali ketika

commit to user

berambisi mencapai impian sering menghalalkan segala cara. Sikap tersebut mengajarkan ketidakjujuran, serta merugikan diri sendiri dan menimbulkan persaingan tidak sehat. Untuk itu hendaknya segala impian dicapai dengan berbagai usaha lalu memasrahkan hasilnya kepada Tuhan.

(405) Anane Gusti Allah iku ora bisa kadeleng ngegla dening sok-sapoa bae, nadyan dening kang marsudi sangkan paraning dumadi pisan. (JB/V/03/2014)

„Adanya Gusti Allah itu tidak bisa dilihat secara nyata oleh siapa saja, walaupun oleh yang ingat asal dan tujuan hidup.‟

Data di atas terdapat satuan lingual sangkan paraning dumadi „ingat asal dan tujuan hidup‟ yang merupakan peribahasa populer masyarakat Jawa. Maksud peribahasa tersebut mengajarkan manusia ingat asal dan tujuan hidup. Akan tetapi seseorang yang ingat asal dan tujuan hidupnya belum tentu bisa melihat Tuhan secara nyata, apalagi manusia yang biasa-biasa saja. Hal itu menunjukkan bahwa Tuhan sangat agung. Manusia hendaknya tidak melakukan hal-hal negatif, malah harus waspada dan hati-hati dalam bertindak agar nantinya mendapatkan kehidupan bahagia di surga. Kesadaraan bahwa manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepadaNya, mendorong seseorang tidak berbuat hal-hal yang melanggar perintah Tuhan

(406) [...] Supradene kang sinebut utama iku wong kang wis nuduhake pangidepe apadene lelabuhane kanthi mbabarake budi lan kapinterane kanggo melu memayu hayuning bawana utawa rahayune bebrayan agung.(JB/II/04/2014) […] Meskipun demikian yang disebut utama itu orang yang sudah menunjukkan keinginan atau pengabdian dengan memaparkan budi dan kepandaian untuk ikut berbuat kebaikan menjaga kerukunan sesama atau

keselamatan orang banyak.‟

Satuan lingual memayu hayuning bawana „ikut berbuat kebaikan menjaga kerukunan sesama„ dan rahayune bebrayan agung „keselamatan orang banyak‟ merupakan nasihat berupa peribahasa. Maksud wacana tersebut ialah agar seseorang bisa menjaga lingkungan sekitar, tidak hanya bentuk fisik saja tetapi spiritualnya juga.

commit to user

Hal ini dimaksudkan agar tidak berbuat semena-mena atas karunia Tuhan. Bumi dan isinya dimanfaatkan dengan baik oleh manusia tanpa dirusak. Manusia juga harus menjaga kerukunan antarsesama dengan tidak mementingkan diri sendiri serta menghargai satu sama lain agar tercipta masyarakat rukun dan sentosa.

(407) […]Mungguh adile mono sejatine mapan ing pranatan lan makmure dumunung ing cak-caking pandum. Yen adile ora mapan ing bebener merga karegem ing paramparaning praja kang ambeg candhala, makmure iya mawut. Padha-padha kepengin nikmati rakhmating Pengeran, sirna. Kang ana mung kari “sapa sira sapa ingsun”. (JB/IV/04/2014)

[…] Adil itu sejatinya terletak di aturan dan makmur terletak di ratanya pembagian. Jika adil tidak terletak pada kebenaran karena tergengam oleh aturan pemerintahan yang kejam, makmurnya pasti akan berantakan. Sama-sama ingin menikmati rahmat Tuhan, hilang.Yang ada hanya “siapa kamu

siapa saya”.‟

Peribahasa wacana di atas yaitu sapa sira sapa ingsun „siapa kamu siapa saya‟. Dalam wacana dijelaskan, untuk mencapai rakyat yang adil dan makmur, seharusnya tidak ada jarak antara pemimpin dengan rakyat. Adil itu letaknya pada aturan dan makmur terletak pada ratanya pembagain, jika pemimpin mempunyai sikap seperti itu maka pemimpin dan rakyat bisa bersama-sama menikmati hidup makmur. Akan tetapi jika pemimpin tidak bisa berbuat adil akan terjadi kesenjangan. Pemimpin berkarakter sapa sira sapa ingsun, ia tidak akan sewenang-wenang kepada rakyat. Oleh sebab itu adanya peribahasa tersebut mengajarkan seseorang untuk tidak sombong dan egois.

(408) Awit, yen olehe maoni waton, bisa njalari timbuling adu waton, temahan nglairake panemu kang maton. Saka kono tuwuhing sabda tama “ menang tanpa ngasorake. Iku kang mbokmenawa disebut: opbouwende kritik”... kritik kang ambangun. Menang tanpa ngasorake! (JB/I/07/2014)

„Sebab, jika asal menghina, bisa menyebabkan saling hina, sehingga melahirkan pendapat yang asal. Dari situ tumbuh perkataan “menang tanpa

merendahkan”. Itu yang barang kali disebut : “opbouwende kritik... kritik

commit to user

Wacana (408) terdapat satuan lingual menang tanpa ngasorake „menang tanpa merendahkan‟ yang memberikan nasihat supaya manusia saat bermasyarakat menjaga sopan santun, jangan sampai ketika ada sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya ia meluapkan secara berlebihan. Apalagi keinginan agar dipandang lebih unggul dari yang lain sehingga merendahkan orang lain, hal tersebut bukanlah sikap yang baik. Orang Jawa mempunyai prinsip bahwa tidak beretika jika mencela, merendahkan ataupun membuat malu orang lain. Ketika tidak menyukai seseorang hendaknya tidak diungkapkan secara jelas, apalagi asal-asalan menghina. Menghina seseorang tanpa dasar akan menimbulkan masalah. Peribahasa tersebut juga mengajarkan untuk menjaga kerukunan masyarakat serta menghindari konflik.

(409) Unen-unen: wong ngalah luhur wekasane, iku nyata, ora ana wong keduwung ngone ngalah: ujar sakecap laku setindak, ewadene arang kang gelem anglakoni. (JB/III/08/2014)

„Perkataan: orang yang mengalah luhur pada akhirnya, itu nyata, tidak ada yang menderita karena mengalah: sedikit berbicara banyak tindakan, sedangkan jarang yang mau melakukan.‟

Wacana di atas terdapat peribahasa wong ngalah luhur wekasane „orang yang mengalah luhur pada akhirnya‟ yang memberi nasihat bahwa mengalah tidak akan membuat seseorang menderita, malah akan mendapatkan keluhuran baik di dunia maupun akhirat. Orang mengalah tergolong kuat karena mampu mengalahkan nafsunya. Ketika ada yang kurang menyenangkan atau kurang sependapat, ia akan mengontrol diri. Namun disayangkan peribahasa tersebut jarang yang mau melakukannya.

(410) Wong mangan iku sanajan mung sathithik yen mirasa, temtu bisa tuntum ing getih. Wong turu sanajan mung saliyepan yen kepenak iya wis taneg lan seger. Dadi cegah pangan iku rumeksa ing kawarasan. Cegah turu rumeksa ing kawilujengan. Para pandhita lan para sujana ing jaman kuna iku dhahare kena diparibasakake: satiban kaleyang, tadhah tahen saliring angina, asor kulupan kang rinasa. (JB/I/10/2014)

commit to user

„Orang yang tidur walaupun hanya sekejap mata jika nikmat pasti bisa nyenyak dan segar. Jadi mencegah makan itu menjaga dari segi kesehatan. Mengurangi tidur itu menjaga dalam keselamatan. Para pendeta dan para ahli pada jaman kuno itu makannya bisa diperibahasakan: sejatuhnya rejeki, mengambil apa

saja yang jatuh dari pohon yang tertiup angin, rasanya seadanya.‟

Wacana di atas berisi nasihat agar ketika melakukan sesuatu tidak berlebihan. Contoh tersebut dapat dilihat saat makan dan tidur. Tidur meskipun sebentar tetapi nyenyak membuat tubuh segar. Begitu juga makan, meskipun sedikit namun jika menyatu dengan darah, akan lebih baik daripada makan berlebihan yang bisa berakibat buruk bagi kesehatan. Jadi tidak tidur secara berlebihan bermanfaat dari segi keselamatan, dan tidak makan berlebihan baik untuk kesehatan. Orang yang banyak makan akibatnya kekenyangan, kemudian malas bekerja dan hanya tidur saja. Oleh sebab itu hendaknya meniru para pendeta jaman dulu yang makannya diibaratkan satiban kaleyang, tadhah tahen saliring angina, asor kulupan kang rinasa „sejatuhnya rejeki, mengambil apa saja yang jatuh dari pohon yang tertiup angin, rasanya seadanya‟. Artinya menerima rejeki yang diberikan oleh Tuhan, memakan yang ada dan yang bisa di makan meskipun rasanya seadanya.

d) Pepindan

Pepindan merupakan sejenis peribahasa dalam bahasa Jawa yang digunakan untuk menyatakan suatu keadaan melalui pengkiasan. Berikut ini merupakan contoh datanya.

(411) Amarahe wong kang wis berbudi, pepindhane kaya gris kang ana ing sadhuwuring banyu, sadhela bae wis ilang saka ing pangangen-angene, jalaran atine ora seneng nesu. Kang diarani “senapati” kang sejati, yaiku: satemene wong kang bisa nelukake hardening kanepsone dhewe ing sajroning alas kerameyan. (JB/IV/05/2014)

„Marahnya orang yang berbudi, pepindannya seperti butiran kecil yang ada

di atas air, sebentar saja sudah hilang dari pikiran, karena hatinya tidak senang

marah. Yang dinamakan “senapati (pemimpin prajurit)” yang sejati: sesungguhnya orang yang bisa mengalahkan hawa nafsunya sendiri di dalam keramaian.‟

commit to user

Wacana di atas terdapat pepindan kaya gris kang ana ing sadhuwuring banyu „seperti butiran kecil yang ada di atas air‟. Pepindan tersebut digunakan untuk mengibaratkan marahnya seseorang yang berbudi seperti butiran kecil (misalnya buih air) yang ada di atas air. Maka butiran tersebut akan segera hilang dan tenggelam. Begitu pula amarah seseorang yang berbudi sebentar saja akan segera sirna, karena hatinya tidak menyukai kemarahan. Orang seperti itu sesungguhnya pemimpin yang baik, ia mampu menjadi pemimpin bagi diri sendiri maupun orang lain karena sanggup mengendalikan amarahnya.

e) Karakteristik dari Segi Isi

Karakteristik wacana persuasi dapat dilihat dari segi isi yang disampaikan kepada pembaca. Wacana persuasi meskipun ditulis secara tersurat namun secara tersirat terdapat nasihat yang ingin disampaikan. Nasihat tersebut dibedakan menjadi 3 jenis yaitu saran, larangan dan perintah. Berikut contoh data serta penjelasannya.

a) Saran

WP berupa saran akan dipaparkan menggunakan data seperti di bawah ini.

(412) Dadi: selagine bangsa tanduran lan kewan bae, kepengin ngundhuh wohe kang prayoga, utawa kepengin oleh turunane kang prayoga: kudu nganggo kawruh, ora cukup awur-awuran, apa maneh tumrap kita manungsa. Mulane sapa kang kepengin duwe anak utama, panggayuhe tan kena ora kudu nganggo kawruh kelahiran. Malah ora cukup nganggo kawruh kelahiran. Kayadene kawruhe wong nenandur lang nangkarake, kudu dirangkepi kawruh kebatinan. Sebabe, prayoga ingatase tanduran lan kewan iku mung tumrap wujude kelahiran bae. (JB/III/02/2014)

„Jadi: selagi bangsa tumbuhan dan hewan saja, jika kita berkeinginan memetik buah yang baik, atau berkeinginan mempunyai keturunan yang baik: harus menggunakan pengetahuan, tidak cukup asal-asalan saja, apa lagi untuk kita manusia. Maka siapa yang ingin mempunyai keturunan yang baik,

keinginannya tidak boleh tidak, harus menggunakan pengetahuan. Malah tidak cukup hanya dengan menggunakan pengetahuan kelahiran. Seperti

commit to user

pengetahuan kebatinan. Sebab, baiknya tanaman dan hewan itu hanya kepada bentuk lahirnya saja.‟

Saran yang terdapat pada wacana di atas ialah jika seseorang ingin mempunyai anak/ keturunan yang baik harus menggunakan pengetahuan tidak hanya pengetahuan lahir tetapi didukung pengetahuan batin. Dengan didukung keduanya manusia dapat mencapai keinginan.

(413) Mula yogyane nesu, muring-muring, becik disarantakake ing sawetara wektu luwih dhisik, tatanen mlebu wetuning napas klawan sareh, banjur timbang-timbangen, apik lan orane, akibat lan pikolehe olehe arep mbabarake nesu mau. Lekas kang kaya ngono mau njalari wong bisa sumingkir saka prekara-prekara kang (bisa) gawe pitunane awake dhewe. (JB/III/03/2014)

„Maka lebih baik marah, murka, baiknya diredam sementara waktu lebih dulu, tatalah keluar masuknya napas dan sabar, lalu timbang-timbanglah, baik

tidaknya, akibat dan hasil yang diperoleh jika menbeberkan kemarahannya tadi.Yang seperti itu tadi menyebabkan orang bisa tersingkir dari perkara-perkara yang (bisa) membuat kerugian diri sendiri.‟

Saran wacana di atas ditunjukkan penggunaan satuan lingual mula yogyane „maka lebih baik‟. Nasihat yang ingin disampaikan ialah ketika seseorang sedang marah atau emosinya meluap-luap lebih baik diredam atau ditahan. Jika hal tersebut tidak dilakukan seseorang akan menyesal di kemudian hari karena orang yang dikuasai oleh amarah tindakannya tidak dipikirkan terlebih dahulu. Cara meredam amarah atau emosi bisa dengan mengatur keluar masuknya nafas yang masuk.

(414) Becik nulada watake wiji waringin. Wiji kang cilikk, kesampar kesandhung ora mbejaji, nanging yen wis thukul bisa dadi wit kang agung mrebawani. Bisa ngayomi wong kang kepanasan, lan wong kang kodanan. Bisa aweh pangan marang manuk sapirang-pirang, lan bisa gawe resep lan sarining sesawangan.(JB/I/04/2014)

„Lebih baik meniru watak biji beringin. Biji yang kecil, tersandung tidak

bernilai, tetapi jika tumbuh bisa menjadi pohon yang tinggi meneduhkan tetapi jika ada yang kehujanan. Bisa mengayomi orang yang kepanasan, dan orang yang terkena hujan. Dapat memberi makanan kepada burung sebanyak-banyaknya, dan bisa untuk membuat sejuk dan sarinya pemandangan.‟

commit to user

Penggunaan kata becik nulada „lebih baik meniru‟ di awal kalimat merupakan saran kepada pembaca agar seseorang meniru watak biji beringin. Pohon beringin ketika masih berupa biji tidak dihargai oleh siapapun bahkan kehadirannya diabaikan. Meskipun demikian ketika telah tumbuh dewasa ia tidak hanya bermanfaat bagi manusia tetapi juga lingkungan sekitar, seperti memberi kesejukan, keteduhan dan perlindungan saat hujan maupun panas. Manusia hendaknya memiliki sifat seperti itu, walaupun tidak dianggap oleh orang lain atau dipandang rendah tetapi hendaknya bisa memberi manfaat. Jangan sampai memiliki banyak pengetahuan tetapi dipakai sendiri, dan tidak ada manfaatnya untuk orang lain.

(415) Mula saka iku, prayoga digegulang mbaka sethithik nandur kapercayan marang dhiri pribadi. Yen bisa mangkono layering kaprawiran bakal kabeber, mbabarake greget makardi, apa kang cinipta bisa nyaketi ing…dadi. (JB/III/11/2014)

„Maka dari itu lebih baik jika ditekuni sedikit demi sedikit menanam kepercayaan kepada diri sendiri. Jika bisa begitu layar keberanian akan

terbuka lebar, menjabarkan semangat bekerja, apa yang diciptakan bisa bersatu dalam.... sukses.‟

Kata prayoga „lebih baik‟ merupakan bentuk variasi dari kata yogyane, keduanya memiliki makna yang sifatnya menyarankan. Wacana di atas berisi nasihat agar seseorang menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri. Dengan adanya kepercayaan diri akan tumbuh semangat untuk berjuang dan bekerja demi mencapai kesuksesan. Sebaliknya seseorang yang minder atau tidak mempunyai kepercayaan diri ia akan pesimis sehingga cita-citanya mustahil tercapai. Percaya diri sangat penting dalam membangun karakter seseorang, dengan kepercayaan diri seseorang dapat menghadapi hambatan, tantangan ataupun cobaan yang dihadapi dalam mencapai sukses. Menumbuhkan kepercayaan diri tidak mudah harus dimulai sedikit demi sedikit.

commit to user

(416) Manut Drs. Ir. RMS Suryo Hudoyo, kaya kang katulis ing Begawad Gita – dongeng ing dhuwur cetha mralambangake gagang-gagang suket kang sinambung sinambung iku, ora liya urut-urutaning lelakon kang kudu di-tindakake, ing samangsa manungsa kudu ngrampungake pegaweyan kang angel. Iku nuduhake tumandange pikiran utawa nalar. Mula, wong urip iku prayogane tansah anjunjung nalar minangka gurune. Aja nganti manungsa iku mung tansah anut ing “perasaan” utawa “emosine”. Utawa, mung nuruti pangajake ragane bae, tanpa nilingake swaraning ... arti lan pikiran. (JB/I/12/2014)

„Menurut Drs. Ir. RMS Suryo Hudoyo, seperti yang tertulis dalam Begawad Gita – dongeng di atas jelas melambangkan tangkai-tangkai rumput yang sambung menyambung itu, tidak lain urut-urutan yang harus dijalani, manusia harus bisa menyelesaikan pekerjaan yang susah. Itu menunjukkan kerjanya pikiran atau nalar. Maka, orang hidup itu lebih baik selalu menjunjung

pikiran sebagai gurunya. Jangan sampai manusia itu hanya menuruti “perasaan” atau “emosi”. Atau, hanya menuruti keinginan raganya saja, tanpa

mempertimbangkan suara... hati dan pikiran.‟

Satuan lingual bercetak tebal pada wacana di atas menyarankan seseorang agar selalu mengedepankan logika (pikiran) sebagai salah satu landasan dalam bertindak. Dengan mempertimbangkan pikiran atau logika, ia mampu mengendalikan emosi atau hawa nafsu sehingga dapat menjalani kehidupan ini dengan baik. Jangan sampai manusia hanya mengikuti hawa nafsu yang terkadang bisa merugikan diri sendiri.

b) Larangan

Nasihat yang ditemukan tidak hanya berupa saran namun berbentuk larangan

Dokumen terkait