• Tidak ada hasil yang ditemukan

     caranipun * carane

matrapake (ngecakake) laku: tentrem, meneng, mbanda hawa nafsu, ngekes dur angkara sepi ing pamrih

„Sedangkan       caranya caranya

menerapkan laku: tentram, diam, mengendalikan hawa nafsu, menghancurkan nafsu angkara.‟

Setelah data diuji menggunakan teknik ganti, konjungsi carane „caranya‟ tidak bisa digantikan dengan caranipun „caranya‟, karena keduanya berada dalam tingkat tutur berbeda. Wacana yang dikemukakan di atas mernggunakan ragam ngoko, sehingga tidak bisa digantikan dengan konjungsi yang menggunakan ragam krama.

2. Penanda Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal adalah ikatan kohesi dengan memilih kata-kata sesuai dengan maksud yang ingin di sampaikan sehingga kalimat dapat menjadi padu. Kohesi leksikal dibagi menjadi enam jenis yaitu (1) repetisi atau pengulangan, (2) sinonimi, (3) antonimi, (4) kolokasi, (5) hiponimi, dan (6) ekuivalensi. Adapun jenis penanda leksikal yang ditemukan WP ini akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Repetisi

Repetisi merupakan jenis kohesi leksikal berupa pengulangan unsur yang telah disebutkan sebelumnya. Repetisi dibedakan menjadi sembilan macam namun repetisi pada penelitian hanya berupa repetisi epizekuis, tautotes, anafora, epistrofa dan mesodiplosis. Berikut ini penjelasan dari beberapa repetisi tersebut.

1) Repetisi epizekuis

Repetisi epizekuis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Berikut merupakan contoh data yang terdapat repetisi epizekuis.

commit to user

(293) Pitakonan: “Kita ngabekti marang Pangeran, lan apa perlu migunakake pangucap kang seru??” Wangsulan: “Menawa wong ngabekti marang Pangeran kena sarana nindakake patrap manut carane dhewe-dhewe, senadyan kowe ora muni, nanging sarana “eninging” ciptamu bae Pangeran wis ngawuningani apa kang dadi sedyamu, jalaran Pangeran saged midhanget tanpa nganggo talingan. (JB/III/04/2014)

„Pertanyaan : “Kita berbakti kepada Tuhan, dan apa perlu menggunakan perkataan yang keras??” Jawaban: “Jika orang yang berbakti kepada Tuhan boleh dengan cara melakukan perbuatan yang sesuai dengan aturannya sendiri-sendiri, walaupun kamu tidak berucap, tetapi dengan cara “hening” pikiranmu saja Tuhan sudah mengetahui apa yang menjadi keinginanmu, karena Tuhan bisa mendengar tanpa menggunakan pendengaran.‟

WP di atas terdiri dari dua kalimat, yang terdapat pengulangan satuan lingual Pangeran „Tuhan‟ sebanyak empat kali tanpa ada penambahan satuan lingual lain. Pengulangan tersebut berfungsi mempertegas kedudukan satuan lingual yang diulang sebagai unsur yang dipentingkan. Selanjutnya data dibagi atas unsur langsungnya menggunakan BUL (Bagi Unsur Langsung).

(292a) Pitakonan:“Kita ngabekti marang Pangeran, lan apa perlu migunakake pangucap kang seru??”

„Pertanyaan : “Kita berbakti kepada Tuhan, dan apa perlu menggunakan perkataan yang keras??”

(292b) Wangsulan:“Menawa wong ngabekti marang Pangeran kena sarana nindakake patrap manut carane dhewe-dhewe, senadyan kowe ora muni, nanging sarana “eninging” ciptamu bae Pangeran wis ngawuningani apa kang dadi sedyamu, jalaran Pangeran saged midhanget tanpa nganggo talingan.

„Jawaban: “Jika orang yang berbakti kepada Tuhan boleh dengan cara melakukan perbuatan yang sesuai dengan aturannya sendiri-sendiri, walaupun kamu tidak berucap, tetapi dengan cara “hening” pikiranmu saja Tuhan sudah mengetahui apa yang menjadi keinginanmu, karena Tuhan bisa mendengar tanpa menggunakan pendengaran.‟

Data kemudian dianalisis menggunakan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut.

(292c) Pitakonan: “Kita ngabekti marang Ø, lan apa perlu migunakake pangucap kang seru??”

„Pertanyaan : “ Kita berbakti kepada Ø, dan apa perlu menggunakan perkataan yang keras??”

commit to user

(292d) Wangsulan: “Menawa wong ngabekti marang Ø kena sarana nindakake patrap manut carane dhewe-dhewe, senadyan kowe ora muni, nanging sarana “eninging” ciptamu bae Ø wis ngawuningani apa kang dadi sedyamu, jalaran Ø saged midhanget tanpa nganggo talingan.

„Jawaban: “Jika orang yang berbakti kepada Ø boleh dengan cara melakukan perbuatan yang sesuai dengan aturannya sendiri-sendiri, walaupun kamu tidak berucap, tetapi dengan cara “hening” pikiranmu saja Ø sudah mengetahui apa yang menjadi keinginanmu, karena Ø bisa mendengar tanpa menggunakan pendengaran.‟

Pelesapan yang terjadi pada data (292c) dan (292d) menjelaskan satuan lingual yang dilesapkan kehadirannya wajib ada, jika dilesapkan wacana tidak berterima. Selain itu adanya pelesapan menjadi tidak ada kejelasan tentang obyek yang dibicarakan.

Berikut contoh lain penggunaan repetisi epizekuis yang ditemukan dalam WP. (297) Nalika iku Sang Pandhita nuduhake kawaskithane kanthi manah bal mau

nganggo gagang suket. Pucuk gagang suket angka loro mau tumancep ana ing bongkoting gagang suket angka sepisan. Pucuk gagang suket kang keri, temtu tumancep ana ing suket kang andhisiki. Akhire gagang suket keri dhewe bisa karanggeh. Gagang-gagang suket kang sambung sinambung mau njur katarik munggah, lan bal klakon bisa kaentasake saka sumur. (JB/I/12/2014) „Ketika itu Sang Pendeta memperlihatkan kepandaiannya dengan cara memanah bola tadi dengan menggunakan tangkai rumput. Pucuk tangkai rumput kedua tertancap pada ujung tangkai rumput pertama. Pucuk tangkai rumput yang terakhir, tentu tertancap pada tangkai rumput yang mendahului. Akhirnya tangkai rumput yang paling terakhir bisa diraih. Gagang-tangkai rumput yang sambung menyambung tadi lalu ditarik ke atas, dan bola bisa diambil dari sumur.‟

Repetisi epizekuis dalam data ditandai pengulangan gagang suket „tangkai rumput‟. Satuan lingual tersebut diulang sebanyak empat kali pada kalimat selanjutnya. Maksud pengulangan berfungsi menekankan pentingnya satuan lingual yang diulang. Wacana di atas berisi mengenai proses pengambilan bola yang jatuh ke sumur menggunakan gagang-tangkai rumput, sehingga satuan tersebut diulang beberapa kali. Data selanjutnya dibagi atas unsur langsungnya menggunakan BUL.

commit to user

(297a) Nalika iku Sang Pandhita nuduhake kawaskithane kanthi manah bal mau nganggo gagang suket.

„Ketika itu Sang Pendeta memperlihatkan kepandaiannya dengan cara memanah bola tadi dengan menggunakan tangkai rumput.‟

(297b) Pucuk gagang suket angka loro mau tumancep ana ing bongkoting gagang suket angka sepisan.

„Pucuk tangkai rumput kedua tertancap pada ujung tangkai rumput pertama.‟ (297c) Pucuk gagang suket kang keri, temtu tumancep ana ing suket kang andhisiki.

„Pucuk tangkai rumput yang terakhir, tentu tertancap pada rumput yang mendahului.‟

(297d) Akhire gagang suket keri dhewe bisa karanggeh.

„Akhirnya tangkai rumput yang paling akhir bisa diraih.‟

(297e) Gagang-gagang suket kang sambung sinambung mau njur katarik munggah, lan bal klakon bisa kaentasake saka sumur.

„Gagang-tangkai rumput yang sambung menyambung tadi lalu ditarik ke atas, dan bola bisa diambil dari sumur. „

Data lalu dianalisis menggunakan teknik lesap, dan diperoleh hasil berikut ini. (297f) Nalika iku Sang Pandhita nuduhake kawaskithane kanthi manah bal mau

nganggo Ø.

„Ketika itu Sang Pendeta memperlihatkan kepandaiannya dengan cara memanah bola tadi dengan menggunakan Ø.‟

(297g) Pucuk Ø angka loro mau tumancep ana ing bongkoting Ø angka sepisan. „Pucuk Ø kedua tertancap pada ujung Ø pertama.‟

(297h) Pucuk Ø kang keri, temtu tumancep ana ing suket kang andhisiki. „Pucuk Ø yang terakhir, tentu tertancap pada rumputyang mendahului.‟ (297) Akhire Ø keri dhewe bisa karanggeh.

„Akhirnya Ø yang paling akhir bisa diraih.‟

Hasil pengujian menggunakan teknik lesap menunjukkan satuan lingual yang dilesapkan yaitu gagang suket „tangkai rumput‟, kehadirannya wajib ada karena merupakan satuan lingual yang dipentingkan. Jika dilesapkan wacana tidak padu karena struktur kalimat serta informasi yang disampaikan tidak lengkap.

commit to user 2) Repetisi Tautotes

Repetisi tautotes ialah pengulangan satuan lingual beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Berikut contoh kepaduan wacana yang didukung oleh repetisi tautotes.

(299) Yen kowe gawe kabecikan, simpenan ana ing pethi, kuncine titipna ing liyan, supaya kowe ora bisa mbukak isining pethi kabecikan, awit yen kowe kang mbukak, gandane: mambu, yen wong liya: arum. Ora ana barang langeng, mung kabecikan kang ora bisa sirna, sanadyan kang gawe becik wis ana ing jaman kailangan, kabecikan ya ora bisa ilang, isih ditinggal ana ing alam donya. (JB/V/08/2014)

„Jika kamu berbuat kebaikan, simpanlah di dalam peti, kuncinya titipkanlah orang lain, supaya kamu tidak bisa membuka isi peti kebaikan, karena jika kamu yang membuka, baunya: busuk, jika orang lain: harum. Tidak ada barang abadi, hanya kebaikan yang tidak bisa hilang, walaupun yang berbuat sudah ada di keabadian, kebaikan tidak bisa hilang, masih tertinggal di dunia.‟ Data (299) terdiri dari dua kalimat yang di dalamnya terdapat repetisi tautotes berupa pengulangan kabecikan „kabecikan‟. Satuan lingual diulang sebanyak tiga kali dalam kalimat yang berbeda. Pengulangan dimaksudkan untuk menekankan pentingnya satuan lingual yang diulang. Wacana di atas mengenai kebaikan yang tidak akan hilang meskipun yang berbuat sudah meninggal untuk itu satuan kabecikan diulang beberapa kali. Data selanjutnya dibagi atas unsur langsungnya menggunakan BUL.

(299a) Yen kowe gawe kabecikan, simpenan ana ing pethi, kuncine titipna ing liyan, supaya kowe ora bisa mbukak isining pethi kabecikan, awit yen kowe kang mbukak, gandane: mambu, yen wong liya: arum.

„Jika kamu berbuat kebaikan, simpanlah di dalam peti, kuncinya titipkanlah orang lain, supaya kamu tidak bisa membuka isi peti kebaikan, karena jika kamu yang membuka, baunya: busuk, jika orang lain: harum.‟

(299b) Ora ana barang langeng, mung kabecikan kang ora bisa sirna, sanadyan kang gawe becik wis ana ing jaman kailangan, kabecikan ya ora bisa ilang, isih ditinggal ana ing alam donya.

„Tidak ada barang abadi, hanya kebaikan yang tidak bisa hilang, walaupun yang berbuat sudah ada di keabadian, kebaikan tidak bisa hilang, masih tertinggal di dunia.‟

Data kemudian dianalisis menggunakan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut.

commit to user

(299c) Yen kowe gawe Ø, simpenan ana ing pethi, kuncine titipna ing liyan, supaya kowe ora bisa mbukak isining pethi Ø, awit yen kowe kang mbukak, gandane: mambu, yen wong liya: arum.

„Jika kamu berbuat Ø, simpanlah di dalam peti, kuncinya titipkanlah orang lain, supaya kamu tidak bisa membuka isi peti Ø, karena jika kamu yang membuka, baunya: busuk, jika orang lain: harum.‟

(299d) Ora ana barang langeng, mung Ø kang ora bisa sirna, sanadyan kang gawe becik wis ana ing jaman kailangan, Ø ya ora bisa ilang, isih ditinggal ana ing alam donya.

„Tidak ada barang abadi, hanya Ø yang tidak bisa hilang, walaupun yang berbuat sudah ada di keabadian, Ø tidak bisa hilang, masih tertinggal di dunia.‟ Pengujian teknik lesap seperti tampak pada data (299c) dan (299d) wacana menjadi tidak padu. Struktur kalimat tidak lengkap sehingga informasi yang disampaikan kurang jelas. Oleh karena itu kehadiran satuan lingual yang dilesapkan yaitu kabecikan „kebaikan‟ wajib ada untuk mendukung kekohesifan wacana.

3) Repetisi Anafora

Repetisi anafora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata/frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Berikut merupakan contoh kepaduan wacana yang didukung oleh repetisi anafora.

(302) Tetembungan MUNGGAH SWARGA iku tembunge MUNGGAH ora tegese marani panggonan sing ana sa-dhuwure. Tetembungan TUMURUN ING DONYA, iku tumurune ora ateges teka saka panggonan sangisore. (JB/I/08/2014)

„Kata NAIK SURGA itu kata NAIK tidak berarti menghampiri tempat yang

ada di atasnya. Kata TURUN KE DUNIA, itu turunnya tidak berarti sampai tempat yang ada di bawahnya.‟

Data di atas terdapat repetisi anafora ditandai pengulangan tetembungan „kata‟. Satuan lingual tersebut terletak di awal kalimat kemudian diulang sebanyak satu kali pada kalimat selanjutnya dengan posisi yang sama. Hal itu menunjukkan satuan lingual tetembungan kedudukannya penting dalam wacana. Maksud pengulangan untuk menerangkan satuan lingual yang disebutkan setelahnya yaitu munggah swarga „naik

commit to user

surga‟ dan tumurun ing „turun ke‟. Data selanjutnya dibagi atas unsur langsungnya menggunakan BUL.

(302a) Tetembungan MUNGGAH SWARGA iku tembunge MUNGGAH ora tegese marani panggonan sing ana sa-dhuwure.

„Kata NAIK SURGA itu kata NAIK tidak berarti menghampiri tempat yang

ada di atasnya.‟

(302b) Tetembungan TUMURUN ING DONYA, iku tumurune ora ateges teka saka panggonan sangisore.

„Kata TURUN KE DUNIA, itu turunnya tidak berarti sampai tempat yang ada

di bawahnya.‟

Data kemudian dianalisis menggunakan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut.

(302c) Ø MUNGGAH SWARGA iku tembunge MUNGGAH ora tegese marani panggonan sing ana sa-dhuwure.

Ø NAIK SURGA itu kata NAIK tidak berarti menghampiri tempat yang ada di atasnya.‟

(302d) Ø TUMURUN ING DONYA, iku tumurune ora ateges teka saka panggonan sangisore.

Ø TURUN KE DUNIA, itu turunnya tidak berarti sampai tempat yang ada di bawahnya.‟

Hasil teknik lesap menunjukkan satuan lingual yang dilesapkan yaitu tetembungan wajib hadir. Apabila satuan lingual tersebut dilesapkan wacana tidak berterima, untuk itu dengan kehadiran tetembungan menambah kekohesifan wacana.

4) Repetisi Epistrofa

Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut. Berikut merupakan contoh kepaduan wacana yang didukung oleh repetisi epistrofa.

(305) Mula saka iku, jiwa raga padha bae karo angganing bandha kang ora digunakake kanggo panggawe ing kabecikan. Manungsa mula winenganake mbudidaya nglumpukake bandha sakatoge, nanging aja pisan-pisan lirwa,

commit to user

kudu kinanthenan sedya yen saperangan bakal kita tanjakake kanggo amal kabecikan. (JB/II/05/2014)

„Maka dari itu, jiwa raga yang tidak digunakan untuk berbuat kebaikan, akan sengsara dalam Tuhan, jiwa raga itu sama dengan tubuhnya harta yang tidak digunakan untuk berbuat kebaikan. Manusia maka berhakmembudidayakan mengumpulkan harta sepuasnya, tetapi jangan sekali-kali lalai, harus diiringi kemauan jika sebagian akan kita gunakan untuk amal kebaikan.‟

Repetisi epistrofa wacana di atas ditandai penggunaan satuan lingual kabecikan „kebaikan‟. Satuan lingual tersebut letaknya di akhir kalimat kemudian diulang pemakaiannya di tempat yang sama pada kalimat selanjutnya. Data lalu dibagi atas unsur langsungnya menggunakan BUL.

(305a) Mula saka iku, jiwa raga padha bae karo angganing bandha kang ora digunakake kanggo panggawe ing kabecikan.

„Maka dari itu, jiwa raga yang tidak digunakan untuk berbuat kebaikan, akan sengsara dalam Tuhan, jiwa raga itu sama dengan tubuhnya harta yang tidak digunakan untuk berbuat kebaikan.‟

(305b) Manungsa mula winenganake mbudidaya nglumpukake bandha sakatoge, nanging aja pisan-pisan lirwa, kudu kinanthenan sedya yen saperangan bakal kita tanjakake kanggo amal kabecikan.

„Manusia maka berhakmembudidayakan mengumpulkan harta sepuasnya, tetapi jangan sekali-kali lalai, harus diiringi kemauan jika sebagian akan kita gunakan untuk amal kebaikan.‟

Data kemudian dianalisis menggunakan teknik lesap, hasilnya sebagai berikut. (305c) Mula saka iku, jiwa raga padha bae karo angganing bandha kang ora

digunakake kanggo panggawe ing Ø.

„Maka dari itu, jiwa raga yang tidak digunakan untuk berbuat kebaikan, akan sengsara dalam Tuhan, jiwa raga itu sama dengan tubuhnya harta yang tidak digunakan untuk berbuat Ø.‟

(305d) Manungsa mula winenganake mbudidaya nglumpukake bandha sakatoge, nanging aja pisan-pisan lirwa, kudu kinanthenan sedya yen saperangan bakal kita tanjakake kanggo amal Ø”. (JB/I/06/2014)

„Maka dari itu, jiwa raga yang tidak digunakan untuk berbuat kebaikan, akan sengsara dalam Tuhan, jiwa raga itu sama dengan tubuhnya harta yang tidak digunakan untuk berbuat Ø.‟

commit to user

Hasil pengujian teknik lesap menunjukkan apabila satuan lingual kabecikan „kebaikan‟ dilesapkan pesan yang disampaikan kurang jelas. Hal tersebut karena struktur kalimat tidak lengkap. Oleh sebab itu kehadiran satuan lingual kabecikan „kebaikan‟ wajib ada agar menjadikan kalimat berterima dan kohesif.

5) Repetisi Mesodiplosis

Repetisis mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah kalimat secara berturut-turut. Berikut merupakan contoh datanya.

(307) Para leluhur kita wis paring pepakem, kasusahan iku nguwohake kaluhuran. Lire: sapa kang wis isa methik sari pathining kasusahan, bakal melu ngrasa rinujit-rujit nyipati panandhange para kang nadhang papa. (JB/III/06/2014) „Para leluhur kita sudah memberi pedoman, kasusahan itu menumbuhkan keluhuran. Seperti: siapa yang bisa mengambil sari pati kesusahan, pasti ikut merasa terkoyak melihat penderitaan yang dialami orang yang kesusahan.‟ Repetisi mesodiplosis wacana di atas berupa satuan lingual kasusahan „kesusahan‟. Satuan lingual diulang sebanyak satu kali pada kalimat berikutnya. Pengulangan dimaksudkan memberikan penekanan pentingnya satuan lingual yang diulang. Wacana di atas mengenai kesusahan akan mendatangkan keluhuran. Hal itu seperti orang yang menghayati sari pati kesusahan maka ia bisa merasakan kesusahan yang dirasakan orang lain. Data selanjutnya dibagi atas unsur langsungnya menggunakan BUL.

(307a) Para leluhur kita wis paring pepakem, kasusahan iku nguwohake kaluhuran. „Para leluhur kita sudah memberi pedoman, kasusahan itu menumbuhkan keluhuran.‟

(307b) Lire: sapa kang wis isa methik sari pathining kasusahan, bakal melu ngrasa rinujit-rujit nyipati panandhange para kang nadhang papa.

„Seperti: siapa yang bisa mengambil sari pati kesusahan, pasti ikut merasa terkoyak melihat penderitaan yang dialami orang yang kesusahan.‟

commit to user

(307c) Para leluhur kita wis paring pepakem, Ø iku nguwohake kaluhuran. „Para leluhur kita sudah memberi pedoman,Ø itu menumbuhkan keluhuran (307d) Lire: sapa kang wis isa methik sari pathining Ø, bakal melu ngrasa rinujit-rujit

nyipati panandhange para kang nadhang papa.

„Seperti: siapa yang bisa mengambil sari pati Ø, pasti ikut merasa terkoyak melihat penderitaan yang dialami orang yang kesusahan

Proses pelesapan menunjukkan bila satuan lingual kasusahan „kesusahan‟ dilesapkan kalimat tidak berterima, karena pesan yang disampaikan tidak jelas. Untuk itu kehadiran satuan lingual tersebut wajib ada agar wacana menjadi berterima.

b. Sinonimi

Sinonimi merupakan bentuk bahasa yang memiliki makna yang sama/mirip. Sinonimi yang ditemukan dalam data berupa (1) sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat), (2) sinonimi kata dengan kata, serta (3) sinonimi frasa dengan frasa. Berikut data yang di dalamnya terdapat penggunaan satuan lingual yang saling bersinonimi.

1) Sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat)

Sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat) yang ditemukan dalam wacana akan dijelaskan di bawah ini.

(313) Wangsulan: “Menawa wong ngabekti marang Pangeran kena sarana nindakake patrap manut carane dhewe-dhewe, senadyan kowe ora muni, nanging sarana “eninging” ciptamu bae Pangeran wis ngawuningani apa kang dadi sedyamu, jalaran Pangeran saged midhanget tanpa nganggo talingan. (JB/III/04/2014)

„Jawaban: “Jika orang yang berbakti kepada Tuhan boleh ddengan cara melakukan perbuatan yang sesuai dengan aturannya sendiri-sendiri, walaupun

kamu tidak berucap, tetapi dengan cara “hening” pikiranmu saja Tuhan sudah

mengetahui apa yang menjadi keinginanmu, karena Tuhan bisa mendengar tanpa menggunakan pendengaran.‟

Sinonimi data di atas merupakan sinonimi jenis morfem bebas berupa satuan lingual kowe „aku‟ dengan morfem terikat –mu pada kata ciptamu „pikiranmu‟ dan

commit to user

sedyamu „keinginanmu‟. Kata –mu pada ciptamu dan sedyamu menunjukkan kepunyaan yang dimiliki kowe. Dengan adanya kesinoniman kalimat menjadi padu. Data selanjutnya dibagi atas unsur langsungnya menggunakan BUL.

(313a) Wangsulan:“Menawa wong ngabekti marang Pangeran kena sarana nindakake patrap manut carane dhewe-dhewe,

„Jawaban: “Jika orang yang berbakti kepada Tuhan boleh dengan dengan cara melakukan perbuatan yang sesuai dengan aturannya sendiri-sendiri,‟

(313b) senadyan kowe ora muni, nanging sarana “eninging” ciptamu bae Pangeran wis ngawuningani apa kang dadi sedyamu,

walaupun kamu tidak berucap, tetapi dengan cara “hening” pikiranmu saja „Tuhan sudah mengetahui apa yang menjadi keinginanmu,‟

(313c) jalaran Pangeran saged midhanget tanpa nganggo talingan

„karena Tuhan bisa mendengar tanpa menggunakan pendengaran.‟

Data kemudian dianalisis menggunakan teknik lesap, hasilnya sebagai berikut. (313c) senadyan Ø ora muni, nanging sarana “eninging” ciptaØ bae Pangeran wis

ngawuningani apa kang dadi sedyaØ

„walaupun Ø tidak berucap, tetapi dengan cara “hening” pikiranØ saja Tuhan sudah mengetahui apa yang menjadi keinginanØ, „

Hasil teknik lesap seperti tampak pada (313c) menunjukkan jika satuan lingual kowe „aku‟ serta –mu pada kata ciptamu „pikiranmu‟ dan sedyamu „keinginanmu‟ dilesapkan kalimat tidak berterima. Satuan lingual yang saling bersinonim wajib hadir untuk mendukung kepaduan wacana.

2) Sinonimi kata dengan kata

Berikut ini contoh sinonimi kata dengan kata yang ditemukan dalam WP. (324) Wis jamak wong kang tansah ngedohi laku juti, korupsi lan sabangsane, iku

sinebut gegolongane wong kang becik. Ewasemono isih durung kinar bisa diewokake wong utama. Awit utama iku mapane isih ana sadhuwuring apik utawa becik. (JB/II/04/2014)

„Sudah jamak orang yang selalu menjauhi perilaku judi, korupsi dan semacamnya, itu disebut golongan orang yang baik. Meskipun begitu masih belum diketahui bisa digolongkan orang yang utama. Karena utama itu letaknya masih di atas baik atau bagus.‟

commit to user

Data di atas terdiri dari dua kalimat pada kalimat kedua terdapat kesinonimian antara apik „baik dengan becik „bagus‟. Kedua kata yang bersinonimi memiliki makna yang sama. Wacana berisi pernyataan bahwa yang disebut utama itu letaknya di atas baik dan bagus.

Data selanjutnya dibagi atas unsur langsungnya menggunakan BUL.

(324a) Wis jamak wong kang tansah ngedohi laku juti, korupsi lan sabangsane, iku sinebut gegolongane wong kang becik.

„Sudah jamak orang yang selalu menjauhi perilaku judi, korupsi dan semacamnya, itu disebut golongan orang yang baik.‟

(324b) Ewasemono isih durung kinar bisa diewokake wong utama.

„Meskipun begitu masih belum diketahui bisa digolongkan orang yang utama.‟ (324c) Awit utama iku mapane isih ana sadhuwuring apik utawa becik

Dokumen terkait