• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS DATA. Bab ini menganalisis penanda kohesi dan koherensi yang terdapat dalam WP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ANALISIS DATA. Bab ini menganalisis penanda kohesi dan koherensi yang terdapat dalam WP"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

39

BAB II ANALISIS DATA

Bab ini menganalisis penanda kohesi dan koherensi yang terdapat dalam WP rubrik “Sangu Leladi” pada majalah Jaya Baya. Penjelasannya sebagai berikut.

A. Penanda Kohesi

Dalam Bab I telah dikemukakan agar wacana mencapai kepaduan ada dua aspek sarana pendukungnya yaitu kohesi dan koherensi. Dalam penelitian ini ditemukan dua penanda kohesi yaitu gramatikal dan leksikal. Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan berupa pengacuan (referensi), penyulihan (subtitution), pelesapan (ellypsis), dan perangkaian (conjuntion), sedangkan kohesi leksikal berupa repetisi (pengulangan), sinonimi, kolokasi, antonimi, hiponimi dan ekuivalensi.

Dalam wacana persuasi, penanda-penanda kohesi tersebut diwujudkan dalam satuan lingual yang berbeda-beda. Adapun penanda kohesi yang terdapat dalam wacana persuasi rubrik Sangu Leladi pada majalah Jaya Baya edisi 2014 dapat dilihat dalam wacana-wacana berikut.

1. Penanda Kohesi Gramatikal a. Pengacuan (referensi)

Referensi merupakan hubungan unsur yang telah disebutkan sebelumnya dengan unsur yang diacu. Dalam penelitian ini referensi yang ditemukan berupa persona (kata ganti orang), demonstratif (kata ganti penunjuk), dan komparatif (kata ganti perbandingan)

(2)

commit to user 1) Pengacuan persona

Pengacuan persona yang ditemukan dalam penelitian berupa kata ganti orang I, II dan III. Berikut ini contoh kepaduan wacana didukung oleh pengacuan persona.

(5) Dadi: selagine bangsa tanduran lan kewan bae, kepengin ngundhuh wohe kangprayoga, utawa kepengin oleh turunane kang prayoga: kudu nganggo kawruh, ora cukup awur-awuran, apa maneh tumrap kita manungsa. (JB/III/02/2014)

Jadi: selagi bangsa tumbuhan dan hewansaja, berkeinginan memetik buah yang baik, atau berkeinginan mempunyai keturunan yang baik: harus menggunakan pengetahuan, tidak cukup asal-asalan saja, apalagi untuk kita manusia.

Data yang dipaparkan di atas terdapat pengacuan persona pertama jamak yaitu kita „kita‟ mengacu pada kata manungsa yang disebutkan setelahnya. Berdasarkan anteseden, yang letaknya di sebelah kanan teks dan berada dalam teks yang sama maka termasuk pengacuan persona endofora kataforis. Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik BUL, sehingga menjadi seperti berikut.

(5a) Dadi: selagine bangsa tanduran lan kewan bae, kepengin ngundhuh wohe kang prayoga, utawa kepengin oleh turunane kang prayoga:

„Jadi: selagi bangsa tumbuhan dan hewan saja, berkeinginan memetik buah yang baik, atau berkeinginan mempunyai keturunan yang baik:‟

(5b) kudu nganggo kawruh, ora cukup awur-awuran, apa maneh tumrap kita manungsa.

„harus menggunakan pengetahuan, tidak cukup asal-asalan saja, apalagi untuk

kita manusia.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (5c) kudu nganggo kawruh, ora cukup awur-awuran, apa maneh tumrap Ø

manungsa.

Harus menggunakan pengetahuan, tidak cukup asal-asalan saja, apalagi untuk

Ø manusia.

Hasil pengujian menunjukkan penanda persona kita „kita' meski dilesapkan kalimat masih berterima. Namun pesan yang disampaikan akan menjadi lebih jelas

(3)

commit to user

dengan kehadiran kita karena pesan ditujukkan kepada penulis maupun pembaca. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(5d) kudu nganggo kawruh, ora cukup awur-awuran, apa maneh tumrap

          kowe lan aku dhewe awake kita manungsa

harus menggunakan pengetahuan, tidak cukup asal-asalan saja, apa lagi untuk

          kita kita kita manusia.

Hasil analisis menunjukkan penggunaan kata kita „kita' berkedudukan sebagai penanda kohesi terganti dapat digantikan dengan awake dhewe „kita‟ dan aku lan kowe „kita' karena berada dalam ragam yang sama yaitu ngoko.

(16) Awakmu mesthine serik yen panemumu kang kok anggep bener, dicacad dening liyan. (JB/III/01/2014)

„Kamu pastinya akan merasa iri jika pendapatmu yang kamu anggap benar, dicacat oleh orang lain.‟

Data (16) terdapat pengacuan persona kedua sebanyak tiga jenis. Pengacuan persona kedua tunggal berupa satuan lingual awakmu „kamu‟, pengacuan persona kedua tunggal lekat kanan yaitu mu pada kata panemumu „pendapatmu‟ dan pengacuan persona kedua terikat lekat kiri kok pada kok anggep „kamu anggap‟. Ketiga kata tersebut mengacu pada pembaca (di luar teks) dan letak antesedennya disebutkan setelahnya maka termasuk ke dalam pengacuan persona eksofora kataforis. Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik bagi unsur langsung (BUL), sehingga menjadi seperti berikut.

(16a) Awakmu mesthine serik

Kamu pastinya akan merasa iri

(16b) panemumu kang kok anggep bener, dicacad dening liyan.

(4)

commit to user

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (16c) Ø mesthine serik

Ø pastinya akan merasa iri

(16d) yen panemuØ kang Ø anggep bener, dicacad dening liyan. jika pendapatØ yang Ø anggap benar, dicacat oleh orang lain.

Hasil pelesapan menunjukkan pengacuan persona awakmu „kamu‟, mu „mu‟ dan kok „kamu‟ apabila dilesapkan kalimat menjadi tidak berterima karena unsur yang penting dihilangkan. Agar pesan yang disampaikan menjadi jelas maka ketiga pengacuan persona tersebut wajib hadir. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(16e)               n panjenenga sampeyan kowe awakmu mesthine serik               kamu kamu kamu kamu

pastinya akan merasa iri

(16f) yen panemu               n panjenenga sampeyan kowe * mu kang               n panjenenga sampeyan kowe kok

anggep bener, dicacad

dening liyan. Jika pendapat               kamu kamu kamu kamu yang               kamu kamu kamu kamu

anggap benar, dicacat oleh orang lain.

Hasil teknik ganti menunjukkan sampeyan „kamu‟ dan panjenengan „kamu‟ bisa menggantikan ketiga pengacuan persona yang digantikan. Satuan lingual panjenengan „kamu‟ yang termasuk ragam krama bisa digunakan untuk menggantikan sebagai penghormatan kepada orang yang diajak bicara. Akan tetapi satuan lingual kowe

(5)

commit to user

hanya dapat menggantikan awakmu tidak bisa menggantikan satuan lingual mu pada kata panemumu dan kok pada kata kok anggep karena kalimat menjadi tidak gramatikal. Hal tersebut dapat dilihat pada data (16f).

(26) Lan manungsa ora bakal kongang nyipati Pangeran Kang Maha Agung marga saka banget Agunging cahyaNe lan bisa disumurupi nganggo netra kewala. Supradene sapa kang wis bisa makrifat sarta atine tansah midhep, manteb, ngadhep, madhep marang Panjenengane, sayekti bakal bisa ngrasakake marang sipat keadilan kesucene kang ora ana pepadhane, ing kahanan kang kepriye, ing ngendi lan kapan bae. (JB/V/03/2014)

Dan manusia tidak akan sanggup mensifati Tuhan Yang Maha Besar karena dari sangat Besar cahayaNya dan bisa dilihat dengan mata saja. Meskipun demikian siapa yang sudah bisa makrifat serta hatinya selalu menghadap, yakin, berhadapan, menghadap kepada Tuhan, sejatinya akan bisa merasakan keadilan yang suci tidak akan tandingannya, dalam keadaan yang apapun, di manapun dan kapanpun.

Data WP di atas tampak kohesi karena didukung pengacuan persona ketiga tunggal lekat kanan pada-Ne pada kata cahyaNe „cahayaNya‟ dan persona tunggal bentuk bebas Panjenengane „dia‟. Panjenengane merupakan pengacuan persona bahasa Jawa dalam tingkat tutur krama. Satuan lingual cahyaNe dan Panjenengane memiliki referen yang sama dengan satuan lingual Pangeran Kang Maha Agung yang telah disebutkan terlebih dahulu. Berdasarkan anteseden yang terletak di sebelah kiri teks dan masih berada dalam teks yang sama maka WP ini termasuk ke dalam pengacuan persona endofora anaforis.

Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik bagi unsur langsung (BUL), sehingga menjadi seperti berikut.

(26a) Lan manungsa ora bakal kongang nyipati Pangeran Kang Maha Agung marga saka banget Agunging cahyaNe lan bisa disumurupi nganggo netra kewala. Dan manusia tidak akan sanggup mensifati Tuhan Yang Maha Besar karena dari sangat Besar cahayaNya dan bisa dilihat dengan mata saja.

(26b) Supradene sapa kang wis bisa makrifat sarta atine tansah midhep, manteb, ngadhep, madhep marang Panjenengane, sayekti bakal bisa ngrasakake

(6)

commit to user

marang sipat keadilan kesucene kang ora ana pepadhane, ing kahanan kang kepriye, ing ngendi lan kapan bae.

Meskipun demikian siapa yang sudah bisa makrifat serta hatinya selalu menghadap, yakin, berhadapan, menghadap kepada Tuhan sejatinya akan bisa merasakan keadilan yang suci tidak akan tandingannya, dalam keadaan yang apapun, di manapun dan kapanpun.

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (26c) Lan manungsa ora bakal kongang nyipati Pangeran Kang Maha Agung marga

saka banget Agunging cahyaØ lan bisa disumurupi nganggo netra kewala. Dan manusia tidak akan sanggup mensifati Tuhan Yang Maha Besar karena dari sangat Besar cahayaØ dan bisa dilihat dengan mata saja.

(26d) Supradene sapa kang wis bisa makrifat sarta atine tansah midhep, manteb, ngadhep, madhep marang Ø sayekti bakal bisa ngrasakake marang sipat keadilan kesucene kang ora ana pepadhane, ing kahanan kang kepriye, ing ngendi lan kapan bae.

Meskipun demikian siapa yang sudah bisa makrifat serta hatinya selalu menghadap, yakin, berhadapan, menghadap kepada Ø sejatinya akan bisa merasakan keadilan yang suci tidak akan tandingannya, dalam keadaan yang apapun, di manapun dan kapanpun.

Hasil pengujian menunjukkan penanda persona -Ne pada cahyaNe „cahayaNya‟ dan Panjenengane „dia' wajib hadir, karena jika dilesapkan wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Ketidakgramatikalan karena unsur yang dipentingkan dari wacana tersebut dihilangkan. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(26e) Lan manungsa ora bakal kongang nyipati Pangeran Kang Maha Agung marga saka banget Agunging cahya

      nipun Ne

lan bisa disumurupi nganggo netra kewala.

Dan manusia tidak akan sanggup mensifati Tuhan Yang Maha Agung karena dari sangat Agung cahaya

      nya nya

dan bisa dilihat dengan mata saja.

(26f) Supradene sapa kang wis bisa makrifat sarta atine tansah midhep, manteb, ngadhep, madhep marang

      nipun Panjenenga ne Panjenenga

sayekti bakal bisa ngrasakake marang sipat keadilan kesucene kang ora ana pepadhane, ing kahanan kang kepriye, ing ngendi lan kapan bae.

(7)

commit to user

Meskipun demikian siapa yang sudah bisa makrifat serta hatinya selalu menghadap, yakin, berhadapan, menghadap kepada

      Tuhan Tuhan sejatinya akan bisa merasakan keadilan yang suci tidak akan tandingannya, dalam keadaan yang apapun, di manapun dan kapanpun.

Hasil analisis menunjukkan penggunaan kata Ne pada kata cahyaNe „cahayaNya‟ dan Panjenengane „Tuhan' yang berkedudukan sebagai penanda kohesi terganti dapat digantikan cahyanipun „cahayaNya‟ dan Panjenenganipun „dia‟. Dalam pengacuan persona cahyaNe dan Panjenengane terdapat satuan lingual dalam bahasa Jawa yang ditandai dengan –e atau –ne. Kedua bentuk ini termasuk tingkat tutur ngoko, dalam penggunaan tingkat tutur krama, bentuk ini dapat diganti dengan –ipun, seperti pada contoh pelesapan di atas. Keberterimaan penggantian menggunakan ragam krama karena antesedennya merujuk pada Tuhan.

2) Pengacuan demonstratif

Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dibedakan menjadi dua, yaitu pengacuan demonstratif tempat dan pengacuan demonstratif waktu. Adapun contoh data penggunaan penanda kohesi berupa pengacuan demonstratif baik waktu maupun tempat akan diterangkan sebagai berikut.

(56) Ora susah adoh-adoh nglulur dosa kang wis klakon. Dosa saiki bae kang wus karuhan (nalika lagi ora kepenak bae). (JB/IV/07/2014)

„Tidak perlu jauh-jauh melebur dosa yang sudah dilakukan. Dosa sekarang saja yang sudah tentu (ketika sedang tidak nyaman saja).‟

Data (56) terdapat pengacuan demonstratif waktu/temporal kini saiki „sekarang‟, mengacu pada kata dosa yang disebutkan sebelumnya. Berdasarkan anteseden yang terletak di sebelah kiri teks dan masih dalam satu teks maka WP ini termasuk ke dalam pengacuan persona endofora anaforis.

(8)

commit to user

Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik BUL ,sehingga menjadi seperti berikut.

(56a ) Ora susah adoh-adoh nglulur dosa kang wis klakon. „Tidak perlu jauh-jauh melebur dosa yang sudah dilakukan‟ (56b) Dosa saiki bae kang wus karuhan (nalika lagi ora kepenak bae)

„Dosa sekarang saja yang sudah tentu (ketika sedang tidak nyaman saja).‟ Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (56c) Dosa Ø bae kang wus karuhan (nalika lagi ora kepenak bae)

„Dosa Ø saja yang sudah tentu (ketika sedang tidak nyaman saja).‟

Hasil analisis menunjukkan adanya pelesapan pesan yang diinformasikan kurang lengkap, seperti yang terlihat pada data (56c). Hal tersebut karena satuan lingual saiki dilesapkan sehingga kalimat menjadi tidak gramatikal. Maka dari itu satuan lingual tersebut wajib hadir. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(56d) Dosa           saniki * samenika * saiki

bae kang wus karuhan (nalika lagi ora kepenak bae)

„Dosa           sekarang sekarang sekarang

saja yang sudah tentu (ketika sedang tidak nyaman saja).‟

Data (56d) menunjukkan satuan lingual saiki „sekarang‟ yang berkedudukan sebagai penanda kohesi terganti tidak dapat digantikan dengan sapunika „sekarang‟ maupun saniki „sekarang‟ yang termasuk ragam krama. Kedua kata tersebut meskipun memiliki makna yang sama akan tetapi keduanya berada dalam tingkat tutur yang berbeda dengan unsur yang digantikan, sehingga tidak bisa menggantikan.

Data lain penggunaan pengacuan demonstratif tempat akan dipaparkan di bawah ini.

(9)

commit to user

(43) Supradene kang sinebut utama iku wong kang wis nuduhake pangidepe apadene lelabuhane kanthi mbabarake budi lan kapinterane kanggo melu memayu hayuning bawana utawa rahayune bebrayan agung. Kautaman jembar tebane. Ing kono wis mengkoni kahaning lair lan batin.(JB/II/04/2014) Meskipun demikian yang disebut utama itu orang yang sudah menunjukkan keinginan atau pengabdian dengan memaparkan budi dan kepandaian untuk ikut berbuat kebaikan menjaga kerukunan sesama atau keselamatan orang banyak. Keutamaan luas sekaliwilayahnya. Di situ sudah menguasai keadaan lahir dan batin.

Pada data (43) terdapat dua pengacuan demonstratif tempat agak jauh dari penutur yaitu iku „itu dan ing kono „di situ‟. Keduanya termasuk pengacuan endofora kataforis karena yang diacu disebutkan setelahnya. Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik bagi unsur langsung (BUL), hasilnya seperti berikut.

(43a) Supradene kang sinebut utama iku wong kang wis nuduhake pangidepe apadene lelabuhane kanthi mbabarake budi lan kapinterane kanggo melu memayu hayuning bawana utawa rahayune bebrayan agung.

„Meskipun demikian yang disebut utama itu orang yang sudah menunjukkan keinginan atau pengabdian dengan memaparkan budi dan kepandaian untuk ikut berbuat kebaikan menjaga kerukunan sesama atau keselamatan orang banyak.‟

(43b) Kautaman jembar tebane.

„Keutamaan luas sekali wilayahnya.‟

(43c) Ing kono wis mengkoni kahaning lair lan batin. „Di situ sudah menguasai keadaan lahir dan batin.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (43d) Supradene kang sinebut utama Ø wong kang wis nuduhake pangidepe apadene

lelabuhane kanthi mbabarake budi lan kapinterane kanggo melu memayu hayuning bawana utawa rahayune bebrayan agung.

„Meskipun demikian yang disebut utama Ø orang yang sudah menunjukkan keinginan atau pengabdian dengan memaparkan budi dan kepandaian untuk ikut berbuat kebaikan menjaga kerukunan sesama atau keselamatan orang banyak.‟

(43e) Ø wis mengkoni kahaning lair lan batin

(10)

commit to user

Dengan dihilangkannya unsur yang mendukung kepaduan wacana seperti yang terlihat pada data (43d) dan (43e) menyebabkan pesan yang disampaikan menjadi tidak jelas. Hal tersebut menunjukkan iku „itu dan ing kono „di situ‟ wajib hadir, agar wacana menjadi gramatikal dan berterima. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(43f) Supradene kang sinebut utama

          menika kae * iku

wong kang wis nuduhake pangidepe

apadene lelabuhane kanthi mbabarake budi lan kapinterane kanggo melu memayu hayuning bawana utawa rahayune bebrayan agung.

„Meskipun demikian yang disebut utama

          itu itu itu

orang yang sudah menunjukkan

keinginan atau pengabdian dengan memaparkan budi dan kepandaian untuk berbuat kebaikan menjaga kerukunan sesama atau keselamatan orang banyak.‟

(43g)       ngriku wonten * kono ing

wis mengkoni kahaning lair lan batin.

      situ di situ di

sudah menguasai keadaan lahir dan batin.‟

Hasil teknik ganti menunjukkan kata iku „itu‟ tidak bisa digantikan dengan kae „itu‟ karena tidak sesuai dengan konteksnya, tetapi bisa digantikan dengan menika „itu‟ meskipun berada dalam tingkat tutur berbeda. Keberterimaan penggantian menggunakan ragam krama karena wacana tetap gramatikal seperti yang tampak pada data (43f). Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk penggantian kata ing kono „di situ‟. Satuan lingual tersebut tidak bisa digantikan wonten ngriku „di situ‟ yang termasuk ragam krama karena bila dilakukan penggantian wacana menjadi tidak berterima.

(11)

commit to user 3) Pengacuan komparatif

Pengacuan komparatif bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, watak, perilaku, dan sebagainya. Berikut merupakan contoh kepaduan wacana yang didukung oleh pengacuan komparatif.

(62) Sapa kang ndarbeni kawruh kang jempolan, jembar, lan luhur, kamangka ora dipakartekake lan di-gelarake kanggo melu mangayu-ayu kerta raharjaning urip sesamaning dumadi, iku ora beda karo pasugatan (suguhan) kang nikmat mirasa, lan mumpungati, nanging mung kandheg dadi…pameran. (JB/I/04/2014)

„Siapa yang mempunyai pengetahuan yang jempolan, luas dan tinggi, tetapi tidak digunakan dan dipakai untuk ikut melestarikan kemakmuran hidup sesamanya, itu tidak berbeda dengan hidangan yang nikmat (enak), dan menyenangkan hati tetapi hanya berhenti menjadi…pameran.‟

Pada data (62) terdapat pengacuan komparatif ditandai penggunaan kata ora beda „tidak berbeda‟. Satuan lingual tersebut berfungsi membandingkan dua hal yang memiliki kemiripan. Sebelum data (62) dianalisis maka data dibagi atas unsur langsungnya sebagai berikut.

(62a) Sapa kang ndarbeni kawruh kang jempolan, jembar, lan luhur, kamangka ora dipakartekake lan di-gelarake kanggo melu mangayu-ayu kerta raharjaning urip sesamaning dumadi,

„Siapa yang mempunyai pengetahuan yang jempolan, luas dan tinggi, tetapi tidak digunakan dan dipakai untuk ikut melestarikan kemakmuran hidup sesamanya,

(62b) iku ora beda karo pasugatan (suguhan) kang nikmat mirasa, lan mumpungati, nanging mung kandheg dadi… pameran.

„itu tidak berbeda dengan hidangan yang nikmat (enak), dan menyenangkan hati tetapi hanya berhenti menjadi…pameran.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (62c) iku Ø karo pasugatan (suguhan) kang nikmat mirasa, lan mumpungati,

nanging mung kandheg dadi… pameran.

„itu Ø dengan hidangan yang nikmat (enak), dan menyenangkan hati tetapi hanya berhenti menjadi…pameran.‟

(12)

commit to user

Hasil pengujian menunjukkan pengacuan komparatif ora beda „tidak berbeda‟ wajib hadir. Satuan lingual tersebut berfungsi sebagai pembanding antara orang yang mempunyai pengetahuan yang luas tetapi tidak dipakai untuk memajukan kesejahteraan bersama yang memiliki kemiripan dengan hidangan yang nikmat tetapi hanya menjadi tontonan saja. Jika satuan lingual tersebut dilesapkan hubungan natara dua hal yang dibandingkan menjadi tidak jelas. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(62e) Sapa kang ndarbeni kawruh kang jempolan, jembar, lan luhur, kamangka ora dipakartekake lan di-gelarake kanggo melu mangayu-ayu kerta raharjaning urip sesamaning dumadi, iku

      padha beda ora

karo pasugatan (suguhan) kang nikmat mirasa, lan mumpungati, nanging mung kandheg dadi… pameran. „Siapa yang mempunyai pengetahuan yang jempolan, luas dan tinggi, tetapi

tidak digunakan dan dipakai untuk ikut melestarikan kemakmuran hidup sesamanya, itu       sama berbeda tidak

dengan hidangan yang nikmat (enak), dan menyenangkan hati tetapi hanya berhenti menjadi…pameran.‟

Hasil analisis menunjukkan penggunaan kata ora beda „tidak berbeda‟ yang berkedudukan sebagai penanda kohesi terganti dapat digantikan dengan padha „sama‟ karena memiliki makna yang sama meskipun kata pertama menggunakan negasi ora „tidak‟. Selain itu keduanya berada dalam ragam bahasa yang sama yaitu ngoko. Dengan demikian keduanya bisa saling menggantikan.

(63) Mulane sapa kang kepengin duwe anak utama, panggayuhe tan kena ora kudu nganggo kawruh. Malah ora cukup nganggo kawruh kelahiran. Kayadene kawruhe wong nenandur lan nangkarake, kudu dirangkepi kawruh kebatinan. (JB/III/02/2014)

„Maka siapa yang ingin mempunyai keturunan yang baik, keinginannya tidak boleh tidak, harus menggunakan pengetahuan. Malah tidak cukup hanya dengan menggunakan pengetahuan kelahiran. Seperti pengetahuannya orang yang menanam dan menetaskan (membudidayakan), harus didukung pengetahuan kebatinan‟.

(13)

commit to user

Data (63) berisi nasihat jika ingin memiliki keturunan yang baik untuk mencapainya tidak cukup dengan pengetahuan lahiriah saja tapi didukung batiniah. Hal tersebut juga berlaku untuk orang yang sedang menanam dan membudidaya, juga harus didukung pengetahuan kebatinan. Kemiripan keduanya digabungkan dengan pengacuan komparatif kayadene „seperti‟ sehingga wacana tampak kohesif. Sebelum data (63) dianalisis maka data dibagi atas unsur langsungnya sebagai berikut.

(63a) Mulane sapa kang kepengin duwe anak utama, panggayuhe tan kena ora kudu nganggo kawruh..

„Maka siapa yang ingin mempunyai keturunan yang baik, keinginannya tidak boleh tidak, harus menggunakan pengetahuan.‟

(63b) Malah ora cukup nganggo kawruh kelahiran.

Malah tidak cukup hanya dengan menggunakan pengetahuan kelahiran

(63c) Kayadene kawruhe wong nenandur lan nangkarake, kudu dirangkepi kawruh kebatinan.

„Seperti pengetahuannya orang yang menanam dan menetaskan, harus didukung pengetahuan kebatinan.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (63d) Ø kawruhe wong nenandur lan nangkarake, kudu dirangkepi kawruh

kebatinan.

„Ø pengetahuannya orang yang menanam dan menetaskan, harus didukung pengetahuan kebatinan.‟

Hasil proses pelesapan menunjukkan kayadene „seperti‟ wajib hadir, karena jika pengacuan tersebut dilesapkan seperti yang terlihat pada data (63d) wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(63e)           kadosdene * kados * kayadene

kawruhe wong nenandur lan nangkarake, kudu dirangkepi

(14)

commit to user           seperti seperti seperti

pengetahuannya orang yang menanam dan menetaskan, harus

didukung pengetahuan kebatinan.‟

Pengujian menggunakan teknik ganti diketahui kaya „seperti‟ dapat menggantikan kayadene. Akan tetapi tidak berlaku untuk satuan lingual kados dan kadosdene. Hal itu karena keduanya berada dalam tingkat tutur berbeda dengan unsur yang digantikan, apabila dilakukan penggantian dengan kedua satuan lingual tersebut wacana menjadi tidak berterima. Wacana nampak kohesif jika satuan lingual yang digunakan berada dalam tingkat tutur yang sama.

b. Subtitusi

Subtitusi adalah penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain untuk menjelaskan struktur tertentu. Subtitusi yang ditemukan dalam WP ini yaitu subtitusi klausal. Dalam pembahasan mengenai subtitusi tidak digunakan teknik ganti karena subtitusi sudah mengenai penggantian satuan lingual yang satu dengan yang lain sehingga unsur pengganti dan terganti telah dicantumkan. Dengan demikian dalam bab subtitusi hanya akan dilakukan BUL dan teknik lesap.

Subtitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa. Berikut merupakan contoh data yang didukung oleh subtitusi klausal.

(72) Pepenginaning manungsa mono ora ana enteke. Kepengin deduwe luwih saka apa kang wis di-darbeni. Wong kang wis kadhung katrem ing panggodha kaya mangkono iku, atine tansah rongeh, kebak pangangsa-angsa. (JB/II/03/2014) „Keinginan manusia itu tidak pernah ada habisnya. Keinginan mempunyai

lebih dari yang sudah dimiliki. Orang yang sudah terlanjur betah dalam

(15)

commit to user

Pada data (72) terdapat kata mangkono‟‟itu‟ yang merupakan unsur pengganti dari kepengin deduwe luwih saka apa kang wis di-darbeni „keinginan mempunyai lebih dari yang sudah dimiliki‟. Penggantian tersebut dilakukan agar wacana menjadi lebih padu tanpa pengulangan satuan lingual yang sama. Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik bagi unsur langsung (BUL).

(72a) Pepenginaning manungsa mono ora ana enteke. Kepengin deduwe luwih saka apa kang wis di-darbeni.

„Keinginan manusia itu tidak pernah ada habisnya. Keinginan mempunyai

lebih dari yang sudah dimiliki.‟

(72b) Wong kang wis kadhung katrem ing panggodha kaya mangkono iku, atine tansah rongeh, kebak pangangsa-angsa.

„Orang yang sudah terlanjur betah di godaan yang seperti itu, hatinya selalu lincah, penuh ambisi.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (72c) Pepenginaning manungsa mono ora ana enteke. Ø

„Keinginan manusia itu tidak pernah ada habisnya. Ø

(72d) Wong kang wis kadhung katrem ing panggodha Ø iku, atine tansah rongeh, kebak pangangsa-angsa

„Orang yang sudah terlanjur betah di godaan yang Ø, hatinya selalu lincah, penuh ambisi.‟

Setelah dilakukan pelesapan mangkono iku sebagai unsur pengganti dari kepengin deduwe luwih saka apa kang wis di-darbeni „keinginan mempunyai lebih dari yang sudah dimiliki‟ wajib hadir, jika keduanya dilesapkan wacana menjadi tidak gramatikal. Data tersebut tidak dapat dipahami jika satuan lingual yang dipentingkan dilesapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa keintian dari unsur yang dihilangkan tinggi.

(76) Lamun ing rikalane nandhang sangsara, kita bisa nganggep iku mono sawijining “ganjaran”, ing mengkono nalikane bisa ginanjar kamulyan ing uripe bakal bisa prasaja. (JB/III/07/2014)

„Kalau saat mengalami kesengsaraan, kita bisa menganggap itu salah satu “pahala”, yang nantinya bisa dibalas dengan kemuliaan dalam hidup yang pasti akan bahagia di kehidupannya.‟

(16)

commit to user

Pada data (76) terdapat kata rikalane nandhang sangsara ‟saat mengalami kesengsaraan‟ yang disubtitusikan dengan satuan lingual iku „itu‟. Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik bagi unsur langsung (BUL).

(76a) Lamun ing rikalane nandhang sangsara, kita bisa nganggep iku mono sawijining “ganjaran”,

„Kalau saat mengalami kesengsaraan, kita bisa menganggap itu salah satu “pahala”,

(76b) ing mengkono nalikane bisa ginanjar kamulyan ing uripe bakal bisa prasaja yang nantinya bisa dibalas dengan kemuliaan dalam hidupnya yang pasti akan bahagia.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (76c) Lamun ing Ø, kita bisa nganggep Ø mono sawijining “ganjaran”,

„Kalau Ø, kita bisa menganggap Ø salah satu “pahala”,

Hasil pengujian menunjukkan penggunaan iku „itu‟ yang merupakan unsur pengganti dari rikalane nandhang sangsara ‟saat mengalami kesengsaraan‟ wajib hadir sebagai pendukung kepaduan wacana. Jika keduanya dilesapkan maka wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima.

c. Elipsis

Elipsis adalah penghilangan unsur yang sama agar kalimat menjadi efektif. Dalam penelitian ini konstituen yang dilesapkan ditandai dengan zero Ø. Dalam menganalisis data yang mengandung penanda kohesi elipsis tidak menggunakan BUL, teknik lesap maupun teknik ganti, tetapi langsung membagi data menjadi dua bentuk yaitu bentuk utuh dan bentuk setelah dilakukan pelesapan. Berikut ini contoh data pelesapan.

(80) Endeming inuman keras ora sepirowa, tangi turu wis ilang, nanging endeming kawibawan lan kamukten sok anggonjingake engetan.Ora bisa mari dening sarana, marine yen wis tumiba ing tiwas, getune kasep: mulane arang begja wong wibawa mukti eling marang kapesan, duwe tepa utawa welas marang

(17)

commit to user

pepadhaning tumitah kang tumiba kang apes, utawa kemlaratan. (JB/IV/09/2014)

Mabuknya minuman keras tidaklah seberapa, bangun tidur sudah hilang,

tetapi mabuknya kewibawaan dan kemuliaan terkadang menggoyahkan ingatan. Tidak bisa sembuh oleh alat, sembuhnya jika sudah meninggal, penyesalannya terlambat: makanya jarang beruntung orang yang berwibawa dan mulia ingat akan kesialan, memiliki sikap menghargai atau rasa iba kepada cahaya peringatan yang ada dibalik kesialan, atau kemiskinan.

WP data (80) terdiri atas dua kalimat, di dalamnya terdapat pelesapan endeming inuman keras „mabuknya minuman keras‟ sebanyak empat kali pada kalimat berikutnya. Pelesapan tersebut terjadi sebelum kata tangi turu „bangun tidur‟, ora bisamari „tidak bisa sembuh‟, marine yen „sembuhnya jika‟, getune kasep „penyesalannya terlambat‟. Pelesapan dimaksudkan agar kalimat menjadi lebih efektif dan tidak menimbulkan kebosanan. Selanjutnya untuk menganalisis, data akan dibagi menjadi dua bentuk yaitu bentuk utuh dan bentuk setelah dilakukan pelesapan

(80a) Endeming inuman keras ora sepirowa, Ø tangi turu wis ilang, nanging endeming kawibawan lan kamukten sok anggonjingake engetan. Ø Ora bisa mari dening sarana, Ø marine yen wis tumiba ing tiwas, Ø getune kasep: mulane arang begja wong wibawa mukti eling marang kapesan, duwe tepa utawa welas marang pepadhaning tumitah kang tumiba kang apes, utawa kemlaratan. (JB/IV/09/2014)

Mabuknya minuman keras tidaklah seberapa,Ø bangun tidur sudah hilang,

tetapi mabuknya kewibawaan dan kemuliaan terkadang menggoyahkan ingatan. Ø Tidak bisa sembuh oleh alat, Ø sembuhnya jika sudah meninggal, Ø penyesalannya terlambat: makanya jarang beruntung orang yang berwibawa dan mulia ingat akan kesialan, memiliki sikap menghargai atau rasa iba kepada cahaya peringatan yang ada dibalik kesialan, atau kemiskinan

(80b) Endeming inuman keras ora sepirowa, (endeming inuman keras) tangi turu wis ilang, nanging endeming kawibawan lan kamukten sok anggonjingake engetan. (endeming inuman keras) Ora bisa mari dening sarana, (endeming inuman keras) marine yen wis tumiba ing tiwas, (endeming inuman keras) getune kasep: mulane arang begja wong wibawa mukti eling marang kapesan, duwe tepa utawa welas marang pepadhaning tumitah kang tumiba kang apes, utawa kemlaratan.

Mabuknya minuman keras tidaklah seberapa,(mabuknya minuman keras)

bangun tidur sudah hilang, tetapi mabuknya kewibawaan dan kemuliaan terkadang menggoyahkan ingatan. (mabuknya minuman keras) Tidak bisa

(18)

commit to user

sembuh oleh alat, (mabuknya minuman keras) sembuhnya jika sudah meninggal, (mabuknya minuman keras) penyesalannya terlambat: makanya jarang beruntung orang yang berwibawa dan mulia ingat akan kesialan, memiliki sikap menghargai atau rasa iba kepada cahaya peringatan yang ada dibalik kesialan, atau kemiskinan.

WP data (80b) keberadaan endeming inuman keras „mabuknya minuman keras‟ sebagai subjek yang pada kalimat-kalimat berikutnya tidak tampak, dapat dirunut dari unsur yang telah disebutkan seperti yang nampak pada data (80a). Tampak dari hasil analisis, dengan adanya pelesapan kalimat menjadi lebih padu, kohesif dan efisien. Selain itu dengan tidak adanya pengulangan frasa yang sama tidak menimbulkan kejenuhan.

d. Konjungsi

Konjungsi merupakan kata yang mengubungkan satuan lingual satu dengan lainnya. Konjungsi yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi konjungsi sebab-akibat, pertentangan, kelebihan, perkecualian, konsesif, tujuan, penambahan, pilihan, harapan, urutan, perlawanan, waktu (temporal), syarat, dan cara. Berikut akan dijelaskan mengenai konjungsi yang ada pada wacana persuasi.

1) Konjungsi sebab-akibat

Konjungsi sebab-akibat merupakan konjungsi yang menyatakan sebab-akibat. Dalam bahasa Jawa konjungsi sebab-akibat ditandai dengan kata jalaran „dikarenakan‟, mula „maka‟, marga „karena‟, awit „karena‟, karana „karena‟, seperti tampak pada data berikut ini.

(83) Mbenerake iku merga rasa ngeman kasurung saka gedhene rasa tresna asih. Nacad adhakane kadereng dening watak drengki. (JB/III/01/2014)

Membenarkan itu karena rasa sayang terdorong besarnya perasaan cinta kasih. Mencacat kadang-kadang terdorong sifat iri.

(19)

commit to user

Pada data di atas hubungan antarklausa ditandai dengan konjungsi sebab-akibat berupa satuan lingual merga „karena‟. Wacana tersebut berisi tentang orang yang membenarkan itu karena terdorong oleh rasa kasih sayang yang besar. Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik bagi unsur langsung (BUL).

(83a) Mbenerake iku merga rasa ngeman kasurung saka gedhene rasa tresna asih. Membenarkan itu karena rasa sayang terdorong besarnya perasaan cinta kasih. (83b) Nacad adhakane kadereng dening watak drengki.

Mencacat kadang-kadang terdorong sifat iri.

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (83c) Mbenerake iku Ø rasa ngeman kasurung saka gedhene rasa tresna asih.

Membenarkan itu Ø rasa sayang terdorong besarnya perasaan cinta kasih. Hasil pengujian menunjukkan konjungsi merga „karena‟ kehadirannya diperlukan karena ketika dilesapkan wacana menjadi tidak gramatikal. Satuan lingual merga yang berfungsi menghubungkan antarklausa dalam wacana menyatakan hubungan sebab-akibat sehingga ketika dilakukan pelesapan hubungan tersebut menjadi tidak jelas. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(83d) Mbenerake iku           amargi * amarga merga

rasa ngeman kasurung saka gedhene rasa tresna

asih. Membenarkan itu           karena karena karena

rasa sayang terdorong besarnya perasaan cinta

kasih.

Hasil analisis menunjukkan konjungsi merga „karena‟ dapat digantikan dengan amarga „karena‟, karena satuan lingual yang digantikan merupakan bentuk variasi dari kata yang menggantikan. Akan tetapi tidak dapat digantikan dengan amargi karena

(20)

commit to user

keduanya dalam tingkat tutur yang berbeda, merga berada dalam ragam ngoko sedangkan amargi termasuk ragam krama.

(91) Wangsulan:“Menawa wong ngabekti marang Pangeran kena sarana nindakake patrap manut carane dhewe-dhewe, senadyan kowe ora muni, nanging sarana “eninging” ciptamu bae Pangeran wis ngawuningani apa kang dadi sedyamu, jalaran Pangeran saged midhanget tanpa nganggo talingan. (JB/III/04/2014)

„Jawaban: “Jika orang yang berbakti kepada Tuhan boleh dengan cara melakukan perbuatan yang sesuai dengan aturannya sendiri-sendiri, walaupun kamu tidak berucap, tetapi dengan cara “hening” pikiranmu saja Tuhan sudah mengetahui apa yang menjadi keinginanmu, karena Tuhan bisa mendengar tanpa menggunakan pendengaran.‟

Pada data (91) WP terdiri dari beberapa klausa yang dihubungkan dengan jalaran „karena‟. Satuan lingual tersebut berfungsi menghubungkan Pangeran wis ngawuningani apa kang dadi sedyamu „Tuhan sudah mengetahui apa yang menjadi keinginanmu‟ dengan Pangeran saged midhanget tanpa nganggo talingan „Tuhan bisa mendengar tanpa menggunakan pendengaran‟. Maksud dari wacana ialah jika seseorang ingin mengabdi kepada Allah bisa dengan cara „hening‟ meskipun tidak berbicara Tuhan tahu yang kita minta karena bisa mendengar tanpa menggunakan telinga. Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik BUL.

(91a) Wangsulan:“Menawa wong ngabekti marang Pangeran kena sarana nindakake patrap manut carane dhewe-dhewe, senadyan kowe ora muni, „Jawaban: “Jika orang yang berbakti kepada Tuhan boleh dengan cara melakukan perbuatan yang sesuai dengan aturannya sendiri-sendiri, walaupun kamu tidak berucap,

(91b) nanging sarana “eninging” ciptamu bae Pangeran wis ngawuningani apa kang dadi sedyamu, jalaran Pangeran saged midhanget tanpa nganggo talingan.

tetapi dengan cara “hening” pikiranmu saja Tuhan sudah mengetahui apa yang menjadi keinginanmu, karena Tuhan bisa mendengar tanpa menggunakan pendengaran.‟

(21)

commit to user

(91c) nanging sarana “eninging” ciptamu bae Pangeran wis ngawuningani apa kang dadi sedyamu, Ø Pangeran saged midhanget tanpa nganggo talingan. „tetapi dengan cara “hening” pikiranmu saja Tuhan sudah mengetahui apa yang menjadi keinginanmu, Ø Tuhan bisa mendengar tanpa menggunakan pendengaran.‟

Hasil pengujian menunjukkan apabila konjungsi jalaran „karena‟ dilesapkan wacana masih berterima. Akan tetapi hubungan antarklausa menjadi tidak jelas. Untuk itu kehadiran satuan lingual yang dilesapkan menjadikan wacana menjadi padu dan kohesif, karena konjungsi tersebut menghubungkan pernyataan yang disampaikan dengan alasan yang menjadi pendukungnya. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(91d) nanging sarana “eninging” ciptamu bae Pangeran wis ngawuningani apa

kang dadi sedyamu,

          awit amarga jalaran

Pangeran saged midhanget tanpa nganggo

talingan.

„tetapi dengan cara “hening” pikiranmu saja Tuhan sudah mengetahui apa yang

menjadi keinginanmu,           karena karena karena

Tuhan bisa mendengar tanpa menggunakan pendengaran.‟

Hasil analisis menunjukkan konjungsi jalaran „karena‟ ketika diganti dengan amarga „sebab‟ dan awit „karena‟ ternyata tetap gramatikal. Hal tersebut menunjukkan bahwa penanda konjungsi sebab-akibat bisa saling menggantikan.

(97) Tembung buta-arepan iku satemene bisa ditumrapeke marang dhedhuwurane, wong tuwane, lan sapa bae, karana dinakwa nresnani awak liya, satemah dheweke bisa kesingkur. (JB/II/06/2014)

„Kata buta arepan (raksasa serakah) itu sesungguhnya bisa ditujukan kepada atasan, orang tua, dan siapa saja, karena dianggap mencintai orang lain, sehingga dirinya bisa tersingkir.‟

Dalam data terdapat konjungsi sebab-akibat karana „karena‟ yang berfungsi menghubungkan pernyataan tembung buta-arepan iku satemene bisa ditumrapeke

(22)

commit to user

marang dhedhuwurane, wong tuwane, lan sapa bae „kata buta arepan itu sesungguhnya bisa ditujukan kepada atasan, orang tua, dan siapa saja‟, dengan alasan dari pernyataan tersebut yaitu dinakwa nresnani awak liya, satemah dheweke bisa kesingkur„dianggap mencintai orang lain, sehingga dirinya bisa tersingkir‟. Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik bagi unsur langsung (BUL).

(97a) Tembung buta-arepan iku satemene bisa ditumrapeke marang dhedhuwurane, wong tuwane, lan sapa bae,

„Kata buta arepan (raksasa serakah) itu sesungguhnya bisa ditujukan kepada atasan, orang tua, dan siapa saja,

(97b) karana dinakwa nresnani awak liya, satemah dheweke bisa kesingkur

karena dianggap mencintai orang lain, sehingga dirinya bisa tersingkir.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (97c) Ø dinakwa nresnani awak liya, satemah dheweke bisa kesingkur

Ø dianggap mencintai orang lain, sehingga dirinya bisa tersingkir.‟

Hasil pengujian menunjukkan konjungsi karana „karena‟ kehadirannya diperlukan, karena ketika dilesapkan wacana menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hubungan antarklausa juga menjadi tidak jelas. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti. (97d)           awit jalaran karana

dinakwa nresnani awak liya, satemah dheweke bisa kesingkur.

          karena karena karena

dianggap mencintai orang lain, sehingga dirinya bisa tersingkir.‟

Hasil analisis menunjukkan konjungsi karana „karena‟ ketika diganti dengan jalaran „karena‟ dan awit „karena‟ tetap gramatikal. Maka penanda konjungsi

(23)

sebab-commit to user

akibat dapat saling menggantikan, karena memiliki makna yang sama dan berada dalam tingkat tutur yang sama yaitu ngoko.

2) Konjungsi pertentangan

Konjungsi pertentangan merupakan konjungsi yang menyatakan makna pertentangan. Konjungsi ini ditandai dengan satuan lingual nanging „tetapi‟, mung ‟hanya‟, dene „sedangkan‟. Berikut merupakan contoh kepaduan wacana yang terdapat konjungsi pertentangan.

(117) Becik nulada watake wiji waringin. Wiji kang cilik, kesampar kesandhung ora mbejaji, nanging yen wis thukul bisa dadi wit kang agung mrebawani. (JB/I/04/2014)

„Lebih baik meniru watak biji beringin. Biji yang kecil, tersampar tersandung tidak bernilai, tetapi jika sudah tumbuh bisa menjadi pohon yang tinggi meneduhkan.‟

Contoh data WP di atas konjungsi pertentangan ditandai pemakaian kata nanging „tetapi‟. Konjungsi nanging berfungsi menjelaskan bahwa walaupun biji beringin yang kecil, tersandung dan tersampar kesana-kemari, tidak ada harganya akan tetapi jika sudah tumbuh bisa menjadi pohon yang besar. Jadi, konjungsi pertentangan yang ada digunakan untuk menyatakan hal yang berkebalikan dari unsur yang telah disebutkan. Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik BUL.

(117a) Becik nulada watake wiji waringin „Lebih baik meniru watak biji beringin.‟

(117b) Wiji kang cilik, kesampar kesandhung ora mbejaji, nanging yen wis thukul bisa dadi wit kang agung mrebawani.

„Biji yang kecil, tersandung tidak bernilai,tetapi jika tumbuh bisa menjadi pohon yang tinggi meneduhkan.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (117c) Wiji kang cilik, kesampar kesandhung ora mbejaji, Ø yen wis thukul bisa dadi

(24)

commit to user

„Biji yang kecil, tersandung tidak bernilai,Ø jika tumbuh bisa menjadi pohon yang tinggi meneduhkan.‟

Hasil pengujian menunjukkan konjungsi nanging „tetapi‟ bila dilesapkan kalimat menjadi tidak gramatikal karena hubungan antaraunsur tidak jelas. Selain itu makna sebelum dengan sesudah dilesapkan memiliki perbedaan. Setelah dilakukan pelesapan makna berubah dari makna yang seharusnya atau makna yang dimaksudkan oleh kalimat di atas. Oleh karena itu kehadiran konjungsi yang dilesapkan wajib dihadirkan agar jelas pesan yang ingin disampaikan. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(117d) Wiji kang cilikk, kesampar kesandhung ora mbejaji,

      ewasemono nanging yen wis thukul bisa dadi wit kang agung mrebawani.

„Biji yang kecil, tersandung tidak bernilai,

      demikian meskipun tetapi jika tumbuh bisa menjadi pohon yang tinggi meneduhkan.‟

Hasil analisis menunjukkan konjungsi nanging„tetapi‟ ketika diganti dengan ewasemono „meski demikian‟, kalimat tetap gramatikal dan berterima. Hal tersebut dikarenakan keduanya memiliki makna yang mirip sehingga bisa saling menggantikan.

(130) Unen-unen: wong ngalah luhur wekasane, iku nyata, ora ana wong keduwung ngone ngalah: ujar sakecap laku setindak, ewadene arang kang gelem anglakoni.(JB/III/08/2014)

„Perkataan: orang yang mengalah luhur pada akhirnya, itu nyata, tidak ada yang menderita karena mengalah: sedikit berbicara banyak tindakan, sedangkan jarang yang mau melakukan.‟

Data di atas terdapat penanda kohesi leksikal konjungsi pertentangan berupa satuan lingual ewadene „tetapi‟. Satuan lingual tersebut berfungsi sebagai penghubung antarkalimat. Kalimat yang dihubungkan yaitu Unen-unen: wong ngalah luhur wekasane, iku nyata, ora ana wong keduwung ngone ngalah: ujar sakecap laku

(25)

commit to user

setindak, „Perkataan: orang yang mengalah luhur pada akhirnya, itu nyata, tidak ada yang menderita karena mengalah: sedikit berbicara banyak tindakan‟ dengan arang kang gelem anglakoni „jarang yang mau melakukan‟. Konjungsi ewadene yang digunakan dalam wacana tersebut memperlihatkan bahwa antarkalimat di dalamnya memiliki hubungan perlawanan.

Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik BUL. (130a) Unen-unen: wong ngalah luhur wekasane, iku nyata, ora ana wong keduwung

ngone ngalah: ujar sakecap laku setindak,

„Perkataan: orang yang mengalah luhur pada akhirnya, itu nyata, tidak ada yang menderita karena mengalah: sedikit berbicara banyak tindakan,

(130b) ewadene arang kang gelem anglakoni

sedangkan jarang yang mau melakukan.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (130c) Ø arang kang gelem anglakoni

Ø jarang yang mau melakukan.‟

Hasil pengujian menunjukkan konjungsi ewadene „sedangkan‟ apabila dilesapkan kalimat menjadi tidak gramatikal karena hubungan antara kedua kalimat menjadi tidak jelas. Oleh karena itu kehadiraan konjungsi perlawanan menambah kekohesifan wacana. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(130d)       dene ewadene

arang kang gelem anglakoni.

      sedangkan sedangkan

jarang yang mau melakukan.‟

Hasil analisis menunjukkan konjungsi ewadene „sedangkan‟ ketika diganti dengan dene „sedangkan‟, kalimat tetap gramatikal dan berterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa keduanya bisa saling menggantikan karena memiliki makna yang

(26)

commit to user

sama. Satuan lingual yang menggantikan merupakan variasi lain dari satuan lingual yang digantikan.

(131) Ora ana barang langeng, mung kabecikan kang ora bisa sirna, sanadyan kang gawe becik wis ana ing jaman kailangan, kabecikan ya ora bisa ilang, isih ditinggal ana ing alam donya. (JB/IV/08/2014)

„Tidak ada barang abadi, hanya kebaikan yang tidak bisa hilang, walaupun yang berbuat sudah ada di keabadian, kebaikannya tidak bisa hilang, masih tertinggal di dunia.‟

Dalam data terdapat konjungsi perlawanan berupa satuan lingual mung „hanya‟ yang digunakan sebagai penghubung ora ana barang langeng „tidak ada barang abadi„ dengan kabecikan kang ora bisa sirna „yang berbuat sudah ada di keabadian‟. Konjungsi tersebut menghubungkan satuan lingual yang saling berlawanan. Artinya pernyataan yang disebutkan setelahnya merupakan keberlawanan dari pernyataan yang telah disebutkan dan atau sebaliknya. WP di atas mengemukakan bahwa tidak ada barang/benda yang abadi, hanya kebaikan yang tidak bisa hilang. Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik bagi unsur langsung (BUL).

(131a) Ora ana barang langeng mung kabecikan kang ora bisa sirna „Tidak ada barang abadi hanya kebaikan yang tidak bisa hilang .‟

(131b) sanadyan kang gawe becik wis ana ing jaman kailangan,

„Walaupun yang berbuat sudah ada di keabadian, kebaikannya tidak bisa hilang, masih tertinggal di dunia.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (131c) Ora ana barang langeng Ø kabecikan kang ora bisa sirna,

„Tidak ada barang abadi, Ø kebaikan yang tidak bisa hilang,

Hasil pengujian menggunakan teknik lesap menunjukkan apabila konjungsi perlawanan dilesapkan kalimat menjadi tidak gramatikal. Ketidakgramatikalan terjadi karena hubungan antara kedua kalimat tidak jelas. Dengan demikian kehadiran konjungsi perlawanan wajib ada.

(27)

commit to user 3) Konjungsi kelebihan

Konjungsi kelebihan merupakan konjungsi yang menyatakan sesuatu yang menyangatkan atau mendukung kalimat yang dipaparkan. Konjungsi ini ditandai dengan adanya satuan lingual malah „malah‟. Berikut merupakan contoh kepaduan wacana yang terdapat konjungsi kelebihan.

(142) Saben wong (wis) ngerti yen nesu utawa muring-muring iku kalebu pratingkah kang ora apik. Malah ana kang ngarani: panggodhaning setan. Nanging geneya arang kang gelem “ngreh” pribadine supaya aja nganti saben-saben nesu muring-muring? Kepara malah akeh kang dhemen ngumbar hawa pemuringe? [...] (JB/III/03/2014)

„Setiap orang (sudah) mengerti jika marah atau murka itu termasuk perilaku yang tidak baik. Malah ada yang mengatakan: godaan setan. Tetapi kenapa jarang yang mau “menguasai” pribadinya supaya jangan sampai setiap marah murka? Malahan banyak yang suka mengumbar hawa marahnya?‟

Data di atas terdiri dari empat kalimat yang terdapat penanda konjungsi kelebihan berupa satuan lingual malah „malah‟ terletak dalam kalimat berbeda. Konjungsi tersebut berfungsi menyangatkan atau mendukung kalimat yang disebutkan sebelumnya. Satuan lingual malah yang pertama digunakan untuk menghubungkan nesu utawa muring-muring iku kalebu pratingkah kang ora apik „marah atau murka itu termasuk perilaku yang tidak baik‟ dengan klausa malah ana kang ngarani: panggodhaning setan „malah ada yang mengatakan: godaan setan‟. Wacana menerangkan bahwa marah-marah adalah perbuatan tidak baik, malah ada yang menggangap godaan setan. Penggunaan kedua dipakai untuk menerangkan seharusnya seseorang ketika marah bisa meredam amarah bukan mengumbar kemarahannya. Data kemudian dibagi unsur langsungnya menggunakan teknik BUL, dan diperoleh hasil sebagai berikut.

(142a) Saben wong (wis) ngerti yen nesu utawa muring-muring iku kalebu pratingkah kang ora apik.

„Setiap orang (sudah) mengertijika marah atau murka itu termasuk perilaku yang tidak baik.‟

(28)

commit to user (142b) Malah ana kang ngarani: panggodhaning setan.

„Malah ada yang mengatakan: godaan setan.‟

(142c) Nanging geneya arang kang gelem “ngreh” pribadine supaya aja nganti saben-saben nesu muring-muring?

„Tetapi kenapa jarang yang mau “menguasai” pribadinya supaya jangan sampai setiap marah murka?

(142d) Kepara malah akeh kang dhemen ngumbar hawa pemuringe?

„Malahan banyak yang suka mengumbar hawa marahnya?

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (142e) Ø ana kang ngarani: panggodhaning setan.

Ø ada yang mengatakan: godaan setan.

(142f) Kepara Ø akeh kang dhemen ngumbar hawa pemuringe?

Ø banyak yang suka mengumbar hawa marahnya?

Hasil proses pelesapan menunjukkan bila malah ataupun malahan dilesapkan tidak terlalu berpengaruh pada kekohesifan kalimat, kalimat tetap gramatikal. Akan tetapi dengan kehadiran satuan lingual tersebut makna dari wacana yang sifatnya menyangatkan bisa tersampaikan dan pernyaataan tersebut mendapat perhatian lebih.

4) Konjungsi perkecualian

Konjungsi perkecualian digunakan untuk menyatakan pengecualian ditandai penggunaan kajaba „kecuali‟. Berikut contoh data penggunaan konjungsi perkecualian.

(145) [...] Terkadhang mung lagi bisa nuturi bae, yen duwe kareman durung bisa mbuwang, tembunge: “...ngemungna awakku dhewe kang nyeret, anak putuku tak supatani ora slamet, yen ngantiya nyeret kaya aku”. Prasapa kaya mengkono iku: kajaba angalap menang: ora mandi. (JB/V/08/2014)

[...] Terkadang hanya bisa menasihati saja, jika punya keinginan belum bisa membuang, kalimatnya: “…lihatlah dirimu sendiri yang membuat susah, anak cucuku saya sumpahi tidak selamat, jika sampai membuat susah seperti saya”. Anggapan seperti itu: kecuali mengharapkan menang: tidak mempan.‟

Pada data (145) ditemukan penanda konjungsi perkecualian berupa satuan lingual kajaba „kecuali‟. Satuan lingual tersebut menghubungkan klausa prasapa kaya

(29)

commit to user

mengkono iku „anggapan seperti itu‟ dengan klausa angalap menang: ora mandi „mengharapkan menang: tidak mempan‟. Maksud dari wacana ialah seseorang yang hanya bisa menasihati orang lain tetapi tidak bisa bercermin pada diri sendiri tidak lain kecuali hanya ingin menang sendiri.

Data lalu dianalisis menggunakan teknik BUL, dan diperoleh hasil berikut. (145a) [...] Terkadhang mung lagi bisa nuturi bae, yen duwe kareman durung bisa

mbuwang, tembunge: “...ngemungna awakku dhewe kang nyeret, anak putuku tak supatani ora slamet, yen ngantiya nyeret kaya aku”.

„[...] Terkadang hanya bisa menasihati saja, jika punya keinginan belum bisa membuang, kalimatnya: “…lihatlah dirimu sendiri yang membuat susah, anak cucuku saya sumpahi tidak selamat, jika sampai membuat susah seperti saya”. (145b) Prasapa kaya mengkono iku: kajaba angalap menang: ora mandi.

„Anggapan seperti itu: kecuali mengharapkan menang: tidak mempan.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (145c) Prasapa kaya mengkono iku: Ø angalap menang: ora mandi.

„Anggapan seperti itu: Ø mengharapkan menang: tidak mempan.‟

Hasil analisis menunjukkan setelah konjungsi kajaba dilesapkan kalimat menjadi tidak berterima. Hal tersebut berakibat pesan yang ingin disampaikan menjadi tidak jelas. Oleh karena itu agar menjadi jelas maka satuan lingual yang dilesapkan hendaknya dihadirkan. Data selanjutnya diuji menggunakan teknik ganti.

(145e) Prasapa kaya mengkono iku

      kejawi * kajaba

angalap menang: ora mandi.

Ajaran seperti itu

      kecuali kecuali

mengharapkan menang: tidak mempan.‟

Pengujian menggunakan teknik ganti menunjukkan satuan lingual kejawi „kecuali‟ yang berperan sebagai pengganti, tidak dapat menggantikan kajaba „kecuali‟. Meskipun keduanya memiliki makna yang sama, tetapi berada dalam tingkat tutur yang berbeda sehingga tidak bisa saling menggantikan. Data (145) menggunakan ragam

(30)

commit to user

ngoko sedangkan satuan lingual pengganti berada dalam ragam krama, jika pengganti tersebut dipaksakan kalimat menjadi tidak gramatikal.

5) Konjungsi konsesif

Konjungsi konsesif ditandai dengan penggunaan satuan lingual nadyan „walau‟, sanadyan „walaupun‟. Berikut ini data yang menggunakan penanda tersebut.

(152) Satemene ora ana wong marem atine, sanadyan karepe katekan kabeh: iya isih kurang, saben wis kelakon karepe: banjur bosen, nuli salin salaga kepengin duwe liyane maneh, mangkono sabanjure, iya iku sakarate wong ingalam donya, mari-mari yen wis mati. (JB/I/09/2014)

Sesungguhnya tidak ada yang puas hatinya, walaupun keinginanya tercapai semua: tetap masih kurang, setiap sudah terpenuhi keinginannya: lalu bosan, kemudian berganti keinginan lagi, begitu seterusnya, begitulah keinginan orang hidup di dunia, berhenti jika sudah meninggal.

Satuan lingual sanadyan „walaupun‟ wacana di atas merupakan penanda konsesif. Penanda konsesif tersebut digunakan untuk menerangkan bahwa orang tidak akan pernah merasa puas meskipun semua keinginannya telah terpenuhi. Data kemudian dibagi unsur langsungnya menggunakan teknik BUL (Bagi Unsur Langsung), sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.

(152a) Satemene ora ana wong marem atine, sanadyan karepe katekan kabeh: iya isih kurang,

„Sesungguhnya tidak ada yang puas hatinya, walaupun keinginanya tercapai semua: tetap masih kurang, „

(152b) saben wis kelakon karepe: banjur bosen, nuli salin salaga kepengin duwe liyane maneh, mangkono sabanjure,

„setiap sudah terpenuhi keinginannya: lalu bosan, kemudian berganti keinginan lagi, begitu seterusnya,‟

(152c) iya iku sakarate wong ingalam donya, mari-mari yen wis mati.

„begitulah keinginan orang hidup di dunia, berhenti jika sudah meninggal.‟ Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (152d) Satemene ora ana wong marem atine, Ø karepe katekan kabeh: iya isih

(31)

commit to user

Sesungguhnya tidak ada yang puas hatinya, Ø keinginanya tercapai semua: tetap masih kurang,

Konjungsi sanadyan „walaupun‟ ketika dilesapkan, seperti yang terlihat pada (152d) kalimat tidak gramatikal. Oleh karena itu konjungsi yang dilesapkan wajib hadir agar memperjelas pesan yang disampaikan. Data selanjutnya diuji menggunakan teknik ganti.

(155e) Satemene ora ana wong marem atine

          sinaosa * nadyan sanadyan

karepe katekan kabeh: iya

isih kurang,

Sesungguhnya tidak ada yang puas hatinya

          walaupun walaupun walaupun keinginanya tercapai

semua: tetap masih kurang,

Terlihat pada data (155e) bahwa satuan lingual sanadyan „walaupun‟ dapat digantikan dengan nadyan „walaupun‟ karena masih berada dalam ragam yang sama yaitu ngoko. Akan tetapi tidak dapat digantikan dengan sinaosa „walaupun‟ karena keduanya berbeda tingkat tutur.

Berikut ini variasi lain penggunaan penanda konjungsi konsesif.

(154) Wong mangan iku sanajan mung sathithik yen mirasa, temtu bisa tuntum ing getih. Wong turu sanajan mung saliyepan yen kepenak iya wis taneg lan seger. (JB/I/10/2014)

„Orang makan meskipun hanya sedikit jika terasa enak, tentu bisa menyatu dalam darah. Orang tidur meskipun hanya sekejap mata jika nikmat pasti bisa nyenyak dan segar.‟

Penanda konjungsi konsesif data di atas digunakan sebanyak dua kali dalam kalimat yang berbeda. Penanda tersebut berupa satuan lingual sanajan „meskipun‟, yang fungsinya menerangkan bahwa meskipun makan sedikit jika terasa enak akan menyatu dengan darah, begitu juga tidur meski sebentar jika lelap akan membuat badan segar.

(32)

commit to user

Data kemudian dibagi unsur langsungnya menggunakan teknik BUL (Bagi Unsur Langsung), sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.

(154a) Wong mangan iku sanajan mung sathithik yen mirasa, temtu bisa tuntum ing getih.

„Orang makan meskipun hanya sedikit jika terasa enak, tentu bisa menyatu dalam darah.‟

(154b) Wong turu sanajan mung saliyepan yen kepenak iya wis taneg lan seger. „Orang tidur meskipun hanya sekejap mata jika nikmat pasti bisa nyenyak dan segar.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (154c) Wong mangan iku Ømung sathithik yen mirasa, temtu bisa tuntum ing getih.

Orang makan Ø hanya sedikit jika terasa enak, tentu bisa menyatu dalam darah.

(154d) Wong turu Ø mung saliyepan yen kepenak iya wis taneg lan seger

Orang tidur Ø hanya sekejap mata jika nikmat pasti bisa nyenyak dan segar. Setelah dilakukan pelesapan terhadap satuan lingual sanajan, kalimat menjadi tidak gramatikal seperti yang terlihat pada data (154c) maupun (154d). Untuk itu konjungsi tersebut lebih baik dihadirkan. Selain itu adanya konjungsi yang menjadi penghubung antarkalimat pesan dapat tersampaikan dengan baik. Data selanjutnya diuji menggunakan teknik ganti.

(154e) Wong mangan iku

      sinaosa * sanajan

mung sathithik yen mirasa, temtu bisa tuntum ing getih. „Orang makan       meskipun meskipun

hanya sedikit jika terasa enak, tentu bisa menyatu dalam darah.‟ (154f) Wong turu       sinaosa * sanajan

(33)

commit to user „Orang tidur       meskipun meskipun

hanya sekejap mata jika nikmat pasti bisa nyenyak dan segar.‟

Data (154e) dan (154f) yang menunjukkan hasil teknik ganti memperlihatkan satuan lingual sanajan „walaupun‟ pada kedua-duanya tidak dapat digantikan dengan sinaosa „meskipun‟ karena perbedaaan tingkat tutur. Kalimat di atas menggunakan ragam ngoko sedangkan sinaosa merupakan ragam krama sehingga tidak bisa menggantikan.

6) Konjungsi tujuan

Konjungsi tujuan digunakan untuk menyatakan tujuan atau maksud yang ingin dicapai dalam kalimat. Penanda konjungsi berupa kata supaya „supaya‟. Berikut contoh kepaduan wacana menggunakan konjungsi tujuan.

(159) Ing carita nalika isih anak-anak Kurawa lan Pandhawa dedolanan bal nganti njegur sumur lan nyuwun tulung marang pandhita kang weaksane dadi gurune (Pandhita Drona), supaya ngentasake bal saka sawijining sumur mau. (JB/I/12/2014)

„Di dalam cerita ketika masih anak-anak Kurawa dan Pandawa bermain bola hingga tercebur sumur dan meminta bantuan kepada pendeta yang akhirnya menjadi gurunya (Pendeta Drona), supaya mengambilkan bola dari salah satu sumur tadi.‟

Data di atas hubungan antarkalimat ditandai konjungsi supaya„supaya‟. Wacana menjelaskan ketika kecil Kurawa dan Pandawa meminta kepada seorang pendeta untuk mengambilkan bola yang jatuh ke sumur. Konjungsi supaya„supaya‟ digunakan untuk menyatakan hubungan tujuan. Data kemudian dibagi atas unsur langsungnya menggunakan teknik BUL.

(159a) Ing carita nalika isih anak-anak Kurawa lan Pandhawa dedolanan bal nganti njegur sumur lan nyuwun tulung marang pandhita kang wekasane dadi gurune (Pandhita Drona),

(34)

commit to user

„Di dalam cerita ketika masih anak-anak Kurawa dan Pandhawa bermain bola hingga tercebur sumur dan meminta bantuan kepada pendeta yang akhirnya menjadi gurunya (Pendeta Drona), supaya mengambilkan bola dari salah satu sumur tadi.‟

(159b) supaya ngentasake bal saka sawijining sumur mau.

„supaya mengambilkan bola dari salah satu sumur tadi.‟

Data selanjutnya diuji dengan teknik lesap, dan diperoleh hasil sebagai berikut: (159c) Ing carita nalika isih anak-anak Kurawa lan Pandhawa dedolanan bal nganti

njegur sumur lan nyuwun tulung marang pandhita kang weaksane dadi gurune (Pandhita Drona), Ø ngentasake bal saka sawijining sumur mau.

„Di dalam cerita ketika masih anak-anak Kurawa dan Pandhawa bermain bola hingga tercebur sumur dan meminta bantuan kepada pendeta yang akhirnya menjadi gurunya (Pendeta Drona), Ø mengambilkan bola dari salah satu sumur tadi.‟

Data (159c) merupakan hasil pengujian menggunakan teknik lesap, data menunjukkan kalimat menjadi tidak gramatikal karena ketidakhadiran konjungsi supaya „supaya‟. Dengan ketidakhadiran konjungsi tersebut hubungan antarkalimat menjadi tidak utuh. Oleh karena itu kehadiran konjungsi tujuan wajib ada. Selanjutnya data diuji dengan teknik ganti.

(159d) Ing carita nalika isih anak-anak Kurawa lan Pandhawa dedolanan bal nganti njegur sumur lan nyuwun tulung marang pandhita kang weaksane dadi gurune

(PandhitaDrona),           saprelu amrih supaya

ngentasake bal saka sawijining sumur mau. „Di dalam cerita ketika masih anak-anak Kurawa dan Pandhawa bermain bola hingga tercebur sumur dan meminta bantuan kepada pendeta yang akhirnya menjadi gurunya (Pendeta Drona), supaya mengambilkan bola dari salah satu sumur tadi.‟

Hasil analisis menunjukkan konjungsi supaya „supaya‟ ketika diganti dengan saprelu „supaya‟ dan amrih „kalimat tetap gramatikal dan berterima, maka satuan lingual yang menjadi penanda konjungsi tujuan bisa saling menggantikan.

Gambar

Tabel 1: Dominasi  Penggunaan Penanda Kohesi Gramatikal pada Rubrik
Tabel 2: Dominasi  Penggunaan Penanda Kohesi Gramatikal pada Rubrik
Tabel 3: Dominasi  Penggunaan Koherensi pada Rubrik “Sangu Leladi”

Referensi

Dokumen terkait

al (2013) telah membangunkan model pengukuran dalam pembuatan Lean di dalam kajiannya yang mana bertujuan untuk mengukur dan menilai amalan Lean di dalam

Permasalahan mitra diantaranya adalah remaja usia sekolah menengah atas mempunyai risiko terinfeksi virus hepatitis B, kondisi anak remaja yang belum memahami risiko dan status

Penginderaan jauh adalah suatu ilmu untuk memperoleh informasi tentang objek (permukaan bumi dan perairan) atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh pada jarak

Zeorin, senyawa yang diisolasi dari Aegle marmelos Correa, mampu menunjukkan efek penghambatan terhadap pelepasan mediator sel mast yaitu enzim -hexosaminidase dengan

Model Stimulasi Kecerdasan Visual Spasial Dan Kecerdasan Kinestetik Anak Usia Dini Melalui Metode Kindergarten Watching Siaga Bencana Gempa Bumi Di Paud

Berdasarkan hasil penelitian dapat digambarkan bahwa rata-rata perilaku kesehatan mahasiswa Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri Surabaya yang terdiri dari

Bila pasokan darah ibu terbatas seperti yang terjadi pada penyakit hipertensi dalam kehamilan, penuaan plasenta sebelum saatnya, kehamilan postmatur, hiperaktivitas

Selain pendapatan dan beban yang disajikan dalam laporan laba rugi, aktivitas operasi Selain pendapatan dan beban yang disajikan dalam laporan laba rugi, aktivitas operasi   juga