• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anatomi Genitalia Eksterna dan Interna Pada Wanita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anatomi Genitalia Eksterna dan Interna Pada Wanita"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

I. ANATOMI GENITALIA EKSTERNA DAN INTERNA

A. GENITALIA EKSTERNAL

1. Vulva

Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.

2. Mons pubis / mons veneris

Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.

3. Labia mayora

4. Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang, banyak mengandung pleksus vena. Homolog embriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora. Di bagian bawah perineum, labia mayora menyatu (pada commisura posterior).

(2)

Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf.

6. Clitoris

Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior vagina. Homolog embriologik dengan penis pada pria. Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.

7. Vestibulum

Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.

8. Introitus / orificium vagina

Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan. Hymen normal terdapat

(3)

lubang kecil untuk aliran darah menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous. Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang tampak pada wanita pernah melahirkan / para. Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen imperforata) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna.

9. Vagina

Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus haid. Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).

(4)

dari sinus urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri.

Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi orgasmus vaginal.

10. Perineum

Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra). Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan vagina. Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

B. GENITALIA

INTERNAL

(5)

Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum (serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri.

2. Serviks uteri

Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan / menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam, arah cavum). Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/ multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam, peptida

(6)

dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks dipengaruhi siklus haid.

C. CORPUS UTERI

Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria. Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi selama pertumbuhan dan perkembangan wanita (gambar).

D. LIGAMENTA

PENYANGGA UTERUS

Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina

(7)

propium, ligamentum infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina, ligamentum rectouterina.

E. VASKULARISASI

UTERUS

Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca interna, serta arteri ovarica cabang aorta abdominalis.

F. SALPING / TUBA

FALOPII

Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri.Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia.Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding yang berbeda-beda pada setiap bagiannya (gambar).

G. PARS ISTHMICA

(PROKSIMAL/ISTHMUS)

Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter uterotuba pengendali transfer gamet.

(8)

H. PARS AMPULARIS (MEDIAL/AMPULA)

Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula / infundibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini. Pars infundibulum (distal)Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale pada ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi “menangkap” ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam tuba.

I. MESOSALPING

Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus).

J. OVARIUM

Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid

(9)

(estrogen oleh teka interna folikel, progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae “menangkap” ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi. Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

II. HORMON REPRODUKSI WANITA A. ESTROGEN

Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.

B. PROGESTERONE

Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus

(10)

dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG.

C. GONADOTROPIN RELEASING HORMONE

GnRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GnRH akan merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GnRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.

D. FSH (FOLIKEL STIMULATING HORMONE) DAN LH (LUTEINIZING HORMONE)

Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.

III. SIKLUS BULANAN

A. SIKLUS OVARIUM

A. Folikuler

Selama beberapa hari pertama sesudah dimulainya menstruasi, konsentrasi FSH dan LH meningkat dari sedikit menjadi sedang. Peningkatan FSH lebih awal daripada LH. FSH mempercepat pertumbuhan 6-12 folikel primer setiap bulannya. Sel-sel yang dihasilkan oleh interstitium ovarium berkumpul dalam beberapa lapisan di luar sel granulosa, membentuk kelompok sel yang kedua disebut sel teka.

(11)

Sesudah tahap awal pertumbuhan proliferasi, yang berlangsung beberapa hari, massa sel granulosa menyekresi cairan folikular yang mengandung estrogen dalam konsentrasi tinggi.

B. Ovulasi

Ovulasi adalah fase pengeluaran oosit dari folikel yang terjadi 14 hari sesudah terjadinya menstruasi.tepat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiotik pertamanya. Pecahnya folikel ini menandakan berakhirnya fase folikuler dan dimulainya fase luteal.

C. Luteal

Selama beberapa jam pertama sesudah ovum dikeluarkan dari folikel, sel-sel granulosa dan teka interna yang tersisa berubah menjadi sel lutein. Diameter sel ini membesar dua kali dengan inklusi lipid yang memberi tampilan kekuningan. Proses ini disebut luteinisasi dan seluruh massa dari sel bersama-sama disebut sebagai korpus luteum.

Pada wanita normal diameter korpus luteum menjadi 1,5 cm, tahap perkembangan dicapai dalam waktu kira-kira 7 sampai 8 hari setelah ovulasi. Kemudian korpus luteum mulai berinvolusi dan akhirnya kehilangan fungsi sekresi juga warna kekuningan kira-kira 12 hari setelah ovulasi disebut korpus albikan.

B. SIKLUS ENDOMETRIUM

1. Menstruasi

Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh

(12)

hanya stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.

2. Proliferasi

Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.

3. Sekresi

Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.

4. Pramenstruasi

Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi

(13)

pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.

IV. KEHAMILAN A. FERTILISASI

Fertilisasi atau yang sering disebut juga dengan konsepsi didefenisikan sebagai pertemuan antara sperma dan sel telur yang menandai awal kehamilan. Peristiwa ini merupakan rangkaian kejadian yang meliputi pembentukan gamet (sel telur dan sperma), ovulasi (pelepasan telur), penggabungan gamet dan implantasi embrio di dalam uterus.

Penghamilan (fertilisasi) adalah terjadinya pertemuan dan persenyawaan antara sel mani dan sel telur. Konsepsi/ fertilisasi/pembuahan adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel mani dengan sel telur di tuba fallopii (Mochtar, 1998:18). Sedangkan menurut Manuaba (1998:99) konsepsi/fertilisasi/pembuahan adalah pertemuan inti ovum dengan inti spermatozoa dan membentuk zigot. Jadi fertilisasi adalah proses peleburan/ penyatuan antara satu sel sperma dengan satu sel telur (ovum) yang sudah matang dan membentuk zigot yang umumnya terjadi pada sepertiga dari

(14)

panjang saluran telur yaitu di ampulla tuba fallopi. Bagian ini adalah bagian terluas dari saluran telur dan terletak dekat dengan ovarium.

Untuk terjadinya setiap kehamilan harus ada : 1. Ovum (sel telur), terdapat nukleus, mengandung vitelus,

zona pelusida, korona radiata, siap dibuahi setelah 12 jam. 2. Spermatozoa (sel mani), kepala (lonjong & sedikit gepeng=>

hialuronidase), leher, ekor (panjangnya 10 kali panjang kepala), bertahan hidup selama 3 jam dalam genitalia.

3. Pembuahan (konsepsi = fertilisasi) 4. Nidasi (implantasi)

5. Plasentasi

6. Tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm.

Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke rahim dan selanjutnya masuk ke dalam saluran telur. Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot-otot uterus dan tuba. Perlu diingat bahwa pada saat sampai di saluran kelamin wanita, spermatozoa belum mampu menbuahi oosit. Mereka harus mengalami kapasitasi dan reaksi akrosom.

Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi wanita, yang pada manusia berlangsung kira-kira 7 jam. Selama waktu itu, suatu selubung glikoprotein dari protein-protein plasma semen dibuang dari selaput plasma, yang membungkus daerah akrosom spermatozoa. Hanya sperma yang mengalami kapasitasi yang dapat melewati sel korona dan mengalami reaksi akrosom.

Reaksi akrosom terjadi setelah penempelan ke zona pellusida dan diinduksi oleh protein-protein zona. Reaksi ini

(15)

berpuncak pada pelepasan enzim-enzim yang diperlukan untuk menembus zona pelusida, antara lain akrosin dan zat-zat serupa tripsin.

Pada fertilisasi mencakup 3 fase : 1. Penembusan korona radiata

2. Penembusan zona pelusida

3. Fusi oosit dan membrane sel sperma Fase 1 : penembusan korona radiata

Dari 200-300 juta spermatozoa yang dicurahkan ke dalam saluran kelamin wanita, hanya 300-500 yang mencapai tempat pembuahan. Hanya satu diantaranya yang diperlukan untuk pembuahan dan diduga bahwa sperma-sperma lainnya membantu sperma yang akan membuahi untuk menembus sawar-sawar yang melindungi gamet wanita. Dari akrosom (tudung kepala) sperma dikeluarkan enzimenzim secara berurutan: Hyaluronidase, Corona penetrating enzim (CPE) dan terakhir akrosin untuk menembus zona pelusida. Setelah itu sperma yang mengalami kapasitasi dengan bebas menembus sel korona.

Fase 2 : penembusan zona pelusida

Zona pelusida adalah sebuah perisai glikoprotein di sekeliling telur yang mempermudah dan mempertahankan pengikatan sperma dan menginduksi reaksi akrosom. Pelepasan enzim-enzim akrosom memungkinkan sperma menembus zona pelusida, sehingga akan bertemu dengan membrane plasma oosit. Permeabilitas zona pelusida berubah

(16)

ketika kepala sperma menyentuh permukaan oosit. Hal ini mengakibatkan pembebasan enzim-enzim lisosom dari granul-granul korteks yang melapisi membrane plasma oosit. Pada gilirannya, enzim-enzim ini menyebabkan perubahan sifat zona pelusida (reaksi zona) untuk menghambat penetrasi sperma dan membuat tak aktif tempat-tempat reseptor bagi spermatozoa pada permukaan zona yang spesifik spesies. Spermatozoa lain ternyata bisa menempel di zona pelusida tetapi hanya satu yang menembus oosit.

Fase 3 : penyatuan oosit dan membrane sel sperma

Segera setelah spermatozoa menyentuh membrane sel oosit, kedua selaput plasma sel tersebut menyatu. Karena selaput plasma yang membungkus kepala akrosom telah hilang pada saat reaksi akrosom, penyatuan yang sebenarnya terjadi adalah antara selaput oosit dan selaput yang meliputi bagian belakang kepala sperma. Pada manusia, baik kepala dan ekor spermatozoa memasuki sitoplasma oosit, tetapi selaput plasma tertinggal di permukaan oosit.

Segera setelah spermatozoa memasuki oosit, sel telur menanggapinya dengan 3 cara yang berbeda :

1. Reaksi kortikal dan zona : sebagai akibat terlepasnya butir-butir kortikal oosit. Selaput oosit tidak dapat ditembus lagi oleh spermatozoa lain sehingga zona pelusida mengubah struktur dan komposisinya untuk mencegah penambatan

(17)

dan penetrasi sperma dengan cara ini terjadinya polispermi dapat dicegah.

2. Melanjutkan pembelahan meiosis kedua. Oosit menyelesaikan pembelahan meiosis keduanya segera setelah spermatozoa masuk. Salah satu dari sel anaknya hamper tidak mendapatkan sitoplasma dan dikenal sebagai badan kutub kedua, sel anak lainnya adalah oosit definitive. Kromosomnya (22+X) tersusun di dalam sebuah inti vesikuler yang dikenal sebagai pronukleus wanita.

3. Penggiatan metabolik sel telur. Faktor penggiat diperkirakan dibawa oleh spermatozoa. Penggiatan setelah penyatuan diperkirakan untuk mengulangi kembali peristiwa permulaan seluler dan molekuler yang berhubungan dengan awal embriogenesis.

B. IMPLANTASI

Setelah fertilisasi, hasil konsepsi harus mengadakan implantasi pada dinding uterus dan memberikan informasi kepada ibu agar mengadakan adaptasi akibat adanya kehamilan.Tanpa adanya kedua hal itu, zygote akan dengan mudah keluar dari uterus bersamaan dengan menstruasi berikutnya. Pada saat endimetrium siap menerima implantasi (sekitar tujuh hari setelah implantasi), morula telah turun ke uterus dan terus berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi blastokista yang kemudian dapat melakukan implantasi.

(18)

Implantasi dimulai ketika setelah berkontak dengan endometrium, sel sel trofoblastik yang menutupi massa sel dala mengeluarkan enzim enzim pencerna protein. Enzim enzim ini mencerna sel sel endometrium dan membentuk jalan hingga sel trfoblas mirip jari dan dapat menembus ke dalam endometrium.

Melalui efek kenibalistiknya trofoblas melakukan fungsi ganda yaitu pertama dengan menyelesaikan implantasi dengan membuat lubang di endometrium untuk blastokista, kedua menyediakan bahan mentah dan bahan bakar metabolic untuk mudigah yang sedang berkembang sewaktu tonjolan tonjolan trofoblatik menguraikan jaringan endometrium kaya nutrient. Dinding sel sel trofoblas yangmasuk ke endometrium luruh, membentuk sinsitium multinukleus yang akhirnya akan menjadi plasenta bagian janin.

Jaringan endometrium yangmengalami modifikasi sedemikian rupa ditempat implantasi disebut dengan desidua, kedalam jaringan desidua yang sangat kaya inilah blastokista terbenam. Setelah blastokista membuat lobang ke dalam desidua oleh aktivitas trofoblas, suatu lapisan endometrium menutupi permukaan lubang dan mengubur total blastokista didalam lapisan dalam uterus. Lapisan trofoblas terus mencerna sel sel dosidua sekitar dan menghasilkann energy untuk mudigah sampai plasenta terbentuk.

Blastokista merupakan suatu bola berongga berlapis tunggal. Selama dalam tuba falopii, hasil konsepsi tetap

(19)

diselubungi zona pelucida. Setelah 2 hari dalam uterus, blastokista melepaskan diri dari zona pellucida. Setelah peristiwa pelepasan tersebut, sel trofoectoderm blastokista mulai berdiferensiasi menjadi sel trofoblas. Proses yang simultan ini memungkinkan sel trofoblas berhubungan langsung dengan endometrium. Dalam beberapa jam, endometrium dibawah blastokista akan terkikis dan lisis sehingga substrat-substrat metabolik primer yang dihasilkan akan digunakan untuk kehidupan blastokista. Endometrium yang mengalami perubahan biokimia dan morfologi yang hebat itu disebut sedang mengadakan proses desidualisasi, suatu proses yang dimulai saat terjadinya implantasi dan menyebar dalam bentuk gelombang konsentris yang berpusat dari tempat implantasi . Endometrium sekitar hasil implantasi akan kembali pulih sehingga seluruh hasil implantasi tertanam dalam endometrium.

Bersamaan dengan invasi embrio ke jaringan ibu, sel trofoblas kemudian berdiferensiasi menjadi 2 jenis sel : sel sitotrofoblas dan sel sinsitiotrofoblas. Sel sinsitiotrofoblas adalah sel berukuran besar dan multinuklear yang berkembang dari lapisan sitotrofoblas. Sel ini aktif mengeluarkan hormon plasenta dan mentrasfer zat makanan dari ibu ke janin. Sekelompok sel sitotroblas memiliki sifat invasif, melewati stroma endometrium untuk mencapai pembuluh darah ibu, termasuk arteri spiralis endometrium.

(20)

V. FISIOLOGI PLASENTASI

Sel telur yang dibuahi sperma akan berkembang menjadi janin, air ketuban, selaput ketuban, dan plasenta. Plasenta berbatasan dan berhubungan dengan selaput ketuban. Di dalam selaput terdapat kantong amnion (ketuban), di mana di dalamnya terdapat bayi berada. Plasenta dikenal juga dengan istilah uri/tembuni. Plasenta merupakan organ sementara yang menghubungkan ibu dengan janin. Plasenta merupakan alat pertukaran zat antara ibu dan janin.

Plasenta berperan penting dalam pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup bayi. Plasenta baru terbentuk pada minggu keempat kehamilan. Plasenta tumbuh dan berkembang bersama janin dan akan lepas saat bayi dilahirkan. Jadi, plasenta merupakan bagian dari konsepsi atau bagian dari sel telur yang dibuahi sperma.

A. STRUKTUR PLASENTA MATUR

Unit uteroplasenta terdiri atas jaringan fetus yang berasal dari kantung korion dan jaringan maternal yang berasal dari endometrium. Pada plasenta matur, aspek fetus disebut lempeng korion. Daerah ini membawa pembuluh darah korion janin, merupakan cabang radial dari pembuluh darah umbilikal. Aspek maternal plasenta disebut lempeng basal. Di antara dua daerah ini terdapat rongga intervilli yang mengandung unit fungsional utama plasenta, mempunyai cabang yang luas dan melekat erat

(21)

dengan struktur villi yang mengandung pembuluh darah fetus. Pada daerah terminal villi korionik terjadi pertukaran fetomaternal dalam jumlah besar. Rongga intervilli seluruhnya dilapisi oleh sinsitium multi inti yang disebut sinsitiotropoblas. Sirkulasi darah ibu masuk ke rongga ini melalui arteri spiralis pada endometrial, membasahi villi dan aliran balik melalui vena endometrial. Darah fetus yang kurang oksigen akan melalui dua arteri umbilikal dan cabang arteri korionik menuju sistem arteriokapilervena yang luas dalam villi korionik. (gambar 1A). Darah fetus yang kaya oksigen pada kapiler kembali ke fetus melalui berbagai vena korionik dan satu vena umbilikal.

Gambar 1. Gambaran presentatif sirkulasi fetoplasenta (A), garis putus-putus menunjukkan potongan melintang villi korionik pada usia kehamilan 10 minggu (B), potongan melintan villi korionik pada kehamilan aterm (C).

(22)

Dikutip dari Pijnenborg R B. MEMBRAN PLASENTA

Terminologi membran plasenta (kadang disebut barier plasenta) mengacu pada lapisan sel yang memisahkan darah maternal pada rongga intervilli dan darah fetus pada pembuluh darah inti villi. Awalnya membran plasenta terdiri atas empat lapis, maternal menutupi sinsitiotropoblas, lapisan sel sitotropoblas, jaringan ikat villi dan endotel yang melapisi kapiler (gambar 1B). Dalam kurun waktu 20 minggu lapisan sel sitotropoblas villi-villi menipis dan menghilang. Sesudahnya, pada hampir seluruh villi korionik, membrannya terdiri dari tiga lapis dan pada beberapa area menjadi sangat tipis seperti sinsitiotropoblas menuju kontak langsung dengan endotel kapiler fetus (gambar 1C). Lalu pada posisi ini darah maternal dan fetus menjadi sangat dekat (sedekat 2-4 µm).

C. MEMBRAN FETUS

Membran fetus melingkupi fetus selama kehamilan dan pada akhirnya menjalani ruptur selama persalinan kala I. Terdiri atas amnion yang melapisi fetus dan korion yang menghadap ibu. Amnion terdiri lima lapisan yang berbeda. Lapisan paling dalam adalah epitel amniotik, yang berhubungan langsung dengan cairan amnion pada satu sisi dan membran basal di sisi

(23)

lainnya. Lapisan lainnya terdiri atas lapisan padat, lapisan fibroblas, dan lapisan spons atau intermediate. Korion terdiri atas lapisan retikular, membran basal dan daerah sel tropoblas yang saat aterm melekat kuat dengan jaringan desidual maternal. Seperti plasenta, membran fetus berperan integral pada perkembangan fetus dan kemajuan kehamilan. Sebagai tambahan terhadap aktifitas pengaturan autokrin, membran mensekresikan suatu substansi ke dalam cairan amnion, mempengaruhi homeostasis cairan amnion dan terhadap uterus, yang mana dapat mempengaruhi fisiologi selular maternal. Membran juga berperan melindungi fetus akan infeksi ascending dari saluran reproduksi.

D. Pembentukan dan Fisiologi Plasenta

Villi terdapat diseluruh permukaan blastosis. Dengan semakin membesarnya blastosis, desidua superfisial (desidua kapsularis) akan tertekan dan kehamilan semakin mengembang kearah dalam cavum uteri.

(24)

Perkembangan desidua kapsularis secara bertahap memangkas sirkulasi yang melaluinya. Hal ini akan menyebabkan atrofi dan hilangnya viili yang bersangkutan. Permukaan blastosis menjadi halus dan bagian korion ini disebut Chorion Laeve. Pada sisi yang berlawanan, villi mengalami pertumbuhan dan pembesaran dan disebut sebagai Chorion Frondusum. Dengan semakin luasnya ekspansi blastosis, desidua kapsularis menempel dengan desidua vera dan cavum uteri menjadi obliterasi Trofoblas primitif chorion frondusum melakukan invasi desidua. Pada proses ini, kelenjar dan stroma akan rusak dan pembuluh darah maternal yang kecil akan mengalami dilatasi membentuk sinusoid. Trofoblas mengembangkan lapisan seluler yang disebut sitotrofoblas dan lapisan sinsitium yang disebut sinsitiotrofoblas.

Struktur yang disebut villi chorialis ini terendam dalam darah ibu. Dengan kehamilan yang semakin lanjut, struktur viili chorialis menjadi semakin komplek dan viili membelah dengan cepat untuk membentuk percabangan-percabangan dimana cabang vasa umbilkalis membentuk percabangan yang berhubungan erat dengan permukaan epitel trofoblas. Sebagian besar cabang villi chorialis yang disebut sebagai villi terminalis mengapung dengan bebas dalam darah ibu sehingga memungkinkan terjadinya tarnsfer nutrien dan produk sisa

(25)

metabolisme. Sejumlah villi melekat pada jaringan maternal dan disebut sebagai "anchoring villi".

Struktur dan hubungan villi terminalis dapat dipelajari dengan melihat gambar penampangnya. Dengan semakin lanjutnya kehamilan, hubungan antara vaskularisasi trofoblas dan maternal menjadi semakin erat. Trofoblas mengalami migrasi kedalam arteri spiralis maternal yang berasal dari ruang intervillous. Perubahan fisiologi yang berakibat dilatasi arteri maternal 1/3 bagian dalam miometrium. Perubahan ini berakibat konversi pasokan darah uteroplasenta kedalam vaskularisasi yang bersifat “low resistance – high flow vascular bed” yang diperlukan untuk tumbuh kembang janin intra uterin. Kegagalan invasi trofoblas akan menyebabkan penyakit hipertensi dalam kehamilan (HDK) atau pertumbuhan janin terhambat (PJT).

Dengan semakin lanjutnya kehamilan maka transfer nutrien – sisa metabolisme – hormon dan CO serta O2 plasenta akan semakin meningkat dimana struktur pemisah antara sirkulasi ibu dan anak menjadi semakin tipis. Tidak ada hubungan langsung antara kedua jenis sirkulasi dan “placental barrier” pada akhir kehamilan terletak di microvilli sinsitiotrofoblas yang memperluas permukaan transfer nutrien dan lain lain. Selanjutnya, sinsitiotrofoblas dan mesoderm janin akan semakin tipis dan vas dalam villus mengalami dilatasi.

(26)

Plasenta yang sudah terbentuk sempurna berbentuk cakram yang berwarna merah dengan tebal 2 -3 cm pada daerah insersi talipusat. Berat saat aterm ± 500 gram.

Tali pusat berisi dua arteri dan satu vena dan diantaranya terdapat ‘Wharton Jelly’ yang bertindak sebagai pelindung arteri dan vena sehingga talipusat tidak mudah tertekan atau terlipat, umumnya berinsersi di bagian parasentral plasenta.

E. FUNGSI PLASENTA

Fungsi plasenta bagi janin : 1. Organ respirasi

2. Organ transfer nutrisi dan ekskresi 3. Organ untuk sintesa hormon

Diperkirakan pula memiliki peranan sebagai barier imunologis yang melindungi janin dari reaksi penolakan oleh sistem imunologi maternal. Transportasi bahan melalui plasenta berlangsung melalui

a. Transportasi pasif :

1) Difusi sederhana [simple diffusion]

2) Difusi dengan fasilitas [facilitated diffusion] b. Transportasi aktif:

1) Reaksi enzymatic 2) Pinocytosis

(27)

Mekanisme diatas memerlukan energi dan kecepatan metabolisme plasenta sebanding dengan yang terjadi pada hepar atau ginjal.

F. FUNGSI RESPIRASI

Vaskularisasi yang luas didalam villi dan perjalanan darah ibu dalam ruang intervilus yang relatif pelan memungkinkan pertukaran oksigen dan CO2 antara darah ibu dan janin melalui difusi pasif. Pertukaran diperkuat dengan saturasi dalam ruang intervilus sebesar 90 – 100% dan PO2 sebesar 90 – 100 mmHg.

Setelah kebutuhan plasenta terpenuhi, eritrosit janin mengambil oksigen dengan saturasi 70% dan PO2 30 – 40 mmHg, sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan janin. CO2 melewati plasenta dengan difusi pasif. Ion Hidrogen, bicarbonate dan asam laktat dapat menembus plasenta melalui difusi sederhana sehingga status keseimbangan asam-basa antara ibu dan anak sangat berkaitan erat. Oleh karena transfer berlangsung perlahan, janin dapat melakukan “buffer” pada kejadian penurunan pH, kecuali bila asidosis maternal

(28)

diperberat dengan dehidrasi atau ketoasidosis sebagaimana yang terjadi pada partus lanjut dimana janin dapat mengalami asidosis.

Efisiensi pertukaran ini tergantung pada pasokan darah ibu melalui arteri spiralis dan fungsi plasenta. Bila pasokan darah ibu terbatas seperti yang terjadi pada penyakit hipertensi dalam kehamilan, penuaan plasenta sebelum saatnya, kehamilan postmatur, hiperaktivitas uterus atau tekanan tali pusat, maka ketoasidosis pada janin dapat terjadi secara terpisah dari

asidosis maternal.

G. TRANSFER NUTRIEN

Sebagian besar nutrien mengalami transfer dari ibu ke janin melalui metode transfer aktif yang melibatkan proses enzymatik. Nutrien yang komplek akan dipecah menjadi komponen sederhana sebelum di transfer dan mengalami rekonstruksi ulang pada villi chorialis janin. Glukosa sebagai sumber energi utama bagi pertumbuhan janin (90%), 10% sisanya diperoleh dari asam amino. Jumlah glukosa yang mengalami transfer meningkat setelah minggu ke 30. Sampai akhir kehamilan, kebutuhan glukosa kira-kira 10 gram per kilogram berat janin, kelebihan glukosa dikonversi menjadi glikogen dan lemak.

(29)

Glikogen disimpan di hepar dan lemak ditimbun disekitar jantung, belakang skapula. Pada trimester akhir, terjadi sintesa lemak 2 gram perhari sehingga pada kehamilan 40 minggu 15% dari berat janin berupa lemak. Hal ini menyebabkan adanya cadangan energi sebesar 21.000 KJ dan diperlukan untuk fungsi metabolisme dalam regulasi suhu tubuh janin pada hari-hari pertama setelah lahir. Pada bayi preterm atau dismatur, cadangan energi lebih rendah sehingga akan menimbulkan permasalahan. Lemak dalam bentuk asam lemak bebas sulit untuk di transfer. Lemak yang mengalami proses transfer di resintesa kedalam bentuk fosfat dan lemak lain dan disimpan dalam jaringan lemak sampai minggu ke 30. Setelah itu, hepar janin memiliki kemampuan untuk sintesa lemak dan mengambil alih fungsi metabolisme.

H. TRANSFER OBAT

Transfer obat melalui plasenta tidak berbeda dengan nutrien lain pada umumnya. Kecepatan transfer dipengaruhi oleh kelarutan dari molekul ion didalam lemak dan ketebalan trofoblas. Pada paruh kedua kehamilan, trofoblas menjadi tipis dan area plasenta bertambah luas sehingga transfer obat dapat berlangsung lebih mudah. Obat ilegal (narkotika, cocain dan marihuana) yang dikonsumsi oleh ibu hamil dapat melewati plasenta dan dapat mengganggu perkembangan janin. Dampak

(30)

dari hal ini sulit ditentukan oleh karena selain obat ilegal, pasien biasanya juga adalah perokok atau peminum alkohol. Pertumbuhan janin cenderung terhambat dan mengalami kelainan kongenital tertentu, Seringkali mengakibatkan terjadinya persalinan preterm dan anak yang dilahirkan dapat menunjukkan sindroma withdrawal.

I. FUNGSI ENDOKRIN PLASENTA

Sejumlah besar hormon dihasilkan oleh plasenta. Termasuk diantaranya hormon yang analog dengan hormon hipotalamus dan hipofisis serta hormon steroid. Sejumlah produk juga dihasilkan oleh plasenta. Beberapa diantaranya adalah glikoprotein seperti misalnya Pregnancy Associated Protein A B C dan D, Pregnancy Specific Glycoprotein (SP1) dan Placental Protein 5 (PP5). Peran dari bahan ini dalam kehamilan masih belum jelas.

Hormon Properti

Human Chorionic Somatotropin – hCS

Serupa dengan Growth Hormon dan Prolaktin

Human Chorionic Gonadotropin – hCG

Stimulasi steroidogenesis adrenal dan plasenta. Analog LH

Human Chorionic Gonadotropin –

hCT Analog dengan Thyrotropin

Corticotropin Releasing Hormon

(31)

Estrogen Komplek. Stimulasi aliran darah dan pertumbuhan uterus

Progestogen Implantasi dan relaksasi otot polos Adrenocorticoid Induksi sistem ensim dan maturasi

janin

Sejumlah produk plasenta dan metabolisme janin dapat digunakan untuk skrining penyakit janin. Pengukuran alfafetoprotein yang dihasilkan oleh hepar, usus dan yolc sac janin dapat digunakan untuk deteksi sejumlah kelainan anatomi. Bersama dengan penentuan serum hCG maternal, dapat diperhitungkan terjadinya trisomi.

VI. PERSALINAN

A. PENGERTIAN

1. ·Suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Sarwono, 1999: 180)

2. Suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uteri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 1998: 134)

B. FAKTOR DIMULAINYA PERSALINAN

Faktor penyebab dimulainya persalinan Menurut Wiknjosastro (2007) faktor penyebab dimulainya persalinan adalah :

(32)

1. Hormonal

Satu hingga dua minggu terjadi penurunan hormon estrogen dan progesterone. Progesterone berfungsi sebagai relaksasi otot polos, sehingga aliran darah berkurang dan dapat menyebabkan pengeluaran ptostaglandin merangsang dilepaskannya oksitosin. Faktor ini yang menyebabkan kontraksi uterus.

2. Faktor syaraf

Pembesaran janin dan dan masuknya janin ke panggul akan menekan dan menggesek ganglion servikalis yang dapat menimbulkan kontraksi uterus.

3. Faktor kekuatan plasenta

Penurunan hormon progesterone dan estrogen disebabkan karena plasenta yang mengalami degenerasi. 4. Faktor nutrisi

Hasil konsepsi segera dikeluarkan dikarenakan suplai nutrisi yang berkurang.

5. Faktor partus

Partus dapat sengaja ditolong dengan menggunakan oksitosin, amniotomo gagang laminaria.

VII. NIFAS

A. PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA NIFAS

Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis pada ibu. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, di mana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan

(33)

semangat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter, bidan maupun perawat ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa nifas ini (Bobak, 2009). Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan keluarganya, seorang bidan atau perawat harus memahami dan memiliki pengetahauan tentang perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa nifas ini dengan baik.

1. Perubahan Sistem Reproduksi

Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genitalia ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya, perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut :

a. Perubahan uterus

Pengerutan uterus merupakan suatu proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasenta site) sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali

(34)

pada ukuran sebelum hamil (Suherni, et al. 2009). Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil di sebut involusi.

Segera setelah persalinan bekas implantasi plasenta berupa luka kasar dan menonjol ke dalam cavum uteri. Penonjolan tersebut diameternya kira-kira 7,5 cm. Sesudah 2 minggu diameternya berkurang menjadi 3,5 cm. Pada minggu keenam mengecil lagi sampai 2,4 cm, dan akhirnya akan pulih. Di samping itu, di cavum uteri keluar cairan sekret di sebut lokia. Ada berapa jenis lokia menurut Suherni, et al. (2009) yakni: lokia rubra/kruenta (merah): merupakan cairan bercampur darah dan sisa-sisa penebalan dinding rahim (desidua) dan sisa-sisa penanaman plasenta (selaput ketuban), berbau amis. Lokia rubra berwarna kemerah-merahan dan keluar sampai hari ke-3 atau ke-4, Lokia sanguinoleta: warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan, lokia serosa: berwarana kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari 7-14 pasca persalinan, lokia alba: cairan putih yang terjadi pada hari setelah 2 minggu, lokia parulenta: Ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk, lokiaotosis: lokia tidak lancar keluarnya.

(35)

b. Perubahan vagina dan perineum

Perubahan vagina dan perineum pada masa nifas ini terjadi pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul ragae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.

Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi agak bengkak/edema/memar dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomi, yaitu sayatan untuk memperluas pengeluaran bayi. Proses penyembuhan luka episiotomi sama seperti luka operasi lain. Perhatikan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi seperti nyeri, merah, panas, bengkak atau keluar cairan tidak lazim. Penyembuhan luka biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan (Suherni, et al. 2009). Vagina yang semula teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir.

c. Organ Otot Panggul

Otot panggul pada masa nifas juga mengalami perubahan. Struktur dan penopang otot uterus dan vagina dapat mengalami cedera selama waktu

(36)

melahirkan. Hal ini dapat meyebabkan relaksasi panggul, yang berhubungan dan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul yang menopang uterus, dinding vagina, rektum, uretra dan kandung kemih (Bobak, 2009). Jaringan penopang dasar panggul yang teregang saat ibu melahirkan akan kembali ke tonus semula setelah enam bulan.

d. Serviks

Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan dan 18 jam setelah melahirkan serviks akan kembali ke bentuk semula dan konsistensinya menjadi lebih padat kembali.

2. Perubahan pada Sistem Pencernaan

Ibu postpartum setelah melahirkan sering mengalami konstipasi. Hal ini umumnya disebabkan karena makanan padat dan kurangnya berserat selama persalian. Di samping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada perineum, jangan sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri. Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah persalian. Bilamana masih juga terjadi konstipasi dan BAB mungkin keras dapat diberikan obat laksan peroral atau per rektal. 3. Perubahan Perkemihan

Pada masa nifas, sistem perkemihan juga mengalami perubahan. Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu setelah melahirkan, tergantung pada

(37)

keadaan/status sebelum melahirkan. Menurut Saleha (2009) pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah melahirkan.

4. Perubahan Tanda-Tanda Vital pada Masa Nifas

Pada ibu pasca persalinan, terdapat beberapa perubahan tanda-tanda vital sebagai berikut:

a. Suhu: selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkatkan menjadi 38C, sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal. Jika terjadi peningkatan suhu 38C yang menetapkan 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama postpartum), infeksi saluran kemih, edometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain.

b. Nadi: Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Keadaan ini bisa berhubungan dengan penurunan usaha jantung, penurunan volume darah yang mengikuti pemisahan plasenta dan kontraksi uterus dan peningkatan stroke volume. Takhikardi kurang sering terjadi, bila terjadi hubungan peningkatan kehilangan darah.

(38)

c. Tekanan darah: selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi orthostik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Penurunan tekanan darah bisa mengindikasikan penyesuain fisiologis terhadap penurunan tekanan intrapeutik atau adanya hipovolemia sekunder yang berkaitan dengan hemorhagi uterus.

d. Pernapasan: fungsi pernapasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).

5. Perubahan dalam Sistem Kardiovaskuler

Pada kehamilan terjadi peningkatan sirkulasi volume darah yang mencapai 50%. Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilanagn daarh selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravasekuler (Bobak, et.al 2005). Mentoleransi kehilangan darah pada saat melahirkan perdarahan pervaginam normalnya 400-500 cc. Sedangkan melalui seksio caesaria kurang lebih 700-1000 cc. Bradikardia (dianggap normal), jika terjadi takikardia dapat merefleksikan adanya kesulitan atau persalinan lama dan darah yang keluar lebih dari normal atau

(39)

perubahan setelah melahirkan (Saleha, 2009). Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun mencapai volume darah sebelum hamil.

6. Perubahan dalam sistem Endokrin

Sistem endrokrin mengalami perubahan secara tiba-tiba selama kala IV persalinan dan mengikuti lahirnya plasenta. Menurut Maryunani (2009) selama periode postpartum, terjadi perubahan hormon yang besar. Selama kehamilan, payudara disiapkan untuk laktasi (hormon estrogen dan progesteron) kolostrum, cairan payudara yang keluar sebelum produksi susu terjadi pada trimester III dan minggu pertama postpartum. Pembesaran mammae/payudara terjadi dengan adanya penambahan sistem vaskuler dan limpatik sekitar mammae. Waktu yang dibutuhkan hormon-hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagai ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak. Cairan menstruasi pertama setelah melahirkan biasanya lebih banyak dari normal, dalam 3 sampai 4 sirkulasi, seperti sebelum hamil.

7. Perubahan Berat Badan

Kehilangan/penurunan berat badan pada ibu setelah melahirkan terjadi akibat lahir atau keluarnya bayi, plasenta dan cairan amnion atau ketuban. Pada minggu

(40)

ke-7 sampai ke-8, kebanyakan ibu telah kembali ke berat badan sebelum hamil, sebagian lagi mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk kembali ke berat badan semula.

VIII. FISIOLOGI LAKTASI

Laktasi adalah suatu proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI yang membutuhkan calon ibu yang siap secara psikologi dan fisik, kemudian bayi yang telah cukup sehat untuk menyusu, serta produksi ASI yang telah disesuaikan dengan kebutuhan bayi, dimana volume ASI 500-800 ml/hari. Ketika bayi menghisap payudara, hormon yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir dari dalam alveoli melalui saluran susu menuju ke reservoir susu yang berlokasi dibelakang aerola lalu ke dalam mulut bayi. Pengaruh hormonal bekerja melalui dari bulan ketiga kehamilan dimana tubuh wanita memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara. ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garamgaram organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. Perawatan payudara dimulai dari kehamilan bulan 7-8 memegang peran penting dalam menentukan berhasilnya menyusui bayi. Dengan perawatan payudara yang baik, ibu tidak perlu khawatir

(41)

bentuk payudaranya akan cepat berubah sehingga kurang menarik dan puting tidak akan lecet sewaktu dihisap bayi.

A. HORMON YANG MEMPENGARUHI LAKTASI

Hormon-hormon yang mempengaruhi pembentukan ASI adalah sebagai berikut : Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara:

1. Progesteron : mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi secara besar-besaran.

2. Estrogen : menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui. Karena itu, sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.

3. Prolaktin : merupakan suatu hormon yang disekresi oleh glandula pituitari. Hormon ini memiliki peran penting untuk memproduksi ASI, dan meningkat selama kehamilan. Peristiwa lepas atau keluarnya plasenta pada ahir proses persalinan akan membuat kadar estrogen dan progesteron berangsur-angsur menurun sampai tingkat dapat dilepaskan dan

(42)

diaktifkanya prolaktin. Peningkatan prolaktin akan menghambat ovulasi. Kadar paling tinggi adalah ada malam hari dan penghentian pertama pemberian air susu dilakukan pada malam hari.

4. Oksitosin : mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let -down / milk ejection reflex.

5. Human Placental Lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan areola sebelum melahirkan.Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap memproduksi ASI. Namun, ASI bisa juga diproduksi tanpa kehamilan (induced lactation).

B. SIKLUS LAKTASI

1. Laktogenesis stadium 1 (kehamilan) : penambahan dan pembesaran lobulus alveolus.

2. Laktogenesis stadium 2 (akhir kehamilan 2-3 hari postpartum) : produksi ASI

3. Laktogenesis stadium 3 (galaktopoeisis) : mulai 40 hari setelah berhenti menyusui.

(43)

C. PROSES PEMBENTUKAN LAKTOGENESIS

Laktogenesis I : Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase Laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron yang tinggi mencegah produksi ASI sebenarnya. Tetapi bukan merupakan masalah medis apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum sebelum lahirnya bayi, dan hal ini juga bukan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI sebenarnya nanti.

Laktogenesis II : Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron, estrogen, dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase Laktogenesis II. Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga 6 pagi, namun level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.

(44)

Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam proses ini, namun peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, tetapi biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-3 hari) setelah melahirkan. Artinya, memang produksi ASI sebenarnya tidak langsung setelah melahirkan. Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya. Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi daripada ASI sebenarnya, khususnya tinggi dalam level immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA ini juga mencegah alergi makanan. Dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan-pelan hilang dan tergantikan oleh ASI sebenarnya.

Laktogenesis III : Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Fase ini dinamakan Laktogenesis III. Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan banyak pula. Penelitian berkesimpulan bahwa apabila payudara dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan

(45)

taraf produksi ASI. Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan. D. REFLEKS PROLAKTIN

Refleks pembentukan atau produksi ASI. Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf akan memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam aliran darah. Prolaktin memacu sel kelenjar untuk sekresi ASI. Makin sering bayi menghisap makin banyak prolaktin dilepas oleh hipofise, makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelanjar, sehingga makin sering isapan bayi, makin banyak produksi ASI, sebaliknya berkurang isapan bayi menyebabkan produksi ASI kurang. Mekanisme ini disebut mekanisme “supply and demand”. Efek lain dari prolaktin yang juga penting adalah menekan fungsi indung telur (ovarium). Efek penekanan ini pada ibu yang menyusui secara eksklusif adalah memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Dengan kata lain, memberikan ASI eksklusif pada bayi dapat menunda kehamilan.

E. REFLEKS OKSITOSIN

Reflek pengaliran atau pelepasan ASI (let down reflex) setelah diproduksi oleh sumber pembuat susu, ASI akan dikeluarkan dari sumber pembuat susu dan dialirkan ke

(46)

saluran susu. Pengeluaran ASI ini terjadi karena sel otot halus di sekitar kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI untuk keluar. Penyebab otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon yang dinamakan oksitoksin. Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf memacu hipofise posterior untuk melepas hormon oksitosin dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel myoepithel yang mengelilingi alveoli dan duktuli untuk berkontraksi, sehingga mengalirkan ASI dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan puting. Dengan demikian sering menyusui penting untuk pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement (payudara bengkak), tetapi justru memperlancar pengaliran ASI.

F. REFLEKS LAKTASI

Pada proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan reflek saliran yang timbul akibat perangsangan puting susu dikarenakan isapan bayi.

Pada saat menyusui akan terjadi beberapa refleks pada ibu dan bayi yang penting pengaruhnya terhadap kelancaran menyusui. Refleks yang terjadi pada ibu yaitu rangsangan yang terjadi sewaktu bayi menghisap puting susu diantaranya :

(47)

Refleks prolaktin : (rangsangan ke otak untuk mengeluarkan hormon prolaktin), hormon ini akan merangsang sel-sel kelenjar payudara untuk memproduksi ASI. Makin sering bayi menghisap, makin banyak prolaktin yang lepas makin banyak pula ASI yang diproduksi. Maka cara yang terbaik mendapatkan ASI dalam jumlah banyak adalah menyusui bayi sesering mungkin atau setidaknya menempelkan puting susu ibu pada mulut bayi untuk bisa dihisap bayinya. Saat lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen dan progesterone juga berkurang.

Hisapan bayi akan merangsang puting susu dan payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemicu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin walau ada

(48)

isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung.

Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke 2–3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin akan meningkat dalam keadaan seperti : stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan rangsangan puting susu.

Gambar

Gambar 1. Gambaran   presentatif   sirkulasi   fetoplasenta   (A),   garis putus-putus menunjukkan potongan melintang villi korionik pada usia kehamilan 10 minggu (B), potongan melintan villi korionik pada kehamilan aterm (C)

Referensi

Dokumen terkait

Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi daerah bidang kesehatan ditinjau dari segi rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah

Penelitian ini merupakan Pengembangan Aplikasi Multimedia Pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa melalui pembelajaran menggunakan Multimedia

Simpulan pada aplikasi klasifikasi jenis buah jeruk ini dapat menganalisis permasalahan yang ada pada sistem dapat mempercepat dan mempermudah kita untuk mengetahui

Oleh karena itu, peneliti sangat antusias untuk meneliti Hubungan Sikap Keterbukaan Guru dengan Motivasi Belajar Siswa pada Bidang Studi IPS Ekonomi Kelas VIII di SMP Negeri

lebih kecil dari nilai t tabel , maka pendidikan karakter sangat berpengaruh besar terhadap motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran IPS terpadu di MTs N

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas limpahan kasih dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan penyusunan laporan yang

Maka Pejabat Pengadaan Sekretariat dan Bidang Bina Program Pada Dinas Pekerjaan

Analisis data merupakan langkah yang paling penting di dalam proses penelitian. Data yang telah terkumpul tersebut diolah dengan menggunakan analisis