BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Kehamilan Normotensi
Suatu kehamilan dikatakan normotensi bila mempunyai tekanan
darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg yang
diukur dengan tensimeter air raksa yang telah ditera dan diukur dua kali
selang 4 jam setelah penderita istirahat dalam posisi duduk (Cunningham,
Leveno, Bloom, 2010)
2.4. Preeklamsia 2.4.1. Terminologi
1. Hipertensi dalam Kehamilan
2. Preeklamsia-Eklamsia
2.4.2. Klasifikasi umum
Disadur dari Report on the National High Blood Pressure Education
Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy:
1. Hipertensi kronik, yaitu hipertensi yang didapatkan sebelum
kehamilan, dibawah 20 minggu umur kehamilan, dan hipertensi tidak
menghilang setelah 12 minggu paska persalinan.
2. Preeklamsia-eklamsia, yaitu hipertensi dan proteinuria yang
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia, yaitu hipertensi
kronik yang disertai proteinuria.
4. Hipertensi gestasional, yaitu timbulnya hipertensi pada kehamilan
yang tidak disertai proteinuria hingga 12 minggu pasca persalinan.
Bila hipertensi menghilang setelah 12 minggu persalinan, maka dapat
disebut juga “Hipertensi transien”.
2.4.2.1. Penjelasan
Hipertensi adalah timbulnya desakan darah sistolik 140 mmHg
dan diastolik 90 mmhg, diukur dua kali selang 4 jam setelah penderita
istirahat. Kenaikan sistolik/diastolik 30 mmHg/15 mmHg tidak dipakai lagi
sebagai kriteria hipertensi, karena kadar proteinuria berkorelasi dengan
harga nominal desakan darah.
Proteinuria: (a) adanya protein 30 mg/per liter dari urin tengah,
acak, (b) adanya protein 30 mg dalam 24 jam produksi urin, (c) dengan
memakai “dipstick”.Edema tungkai tidak dipakai lagi sebagai kriteria
hipertensi dalam kehamilan, kecuali edema anasarka.
2.4.2.2. Faktor resiko preeklamsia
Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia
1. Resiko yang berhubungan dengan partner laki adalah: (a)
primigravida, (b) primipaterniti, (c) umur yang ekstrim: terlalu muda
atau terlalu tua untuk kehamilan, (d) partner laki yang pernah
(e) pemaparan terbatas terhadap sperma, (f) inseminasi donor dan
donor oocyte.
2. Resiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan
riwayat penyakit keluarga adalah: (a) riwayat pernah preeklamsia, (b)
hipertensi kronik, (c) penyakit ginjal, (d) obesitas, (e) diabetes
gestasional, diabetes mellitus tipe I (f) antiphospholipid antibodies dan
hiperhomocysteinemia.
3. Resiko yang berhubungan dengan kehamilan adalah: (a) mola
Hidatidosa, (b) kehamilan multipel, (c) infeksi saluran kencing pada
kehamilan, (d) hydrops fetalis (HKFM, 2005).
2.4.3. Klasifikasi klinik
Disadur dari Report on the National High Blood Pressure Education
Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy:
1. Hipertensi Gestasional
Didapatkan desakan darah 140/90 mmHg untuk pertama kalinya
pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah
kembali normal <12 minggu paska persalinan.
2. Preeklamsia
Kriteria minimum: Desakan darah 140/90 mmHg setelah umur
kehamilan 20 minggu, disertai dengan proteinuria 300 mg/24 jam
3. Eklamsia
Kejang-kejang pada preeclampsia disertai koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
Timbulnya proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah
mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah
kehamilan 20 minggu.
5. Hipertensi kronik
Ditemukannya desakan darah 140/90 mmHg, sebelum kehamilan
atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12
minggu pasca persalinan.
2.4.4. Cara menegakkan diagnosis 2.4.4.1. Riwayat penyakit
Dilakukan anamesis pada pasien/keluarganya jika: (a) adanya
gejala-gejala: nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas di muka,
dyspneu, nyeri dada, mual muntah, kejang, (b) penyakit terdahulu: adanya
hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi
hormonal, penyakit ginjal, dan infeksi saluran kencing, (c) riwayat penyakit
keluarga: ditanyakan riwayat kehamilan dan penyulitnya pada ibu dan
saudara perempuannya, (d) riwayat gaya hidup: keadaan lingkungan
2.4.4.2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah: (a) kardiovaskuler:
evaluasi desakan darah, suara jantung, pulsasi perifer, (b) paru: auskultasi
paru mendiagnosis edema paru, (c) abdomen: palpasi untuk menentukan
adanya nyeri pada hepar. Evaluasi keadaan rahim dan janinnya, seperti:
(a) refleks: adanya klonus, (b) fundoskopi: untuk menentukan adanya
retinopati grade I-III.
2.4.4.3. Pada pelayanan kesehatan primer
Dokter umum dan bidan dapat melakukan pemeriksaan diagnostik
dasar: (a) pengukuran desakan darah dengan cara yang standar, (b)
mengukur proteinuria, (c) menentukan edema anasarka, (d) menentukan
tinggi fundus uteri untuk mendeteksi dini IUGR, (e) pemeriksaan
funduskopi.
2.4.5. Preeklamsia ringan 2.4.5.1. Definisi klinik
Preeklamsia ringan adalah sindroma spesifik kehamilan dengan
penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi
2.4.5.2. Kriteria diagnostik
a. Desakan darah: 140/90 mmHg -- < 160/110 mmHg
Kenaikan desakan sistolik 30 mmHg dan kenaikan desakan diastolik
15 mmHg, tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklamsia,
tetapi perlu observasi yang cermat
b. Proteinuria: 300 mg/24 jam jumlah urine atau dipstik: 1+
c. Edema: lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik
kecuali anasarka (HKFM, 2005; Sibai, Stella, 2009).
2.4.6. Preeklamsiaberat
Preeklamsia berat ialah preeklamsia dengan salah satu atau lebih
gejala dan tanda dibawah ini (Cunningham, 2010):
a. Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik 160
mmHg dan desakan diastolik 90 mmHg
b. Proteinuria: 5 gr/jumlah urine selama 24 jam. Atau dipstick: 4+
c. Oliguria: produksi urin < 400-500 cc/24 jam
d. Kenaikan kreatinine serum
e. Edema paru dan cyanosis
f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen:
disebabkan teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala
awal rupture hepar.
g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala,
h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino
transferase
i. Hemolisis mikroangiopatik
j. Trombositopenia: < 100.000 cell/mm3
k. Sindroma HELLP
2.4.7. Eklamsia
Eklamsia ialah preeklamsia yang disertai dengan kejang
tonik-klonik disusul dengan koma (HKFM, 2005; Sibai, Stella, 2009).
2.4.7.1. Faktor predisposisi
Etiologi preeklamsia masih belum diketahui secara pasti dan
beberapa faktor resiko dapat meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia
misalnya primigravida, kehamilan multipel, obesitas, usia yang terlalu
muda atau terlalu tua, riwayat kehamilan terdahulu dengan preeklamsia,
DM gestasional dan hipertensi penyakit ginjal (HKFM, 2005; Sibai, Stella,
2009).
2.4.7.2. Etiologi dan patogenesis
Pre-eklampsia dianggap sebagaisalah satu masalah kesehatan
yang paling signifikan pada kehamilanmanusia, dengan komplikasi sekitar
±6-8% dari seluruh kehamilan lebih dari 20 minggu. Penyakit ini adalah
salah satu penyebab utama gangguan pertumbuhan janin, morbiditas bayi
Meskipun kemajuan penelitian yang berkelanjutan, pre-eklampsia tetap
menjadi tantangan utama pada patofisiologinyadan manajemen.
Pengetahuan tentang patofisiologi dari pre-eklampsia telah berubah
secara dramatis selama bertahun-tahun. Selama berabad-abad itu
dianggap sebagai gangguan kejang sederhana, sebagai akibat dari
gangguan ginjal atau hipertensi. Hari ini, telah disimpulkan sebagai
sebuah gangguan multi sistem dengan disfungsi vaskular di pusatnya.
Dahulu, pre-eklampsia didefinisikan sebagai tiga serangkai hipertensi,
proteinuria dan edema patologis selama kehamilan. Ini adalah suatu
kondisi yang berkembang lebih umum pada wanita nulipara dan
postpartum. Regresi hemodinamik pre-eklampsia ditandai oleh
berkurangnya volume darah dengan hemokonsentrasi dan konsekuensi
perubahan rheologi dan vasokonstriksi dengan peningkatan resistensi
perifer (Uzan, 2011).
Etiologi dan patogenesis dari sindroma preeklamsia masih belum
jelas diketahui. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang
dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:
(1) teori kelainan vaskularisasi plasenta; (2) teori iskemia plasenta, radikal
bebas, dan disfungsi endotel; (3) teori intoleransi imunologik antara ibu
dan janin; (4) teori adaptasi kardiovaskuler; (5) teori defisiensi genetik; (6)
teori defisiensi gizi; (7) teori inflamasi.
Namun dijumpai bukti penting bahwa terjadi manifestasi
dijumpai berbagai keadaan patologis pada beberapa sistem organ yang
diakibatkan perubahan pada maternal vaskular endotelium.
Aktivasi sel endotel tampaknya merupakan permasalahan utama
pada patogenesis preeklamsia. Studi pada masyarakat menunjukkan
bahwa pre-eklampsia lebih umum terjadi ketika disparitas immunogenetik
antara ibu dan janin adalah terbesar. Juga, wanita dengan gangguan
kekebalan tubuhkarena infeksi human immunodeficiency virus (HIV)yang
ditemukan memiliki resiko signifikan lebih rendah dari untuk menjadi
preeklamsia dibandingkan kontrol. Oleh karena itu, pemahaman proses
plasentasi dengan fitur khusus dalam spesies manusia dan mempelajari
perubahan dalam proses ini dipandang oleh banyak peneliti sebagai kunci
untuk memahami pre-eklampsia.Selama plasentasi yang normal pada
manusia, dengan sel sitotrofoblas ekstravili di minggu-minggu awal
kehamilan menjadi ekstensif memasuki desidua dan berdekatan dengan
miometrium dari tempat melekatnya plasenta. Sitotrofoblas ini mengalir
kedalam pembuluh darah spiral, menghancurkan dan akhirnya
menggantikan endotelium pembuluh ibu. Proses itu berlanjut dengan
invasi dinding arteri, di mana mereka juga menghancurkan struktur elastis
dan otot dari pembuluh darah ibu. Setelah fase istirahat antara 14 dan
minggu ke-16 kehamilan, pada endovaskular kedua migrasi dari trofoblas,
kali ini dalam intramiometrial yang merupakan bagian dari arteri spiral,
mencapai sejauh pembuluh radial. Pada akhir proses, dinding pembuluh
darah ibu yang tipis dikonversi ke pembuluh darah saluran rahim-plasenta
mampu melebarkan secara pasif dan mengakomodasi peningkatan aliran
darah yang diperlukan untuk pengembangan kehamilan normal dan tidak
merespon rangsangan humoral atau neurogenik dalam rangka untuk
melindungi janin. Ada bukti dari bagian tubuh yang untuk mendukung
bahwa kegagalan dari proses normalplasentasi terjadi pada wanita
dikembangkan menjadi pre-eklampsia jauh sebelum terjadinya gejala
klinis (Kahn, 2009; Uzan, 2011).
Hipoksia plasenta bila berkelanjutan akan menyebabkan
pembebasan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk
lipid peroksidase pada sirkulasi darah ibu. Keadaan ini akan
menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu, suatu keadaan di mana
jumlah radikal bebas lebih dominan dibandingkan antioksidan (Robert,
2004). Peningkatan resistensi arteri uteirna juga memicu tingginya
sensitivitas terhadap vasokontriksi dan iskemia plasenta kronik yang
menambahkan morbiditas stres oksidatif. Stres oksidatif kemudian
memicu pelepasan radikal bebas dan sitokin proinflamasi yang dapat
menyebabkan disfungsi endotel seperti hiperpermeabilitas vaskular,
trombofilia, dan hipertensi, sebagaikompensasi penurunan aliran darah
arteri uterina karena vasokontriksi perifer (Uzan, 2011).
Disfungsi endothel menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan
produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin
dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti
endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II. Hal ini akan mengakibatkan
terjadinya vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan
kadar lipid peroksidase juga akan menyebabkan aktifnya sistem
koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan
thrombus. Disfungsi endothel yang terjadi berkelanjutan secara
keseluruhan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi dan kegagalan
organ sepertipada ginjal berupa hiperuricemia, proteinuria, dan gagal
ginjal; penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi;
dan oedema menyeluruh; pada darah dapat terjadi trombositopenia dan
koagulopati; pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi
hati; pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,
kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan; pada plasenta dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan solusio
plasenta (Cunningham, 2010).
2.4.7.3. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Gambar 3. Skema representasi invasi trofoblast terhadap arteri spiralis. Garis terputus menunjukkan invasi trofoblast ke pembuluh darah. Telah dijelaskan bahwa kegagalan invasi trofoblast ke arteri spiralis mengeluarkan zat-zat yang bersirkulasi secara luas dan menyebabkan kerusakan endotel menyeluruh (Lyall and Greer, 1996).
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh
darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri
arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang
arteri spiralis. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis
mengalami distensi dan dilatasi (Whitley, 2010).
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan “remodeling arteri spiralis”.Pada hipertensi dalam kehamilan
tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan
jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku
dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga
aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK
selanjutnya.Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah
500 mikron, sedangkan pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada
hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali
aliran darah ke utero-plasenta (Cunningham, 2010).
Melihat perkembangan embrio awal (Gambar 4) trofoblas adalah
keturunan sel pertama untuk membedakan pada tahap blastokista pada
sekitar 6 hari setelah pasca konsepsi (pc). Selanjutnya langkahdiferensiasi
jalur vili dan jalur ekstravili. Pada saat implantasi sinsitiotrofoblas awal
dihasilkan, yang meningkat dalam ukuran oleh mekanisme yang terus
menerus dari sel sitotrofoblas mononuklear. Sel yang terakhir terus
berproliferasi, diferensiasi, dan secara sinsisial menyatu dengan
sinsitiotrofoblas, sehingga meningkatkan dan mempertahankan lapisan
multinukleus selama kehamilan. Selama tahap awal pengembangan
sinsitiotrofoblas, lapisan ini invasif dan membantu menembus epitel rahim.
Hanya setelah beberapa hari cairan pertama mengisi ruang, dikenal
dengan perkembangan lakuna yang berkembang dan menyatu dan
merupakan pelopor dari ruangan intervilli (Huppertz, 2008).
Gambar 4. Awalmula perkembangan trofoblas (Hupperts, 2008).
Pada sekitar hari ke-12 P.C. sel-sel sitotrofoblas mulai menembus
massa sinsitiotrofoblas, bergerak terhadap cabang pertama yang
memperpanjang ke ruang intervili, sehingga mengakibatkan pembentukan
sel trofoblas vili. Hanya beberapa hari kemudian (hari 15 pc) sel
sitotrofoblas telah mencapai sisi maternal dari massa sinsitiotrofoblas. Ini
adalah waktu kontak pertama sel trofoblas mononukleus dengan stroma
(pm) terjadilah subtipe sel trofoblas ekstravili. Pada tahap perkembangan
manusia 2 subtipe utama trofoblas, vili dan ekstravili, yang didirikan dan
subpopulasi lanjut (sitotrofoblast vili dan sinsitiotrofoblas dibandingkan
interstitial [mono-dan multinuklear], endomural, dan trofoblas ekstravili
endovaskular) yang sedang berkembang. Perkembangan keturunan
trofoblas berlangsung dalam minggu 1 pc, sedangkan definisi dari 2 jalur
(vili dan ekstravili) mendapat di tempat di minggu 3 pc. Perbedaan
sementara ini mungkin menjadi penting dalam hal asal-usul plasenta
pada kehamilan patologi seperti preeklamsia dan IUGR (Huppertz, 2008).
2.2.7.4.Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Adapun teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
adalah:
Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada
hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia.Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut
juga radikal bebas).Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa
penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang
tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses
normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan
tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap
sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi
dalam kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh
menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis,
Peroksida Lemak Sebagai Oksidan pada Hipertensi dalam Kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar
oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan
antioksidan, misalnya vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan
menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak
yang relatif tinggi.Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas
yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran
darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel
lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena
letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak
jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan
berubah menjadi peroksida lemak (Kashinakunti, 2010).
Peroksidasi lemak adalah proses yang terjadi secara normal
pada tingkat rendah di semua sel dan jaringan. Ini melibatkan
konversiasam lemak tak jenuh untuk hidroperoksida lipid. Proses ini
dapat diprakarsai oleh radikal bebas, yang molekulnya tidak
stabilyang memiliki elektron tidak berpasangan di luarorbital.
Organismebiasanya memiliki mekanisme anti-oksidatif yang
membatasi proses ini. Selain itu, rendahnya konsentrasi peroksida
lemak sangat penting dan dapat bertindak sebagai endogen
intraseluler. Namun, tampaknya adakontroversi mengenai apakah
studi menemukan bahwa total serum anti-oksidan kegiatan
preeklamsia perempuan menurun, sementara yang lain menemukan
bahwa asam askorbat, vitamin E dan beta karoten lebih rendah hanya
dalam preeklamsiaberat sebagai lawan preeklamsia ringan, dimana
hanya kekurangan asam askorbat yang telah diidentifikasi dan tidak
ditemukan perbedaan dalam sirkulasi enzim antioksidan dalam
aktifitas pasien preeklamsia dibandingkan dengan kontrol normal.
Akhirnya, beberapa studi bahkan menemukan peningkatan
antioksidan padapreeklamsia. Namun pandangan bahwa
ketidakseimbangan antara prooksidan dan antioksidan yang terjadi
pada preeklamsia tampaknya bulat. Beberapa studi menunjukkan
bahwa pada plasentaterdapat peroksida lemak yang meningkat. Dan
antioksidan plasenta yang menurun pada preeklamsia, menunjukkan
bahwa plasenta mungkin menjadi sumber untuk ketidakseimbangan
aktivitas prooksidan/antioksidan. Apakah hipoksia plasenta masih
menjadi penyebab ketidakseimbangan ini, karena telah ditunjukkan
bahwa jaringan hipoksia mempromosikan peroksida lemak pada tikus
dan meningkatkan ekspresi xanthine oxidase,enzim yang
menghasilkan superoksida. Sekali lagi, yang mungkin menjadi
skenario lain adalah bahwa stres oksidatif mungkin hasilnyabukan
sebagai penyebab preeklamsia, atau proses yang dipicu oleh faktor
yang 'diketahui' kausatif, menjadidiperkuat dalam lingkaran setan
Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial
dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang
mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi (Fotis, 2012):
- Gangguan metabolime prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup
tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar
prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar protasiklinnya (lebih kuat
vasodilator). Pada preeklamsia kadar tromboksan lebih tinggi dari
kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, sehingga terjadi
kenaikan tekanan darah.
- Perubahan yang khas pada sel endotel kapiler glomerulus
(glomerular endotheliosis).
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin.
Kadar NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin
(vasokonstriktor) meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi.
Disfungsi endotel diperkirakan menjadi dasar dari timbulnya
manifestasi klinis pada preeklamsia. Seperti kita ketahui endotel vaskular
memiliki banyak fungsi penting termasuk diantaranya mengendalikan
tonus otot polos pembuluh darah melalui pelepasan vasokonstriktor dan
vasodilator serta mengatur fungsi antikoagulasi, antiplatelet dan
fibrinolisis. Telah diperkirakan sebelumnya bahwa pelepasan faktor-faktor
tertentu dari plasenta sebagai respons terhadap iskemia berakibat
terjadinya disfungsi endotel pada sirkulasi maternal. Disfungsi endotel
pada preeklamsia merupakan faktor penting terjadinya rangkaian kelainan
pada preeklamsia. Disfungsi endotel yang terjadi pada preeklamsia akan
menyebabkan perubahan patofisiologi yang menyertai preeklamsia antara
lain vasokonstriksi maksimal pada sirkulasi maternal disertai berkurangnya
volume sirkulasi yang mengarah pada penurunan perfusi sistem organ.
Vasokonstriksi juga menyertai peningkatan sensitivitas agen pressor dan
peningkatan aktivitas syaraf simpatik yang menghasilkan peningkatan
tonus pembuluh darah. Terjadi pula aktivasi sistem koagulasi dan
peningkatan permeabilitas endotelium yang akan menghasilkan
penurunan volume plasma. Terjadi pula peningkatan sirkulasi marker dan
trombomodulin, fibronektin sekuler, aktivator plasminogen jaringan dan
aktivator plasminogen inhibitor-1 (Agarwal, 2011).
Pada disfungsi endotel, sistem koagulasi dan trombosit akan
diaktivasi. Trombosit akan melekat (adhesi) dengan membrana basalis
yang terpapar, kemudian terjadi agregasi trombosit selanjutnya
membentuk plak trombosit fibrin (trombus) disekitar luka dan retraksi
bekuan sehingga luka benar-benar tertutup. Pada preeklamsia terjadi
aktivasi trombosit yang ekstensif dibandingkan dengan hamil normal.Hal
ini ditandai dengan meningkatnya penanda aktivasi yaitu anti p-selektin,
anti CD63, anti PECAM-1 dan annexin-V. PECAM-1 merupakan pertanda
terbaik untuk membedakan preeklamsia dan hamil normal. Disfungsi
endotel yang menyeluruh merupakan dasar dari patogenesis preeklamsia.
Pengikatan leukosit pada endotel terjadi dalam sejumlah keadaan
inflamasi dan gangguan imunologis. Sekelompok protein pada permukaan
endotel, masing–masing dengan fungsi yang berbeda memberikan jalur
signal untuk leukosit. Protein-protein ini meliputi: famili molekul adhesi
selektin; kemoaktran (yang sekarang disebut kemokin) seperti MCP-1 dan
IL-8 dan superfamili imunoglobulin (ICAM-1, ICAM-2, ICAM-3, VCAM-1)
(Farzadnia, 2013)
Penanda biokomia yang lazim untuk penentu disfungsi Endotel,
maupun perbaikan fungsi endotel adalah (Phocas, 2000):
1. Penanda untuk adanya inflamasi : molekul perekat seperti
2. Penanda untuk adanya agregasi trombosit dan aktifitas
prokoagulan: von willebrand factor (VWF), Trombomodulin.
3. Penanda untuk gangguan fibrinolisis : plasminogen aktivator
inhibitor 1 (PAI-1)
4. Penanda untuk peningkatan permeabilitas endotel:
mikroalbuminuria.
Pada keadaan normal, sel endotel merupakan permukaan yang
tidak lengket sehingga dapat mencegah koagulasi, adhesi sel dan
kebocoran cairan rongga intravaskuler. Pada preeklamsia, kerusakan
endotel diduga akibat adanya peran radikal bebas, antigen-antibodi
kompleks dan kemungkinan oleh berbagai faktor lainnya seperti trauma,
anoksia, kebiasaan merokok, kompleks antigen-antibodi,
hiperkolesterolemia, hiperlipoproteinemia dan homosisteinemia
(Cunningham, 2010)
Bila sel endotel mengalami kerusakan, maka jaringan subendotel
akan terpapar. Dengan adanya kerusakan endotel akan menimbulkan
diskontinuitas lapisan pembuluh darah sebelah dalamnya dan apabila
dibiarkan, akan terjadi kebocoran pada sistem mikrovaskuler. Secara
alamiah tubuh berusaha menutup kerusakan tersebut dengan membentuk
agregasi trombosit. Dalam keadaan normal, sel endotel akan
memproduksi prostasiklin yang relatif tinggi, sebaliknya trombosit akan
memproduksi tromboksan. Bila terjadi kerusakan sel endotel maka
produksi prostasiklin akan menurun, namun kadar tromboksan akan
yang ditandai dengan terjadinya agregasi trombosit sehingga efek
vasokonstriksi akan lebih tinggi yang menyebabkan terjadinya peninggian
tekanan darah. Molekul adhesi berperan dalam adherensi sel
endotel-leukosit dan migrasi endotel-leukosit ke jaringan perivaskular. Bukti biokomia
adanya aktivasi sel endotel pada preklamsia meliputi tingginya kadar
endotelin, faktor von Willebrand, diekspresikannya MES dan CAM dan
rendahnya kadar prostasiklin dan nitrik oksida yang semuannya
disekresikan oleh sel endotel (Farzadnia, 2013).
Menurut Jaffe (1995) pada preeklamsia ada dua tahap perubahan
yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia
plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri
spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding
arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan
sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan
akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta
sehingga terjadilah hipoksia plasenta antioksidan.
Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan
zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase
dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya stress
oksidatifyaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih
dominan dibandingkan antioksidan. Stress oksidatif pada tahap berikutnya
bersama dengan zat toksik yang beredar dapat merangsang terjadinya
kerusakan pada sel endotel pembuluh darah yang disebut disfungsi
endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak
sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrik oksida, dibandingkan
dengan vasokonstriktor seperti endotelium I, tromboxan, dan angiotensin
II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi
(Kashinakunti, 2010).
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan
sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan
thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endotel di dalam
tubuh penderita preeklamsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi
disfungsi dan kegagalan organ seperti:
Pada ginjal: hiperurikemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan edema
paru dan edema menyeluruh.
Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
Pada hepar dapat terjadi perdarahan dan gangguan fungsi hati.
Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,
kebutaan, pelepasan retina, dan perdarahan.
Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin,
Patologi plasenta pada PE menyebabkan pertumbuhan janin terhambat
Wanita dengan pertumbuhan bayi terhambat sebelumnya memiliki50%
peningkatan resiko pembatasan pertumbuhan berat dalam kehamilan saat
ini, dan penilaian serial pada trimester ketiga ini merupakan tindakan yang
lazim. Adanya riwayat bayi lahir mati juga merupakan indikasi yang
diterima untuk pengawasan intensif antepartum karena lebih dari
setengah dari bayi lahir mati biasanya terkait dengan pertumbuhan janin
terhambat (PJT). Bayi lahir mati sebelum kehamilan 32 minggu memiliki
hubungan yang sangat kuat dengan PJT. Bayi lahir mati berulang akan
muncul menjadi faktor resiko yang signifikan, terutama bila dikaitkan
dengan diagnosis hipertensi atau PJT klinis. Wanita dengan diabetes
berada pada peningkatan resiko melahirkan bayi dengan makro somia
serta PJT, dengan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas perinatal.
Preeklamsia diamati pada15-20% dari kehamilan dengan komplikasi
diabetes mellitus tipe 1 dan sekitar 50% mengalami nefropati. Preeklamsia
juga lebih cenderung terjadi pada wanita dengan hipertensi dan kontrol
glukosa rendah. Bila dinilai dengan standar yang disesuaikan, 15% dari
wanita dengan diabetes tipe 2 yang ditemukan memiliki bayi kecil untuk
masa kehamilan (KMK). Pemeriksaan doppler arteri umbilikalis tampaknya
menjadi lebih efektif daripada profil biofisik atau kardiotokografi namun
penggunaannya harus dibatasi pada wanita dengan faktor resiko
tambahan untuk insuffisiensi plasenta, seperti KMK atau preeklamsia
Evaluasi Doppler arteri uterina pada trimester kedua atau pertama
telah diusulkan sebagai alat skrining untuk awal-awal PJT, dengan tingkat
deteksi masing-masing sekitar 75% dan 25%, untuk tingkat positif palsu
5-10%. Sensitivitas yang tinggi untuk memprediksi awal PJT terkait dengan
preeklamsia dan lebih rendah untuk akhir PJT. Perbedaan strategi
menggabungkan faktor resiko ibu, tekanan darah, dan penanda biokimia
telah dipublikasikan dengan deteksi tingkat yang lebih besar dari 90%
untuk awal-awal preeklamsia, dan terkait dengan PJT. Sebuah meta
analisis dari 5 penelitian acak termasuk 1.052 wanita dengan kelainan
doppler arteri uterine pada trimester kedua diobati dengan aspirin
menunjukkan 20% penurunan kejadian preeklamsia, tanpa mencapai
statistik yang signifikan(resiko relatif, 0,8;kepercayaan 95%
interval,0,61-1,06). Hanya dua penelitian acak (n = 225) yang telah mengevaluasi
efektifitas aspirin pada wanita dengan dopplerarteri uterina abnormaldi
trimester pertama, menunjukkan 71% penurunan kejadian preeklamsia.
Terbatasnya jumlah kasus termasuk tingginya insiden preeklamsia pada
kelompok kontrol, dan ada ketidakpastian apakah pada antar negara
untuk menarik kesimpulan yang dapat diandalkan (Figueras, Gardosi,
2011)
Telah disarankan bahwa onset preeklamsia awal (sebelum 34+0
minggu) dan akhir (setelah 34+ 0 minggu) memiliki etiologi yang berbeda
dan oleh karena itu memiliki ekspresi klinis yang berbeda pula, tetapi
masih perlu subyek penelitian yang cukup besar. Namun demikian, berikut
A. Jenis preeklamsia onset lanjut (late onset) terdiri lebih dari 80% dari
semua kasus preeklamsia di seluruh dunia. Sebagian besar
kasus-kasus onset akhir terkait dengan:
Seorang bayi biasanya tumbuh tanpa ada tanda-tanda gangguan
pertumbuhan;
Perubahan dari arteri spiralis (tidak ada perubahan dalam bentuk
gelombang doppler atau peningkatan tipis menggunakan indikator
indeks[PI]);
Tidak ada perubahan dalam aliran darah dari arteri umbilikalis;
Peningkatan resiko untuk ibu hamil menampilkan sebuah massa
plasental yang diperbesar atau permukaan yang luas (diabetes,
multiple kehamilan, anemia, ketinggian).
B. Jenis onset awal preeklamsia terdiri dari subset kecil dari semua kasus
preeklamsia (5% sampai 20%, tergantung pada statistik), tetapi terdiri
dari kasus yang paling parah. Yang khas dari jenis preeklamsia ini
dapat diringkas sebagai berikut:
Sebuah invasi trofoblas yang tidak memadai dan tidak lengkap dari
arteri spiralis ibu;
Perubahan aliran darah dalam plasental bed arteri spiralis dan
dalam arteri uterina (takik dan perubahan lainnya [PI meningkat]
dari bentuk gelombang Doppler);
Resistensi perifer yang meningkat dari pembuluh darah plasenta
mungkin menjadi salah satu penyebab aliran darah yang tidak
yangmeningkat dalam aliran masih dipertahankan atau tidak dan
bahkan kecepatan aliran darah end diastolik dalam arteri);
Tanda-tanda jelas pertumbuhan janin terhambat.
Hal ini perlu diklarifikasi bahwa semua jenis di atas dari onset awal
jenis preeklamsia tidak spesifik untuk jenis kehamilan patologi. Sebagian
besar kasus dengan preeklampsi onset dini berhubungan dengan yang
lain kehamilan patologi, gangguan pertumbuhan intrauterin (IUGR).Pada
kasus IUGR dini adalah tidak memadainya invasi trofoblas, transformasi
yang tidak memadai arteri spiralis, diikuti dengan perubahan
masing-masing dalam aliran darah arteri uterina, perubahan aliran darah
umbilikus, dan gangguan pertumbuhan janin (Figueras, Gardosi, 2011).
Karena subkelompok dengan onset dini preeklamsia terkait dengan
komplikasi yang relatif parah, menjadi fokus penelitian dasar dan
klinis.Kombinasi dari 2 sindrom (preeklamsia dan IUGR) dalam kasus ini
mungkin telah menyebabkan anggapan bahwa tipe awal timbulnya
preeklamsia disebabkan oleh perubahan yang dijelaskan sebagai
penyebab untuk IUGR, seperti perubahan dalam aliran darah rahim serta
arteri umbilikalis dan gangguan pertumbuhan janin. Tapi kasus onset awal
"murni" IUGR menunjukkan secara tepat jenis yang tercantum di atas.
Sehingga diragukan apakah perubahan seperti ini memang terkait dengan
preeklamsia (Figueras, Gardosi, 2011).
Hal ini didukung oleh penelitian yang mencoba untuk menggunakan
Doppler arteri uterina sebagai prediktor preeklamsia. Dalam sebuah
Nicolaides et al menggunakan Doppler arteri uterina pada 11+ 0 sampai
13+ 6 minggu sebagai prediktornya. Tapi meskipun PI arteri uterina
meningkat di kasus preeklamsia, untuk tingkat positif palsu 10%, yang
tingkat deteksi hanya akan menjadi 40%. Dalam penelitian yang lebih
besar Pilalis et al mengukur aliran darah arteri uterina pada ibu hamil 11
sampai 14 minggu kehamilan. Hasil dari penelitian ini adalah jelas:
Sensitivitas Doppler arteri uterina untuk semua kasus preeklamsia hanya
21%, dan itu 33,3% untuk kasus preeklamsia onset dini (Figueras,
Gardosi, 2011)
Sensitivitas untuk mendeteksi onset awal gangguan pertumbuhan
janin dalam penelitian ini adalah 100%.Data ini menimbulkan pertanyaan
apakah perbedaan yang jelas antara kasus onset awal dan akhir dari
preeklamsia benar-benar ada.Mungkin itu adalah kombinasi dengan IUGR
yang membuatkasus dini begitu parah.Dalam hal gejala preeklamsia
(hipertensi dan proteinuria) pada kedua kelompok, ada kasus-kasus yang
parah dengan nilai tekanan darah maksimal dan konsentrasi protein
maksimal dalam urin (Figueras, Gardosi, 2011)
2.2.7.5 Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya
hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut:(Robert,
1989)
Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko lebih
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
suami yang sebelumnya.
Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan
adalah makin lama periode ini, maka makin kecil terjadinya hipertensi
dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak
adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya
human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting
dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu (Cunningham,
2010).
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas
ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk
terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk
menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan,
terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua
daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi
trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur
sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga
merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
preeklamsia.Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang
mempunyai kecenderungan terjadi preeklamsia, ternyata mempunyai
proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif (Sibai,
2006)
2.2.7.6.Teori adaptasi kardiovaskuler
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap
bahan-bahan vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang
lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan
normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel
endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap
bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor
(bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di
kemudian hari ternyata adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam
kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan
ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor.
Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam
kehamilan sudah terjadi pada trimester 1 (pertama). Peningkatan
kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan (Majed, 2012).
2.2.7.7.Teori defisiensi genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti
bahwa pada ibu yng mengalami preeklamsia, 26% anak perempuannya
akan mengalami preeklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklamsia (Cunningham, 2010).
2.2.7.8.Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan
defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian
tentang pengaruh diet pada preeklamsia beberapa waktu sebelum
pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup
dalam persiapan perang menimbulkan kenakan insiden hipertensi dalam
kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan,
termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi resiko preeklamsia.
Minyak ikanmengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksitromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan
mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau
bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah
preeklamsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil
baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin
(Zhou, 2012)
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada
diet perempuan hamil mengakibatkan resiko terjadinya preeklamsia/
eklampsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik,
ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian kalsium dan
plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi
suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklamsia adalah 14%
sedang yang diberi glukosa 17% (Hofmeyr, 2007)
2.2.7.9.Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di
dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi.Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris
trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat
reaksi stres oksidatif (Cunningham, 2010)
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris
trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih
dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklamsia,
produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin
banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil
ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga
jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini
menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih
besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons
inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi
sistemik inflamasi yang menimbulkan gejal-gejala preeklamsia pada ibu
(Majed, 2012)
Disamping disfungsi/aktivasi endotel, trombosit atau platelet juga
mengalami aktivasi ditandai dengan meningkatnya kadar molekul
adhesi/perekat dalam plasma seperti Platelet Cell Adhesion Molecule-1
(PECAM-1), Vascular Adhesion Molecule-1 (VCAM-1), Intercellular
Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan E-selectin yang memudahkan
terjadinya agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Peningkatan
kadar molekul adhesi, ICAM-1 dan PECAM-1 dalam plasma dapat terjadi
3-15 minggu sebelum timbul gejala-gejala klinis preeklamsia sehingga
dapat dipakai sebagai prediktor akan timbulnya preeklamsia. Redman,
menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklamsia akibat produksi
debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan
“aktivitas leukosit yang sangat tinggi” pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh
intravaskular pada kehamilan” yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh (Fotis, 2012).
2.5. Molekul Perekat Sel (CAM)
Melekatnya satu sel dengan sel lainnya, satu sel ke jenis sel
lainnya dan atau melekatnya satu sel ke matrik ekstraseluler (MES)
adalah bagian yang sangat penting dan tergantung dari adanya CAM yang
dimilikinya. Adhesi molekul ini penting untuk perlekatan leukosit ke endotel
untuk memulai reaksi proinflamasi. Molekul adhesi ini adalah adalah
glikoprotein sel permukaan yang dapat meluas keluar membran sel atau
menempel pada membran yang diperantarai oleh lemak. Beberapa
molekul spesifik dikeluarkan tergantung waktu maupun tempat pada saat
perkembangan. Sebagai contoh, pada saat implantasi, trophoektoderm
yang melekat pada epitel permukaan dari uterus dan CAM memiliki
peranan yang penting dalam proses ini. Pemahaman dari peranan CAM
dalam kehamilan sangat menakjubkan karena beberapa kehamilan
dikaitkan dengan kelainan yang berhubungan CAM, yaitu: Preeklamsia,
dihubungkan dengan keabnormalan ekspresi dari CAM khusus (Fotis,
2012).
Klasifikasi Molekul Adhesif:
Molekul adhesif dikelompokkan pada famili yang berbeda,
1. Integrin, terbentuk dari glikorprotein heterodimerik dan terikat pada protein matrik ekstraseluler terdiri dari dua sub unit non kovalen
yaitu alfa dan beta.
2. Kaderin, kelompok molekul perekat yang memiliki ketergantungan terhadap kalsium baik dalam maupun diluar sistem saraf.
3. Famili Immunoglobulin (lg), berfungsi sebagai molekul perekat antar sel yang tidak tergantung dari kalsium molekul perekat
interseluler, sinyal reseptor. Terdiri dari (I CAM, V CAM-1, NCAM).
4. Famili Selektin, dimana terikat pada karbohidrat. Terdiri dari E, P dan L selektin.
Dari keseluruhan famili diatas yang akan kita bahas selanjutnya
adalah tentang Famili Immunoglobulin.
2.8.1. Famili imunoglobulin
Famili imunoglobulinmemiliki lebih dari 70 anggota dan berfungsi
sebagai molekul perekat antar sel yang tidak tergantung dari kalsium
molekul perekat interseluler, sinyal reseptor atau keduanya.Famili ini
terdiri dari molekul perekat sel endotel platelet (PECAM-1), molekul
perekat sel vaskuler (VCAM-1) dan molekul perekat interseluler (ICAM 1,2
dan 3), bagian imunoglobulinterbentuk dari 970 – 1100 asam amino yang tersusun dalam dua lapisan yang distabilkan oleh ikatan disulfida. Seperti
halnya kaderin, tidak cukup untuk menjamin perekat sel dan semua
integrin harus menempel melalui protein perekat ke sitoskeleton. Mungkin
mana diekspresikan oleh banyak sel termasuk sel saraf.Famili
imunoglobulindigunakan sangat luas pada pertumbuhan dan regulasi dari
sistim imun.
VCAM-1adalah suatu glikoprotein transmembran dengan berat
molekul 90 kDa dan memiliki 6-7 partikel imunoglobulin dengan distribusi
yang banyak di endotel, epitel, makrofag dansel dendrit yang dapat
melewati membran sel. VCAM-1 diekspresikan pada permukaan endotel
teraktivasi untuk sementara waktu sebagai respon terhadap sitokin dan
menunjukkan puncaknya 6-10 jam setelah aktivasi. Fungsi utama VCAM-1
adalah adhesi ke endotel pada keadaan inflamasi. VCAM-1 dijumpai pada
berbagai sel vaskuler maupun non-vaskuler, dimana fungsi utamanya
adalah menjembatani adhesi interseluler. Sel lain yang mengekspresikan
VCAM-1 adalah permukaan sinovial yang mengabdung fibroblas,
makrofag jaringan, sel epitel timus, sel dendritik, dan perisit jaringan saraf.
VCAM-1 merupakan salah satu subkelompok tipe IgSF molekul adhesi sel
yang merupakan anggota yang termasuk dalam molekul adhesi
interseluler, ICAM-1, ICAM-2, dan ICAM-3, dan addressin vaskular
mukosa molekul adhesi selular (MAdCAMs).VCAM-1s, ICAMs, dan
MAdCAMs mengikat anggota superfamili integrin dan memainkan peran
sentral dalam transportasi leukosit dan ekstravasasi.Selain itu, daerah
ekstraseluler beberapa molekul ini bertindak sebagai reseptor seluler
untuk berbagai virus dan parasit. Very late antigen-4 (VLA-4)
suatu41integrin adalahsuatu “counter ligand” dari VCAM-1
eosinophildanbeberapasel tumor. Ligan lain adalah integrin a9b1, aDb2,
eritrosit yang terinfeksi P. falciparum dan virus. Setiap molekul adhesi sel
terdiri dari N-terminal wilayah ekstraseluler yang dibangun dari domain
IgSF, heliks transmembran, dan domain sitoplasma. Sifat dan jumlah yang
tepat dari domain yang membentuk daerah ekstraseluler dari
molekul-molekul ini bervariasi, tetapi mereka semua mengandung dua domain
fragmen mengikat integrin yang homolog dengan dua domain N-terminal
dari VCAM-1 (Fotis, 2012).
2.8.2. Struktur dua domain N-terminal dari VCAM-1
Wilayah ekstraseluler dari VCAM-1 terdiri dari tujuh (atau kurang
umum untuk sambatan varian, enam) domain IgSF.struktur Kristal untuk
sebuah fragmen fungsional terdiri dari dua domain N-terminal ditentukan
secara independen oleh dua kelompok (Gambar 10). Domain 1 memiliki
IgSF I-set struktur dengan dua-lembaran-helai A, B, E, dan D, dan helai
A0, G, F, dan C. Ia juga memiliki dua disulphides intersheet: Salah
satunya adalah disulfida kanonik antara untai B dan F, yang lain adalah
ciri khas dari subkelompok ini dan menghubungkan loop BC dan FG.
Struktur ini mirip dengan domain set immunoglobulin I kecuali untuk loop
CD, yang memanjang dari tubuh domain dan menampilkan residu pelarut
hidrofobik yang dapat diakses (Ile-39) dan asam residu yang sangat
terpapar (Asp-40) (lihat di bawah) (Fotis, 2012).
Sampai saat ini, domain 2 dari VCAM-1 adalah IgSF terbesar set
struktural sama dengan set domain C2 di CD2 dan CD4, dengan dua
lembar [helai A, B, dan E, dan helai G, F, C, dan C0 (Gambar 10), tetapi
loop antarhelai, terutama C0E dan loop FG, jauh lebih lama. Kedua loop
adalah fleksibel; loop FG bergeser untuk mengakomodasi perbedaan kecil
dalam posisi relatif dari domain 1 dan 2 (Kelly, 2007).
Koneksi interdomain antara VCAM-1 domain 1 dan 2 secara
struktural homolog dengan CD2 (lihat di bawah).Seperti di CD2, bagian
dari rantai polipeptida ini sangat erat kaitannya dengan domain 2 melalui
ikatan hydrogen ke rantai samping residu dalam loop FG dari domain ini.
Sekali lagi, seperti yang diamati di CD2, bentuk hubungan ini
memungkinkan beberapa fleksibilitas dalam orientasi relative dari domain
(Fotis, 2012).
2.8.3. Tempat ikatan integrin di VCAM-1 dan ICAMs
VCAM-1 terikat pada integrin a4b1. Residu yang terlibat dalam
adhesi ini difungsikan oleh peta mutagenesis (129-133) ke untai GFC dan
loop CD dari domain N-terminal. Residu yang berperan dalam pengikatan
integrin termasuk Ile-39 dan Asp-40, yang ditampilkan secara jelas dalam
loop CD (Gambar 10), dan berdekatan dengan Leu-70 pada untai asam
residu F., di Asp khususnya, telah lama terlibat dalam interaksi adhesi
pada integrin. ICAMs mengikat ke integrins L 2 dan M 2.Pada ICAM-3,
residu terlibat dalam adhesi termasuk Glu-37, Leu-66, Ser-68, dan Gln-75
(134).Penjajaran dari ICAM-3 dengan VCAM-1 (C Chotia, pengamatan
setara dengan Leu-70 di VCAM-1. Glu-37, bagaimanapun, tidak dalam
loop CD (seperti Asp-40 di VCAM-1), tetapi dalam untai C. Pemeriksaan
struktur terkini untuk ICAM-2 mengarah pada kesimpulan yang sama (J
Wang, observasi pribadi). Perbedaan ini menunjukkan bahwa Integrin L 2
dan M 2 mengikat melalui residu asam di wilayah datar (bukan dalam
tonjolan loop, seperti umumnya pada integrin lain) (Klemke, 2007).
Gambar 6. Struktur dari dua N-terminal domain dari VCAM-1 . Wilayah yang terlibat dalam mengikat integrin ditunjukkan. Lembar-helai ditampilkan sebagaipita (Cothia and Jones, 1997).
Sitokin dan beberapa zat pro-inflamasi merangsang produksi
molekul perekat sel endotel dan membawanya ke membran sel.
Kemudian dengan adanya rangsangan oleh suatu zat kimia tertentu maka
lekosit menjadi teraktivasi dan melekat ke sel endotel dengan cara
ke endotel vaskuler dan berpindah secara cepat ke dalam jaringan melalui
celah antara lapisan dasar endotel dan selanjutnya masuk pada proses
peradangan (inflamasi) (Fotis, 2012).
VCAM-1 dapat dipergunakan sebagai marker/penanda untuk
melihat aktivitas pada endotel dan aktivasi lekosit juga dihubungkan
dengan tingkat kerusakannya. Sensitivitas VCAM-1 pada kasus
preeklamsia dari Sindroma HELLP adalah sebesar 66%, sedangkan pada
hipertensi gestasional sebesar 42%, dan pada pertumbuhan janin
terhambat sebesar 50%, sedangkan pada preterm labor 46% dan pada
DM gestasional sebesar 50%, dan 70% dijumpai pada infeksi selama
kehamilan. Sedangkan predictive value sebesar 64% (Krauss et al, 1997).
Gambar 8. Kadar ICAM-1 dan VCAM-1 pada kehamilan tanpa komplikasi (22–29) minggu dihubungkan dengan lamanya waktu antara pengambilan darah sampai proses di laboratorium (Krauss et al, 1997).
Gambar 9. Analisa ROC yang menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas pada pemeriksaan prenatal rutin kadar ICAM-1 dan VCAM-1 (Krauss et al, 1997)
Tabel 2.1 Kadar VCAM-1 pada kehamilan normal dan kehamilan dengan preeklamsia (Krauss et al, 1997)
2.9. Molekul Perekat Sel pada Preeklamsia
Telah disebutkan diatas bahwa preeklamsia merupakan penyebab
kematian ibu dan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas dari perinatal.
Pada keadaan ini, invasi jaringan uterus oleh sitotrofoblas menyebabkan
diameter arteri spiralis akan mengecil sehingga terjadi penurunan aliran
darah uteroplasenter. Kunci utama patogenesis dari preeklamsia adalah
aktivasi endotel, hal ini disebabkan akibat langsung maupun tidak
langsung dari aktivasi neutrofil dan leukosit (Marca, 2012).
Gambar 10. Skema adhesi sel neutrofil dan leukosit pada endotel (a) Representasi sederhana dari bagaimana sel molekul adhesi memperantarai adhesi neutrofil pada endotel. (b) Skema representasi dari tiga kelas utama molekul adhesi sel yang terlibat dalam interaksi leukosit-endotel (Fotis, 2012).
Selectin ditandai oleh wilayah lektin N-terminal, sebuah domain
mirip faktor pertumbuhan epidermal (EGF), sejumlah unit homolog dengan
telah dinamai sesuai tipe sel yang setiap molekul pertama kali
digambaran: L-selectin (leukosit), E-selectin (endotel) dan P-selectin
(trombosit). Situslektin berinteraksi dengan struktur karbohidrat pada
sel-sel yang mengikat. Selektin terlibat dalam bergulirnya leukosit. Integrin
adalah keluarga besar glikoprotein heterodimerik nonkovalen terkait,
beberapa di antaranya adalah ligan untuk imunoglobulin. Setiap
heterodimer terdiri dari ikatan nonkovalen rantai a dan rantai b. Rantai b
berisi lingkaran besar distabilkan oleh ikatan disulfide dan rantai a
mengandung kationdivalen mengikat situs. Integrin diperkirakan
melumpuhkan leukosit yang bergulir, yang menyebabkan penyebaran
pada permukaan endotel. Immunoglobulin termasuk keluarga sejumlah
glikoprotein membrane sel dengan struktur homolog dengan antibodi.
Keluarga ini, yang mencakup sel trombosit molekul adhesi endotel 1
(PECAM-1), sel molekul adhesi vaskular 1 (VCAM-1) dan molekul adhesi
antar sel 1,2 dan 3 (ICAM-1, -2 dan-3), berbagi domain immunoglobulin
terdiri dari 970-1100 asam amino tersusun dalam sandwich dari dua
lembaranti-paralel helai b distabilkan oleh ikatan disulfida pusat (Fotis,
2012).
Sel endotel mengandung adheren junction dan tight
junction.Protein transmembran yang berlokasi sepanjang celah
paraselular dari dua sel endotel yang bergabung melakukan
interaksi.Dengan demikian, memberikan barrier fisik terhadap leukosit
yang bertransmigrasi.Protein penyambung sitoplasma menghubungkan
protein transmembrane dan sitoskeleton sel.Leukosit berinteraksi melalui
integrin ke molekul-molekul adhesi endotel yang ada pada permukaan
nya. Pada sel-sel endotel adheren junction dan tight junction yang
tersebar sepanjang pada keseluruhan dinding lateral sel endotel
(Wittchen, 2009).
Gambar 12. Diagram skematikdaripada kejadian yang memberi sinyal yang diawaliolehketerlibatan V-CAM1 (Wittchen, 2009)
Adhesileukositke V-CAM 1 memberikan signal melaluipembentukan
ROS yang dimediasioleh Rac-1. Penghambatanpospataseoleh ROS
protein junction dan secara bersama-sama memproduksi MMPs yang
menyebabkan kerusakan junctioner. Racefektor PAK telah dihubungkan
dengan remodeling aktif melalui tegangan dan kontraktilitas yang
dihasilkan MLC (Miosin Light Chain) (Wittchen, 2009).
Aktivitas neutrofil melepaskan beberapa zat kimia yang dapat
menyebabkan kerusakan endotel, terdiri dari elastase dan beberapa
protease lainnya. Keracunan oksigen dapat menyebabkan dibentuknya
peroksidase membran lipid, lisis sel endotel dan meningkatnya
permeabilitas dan reaktivitas vaskuler. Leukotrin juga dibentuk dan
dilepaskan setelah aktivitas neutrofil dan semuanya dapat meningkatkan
permeabilitas vaskuler, vasokontriksi, mengaktifkan dan melekatkan
neutrofil ke endotel. Pengaruh langsung dari neutrofil terhadap kerusakan
endotel disebabkan neutrofil berinteraksi dengan trombosit, koagulasi dan
sistim komplemen (Marca, 2012).
Sebelum neutrofil dan leukosit dapat menyebabkan kerusakan
vaskuler, pertama-tama harus mengetahui cara sel melekat pada
permukaan endotel. Semua neutrofil berputar sepanjang permukaan
endotel vaskuler dan pada tempat yang spesifik menjadi rata sebelum
melewati kedalam celah subendotel. Menempelnya neutrofil pada endotel
menyebabkan dikeluarkannya CAM dari endotelium, cara terlepasnya
CAM kedlaam sirkulasi belum diketahui secara pasti. Menurut hipotesa
dari penelitian yang dilakukan Gordon dkk menyatakan bahwa CAM
menempati reseptor spesifik yang diaktivasi oleh leukosit yang diatur oleh
(IL-1). Pada permukaan endotel semua CAM menyebabkan pengembalian
leukosit ke endotel termasuk E-selektin dan P-selektin, ICAM 1,2 dan
VCAM-1. Konsentrasi CAM pada sirkulasi mencerminkan ekspresi
endotel, peningkatan konsentrasi CAM berhubungan dengan penyakit
penyebab kerusakan endotel dan aktivasi leukosit. Konsentrasi E-selektin
dan VCAM-1 dilaporkan meningkat pada wanita dengan preeklamsia
dibandingkan dengan wanita tidak hamil (Fotis, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Heyl W, Handt S dan Reister F di
Universitas Aachen Jerman mendapatkan kadar VCAM-1 pada
preeklamsia 825,2 ng/ml dan pada kehamilan normal 384,0 ng/ml dengan
nilai statistik menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p<0,001),
sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Higgins JR, Papayianni A
dan Brady HR di Sekolah Kedokteran Havard mendapatkan kadar
VCAM-1 pada preeklamsia sebesar 900 ng/ml dan kadar pada kehamilan normal
560 ng/ml dengan perhitungan secara statistik menunjukkan perbedaan
yang sangat bermakna (p<0,001).Penelitian lain yang dilakukan oleh Lyall
F dkk mendapatkan peningkatan kadar serum molekul perekat sel pada
penderita preeklamsia sebesar 841,9 ng/ml dibandingkan kehamilan
normal 560,2 ng/ml dengan p<0,001. Peneliti lain mendapatkan kadar
VCAM-1 pada awal kehamilan normal sebesar 578,3 ng/ml (434,4-699,5
ng/ml).
Konsentrasi dari VCAM-1 dapat digunakan sebagai tanda prediktif
untuk preeklamsia, peningkatan VCAM-1 dilaporkan timbul beberapa
aktivitas dari trombosit dan dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi
P-selektin dan PECAM-1 pada trombosit. VCAM-1 selain diekspresikan
oleh leukosit dan monosit juga oleh neutrofil sehingga menunjukkan
keadaan endotel yang lebih spesifik dibandingkan dengan yang lainnya,
sedangkan E-selektin hanya diekspresikan oleh leukosit dan monosit saja.
Pemeriksaan kadar ICAM-1 pada preeklamsia selain sulit dalam
pelaksanaannya yaitu diperlukannya kultur dari vena umbilikalis juga
hasilnya dari beberapa penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna. Sedangkan P-selektin sebagai tanda aktivitas sel endotel
hasilnya diragukan karena P-selektin tidak hanya diekspresikan oleh sel
endotel saja tetapi juga oleh aktivasi trombosit (Martin, 2012).
2.10. Magnesium Sulfat
Magnesium (Mg) adalah kation terpenting yang keempat di dalam
tubuh. Di dalam sel, Magnesium merupakan kation kedua terpenting
dalam sel setelah Kalium. Magnesium berperan sebagai ko-faktor lebih
dari 300 reaksi enzimatik, antara lain pada metabolisme energi dan
pembentukan asam nukleat. Magnesium terlibat dalam proses ikatan
hormon dan reseptornya, penghantaran pintu masuk pada kanal kalsium,
pergerakan ion transmembran dan pengaturan enzim adenilsiklase,
aktifitas saraf, pelepasan neurotransmitter, kontraktilitas otot, mengontrol
tonus vasomotor, dan eksitabilitas jantung. Kerja magnesium sebagian
menyerupai kerja kalsium antagonis.Kurang dari 1% total magnesium
Terdistribusi 53% dalam tulang, 27% dalam sel-sel otot, dan 19% pada
jaringan lunak. 90% magnesium dalam sel terikat dengan bahan-bahan
organik. Di dalam serum, Magnesium hanya terdapat 0,3% dari total
magnesium dalam tubuh, yang terdiri dari tiga bentuk anion komplek
dengan sitrat dan fosfat (5%). Magnesium dibutuhkan rata-rata perhari
200 mg untuk wanita dan 250 mg untuk pria. Absorbsi magnesium terjadi
di ileum dan kolon, sedangkan ekskresinya dikontrol oleh ginjal.
Magnesium plasma difiltrasi di glomerulus lebih kurang 75% hanya 5%
yang difiltrasi diekskresi oleh ginjal. Reabsorbsi magnesium terjadi di
tubulus kontortus proksimal (15-25%), dan 50-60% direabsorbsi di
ascending limb dari ansa henle.Reabsorbsi di ginjal dihambat oleh
diuretic, tiazid, cisplatin, gentamisin, dan siklosporin (Bohn, 2008).
Kadar magnesium dapat turun setelah operasi dan saat tubuh
dingin. Konsentrasinya di plasma menurun setelah operasi abdomen atau
ortopedi. Nilai rata-rata Mg dalam darah menurun setelah operasi jantung,
dan kejadian hipomagnesemia meningkat hingga 71%setelah
pembedahan.Magnesium sulfat (MgSO4) dilarutkan dalam cairan injeksi
dan solusionya disaring dengan benar sampai terpisah dari endapannya
lalu disterilisasi dan dimasukkan ke dalam ampul yang bersih dan steril
kemudian disegel. Sedíaan dalam bentuk injeksi 10%, 20%, 25%, 40%
dan 50% dalam kontainer dengan berbagai macam ukuran. Yang banyak
tersedia di Indonesia ádalah larutan 20% dan 40%.Pemberian magnesium
sulfat sering secara intra vena, yaitu loading dan maintenance