• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vascular Cell Adhesion Molecule (VCAM-1) pada saat Kehamilan, Persalinan, Pelepasan Plasenta dan Nifas pada Preeklamsia dan Kehamilan Normal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Vascular Cell Adhesion Molecule (VCAM-1) pada saat Kehamilan, Persalinan, Pelepasan Plasenta dan Nifas pada Preeklamsia dan Kehamilan Normal"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Kehamilan Normotensi

Suatu kehamilan dikatakan normotensi bila mempunyai tekanan

darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg yang

diukur dengan tensimeter air raksa yang telah ditera dan diukur dua kali

selang 4 jam setelah penderita istirahat dalam posisi duduk (Cunningham,

Leveno, Bloom, 2010)

2.4. Preeklamsia 2.4.1. Terminologi

1. Hipertensi dalam Kehamilan

2. Preeklamsia-Eklamsia

2.4.2. Klasifikasi umum

Disadur dari Report on the National High Blood Pressure Education

Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy:

1. Hipertensi kronik, yaitu hipertensi yang didapatkan sebelum

kehamilan, dibawah 20 minggu umur kehamilan, dan hipertensi tidak

menghilang setelah 12 minggu paska persalinan.

2. Preeklamsia-eklamsia, yaitu hipertensi dan proteinuria yang

(2)

3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia, yaitu hipertensi

kronik yang disertai proteinuria.

4. Hipertensi gestasional, yaitu timbulnya hipertensi pada kehamilan

yang tidak disertai proteinuria hingga 12 minggu pasca persalinan.

Bila hipertensi menghilang setelah 12 minggu persalinan, maka dapat

disebut juga “Hipertensi transien”.

2.4.2.1. Penjelasan

Hipertensi adalah timbulnya desakan darah sistolik  140 mmHg

dan diastolik  90 mmhg, diukur dua kali selang 4 jam setelah penderita

istirahat. Kenaikan sistolik/diastolik 30 mmHg/15 mmHg tidak dipakai lagi

sebagai kriteria hipertensi, karena kadar proteinuria berkorelasi dengan

harga nominal desakan darah.

Proteinuria: (a) adanya protein  30 mg/per liter dari urin tengah,

acak, (b) adanya protein  30 mg dalam 24 jam produksi urin, (c) dengan

memakai “dipstick”.Edema tungkai tidak dipakai lagi sebagai kriteria

hipertensi dalam kehamilan, kecuali edema anasarka.

2.4.2.2. Faktor resiko preeklamsia

Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia

1. Resiko yang berhubungan dengan partner laki adalah: (a)

primigravida, (b) primipaterniti, (c) umur yang ekstrim: terlalu muda

atau terlalu tua untuk kehamilan, (d) partner laki yang pernah

(3)

(e) pemaparan terbatas terhadap sperma, (f) inseminasi donor dan

donor oocyte.

2. Resiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan

riwayat penyakit keluarga adalah: (a) riwayat pernah preeklamsia, (b)

hipertensi kronik, (c) penyakit ginjal, (d) obesitas, (e) diabetes

gestasional, diabetes mellitus tipe I (f) antiphospholipid antibodies dan

hiperhomocysteinemia.

3. Resiko yang berhubungan dengan kehamilan adalah: (a) mola

Hidatidosa, (b) kehamilan multipel, (c) infeksi saluran kencing pada

kehamilan, (d) hydrops fetalis (HKFM, 2005).

2.4.3. Klasifikasi klinik

Disadur dari Report on the National High Blood Pressure Education

Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy:

1. Hipertensi Gestasional

Didapatkan desakan darah 140/90 mmHg untuk pertama kalinya

pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah

kembali normal <12 minggu paska persalinan.

2. Preeklamsia

Kriteria minimum: Desakan darah 140/90 mmHg setelah umur

kehamilan 20 minggu, disertai dengan proteinuria 300 mg/24 jam

(4)

3. Eklamsia

Kejang-kejang pada preeclampsia disertai koma

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia

Timbulnya proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah

mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah

kehamilan 20 minggu.

5. Hipertensi kronik

Ditemukannya desakan darah 140/90 mmHg, sebelum kehamilan

atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12

minggu pasca persalinan.

2.4.4. Cara menegakkan diagnosis 2.4.4.1. Riwayat penyakit

Dilakukan anamesis pada pasien/keluarganya jika: (a) adanya

gejala-gejala: nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas di muka,

dyspneu, nyeri dada, mual muntah, kejang, (b) penyakit terdahulu: adanya

hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi

hormonal, penyakit ginjal, dan infeksi saluran kencing, (c) riwayat penyakit

keluarga: ditanyakan riwayat kehamilan dan penyulitnya pada ibu dan

saudara perempuannya, (d) riwayat gaya hidup: keadaan lingkungan

(5)

2.4.4.2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah: (a) kardiovaskuler:

evaluasi desakan darah, suara jantung, pulsasi perifer, (b) paru: auskultasi

paru mendiagnosis edema paru, (c) abdomen: palpasi untuk menentukan

adanya nyeri pada hepar. Evaluasi keadaan rahim dan janinnya, seperti:

(a) refleks: adanya klonus, (b) fundoskopi: untuk menentukan adanya

retinopati grade I-III.

2.4.4.3. Pada pelayanan kesehatan primer

Dokter umum dan bidan dapat melakukan pemeriksaan diagnostik

dasar: (a) pengukuran desakan darah dengan cara yang standar, (b)

mengukur proteinuria, (c) menentukan edema anasarka, (d) menentukan

tinggi fundus uteri untuk mendeteksi dini IUGR, (e) pemeriksaan

funduskopi.

2.4.5. Preeklamsia ringan 2.4.5.1. Definisi klinik

Preeklamsia ringan adalah sindroma spesifik kehamilan dengan

penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi

(6)

2.4.5.2. Kriteria diagnostik

a. Desakan darah:  140/90 mmHg -- < 160/110 mmHg

Kenaikan desakan sistolik  30 mmHg dan kenaikan desakan diastolik

 15 mmHg, tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklamsia,

tetapi perlu observasi yang cermat

b. Proteinuria:  300 mg/24 jam jumlah urine atau dipstik: 1+

c. Edema: lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik

kecuali anasarka (HKFM, 2005; Sibai, Stella, 2009).

2.4.6. Preeklamsiaberat

Preeklamsia berat ialah preeklamsia dengan salah satu atau lebih

gejala dan tanda dibawah ini (Cunningham, 2010):

a. Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik  160

mmHg dan desakan diastolik  90 mmHg

b. Proteinuria:  5 gr/jumlah urine selama 24 jam. Atau dipstick: 4+

c. Oliguria: produksi urin < 400-500 cc/24 jam

d. Kenaikan kreatinine serum

e. Edema paru dan cyanosis

f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen:

disebabkan teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala

awal rupture hepar.

g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala,

(7)

h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino

transferase

i. Hemolisis mikroangiopatik

j. Trombositopenia: < 100.000 cell/mm3

k. Sindroma HELLP

2.4.7. Eklamsia

Eklamsia ialah preeklamsia yang disertai dengan kejang

tonik-klonik disusul dengan koma (HKFM, 2005; Sibai, Stella, 2009).

2.4.7.1. Faktor predisposisi

Etiologi preeklamsia masih belum diketahui secara pasti dan

beberapa faktor resiko dapat meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia

misalnya primigravida, kehamilan multipel, obesitas, usia yang terlalu

muda atau terlalu tua, riwayat kehamilan terdahulu dengan preeklamsia,

DM gestasional dan hipertensi penyakit ginjal (HKFM, 2005; Sibai, Stella,

2009).

2.4.7.2. Etiologi dan patogenesis

Pre-eklampsia dianggap sebagaisalah satu masalah kesehatan

yang paling signifikan pada kehamilanmanusia, dengan komplikasi sekitar

±6-8% dari seluruh kehamilan lebih dari 20 minggu. Penyakit ini adalah

salah satu penyebab utama gangguan pertumbuhan janin, morbiditas bayi

(8)

Meskipun kemajuan penelitian yang berkelanjutan, pre-eklampsia tetap

menjadi tantangan utama pada patofisiologinyadan manajemen.

Pengetahuan tentang patofisiologi dari pre-eklampsia telah berubah

secara dramatis selama bertahun-tahun. Selama berabad-abad itu

dianggap sebagai gangguan kejang sederhana, sebagai akibat dari

gangguan ginjal atau hipertensi. Hari ini, telah disimpulkan sebagai

sebuah gangguan multi sistem dengan disfungsi vaskular di pusatnya.

Dahulu, pre-eklampsia didefinisikan sebagai tiga serangkai hipertensi,

proteinuria dan edema patologis selama kehamilan. Ini adalah suatu

kondisi yang berkembang lebih umum pada wanita nulipara dan

postpartum. Regresi hemodinamik pre-eklampsia ditandai oleh

berkurangnya volume darah dengan hemokonsentrasi dan konsekuensi

perubahan rheologi dan vasokonstriksi dengan peningkatan resistensi

perifer (Uzan, 2011).

Etiologi dan patogenesis dari sindroma preeklamsia masih belum

jelas diketahui. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya

hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang

dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:

(1) teori kelainan vaskularisasi plasenta; (2) teori iskemia plasenta, radikal

bebas, dan disfungsi endotel; (3) teori intoleransi imunologik antara ibu

dan janin; (4) teori adaptasi kardiovaskuler; (5) teori defisiensi genetik; (6)

teori defisiensi gizi; (7) teori inflamasi.

Namun dijumpai bukti penting bahwa terjadi manifestasi

(9)

dijumpai berbagai keadaan patologis pada beberapa sistem organ yang

diakibatkan perubahan pada maternal vaskular endotelium.

Aktivasi sel endotel tampaknya merupakan permasalahan utama

pada patogenesis preeklamsia. Studi pada masyarakat menunjukkan

bahwa pre-eklampsia lebih umum terjadi ketika disparitas immunogenetik

antara ibu dan janin adalah terbesar. Juga, wanita dengan gangguan

kekebalan tubuhkarena infeksi human immunodeficiency virus (HIV)yang

ditemukan memiliki resiko signifikan lebih rendah dari untuk menjadi

preeklamsia dibandingkan kontrol. Oleh karena itu, pemahaman proses

plasentasi dengan fitur khusus dalam spesies manusia dan mempelajari

perubahan dalam proses ini dipandang oleh banyak peneliti sebagai kunci

untuk memahami pre-eklampsia.Selama plasentasi yang normal pada

manusia, dengan sel sitotrofoblas ekstravili di minggu-minggu awal

kehamilan menjadi ekstensif memasuki desidua dan berdekatan dengan

miometrium dari tempat melekatnya plasenta. Sitotrofoblas ini mengalir

kedalam pembuluh darah spiral, menghancurkan dan akhirnya

menggantikan endotelium pembuluh ibu. Proses itu berlanjut dengan

invasi dinding arteri, di mana mereka juga menghancurkan struktur elastis

dan otot dari pembuluh darah ibu. Setelah fase istirahat antara 14 dan

minggu ke-16 kehamilan, pada endovaskular kedua migrasi dari trofoblas,

kali ini dalam intramiometrial yang merupakan bagian dari arteri spiral,

mencapai sejauh pembuluh radial. Pada akhir proses, dinding pembuluh

darah ibu yang tipis dikonversi ke pembuluh darah saluran rahim-plasenta

(10)

mampu melebarkan secara pasif dan mengakomodasi peningkatan aliran

darah yang diperlukan untuk pengembangan kehamilan normal dan tidak

merespon rangsangan humoral atau neurogenik dalam rangka untuk

melindungi janin. Ada bukti dari bagian tubuh yang untuk mendukung

bahwa kegagalan dari proses normalplasentasi terjadi pada wanita

dikembangkan menjadi pre-eklampsia jauh sebelum terjadinya gejala

klinis (Kahn, 2009; Uzan, 2011).

(11)

Hipoksia plasenta bila berkelanjutan akan menyebabkan

pembebasan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk

lipid peroksidase pada sirkulasi darah ibu. Keadaan ini akan

menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu, suatu keadaan di mana

jumlah radikal bebas lebih dominan dibandingkan antioksidan (Robert,

2004). Peningkatan resistensi arteri uteirna juga memicu tingginya

sensitivitas terhadap vasokontriksi dan iskemia plasenta kronik yang

menambahkan morbiditas stres oksidatif. Stres oksidatif kemudian

memicu pelepasan radikal bebas dan sitokin proinflamasi yang dapat

menyebabkan disfungsi endotel seperti hiperpermeabilitas vaskular,

trombofilia, dan hipertensi, sebagaikompensasi penurunan aliran darah

arteri uterina karena vasokontriksi perifer (Uzan, 2011).

Disfungsi endothel menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan

produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin

dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti

endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II. Hal ini akan mengakibatkan

terjadinya vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan

kadar lipid peroksidase juga akan menyebabkan aktifnya sistem

koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan

thrombus. Disfungsi endothel yang terjadi berkelanjutan secara

keseluruhan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi dan kegagalan

organ sepertipada ginjal berupa hiperuricemia, proteinuria, dan gagal

ginjal; penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi;

(12)

dan oedema menyeluruh; pada darah dapat terjadi trombositopenia dan

koagulopati; pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi

hati; pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,

kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan; pada plasenta dapat

menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan solusio

plasenta (Cunningham, 2010).

(13)

2.4.7.3. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Gambar 3. Skema representasi invasi trofoblast terhadap arteri spiralis. Garis terputus menunjukkan invasi trofoblast ke pembuluh darah. Telah dijelaskan bahwa kegagalan invasi trofoblast ke arteri spiralis mengeluarkan zat-zat yang bersirkulasi secara luas dan menyebabkan kerusakan endotel menyeluruh (Lyall and Greer, 1996).

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah

dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh

darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri

arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus

endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang

arteri spiralis. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi

invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan

degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.

(14)

jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis

mengalami distensi dan dilatasi (Whitley, 2010).

Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak

penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan

peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran

darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,

sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini

dinamakan “remodeling arteri spiralis”.Pada hipertensi dalam kehamilan

tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan

jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku

dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami

distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami

vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga

aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia

plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan

perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK

selanjutnya.Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah

500 mikron, sedangkan pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada

hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali

aliran darah ke utero-plasenta (Cunningham, 2010).

Melihat perkembangan embrio awal (Gambar 4) trofoblas adalah

keturunan sel pertama untuk membedakan pada tahap blastokista pada

sekitar 6 hari setelah pasca konsepsi (pc). Selanjutnya langkahdiferensiasi

(15)

jalur vili dan jalur ekstravili. Pada saat implantasi sinsitiotrofoblas awal

dihasilkan, yang meningkat dalam ukuran oleh mekanisme yang terus

menerus dari sel sitotrofoblas mononuklear. Sel yang terakhir terus

berproliferasi, diferensiasi, dan secara sinsisial menyatu dengan

sinsitiotrofoblas, sehingga meningkatkan dan mempertahankan lapisan

multinukleus selama kehamilan. Selama tahap awal pengembangan

sinsitiotrofoblas, lapisan ini invasif dan membantu menembus epitel rahim.

Hanya setelah beberapa hari cairan pertama mengisi ruang, dikenal

dengan perkembangan lakuna yang berkembang dan menyatu dan

merupakan pelopor dari ruangan intervilli (Huppertz, 2008).

Gambar 4. Awalmula perkembangan trofoblas (Hupperts, 2008).

Pada sekitar hari ke-12 P.C. sel-sel sitotrofoblas mulai menembus

massa sinsitiotrofoblas, bergerak terhadap cabang pertama yang

memperpanjang ke ruang intervili, sehingga mengakibatkan pembentukan

sel trofoblas vili. Hanya beberapa hari kemudian (hari 15 pc) sel

sitotrofoblas telah mencapai sisi maternal dari massa sinsitiotrofoblas. Ini

adalah waktu kontak pertama sel trofoblas mononukleus dengan stroma

(16)

(pm) terjadilah subtipe sel trofoblas ekstravili. Pada tahap perkembangan

manusia 2 subtipe utama trofoblas, vili dan ekstravili, yang didirikan dan

subpopulasi lanjut (sitotrofoblast vili dan sinsitiotrofoblas dibandingkan

interstitial [mono-dan multinuklear], endomural, dan trofoblas ekstravili

endovaskular) yang sedang berkembang. Perkembangan keturunan

trofoblas berlangsung dalam minggu 1 pc, sedangkan definisi dari 2 jalur

(vili dan ekstravili) mendapat di tempat di minggu 3 pc. Perbedaan

sementara ini mungkin menjadi penting dalam hal asal-usul plasenta

pada kehamilan patologi seperti preeklamsia dan IUGR (Huppertz, 2008).

(17)

2.2.7.4.Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Adapun teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

adalah:

Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada

hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia.Plasenta yang

mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut

juga radikal bebas).Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa

penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang

tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan

plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,

khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.

Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses

normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan

tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap

sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi

dalam kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak

membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh

menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak

membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.

Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis,

(18)

Peroksida Lemak Sebagai Oksidan pada Hipertensi dalam Kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar

oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan

antioksidan, misalnya vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan

menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak

yang relatif tinggi.Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas

yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran

darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel

lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena

letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak

jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan

berubah menjadi peroksida lemak (Kashinakunti, 2010).

Peroksidasi lemak adalah proses yang terjadi secara normal

pada tingkat rendah di semua sel dan jaringan. Ini melibatkan

konversiasam lemak tak jenuh untuk hidroperoksida lipid. Proses ini

dapat diprakarsai oleh radikal bebas, yang molekulnya tidak

stabilyang memiliki elektron tidak berpasangan di luarorbital.

Organismebiasanya memiliki mekanisme anti-oksidatif yang

membatasi proses ini. Selain itu, rendahnya konsentrasi peroksida

lemak sangat penting dan dapat bertindak sebagai endogen

intraseluler. Namun, tampaknya adakontroversi mengenai apakah

(19)

studi menemukan bahwa total serum anti-oksidan kegiatan

preeklamsia perempuan menurun, sementara yang lain menemukan

bahwa asam askorbat, vitamin E dan beta karoten lebih rendah hanya

dalam preeklamsiaberat sebagai lawan preeklamsia ringan, dimana

hanya kekurangan asam askorbat yang telah diidentifikasi dan tidak

ditemukan perbedaan dalam sirkulasi enzim antioksidan dalam

aktifitas pasien preeklamsia dibandingkan dengan kontrol normal.

Akhirnya, beberapa studi bahkan menemukan peningkatan

antioksidan padapreeklamsia. Namun pandangan bahwa

ketidakseimbangan antara prooksidan dan antioksidan yang terjadi

pada preeklamsia tampaknya bulat. Beberapa studi menunjukkan

bahwa pada plasentaterdapat peroksida lemak yang meningkat. Dan

antioksidan plasenta yang menurun pada preeklamsia, menunjukkan

bahwa plasenta mungkin menjadi sumber untuk ketidakseimbangan

aktivitas prooksidan/antioksidan. Apakah hipoksia plasenta masih

menjadi penyebab ketidakseimbangan ini, karena telah ditunjukkan

bahwa jaringan hipoksia mempromosikan peroksida lemak pada tikus

dan meningkatkan ekspresi xanthine oxidase,enzim yang

menghasilkan superoksida. Sekali lagi, yang mungkin menjadi

skenario lain adalah bahwa stres oksidatif mungkin hasilnyabukan

sebagai penyebab preeklamsia, atau proses yang dipicu oleh faktor

yang 'diketahui' kausatif, menjadidiperkuat dalam lingkaran setan

(20)

Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi

kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel

endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan

terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel

endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial

dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang

mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi (Fotis, 2012):

- Gangguan metabolime prostaglandin, karena salah satu fungsi sel

endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya

produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilator kuat.

- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami

kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup

tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan.

Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu

vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar

prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar protasiklinnya (lebih kuat

vasodilator). Pada preeklamsia kadar tromboksan lebih tinggi dari

kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, sehingga terjadi

kenaikan tekanan darah.

- Perubahan yang khas pada sel endotel kapiler glomerulus

(glomerular endotheliosis).

(21)

- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin.

Kadar NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin

(vasokonstriktor) meningkat.

- Peningkatan faktor koagulasi.

Disfungsi endotel diperkirakan menjadi dasar dari timbulnya

manifestasi klinis pada preeklamsia. Seperti kita ketahui endotel vaskular

memiliki banyak fungsi penting termasuk diantaranya mengendalikan

tonus otot polos pembuluh darah melalui pelepasan vasokonstriktor dan

vasodilator serta mengatur fungsi antikoagulasi, antiplatelet dan

fibrinolisis. Telah diperkirakan sebelumnya bahwa pelepasan faktor-faktor

tertentu dari plasenta sebagai respons terhadap iskemia berakibat

terjadinya disfungsi endotel pada sirkulasi maternal. Disfungsi endotel

pada preeklamsia merupakan faktor penting terjadinya rangkaian kelainan

pada preeklamsia. Disfungsi endotel yang terjadi pada preeklamsia akan

menyebabkan perubahan patofisiologi yang menyertai preeklamsia antara

lain vasokonstriksi maksimal pada sirkulasi maternal disertai berkurangnya

volume sirkulasi yang mengarah pada penurunan perfusi sistem organ.

Vasokonstriksi juga menyertai peningkatan sensitivitas agen pressor dan

peningkatan aktivitas syaraf simpatik yang menghasilkan peningkatan

tonus pembuluh darah. Terjadi pula aktivasi sistem koagulasi dan

peningkatan permeabilitas endotelium yang akan menghasilkan

penurunan volume plasma. Terjadi pula peningkatan sirkulasi marker dan

(22)

trombomodulin, fibronektin sekuler, aktivator plasminogen jaringan dan

aktivator plasminogen inhibitor-1 (Agarwal, 2011).

Pada disfungsi endotel, sistem koagulasi dan trombosit akan

diaktivasi. Trombosit akan melekat (adhesi) dengan membrana basalis

yang terpapar, kemudian terjadi agregasi trombosit selanjutnya

membentuk plak trombosit fibrin (trombus) disekitar luka dan retraksi

bekuan sehingga luka benar-benar tertutup. Pada preeklamsia terjadi

aktivasi trombosit yang ekstensif dibandingkan dengan hamil normal.Hal

ini ditandai dengan meningkatnya penanda aktivasi yaitu anti p-selektin,

anti CD63, anti PECAM-1 dan annexin-V. PECAM-1 merupakan pertanda

terbaik untuk membedakan preeklamsia dan hamil normal. Disfungsi

endotel yang menyeluruh merupakan dasar dari patogenesis preeklamsia.

Pengikatan leukosit pada endotel terjadi dalam sejumlah keadaan

inflamasi dan gangguan imunologis. Sekelompok protein pada permukaan

endotel, masing–masing dengan fungsi yang berbeda memberikan jalur

signal untuk leukosit. Protein-protein ini meliputi: famili molekul adhesi

selektin; kemoaktran (yang sekarang disebut kemokin) seperti MCP-1 dan

IL-8 dan superfamili imunoglobulin (ICAM-1, ICAM-2, ICAM-3, VCAM-1)

(Farzadnia, 2013)

Penanda biokomia yang lazim untuk penentu disfungsi Endotel,

maupun perbaikan fungsi endotel adalah (Phocas, 2000):

1. Penanda untuk adanya inflamasi : molekul perekat seperti

(23)

2. Penanda untuk adanya agregasi trombosit dan aktifitas

prokoagulan: von willebrand factor (VWF), Trombomodulin.

3. Penanda untuk gangguan fibrinolisis : plasminogen aktivator

inhibitor 1 (PAI-1)

4. Penanda untuk peningkatan permeabilitas endotel:

mikroalbuminuria.

Pada keadaan normal, sel endotel merupakan permukaan yang

tidak lengket sehingga dapat mencegah koagulasi, adhesi sel dan

kebocoran cairan rongga intravaskuler. Pada preeklamsia, kerusakan

endotel diduga akibat adanya peran radikal bebas, antigen-antibodi

kompleks dan kemungkinan oleh berbagai faktor lainnya seperti trauma,

anoksia, kebiasaan merokok, kompleks antigen-antibodi,

hiperkolesterolemia, hiperlipoproteinemia dan homosisteinemia

(Cunningham, 2010)

Bila sel endotel mengalami kerusakan, maka jaringan subendotel

akan terpapar. Dengan adanya kerusakan endotel akan menimbulkan

diskontinuitas lapisan pembuluh darah sebelah dalamnya dan apabila

dibiarkan, akan terjadi kebocoran pada sistem mikrovaskuler. Secara

alamiah tubuh berusaha menutup kerusakan tersebut dengan membentuk

agregasi trombosit. Dalam keadaan normal, sel endotel akan

memproduksi prostasiklin yang relatif tinggi, sebaliknya trombosit akan

memproduksi tromboksan. Bila terjadi kerusakan sel endotel maka

produksi prostasiklin akan menurun, namun kadar tromboksan akan

(24)

yang ditandai dengan terjadinya agregasi trombosit sehingga efek

vasokonstriksi akan lebih tinggi yang menyebabkan terjadinya peninggian

tekanan darah. Molekul adhesi berperan dalam adherensi sel

endotel-leukosit dan migrasi endotel-leukosit ke jaringan perivaskular. Bukti biokomia

adanya aktivasi sel endotel pada preklamsia meliputi tingginya kadar

endotelin, faktor von Willebrand, diekspresikannya MES dan CAM dan

rendahnya kadar prostasiklin dan nitrik oksida yang semuannya

disekresikan oleh sel endotel (Farzadnia, 2013).

Menurut Jaffe (1995) pada preeklamsia ada dua tahap perubahan

yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia

plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri

spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding

arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan

sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan

akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta

sehingga terjadilah hipoksia plasenta antioksidan.

Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan

zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase

dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya stress

oksidatifyaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih

dominan dibandingkan antioksidan. Stress oksidatif pada tahap berikutnya

bersama dengan zat toksik yang beredar dapat merangsang terjadinya

kerusakan pada sel endotel pembuluh darah yang disebut disfungsi

(25)

endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak

sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrik oksida, dibandingkan

dengan vasokonstriktor seperti endotelium I, tromboxan, dan angiotensin

II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi

(Kashinakunti, 2010).

Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan

sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan

thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endotel di dalam

tubuh penderita preeklamsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi

disfungsi dan kegagalan organ seperti:

 Pada ginjal: hiperurikemia, proteinuria, dan gagal ginjal.

 Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.

 Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan edema

paru dan edema menyeluruh.

 Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.

 Pada hepar dapat terjadi perdarahan dan gangguan fungsi hati.

 Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,

kebutaan, pelepasan retina, dan perdarahan.

 Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin,

(26)

Patologi plasenta pada PE menyebabkan pertumbuhan janin terhambat

Wanita dengan pertumbuhan bayi terhambat sebelumnya memiliki50%

peningkatan resiko pembatasan pertumbuhan berat dalam kehamilan saat

ini, dan penilaian serial pada trimester ketiga ini merupakan tindakan yang

lazim. Adanya riwayat bayi lahir mati juga merupakan indikasi yang

diterima untuk pengawasan intensif antepartum karena lebih dari

setengah dari bayi lahir mati biasanya terkait dengan pertumbuhan janin

terhambat (PJT). Bayi lahir mati sebelum kehamilan 32 minggu memiliki

hubungan yang sangat kuat dengan PJT. Bayi lahir mati berulang akan

muncul menjadi faktor resiko yang signifikan, terutama bila dikaitkan

dengan diagnosis hipertensi atau PJT klinis. Wanita dengan diabetes

berada pada peningkatan resiko melahirkan bayi dengan makro somia

serta PJT, dengan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas perinatal.

Preeklamsia diamati pada15-20% dari kehamilan dengan komplikasi

diabetes mellitus tipe 1 dan sekitar 50% mengalami nefropati. Preeklamsia

juga lebih cenderung terjadi pada wanita dengan hipertensi dan kontrol

glukosa rendah. Bila dinilai dengan standar yang disesuaikan, 15% dari

wanita dengan diabetes tipe 2 yang ditemukan memiliki bayi kecil untuk

masa kehamilan (KMK). Pemeriksaan doppler arteri umbilikalis tampaknya

menjadi lebih efektif daripada profil biofisik atau kardiotokografi namun

penggunaannya harus dibatasi pada wanita dengan faktor resiko

tambahan untuk insuffisiensi plasenta, seperti KMK atau preeklamsia

(27)

Evaluasi Doppler arteri uterina pada trimester kedua atau pertama

telah diusulkan sebagai alat skrining untuk awal-awal PJT, dengan tingkat

deteksi masing-masing sekitar 75% dan 25%, untuk tingkat positif palsu

5-10%. Sensitivitas yang tinggi untuk memprediksi awal PJT terkait dengan

preeklamsia dan lebih rendah untuk akhir PJT. Perbedaan strategi

menggabungkan faktor resiko ibu, tekanan darah, dan penanda biokimia

telah dipublikasikan dengan deteksi tingkat yang lebih besar dari 90%

untuk awal-awal preeklamsia, dan terkait dengan PJT. Sebuah meta

analisis dari 5 penelitian acak termasuk 1.052 wanita dengan kelainan

doppler arteri uterine pada trimester kedua diobati dengan aspirin

menunjukkan 20% penurunan kejadian preeklamsia, tanpa mencapai

statistik yang signifikan(resiko relatif, 0,8;kepercayaan 95%

interval,0,61-1,06). Hanya dua penelitian acak (n = 225) yang telah mengevaluasi

efektifitas aspirin pada wanita dengan dopplerarteri uterina abnormaldi

trimester pertama, menunjukkan 71% penurunan kejadian preeklamsia.

Terbatasnya jumlah kasus termasuk tingginya insiden preeklamsia pada

kelompok kontrol, dan ada ketidakpastian apakah pada antar negara

untuk menarik kesimpulan yang dapat diandalkan (Figueras, Gardosi,

2011)

Telah disarankan bahwa onset preeklamsia awal (sebelum 34+0

minggu) dan akhir (setelah 34+ 0 minggu) memiliki etiologi yang berbeda

dan oleh karena itu memiliki ekspresi klinis yang berbeda pula, tetapi

masih perlu subyek penelitian yang cukup besar. Namun demikian, berikut

(28)

A. Jenis preeklamsia onset lanjut (late onset) terdiri lebih dari 80% dari

semua kasus preeklamsia di seluruh dunia. Sebagian besar

kasus-kasus onset akhir terkait dengan:

 Seorang bayi biasanya tumbuh tanpa ada tanda-tanda gangguan

pertumbuhan;

 Perubahan dari arteri spiralis (tidak ada perubahan dalam bentuk

gelombang doppler atau peningkatan tipis menggunakan indikator

indeks[PI]);

 Tidak ada perubahan dalam aliran darah dari arteri umbilikalis;

 Peningkatan resiko untuk ibu hamil menampilkan sebuah massa

plasental yang diperbesar atau permukaan yang luas (diabetes,

multiple kehamilan, anemia, ketinggian).

B. Jenis onset awal preeklamsia terdiri dari subset kecil dari semua kasus

preeklamsia (5% sampai 20%, tergantung pada statistik), tetapi terdiri

dari kasus yang paling parah. Yang khas dari jenis preeklamsia ini

dapat diringkas sebagai berikut:

 Sebuah invasi trofoblas yang tidak memadai dan tidak lengkap dari

arteri spiralis ibu;

 Perubahan aliran darah dalam plasental bed arteri spiralis dan

dalam arteri uterina (takik dan perubahan lainnya [PI meningkat]

dari bentuk gelombang Doppler);

 Resistensi perifer yang meningkat dari pembuluh darah plasenta

mungkin menjadi salah satu penyebab aliran darah yang tidak

(29)

yangmeningkat dalam aliran masih dipertahankan atau tidak dan

bahkan kecepatan aliran darah end diastolik dalam arteri);

 Tanda-tanda jelas pertumbuhan janin terhambat.

Hal ini perlu diklarifikasi bahwa semua jenis di atas dari onset awal

jenis preeklamsia tidak spesifik untuk jenis kehamilan patologi. Sebagian

besar kasus dengan preeklampsi onset dini berhubungan dengan yang

lain kehamilan patologi, gangguan pertumbuhan intrauterin (IUGR).Pada

kasus IUGR dini adalah tidak memadainya invasi trofoblas, transformasi

yang tidak memadai arteri spiralis, diikuti dengan perubahan

masing-masing dalam aliran darah arteri uterina, perubahan aliran darah

umbilikus, dan gangguan pertumbuhan janin (Figueras, Gardosi, 2011).

Karena subkelompok dengan onset dini preeklamsia terkait dengan

komplikasi yang relatif parah, menjadi fokus penelitian dasar dan

klinis.Kombinasi dari 2 sindrom (preeklamsia dan IUGR) dalam kasus ini

mungkin telah menyebabkan anggapan bahwa tipe awal timbulnya

preeklamsia disebabkan oleh perubahan yang dijelaskan sebagai

penyebab untuk IUGR, seperti perubahan dalam aliran darah rahim serta

arteri umbilikalis dan gangguan pertumbuhan janin. Tapi kasus onset awal

"murni" IUGR menunjukkan secara tepat jenis yang tercantum di atas.

Sehingga diragukan apakah perubahan seperti ini memang terkait dengan

preeklamsia (Figueras, Gardosi, 2011).

Hal ini didukung oleh penelitian yang mencoba untuk menggunakan

Doppler arteri uterina sebagai prediktor preeklamsia. Dalam sebuah

(30)

Nicolaides et al menggunakan Doppler arteri uterina pada 11+ 0 sampai

13+ 6 minggu sebagai prediktornya. Tapi meskipun PI arteri uterina

meningkat di kasus preeklamsia, untuk tingkat positif palsu 10%, yang

tingkat deteksi hanya akan menjadi 40%. Dalam penelitian yang lebih

besar Pilalis et al mengukur aliran darah arteri uterina pada ibu hamil 11

sampai 14 minggu kehamilan. Hasil dari penelitian ini adalah jelas:

Sensitivitas Doppler arteri uterina untuk semua kasus preeklamsia hanya

21%, dan itu 33,3% untuk kasus preeklamsia onset dini (Figueras,

Gardosi, 2011)

Sensitivitas untuk mendeteksi onset awal gangguan pertumbuhan

janin dalam penelitian ini adalah 100%.Data ini menimbulkan pertanyaan

apakah perbedaan yang jelas antara kasus onset awal dan akhir dari

preeklamsia benar-benar ada.Mungkin itu adalah kombinasi dengan IUGR

yang membuatkasus dini begitu parah.Dalam hal gejala preeklamsia

(hipertensi dan proteinuria) pada kedua kelompok, ada kasus-kasus yang

parah dengan nilai tekanan darah maksimal dan konsentrasi protein

maksimal dalam urin (Figueras, Gardosi, 2011)

2.2.7.5 Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya

hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut:(Robert,

1989)

 Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi

(31)

 Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko lebih

besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan

suami yang sebelumnya.

 Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan

adalah makin lama periode ini, maka makin kecil terjadinya hipertensi

dalam kehamilan.

Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak

adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya

human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting

dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil

konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi

trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu (Cunningham,

2010).

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas

ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk

terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk

menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan,

terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua

daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi

trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur

sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga

merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi

(32)

preeklamsia.Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang

mempunyai kecenderungan terjadi preeklamsia, ternyata mempunyai

proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif (Sibai,

2006)

2.2.7.6.Teori adaptasi kardiovaskuler

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap

bahan-bahan vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap

rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang

lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan

normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor

adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel

endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap

bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor

(bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di

kemudian hari ternyata adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam

kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan

ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor.

Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang

sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan

vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan

kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam

kehamilan sudah terjadi pada trimester 1 (pertama). Peningkatan

(33)

kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.

Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam

kehamilan (Majed, 2012).

2.2.7.7.Teori defisiensi genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.

Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan

secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti

bahwa pada ibu yng mengalami preeklamsia, 26% anak perempuannya

akan mengalami preeklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu

mengalami preeklamsia (Cunningham, 2010).

2.2.7.8.Teori defisiensi gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan

defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian

tentang pengaruh diet pada preeklamsia beberapa waktu sebelum

pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup

dalam persiapan perang menimbulkan kenakan insiden hipertensi dalam

kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan,

termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi resiko preeklamsia.

Minyak ikanmengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat

menghambat produksitromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan

(34)

mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau

bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah

preeklamsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil

baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin

(Zhou, 2012)

Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada

diet perempuan hamil mengakibatkan resiko terjadinya preeklamsia/

eklampsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik,

ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian kalsium dan

plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi

suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklamsia adalah 14%

sedang yang diberi glukosa 17% (Hofmeyr, 2007)

2.2.7.9.Teori inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di

dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses

inflamasi.Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris

trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat

reaksi stres oksidatif (Cunningham, 2010)

Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang

timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris

trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih

dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklamsia,

(35)

produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin

banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil

ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga

jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini

menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih

besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons

inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel

makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi

sistemik inflamasi yang menimbulkan gejal-gejala preeklamsia pada ibu

(Majed, 2012)

Disamping disfungsi/aktivasi endotel, trombosit atau platelet juga

mengalami aktivasi ditandai dengan meningkatnya kadar molekul

adhesi/perekat dalam plasma seperti Platelet Cell Adhesion Molecule-1

(PECAM-1), Vascular Adhesion Molecule-1 (VCAM-1), Intercellular

Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan E-selectin yang memudahkan

terjadinya agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Peningkatan

kadar molekul adhesi, ICAM-1 dan PECAM-1 dalam plasma dapat terjadi

3-15 minggu sebelum timbul gejala-gejala klinis preeklamsia sehingga

dapat dipakai sebagai prediktor akan timbulnya preeklamsia. Redman,

menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklamsia akibat produksi

debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan

“aktivitas leukosit yang sangat tinggi” pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh

(36)

intravaskular pada kehamilan” yang biasanya berlangsung normal dan

menyeluruh (Fotis, 2012).

2.5. Molekul Perekat Sel (CAM)

Melekatnya satu sel dengan sel lainnya, satu sel ke jenis sel

lainnya dan atau melekatnya satu sel ke matrik ekstraseluler (MES)

adalah bagian yang sangat penting dan tergantung dari adanya CAM yang

dimilikinya. Adhesi molekul ini penting untuk perlekatan leukosit ke endotel

untuk memulai reaksi proinflamasi. Molekul adhesi ini adalah adalah

glikoprotein sel permukaan yang dapat meluas keluar membran sel atau

menempel pada membran yang diperantarai oleh lemak. Beberapa

molekul spesifik dikeluarkan tergantung waktu maupun tempat pada saat

perkembangan. Sebagai contoh, pada saat implantasi, trophoektoderm

yang melekat pada epitel permukaan dari uterus dan CAM memiliki

peranan yang penting dalam proses ini. Pemahaman dari peranan CAM

dalam kehamilan sangat menakjubkan karena beberapa kehamilan

dikaitkan dengan kelainan yang berhubungan CAM, yaitu: Preeklamsia,

dihubungkan dengan keabnormalan ekspresi dari CAM khusus (Fotis,

2012).

Klasifikasi Molekul Adhesif:

Molekul adhesif dikelompokkan pada famili yang berbeda,

(37)

1. Integrin, terbentuk dari glikorprotein heterodimerik dan terikat pada protein matrik ekstraseluler terdiri dari dua sub unit non kovalen

yaitu alfa dan beta.

2. Kaderin, kelompok molekul perekat yang memiliki ketergantungan terhadap kalsium baik dalam maupun diluar sistem saraf.

3. Famili Immunoglobulin (lg), berfungsi sebagai molekul perekat antar sel yang tidak tergantung dari kalsium molekul perekat

interseluler, sinyal reseptor. Terdiri dari (I CAM, V CAM-1, NCAM).

4. Famili Selektin, dimana terikat pada karbohidrat. Terdiri dari E, P dan L selektin.

Dari keseluruhan famili diatas yang akan kita bahas selanjutnya

adalah tentang Famili Immunoglobulin.

2.8.1. Famili imunoglobulin

Famili imunoglobulinmemiliki lebih dari 70 anggota dan berfungsi

sebagai molekul perekat antar sel yang tidak tergantung dari kalsium

molekul perekat interseluler, sinyal reseptor atau keduanya.Famili ini

terdiri dari molekul perekat sel endotel platelet (PECAM-1), molekul

perekat sel vaskuler (VCAM-1) dan molekul perekat interseluler (ICAM 1,2

dan 3), bagian imunoglobulinterbentuk dari 970 – 1100 asam amino yang tersusun dalam dua lapisan yang distabilkan oleh ikatan disulfida. Seperti

halnya kaderin, tidak cukup untuk menjamin perekat sel dan semua

integrin harus menempel melalui protein perekat ke sitoskeleton. Mungkin

(38)

mana diekspresikan oleh banyak sel termasuk sel saraf.Famili

imunoglobulindigunakan sangat luas pada pertumbuhan dan regulasi dari

sistim imun.

VCAM-1adalah suatu glikoprotein transmembran dengan berat

molekul 90 kDa dan memiliki 6-7 partikel imunoglobulin dengan distribusi

yang banyak di endotel, epitel, makrofag dansel dendrit yang dapat

melewati membran sel. VCAM-1 diekspresikan pada permukaan endotel

teraktivasi untuk sementara waktu sebagai respon terhadap sitokin dan

menunjukkan puncaknya 6-10 jam setelah aktivasi. Fungsi utama VCAM-1

adalah adhesi ke endotel pada keadaan inflamasi. VCAM-1 dijumpai pada

berbagai sel vaskuler maupun non-vaskuler, dimana fungsi utamanya

adalah menjembatani adhesi interseluler. Sel lain yang mengekspresikan

VCAM-1 adalah permukaan sinovial yang mengabdung fibroblas,

makrofag jaringan, sel epitel timus, sel dendritik, dan perisit jaringan saraf.

VCAM-1 merupakan salah satu subkelompok tipe IgSF molekul adhesi sel

yang merupakan anggota yang termasuk dalam molekul adhesi

interseluler, ICAM-1, ICAM-2, dan ICAM-3, dan addressin vaskular

mukosa molekul adhesi selular (MAdCAMs).VCAM-1s, ICAMs, dan

MAdCAMs mengikat anggota superfamili integrin dan memainkan peran

sentral dalam transportasi leukosit dan ekstravasasi.Selain itu, daerah

ekstraseluler beberapa molekul ini bertindak sebagai reseptor seluler

untuk berbagai virus dan parasit. Very late antigen-4 (VLA-4)

suatu41integrin adalahsuatu “counter ligand” dari VCAM-1

(39)

eosinophildanbeberapasel tumor. Ligan lain adalah integrin a9b1, aDb2,

eritrosit yang terinfeksi P. falciparum dan virus. Setiap molekul adhesi sel

terdiri dari N-terminal wilayah ekstraseluler yang dibangun dari domain

IgSF, heliks transmembran, dan domain sitoplasma. Sifat dan jumlah yang

tepat dari domain yang membentuk daerah ekstraseluler dari

molekul-molekul ini bervariasi, tetapi mereka semua mengandung dua domain

fragmen mengikat integrin yang homolog dengan dua domain N-terminal

dari VCAM-1 (Fotis, 2012).

2.8.2. Struktur dua domain N-terminal dari VCAM-1

Wilayah ekstraseluler dari VCAM-1 terdiri dari tujuh (atau kurang

umum untuk sambatan varian, enam) domain IgSF.struktur Kristal untuk

sebuah fragmen fungsional terdiri dari dua domain N-terminal ditentukan

secara independen oleh dua kelompok (Gambar 10). Domain 1 memiliki

IgSF I-set struktur dengan dua-lembaran-helai A, B, E, dan D, dan helai

A0, G, F, dan C. Ia juga memiliki dua disulphides intersheet: Salah

satunya adalah disulfida kanonik antara untai B dan F, yang lain adalah

ciri khas dari subkelompok ini dan menghubungkan loop BC dan FG.

Struktur ini mirip dengan domain set immunoglobulin I kecuali untuk loop

CD, yang memanjang dari tubuh domain dan menampilkan residu pelarut

hidrofobik yang dapat diakses (Ile-39) dan asam residu yang sangat

terpapar (Asp-40) (lihat di bawah) (Fotis, 2012).

Sampai saat ini, domain 2 dari VCAM-1 adalah IgSF terbesar set

(40)

struktural sama dengan set domain C2 di CD2 dan CD4, dengan dua

lembar [helai A, B, dan E, dan helai G, F, C, dan C0 (Gambar 10), tetapi

loop antarhelai, terutama C0E dan loop FG, jauh lebih lama. Kedua loop

adalah fleksibel; loop FG bergeser untuk mengakomodasi perbedaan kecil

dalam posisi relatif dari domain 1 dan 2 (Kelly, 2007).

Koneksi interdomain antara VCAM-1 domain 1 dan 2 secara

struktural homolog dengan CD2 (lihat di bawah).Seperti di CD2, bagian

dari rantai polipeptida ini sangat erat kaitannya dengan domain 2 melalui

ikatan hydrogen ke rantai samping residu dalam loop FG dari domain ini.

Sekali lagi, seperti yang diamati di CD2, bentuk hubungan ini

memungkinkan beberapa fleksibilitas dalam orientasi relative dari domain

(Fotis, 2012).

2.8.3. Tempat ikatan integrin di VCAM-1 dan ICAMs

VCAM-1 terikat pada integrin a4b1. Residu yang terlibat dalam

adhesi ini difungsikan oleh peta mutagenesis (129-133) ke untai GFC dan

loop CD dari domain N-terminal. Residu yang berperan dalam pengikatan

integrin termasuk Ile-39 dan Asp-40, yang ditampilkan secara jelas dalam

loop CD (Gambar 10), dan berdekatan dengan Leu-70 pada untai asam

residu F., di Asp khususnya, telah lama terlibat dalam interaksi adhesi

pada integrin. ICAMs mengikat ke integrins L 2 dan M 2.Pada ICAM-3,

residu terlibat dalam adhesi termasuk Glu-37, Leu-66, Ser-68, dan Gln-75

(134).Penjajaran dari ICAM-3 dengan VCAM-1 (C Chotia, pengamatan

(41)

setara dengan Leu-70 di VCAM-1. Glu-37, bagaimanapun, tidak dalam

loop CD (seperti Asp-40 di VCAM-1), tetapi dalam untai C. Pemeriksaan

struktur terkini untuk ICAM-2 mengarah pada kesimpulan yang sama (J

Wang, observasi pribadi). Perbedaan ini menunjukkan bahwa Integrin L 2

dan M 2 mengikat melalui residu asam di wilayah datar (bukan dalam

tonjolan loop, seperti umumnya pada integrin lain) (Klemke, 2007).

Gambar 6. Struktur dari dua N-terminal domain dari VCAM-1 . Wilayah yang terlibat dalam mengikat integrin ditunjukkan. Lembar-helai ditampilkan sebagaipita (Cothia and Jones, 1997).

Sitokin dan beberapa zat pro-inflamasi merangsang produksi

molekul perekat sel endotel dan membawanya ke membran sel.

Kemudian dengan adanya rangsangan oleh suatu zat kimia tertentu maka

lekosit menjadi teraktivasi dan melekat ke sel endotel dengan cara

(42)

ke endotel vaskuler dan berpindah secara cepat ke dalam jaringan melalui

celah antara lapisan dasar endotel dan selanjutnya masuk pada proses

peradangan (inflamasi) (Fotis, 2012).

VCAM-1 dapat dipergunakan sebagai marker/penanda untuk

melihat aktivitas pada endotel dan aktivasi lekosit juga dihubungkan

dengan tingkat kerusakannya. Sensitivitas VCAM-1 pada kasus

preeklamsia dari Sindroma HELLP adalah sebesar 66%, sedangkan pada

hipertensi gestasional sebesar 42%, dan pada pertumbuhan janin

terhambat sebesar 50%, sedangkan pada preterm labor 46% dan pada

DM gestasional sebesar 50%, dan 70% dijumpai pada infeksi selama

kehamilan. Sedangkan predictive value sebesar 64% (Krauss et al, 1997).

(43)

Gambar 8. Kadar ICAM-1 dan VCAM-1 pada kehamilan tanpa komplikasi (22–29) minggu dihubungkan dengan lamanya waktu antara pengambilan darah sampai proses di laboratorium (Krauss et al, 1997).

Gambar 9. Analisa ROC yang menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas pada pemeriksaan prenatal rutin kadar ICAM-1 dan VCAM-1 (Krauss et al, 1997)

Tabel 2.1 Kadar VCAM-1 pada kehamilan normal dan kehamilan dengan preeklamsia (Krauss et al, 1997)

(44)

2.9. Molekul Perekat Sel pada Preeklamsia

Telah disebutkan diatas bahwa preeklamsia merupakan penyebab

kematian ibu dan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas dari perinatal.

Pada keadaan ini, invasi jaringan uterus oleh sitotrofoblas menyebabkan

diameter arteri spiralis akan mengecil sehingga terjadi penurunan aliran

darah uteroplasenter. Kunci utama patogenesis dari preeklamsia adalah

aktivasi endotel, hal ini disebabkan akibat langsung maupun tidak

langsung dari aktivasi neutrofil dan leukosit (Marca, 2012).

Gambar 10. Skema adhesi sel neutrofil dan leukosit pada endotel (a) Representasi sederhana dari bagaimana sel molekul adhesi memperantarai adhesi neutrofil pada endotel. (b) Skema representasi dari tiga kelas utama molekul adhesi sel yang terlibat dalam interaksi leukosit-endotel (Fotis, 2012).

Selectin ditandai oleh wilayah lektin N-terminal, sebuah domain

mirip faktor pertumbuhan epidermal (EGF), sejumlah unit homolog dengan

(45)

telah dinamai sesuai tipe sel yang setiap molekul pertama kali

digambaran: L-selectin (leukosit), E-selectin (endotel) dan P-selectin

(trombosit). Situslektin berinteraksi dengan struktur karbohidrat pada

sel-sel yang mengikat. Selektin terlibat dalam bergulirnya leukosit. Integrin

adalah keluarga besar glikoprotein heterodimerik nonkovalen terkait,

beberapa di antaranya adalah ligan untuk imunoglobulin. Setiap

heterodimer terdiri dari ikatan nonkovalen rantai a dan rantai b. Rantai b

berisi lingkaran besar distabilkan oleh ikatan disulfide dan rantai a

mengandung kationdivalen mengikat situs. Integrin diperkirakan

melumpuhkan leukosit yang bergulir, yang menyebabkan penyebaran

pada permukaan endotel. Immunoglobulin termasuk keluarga sejumlah

glikoprotein membrane sel dengan struktur homolog dengan antibodi.

Keluarga ini, yang mencakup sel trombosit molekul adhesi endotel 1

(PECAM-1), sel molekul adhesi vaskular 1 (VCAM-1) dan molekul adhesi

antar sel 1,2 dan 3 (ICAM-1, -2 dan-3), berbagi domain immunoglobulin

terdiri dari 970-1100 asam amino tersusun dalam sandwich dari dua

lembaranti-paralel helai b distabilkan oleh ikatan disulfida pusat (Fotis,

2012).

(46)

Sel endotel mengandung adheren junction dan tight

junction.Protein transmembran yang berlokasi sepanjang celah

paraselular dari dua sel endotel yang bergabung melakukan

interaksi.Dengan demikian, memberikan barrier fisik terhadap leukosit

yang bertransmigrasi.Protein penyambung sitoplasma menghubungkan

protein transmembrane dan sitoskeleton sel.Leukosit berinteraksi melalui

integrin ke molekul-molekul adhesi endotel yang ada pada permukaan

nya. Pada sel-sel endotel adheren junction dan tight junction yang

tersebar sepanjang pada keseluruhan dinding lateral sel endotel

(Wittchen, 2009).

Gambar 12. Diagram skematikdaripada kejadian yang memberi sinyal yang diawaliolehketerlibatan V-CAM1 (Wittchen, 2009)

Adhesileukositke V-CAM 1 memberikan signal melaluipembentukan

ROS yang dimediasioleh Rac-1. Penghambatanpospataseoleh ROS

(47)

protein junction dan secara bersama-sama memproduksi MMPs yang

menyebabkan kerusakan junctioner. Racefektor PAK telah dihubungkan

dengan remodeling aktif melalui tegangan dan kontraktilitas yang

dihasilkan MLC (Miosin Light Chain) (Wittchen, 2009).

Aktivitas neutrofil melepaskan beberapa zat kimia yang dapat

menyebabkan kerusakan endotel, terdiri dari elastase dan beberapa

protease lainnya. Keracunan oksigen dapat menyebabkan dibentuknya

peroksidase membran lipid, lisis sel endotel dan meningkatnya

permeabilitas dan reaktivitas vaskuler. Leukotrin juga dibentuk dan

dilepaskan setelah aktivitas neutrofil dan semuanya dapat meningkatkan

permeabilitas vaskuler, vasokontriksi, mengaktifkan dan melekatkan

neutrofil ke endotel. Pengaruh langsung dari neutrofil terhadap kerusakan

endotel disebabkan neutrofil berinteraksi dengan trombosit, koagulasi dan

sistim komplemen (Marca, 2012).

Sebelum neutrofil dan leukosit dapat menyebabkan kerusakan

vaskuler, pertama-tama harus mengetahui cara sel melekat pada

permukaan endotel. Semua neutrofil berputar sepanjang permukaan

endotel vaskuler dan pada tempat yang spesifik menjadi rata sebelum

melewati kedalam celah subendotel. Menempelnya neutrofil pada endotel

menyebabkan dikeluarkannya CAM dari endotelium, cara terlepasnya

CAM kedlaam sirkulasi belum diketahui secara pasti. Menurut hipotesa

dari penelitian yang dilakukan Gordon dkk menyatakan bahwa CAM

menempati reseptor spesifik yang diaktivasi oleh leukosit yang diatur oleh

(48)

(IL-1). Pada permukaan endotel semua CAM menyebabkan pengembalian

leukosit ke endotel termasuk E-selektin dan P-selektin, ICAM 1,2 dan

VCAM-1. Konsentrasi CAM pada sirkulasi mencerminkan ekspresi

endotel, peningkatan konsentrasi CAM berhubungan dengan penyakit

penyebab kerusakan endotel dan aktivasi leukosit. Konsentrasi E-selektin

dan VCAM-1 dilaporkan meningkat pada wanita dengan preeklamsia

dibandingkan dengan wanita tidak hamil (Fotis, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Heyl W, Handt S dan Reister F di

Universitas Aachen Jerman mendapatkan kadar VCAM-1 pada

preeklamsia 825,2 ng/ml dan pada kehamilan normal 384,0 ng/ml dengan

nilai statistik menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p<0,001),

sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Higgins JR, Papayianni A

dan Brady HR di Sekolah Kedokteran Havard mendapatkan kadar

VCAM-1 pada preeklamsia sebesar 900 ng/ml dan kadar pada kehamilan normal

560 ng/ml dengan perhitungan secara statistik menunjukkan perbedaan

yang sangat bermakna (p<0,001).Penelitian lain yang dilakukan oleh Lyall

F dkk mendapatkan peningkatan kadar serum molekul perekat sel pada

penderita preeklamsia sebesar 841,9 ng/ml dibandingkan kehamilan

normal 560,2 ng/ml dengan p<0,001. Peneliti lain mendapatkan kadar

VCAM-1 pada awal kehamilan normal sebesar 578,3 ng/ml (434,4-699,5

ng/ml).

Konsentrasi dari VCAM-1 dapat digunakan sebagai tanda prediktif

untuk preeklamsia, peningkatan VCAM-1 dilaporkan timbul beberapa

(49)

aktivitas dari trombosit dan dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi

P-selektin dan PECAM-1 pada trombosit. VCAM-1 selain diekspresikan

oleh leukosit dan monosit juga oleh neutrofil sehingga menunjukkan

keadaan endotel yang lebih spesifik dibandingkan dengan yang lainnya,

sedangkan E-selektin hanya diekspresikan oleh leukosit dan monosit saja.

Pemeriksaan kadar ICAM-1 pada preeklamsia selain sulit dalam

pelaksanaannya yaitu diperlukannya kultur dari vena umbilikalis juga

hasilnya dari beberapa penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang

bermakna. Sedangkan P-selektin sebagai tanda aktivitas sel endotel

hasilnya diragukan karena P-selektin tidak hanya diekspresikan oleh sel

endotel saja tetapi juga oleh aktivasi trombosit (Martin, 2012).

2.10. Magnesium Sulfat

Magnesium (Mg) adalah kation terpenting yang keempat di dalam

tubuh. Di dalam sel, Magnesium merupakan kation kedua terpenting

dalam sel setelah Kalium. Magnesium berperan sebagai ko-faktor lebih

dari 300 reaksi enzimatik, antara lain pada metabolisme energi dan

pembentukan asam nukleat. Magnesium terlibat dalam proses ikatan

hormon dan reseptornya, penghantaran pintu masuk pada kanal kalsium,

pergerakan ion transmembran dan pengaturan enzim adenilsiklase,

aktifitas saraf, pelepasan neurotransmitter, kontraktilitas otot, mengontrol

tonus vasomotor, dan eksitabilitas jantung. Kerja magnesium sebagian

menyerupai kerja kalsium antagonis.Kurang dari 1% total magnesium

(50)

Terdistribusi 53% dalam tulang, 27% dalam sel-sel otot, dan 19% pada

jaringan lunak. 90% magnesium dalam sel terikat dengan bahan-bahan

organik. Di dalam serum, Magnesium hanya terdapat 0,3% dari total

magnesium dalam tubuh, yang terdiri dari tiga bentuk anion komplek

dengan sitrat dan fosfat (5%). Magnesium dibutuhkan rata-rata perhari

200 mg untuk wanita dan 250 mg untuk pria. Absorbsi magnesium terjadi

di ileum dan kolon, sedangkan ekskresinya dikontrol oleh ginjal.

Magnesium plasma difiltrasi di glomerulus lebih kurang 75% hanya 5%

yang difiltrasi diekskresi oleh ginjal. Reabsorbsi magnesium terjadi di

tubulus kontortus proksimal (15-25%), dan 50-60% direabsorbsi di

ascending limb dari ansa henle.Reabsorbsi di ginjal dihambat oleh

diuretic, tiazid, cisplatin, gentamisin, dan siklosporin (Bohn, 2008).

Kadar magnesium dapat turun setelah operasi dan saat tubuh

dingin. Konsentrasinya di plasma menurun setelah operasi abdomen atau

ortopedi. Nilai rata-rata Mg dalam darah menurun setelah operasi jantung,

dan kejadian hipomagnesemia meningkat hingga 71%setelah

pembedahan.Magnesium sulfat (MgSO4) dilarutkan dalam cairan injeksi

dan solusionya disaring dengan benar sampai terpisah dari endapannya

lalu disterilisasi dan dimasukkan ke dalam ampul yang bersih dan steril

kemudian disegel. Sedíaan dalam bentuk injeksi 10%, 20%, 25%, 40%

dan 50% dalam kontainer dengan berbagai macam ukuran. Yang banyak

tersedia di Indonesia ádalah larutan 20% dan 40%.Pemberian magnesium

sulfat sering secara intra vena, yaitu loading dan maintenance

Gambar

Gambar 1. Skema Patogenesis Preeklamsia(Robson, 1999)
Gambar 2. Skematis remodeling vaskuler plasenta pada kehamilan
Gambar 3.  Skema representasi invasi trofoblast terhadap arteri spiralis.
Gambar 4. Awalmula perkembangan trofoblas (Hupperts, 2008).
+7

Referensi

Dokumen terkait