• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Biji Jagung

Pemilihan biji jagung hibrida varietas P21 didasarkan pada banyaknya areal pertanaman jagung petani di daerah sentra jagung di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menggunakan varietas tersebut. Data statistik sarana pertanian tentang persentase penyebaran varietas jagung 2011 menunjukkan bahwa penggunaan benih jagung hibrida di Jawa Tengah mencapai 55,08%, dimana sebagian besar didominasi oleh varietas P21 dan BISI 2, sedangkan penggunaan benih varietas lokal adalah 44,04%. Sementara itu, penggunaan benih jagung hibrida di Jawa Timur sudah mencapai 77,77% dan didominasi oleh varietas P21 dan BISI 2, adapun penggunaan varietas lokal hanya 22,23% (Kementan 2012). Menurut PT. DuPont Indonesia sebagai produsen benih jagung hibrida P21, Benih P21 (30Y87) adalah hibrida dengan hasil memuaskan di kondisi kekeringan, mempunyai potensi hasil panen ± 13.3 ton/ha pipilan kering, dimana tongkol terisi penuh (muput), ukuran tongkol kecil, batang kokoh, perakaran kuat sehingga tahan kerebahan, kelobot menutup biji dengan sempurna, dan ―Stay green‖ saat panen

sehingga dapat dijadikan hijauan pakan ternak (DuPont 2013).

Sementara itu, jagung lokal varietas kodok genjah adalah jenis jagung yang banyak ditanam oleh masyarakat di kabupaten Wonogiri, khususnya di kecamatan Girimarto. Jagung tersebut telah turun temurun di tanam oleh masyarakat setempat sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras. Jagung kodok tersebut mempunyai ukuran biji yang relatif besar dan produktivitas tanaman juga relatif tinggi. Menurut kepala Dusun Siroto Desa Bubakan, Parno, produktivitas jagung kodok tersebut dapat mencapai enam hingga tujuh ton per hektarnya.

Jagung hibrida varietas P21 merupakan jagung hibrida yang banyak ditanam oleh masyarakat di daerah kering dan panas, seperti di kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Nganjuk, Kediri, Blora dan Grobogan. Berbeda dengan di Wonogiri maupun Grobogan yang masyarakatnya fanatik hanya mengkonsumsi jagung putih (jagung Kodok), di wilayah kabupaten Bojonegoro dan kabupaten di sekitarnya, masyarakat biasa mengkonsumsi jagung hibrida sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras. Salah satu pasar yang hingga saat ini masih memperdagangkan produk hasil pabrik pengolahan jagung, seperti tepung jagung, beras jagung, menir jagung adalah di pasar kecamatan Babat, kabupaten Lamongan. Di pasar tersebut ada dua hingga tiga pedagang yang menjual produk hasil olahan pabrik jagung tersebut. Produk-produk tersebut diperoleh dari pemasok yang datang dari daerah di kabupaten Lamongan maupun dari luar Lamongan, seperti Kediri, dan Bojonegoro.

Biji jagung lokal varietas kodok secara fisik adalah berwarna putih, dan jagung hibrida P21 berwarna kuning kemerah-merahan (Gambar 4.1). Hasil pengukuran dimensi jagung lokal dan hibrida menunjukkan bahwa biji jagung lokal Kodok lebih tebal dan lebih pendek daripada jagung hibrida P21 seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Gambar 4.1 Foto biji jagung lokal Kodok dan hibrida P21

Hasil pengamatan kedua varietas biji jagung menunjukkan bahwa bagian pati yang keras (vitrous) berada di bagian sisi biji, sedangkan bagian pati yang lunak (opaque) berada di bagian tengah sampai ujung biji. Dengan ciri-ciri tersebut, maka kedua varietas jagung tersebut dikelompokkan pada tipe dent corn

(Subekti et al. 2007). Densitas kamba biji jagung lokal kodok adalah 0,730 g/cm3 dengan kekerasan bijinya 84,80 N, sedangkan densitas kamba biji jagung hibrida P21 adalah 0,735 g/cm3 dengan kekerasan biji 87,85 N.Densitas kamba kedua biji jagung tersebut lebih kecil dibandingkan dengan densitas kamba berbagai varietas jagung hibrida yang diteliti oleh Martinez et al. (2006), yaitu 1,03-1,35 g/cm3. Meskipun demikian, nilai kekerasan bijinya relatif sama, yaitu 74,51-165,69 N. Proses degerminasi dan inkubasi dengan papain diharapkan dapat menurunkan kekerasan biji dan grits jagung sampai pada nilai tertentu yang memudahkan proses penggilingan gritsnya menjadi tepung jagung.

Kandungan komponen proksimat tepung jagung ditentukan oleh kandungan komponen proksimat pada biji jagung sebagai bahan bakunya maupun proses degerminasinya. Kandungan proksimat biji jagung disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data hasil karakterisasi biji dan grits jagung lokal Kodok dan hibrida P21

Komponen Kandungan

Lokal Kodok Hibrida P21

Kadar air (%) 11,13 11,49

Kadar abu(%)* 1,42 1,75

Kadar protein (%)* 9,14 9,08

Kadar lemak (%)* 5,15 5,98

Kadar serat kasar (%)* 3,48 5,42

Kadar pati (%)* 57,02 49,83

Kadar amilosa (%) 38,33 20,24

Kadar Karbohidrat (%) 73,92 72,60

Kekerasan biji jagung (N) 84,8 87,85 Dimensi :

- Panjang (mm) 8,0 9,0

- Lebar tengah (mm) 9,0 8,0

- Tebal (mm) 5,0 4,0

- Panjang diagonal (mm) 9,0 10,0

Densitas kamba biji (g/cm3) 0,730 0,735 Densitas kamba grits (g/cm3) 0,799 0,797 *Persentase bobot kering

Kadar air pada biji jagung dapat berpengaruh langsung terhadap proses degerminasi maupun terhadap pengujian kekerasan bijinya. Tingginya kadar air biji jagung dapat menyebabkan lembaga (germ) mudah pecah dan lengket selama proses degerminasi (BPPT 2009). Hasil pengukuran kadar air biji jagung sudah memenuhi standar mutu jagung sesuai SNI 01-3920-1995, yaitu 14% untuk grade I dan II (BSN 1995).

Kadar abu pada biji jagung sebagian besar terdapat pada lembaga dan sebagian kecil terdapat pada tudung pangkal biji dan kulit ari. Sedangkan kandungan abu terkecil adalah pada bagian endosperma, yaitu 0,3% dari seluruh komponen penyusun endosperma (Watson 2003). Abu pada tepung jagung dapat mempengaruhi mutu tepung karena dapat membatasi penggunaannya pada industri pangan. Oleh karena itu, proses degerminasi harus dapat menurunkan kadar abu grits jagung dari 1,42% pada jagung lokal Kodok dan 1,75% pada jagung hibrida P21 menjadi maksimum 0,7% sesuai standar USDA No.AA20066B (USDA 2008) dan maksimum 1,5% sesuai SNI 01-3727-1995 (BSN 1995).

Salah satu komponen paling berharga pada jagung adalah lemak. Lemak dapat diproses lebih lanjut menjadi minyak jagung dan bernilai ekonomi tinggi. Kandungan lemak tertinggi pada biji jagung adalah pada lembaga. Degerminasi diharapkan dapat mengurangi kadar lemak pada grits jagung dari 5,15% pada jagung lokal dan 5,98% pada jagung hibrida menjadi maksimal 1,5% untuk memenuhi standar USDA (2008) tentang syarat mutu cornmeal tipe III

(degermed) No. AA20066B tahun 2008.

Kandungan protein pada biji jagung lokal Kodok dan hibrida P21 masing- masing adalah 9,14% dan 9,08%. Nilai tersebut sesuai dengan kandungan protein jagung jenis dent corn, yaitu 9,1% (Watson 2003). Di samping itu, Watson juga melaporkan bahwa kandungan protein pada biji jagung terdistribusi pada semua bagian biji, dimana kira-kira 46% protein terdistribusi pada lembaga dan hanya 21% yang terdapat pada endosperma, selebihnya terdistribusi dalam tudung pangkal biji dan kulit ari. Oleh sebab itu, grits jagung hasil degerminasi diduga masih mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi, yaitu lebih dari 1,9%. Terdapat empat jenis protein dalam jagung, yaitu prolamin atau zein (larut dalam alkohol 70-90%), glutelin (larut dalam asam atau basa), albumin (larut dalam air) dan Globulin (larut dalam garam). Chandrashekar dan Mazhar (1999) telah melaporkan hubungan antara vitrous dan opaque endosperm dengan proporsi masing-masing jenis zein. Secara umum telah disepakati bahwa keberadaan α-zein

dan β-zein keduanya penting dalam struktur endosperma biji jagung karena

keduanya mempunyai pengaruh pada kenampakan dari endosperma dan kekuatan biji (ketahanan terhadap penggilingan), sebagai akibat dari cara granula-granula pati terkemas dalam berbagai matriks protein.

Kandungan pati pada biji jagung lokal Kodok adalah 57,02% dan pada jagung hibrida P21 adalah 49,83%. Kandungan karbohidrat hasil perhitungan dengan metode by difference adalah 73,92% untuk jagung lokal Kodok dan 72,6% untuk jagung hibrida P21. Sementara itu, kandungan serat kasar jagung lokal Kodok adalah 3,48% dan serat kasar untuk jagung hibrida P21 adalah 5,42%. Adanya komponen non pati dan non serat seperti hemi selulosa, pentosan, gula- gula alkohol, senyawa pektat yang berasosiasi dengan selulosa membentuk protopektin yang tidak larut, gula-gula phospat, arabinogalactan, xyloglucan, dan

lain-lain yang tidak terukur pada saat analisis kandungan pati maupun serat kasar menjadikan adanya perbedaan antara kandungan karbohidrat dengan jumlah kandungan pati dan serat kasar. Proses degerminasi diharapkan dapat menurunkan kandungan serat kasar menjadi maksimal 1,2% (USDA 2008) dan maksimal 1,5% (BSN 1995).

Sementara itu, kandungan amilosa biji jagung lokal Kodok dan hibrida P21 masing-masing adalah 38,33% dan 20,24%. Nilai kandungan amilosa jagung hibrida lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata kandungan amilosa jagung jenis dent corn yang mengandung amilosa 25-30% dan amilopektin 70- 75%. Namun demikian, seiring dengan kemajuan teknologi, komposisi amilosa dan amilopektin dalam biji jagung dapat dikendalikan secara genetik (Suarni dan Widowati 2007).