• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis karakteristik kimia yang dilakukan terhadap ekstrak buah merah antara lain analisis proksimat (analisis kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat) dan analisis kandungan senyawa bioaktif yang meliputi β-karoten, α- tokoferol, total karoten, total tokoferol, serta total fenol. Pada fraksi minyak buah merah juga dilakukan analisis fisik (meliputi: berat jenis, indeks bias, turbidity point, titik cair, dan viskositas) serta analisis kimia (meliputi: bilangan penyabunan, bilangan iod, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida) yang terkait dengan derajat kerusakan minyak atau lemak.

Kandungan proksimat dan senyawa bioaktif ekstrak buah merah

Kadar air merupakan jumlah materi yang hilang akibat pemanasan bahan pangan pada suhu sekitar titik didih air (Jacobs, 1951). Kadar air berdasarkan basis basah yang diperoleh untuk fraksi minyak sebesar 0.86% dan fraksi air sebesar 98.92% (Tabel 4). Dibandingkan dengan fraksi air, fraksi minyak buah merah telah melalui proses lebih lanjut untuk menghilangkan sisa kandungan air di dalamnya. Pada proses ekstraksi, sampel minyak buah merah telah mengalami proses penguapan secara vakum sehingga kandungan air pada fraksi minyak menjadi lebih berkurang, dan dimungkinkan mendekati nol untuk menghindari terjadinya proses hidrolisis minyak. Kadar air yang tinggi juga dapat mendorong pertumbuhan mikroba yang akan menyebabkan kerusakan pangan.

Menurut Sherly (1998), kadar air pada buah merah segar sebesar 6.7% (basis basah). Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar air buah merah menurut Budi (2002), yaitu sebesar 34.9% (Tabel 1). Hal ini dikarenakan adanya proses pengeringan yang dilakukan Sherly (1998) terhadap buah merah sebelum dilakukan analisis untuk mencegah kebusukan buah selama proses pengiriman dari habitat aslinya (Papua).

Bila dibandingkan dengan kadar air pada buah merah segar, fraksi minyak memiliki kadar air yang lebih rendah (Tabel 4). Hal ini dapat disebabkan adanya tahap pengukusan pada proses ekstraksi. Pada proses tersebut, air yang terkandung di dalam bahan akan menguap dan keluar dari bahan. Proses sentrifugasi juga berperan dalam memisahkan air dari fraksi minyak sehingga

kandungan airnya akan semakin berkurang. Proses pemanasan secara vakum terhadap fraksi minyak juga merupakan suatu cara untuk menguapkan air yang masih berada pada fraksi minyak.

Tabel 4. Kandungan proksimat ekstrak buah merah dan buah merah segar kultivar merah panjang asal Wamena

Kandungan Fraksi minyak

Fraksi air Buah merah segara

Kadar air (%bb) 0.86 98.92 6.7 Kadar abu (%bk) 0.03 11.92 2.57 Kadar lemak (%bk) 93.65 38.24 40.41 Kadar protein (%bk) 0.08 42.88 0.86 Kadar karbohidrat (%bk) 6.22 21.96 56.16 a

: Pengukuran dilakukan setelah bahan dikeringkan dan tiba Bogor (Sherly, 1998)

bb : Basis basah bk : Basis kering

Menurut Susanti (2006), kadar air minyak hasil metode modifikasi 2 sebesar 0.03% (basis basah). Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kadar air fraksi minyak hasil metode sentrifugal. Perbedaan nilai ini dapat dikarenakan perbedaan parameter proses dalam ekstraksi minyak. Pada metode modifikasi 2, pengukusan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, yaitu 1000C sehingga air dalam bahan akan lebih cepat menguap dan keluar dari bahan. Pengepresan dengan tekanan yang lebih besar (4000 – 4500 psi), akan membuat daya tekan terhadap bahan lebih besar, sehingga minyak maupun air yang keluar juga akan lebih banyak. Sentrifugasi yang dilakukan pada kecepatan yang lebih tinggi (3000 rpm) akan memisahkan fase air dan minyak dengan lebih baik sehingga air akan terpisah lebih sempurna dari fraksi minyak.

Berdasarkan tahapan metode sentrifugal, seharusnya kadar air fraksi minyak yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan yang terkandung di dalam minyak hasil ekstraksi modifikasi 2 karena tidak ada tahap penambahan air yang dapat meningkatkan kadar air bahan. Hal ini dapat dikarenakan tidak adanya pemisahan biji sebelum pengepresan pada metode sentrifugal sehingga protein yang terkandung dalam kulit biji dapat bertindak sebagai emulsifier antara minyak dengan air. Oleh karena itu, pemisahan air dan minyak menjadi lebih sulit pada

tahap ekstraksi. Proses ini dapat dijelaskan pada kasus minyak biji pepaya berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sirait (1981).

Menurut Sirait (1981), pada proses pengukusan, air masuk ke dalam bahan dan keluar bersama minyak dalam bentuk emulsi pada saat pengepresan. Jika kulit biji pepaya (mengandung protein) tidak dihilangkan dengan proses pemisahan, berarti biji pepaya masih mengandung protein yang lebih banyak. Dengan adanya protein pada kulit biji yang ikut terekstrak, terjadi emulsi antara minyak dengan air dengan protein sebagai emulsifier. Adanya mono/digliserida, lesitin, dan fosfolipid dalam minyak juga dapat berfungsi sebagai emulsifier sehingga pemisahan air dari minyak lebih sukar. Oleh karena itu, masih banyak air yang tertinggal dalam emulsi tersebut, yang menyebabkan kadar air minyak pda metode sentrifugal menjadi lebih tinggi.

Abu dalam bahan pangan merupakan residu anorganik yang mempresentasikan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan (Pomeranz dan Clifton, 1971). Menurut Farlex (2008), sebagian besar elemen mineral dalam bahan pangan, stabil terhadap kondisi pemasakan standar. Mineral tidak hilang karena adanya panas. Namun, mineral dapat larut ke dalam cairan hasil pemasakan. Dalam hal ini, mineral larut dalam fraksi minyak dan air. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai kadar abu (basis kering) yang diperoleh untuk sampel fraksi minyak sebesar 0.03%, fraksi air sebesar 11.92% dan buah merah segar 2.57%. Kandungan mineral pada fraksi minyak dan air lebih rendah dibandingkan dengan buah merah segar. Hal ini dapat dikarenakan fraksi tersebut telah mengalami proses pemisahan dengan pasta dan biji yang banyak mengandung mineral. Menurut Thung (2005), pasta buah merah mengandung kalsium yang merupakan salah satu jenis mineral.

Menurut Ketaren (1986), mineral merupakan kotoran yang tidak larut dalam minyak sehingga perlu dilakukan proses pemisahan dari fraksi minyak. Proses pemisahan tersebut umumnya dilakukan secara mekanis, seperti pengendapan, penyaringan, dan sentrifugasi. Pada proses ekstraksi buah merah metode sentrifugal terdapat tahap sentrifugasi dan penyaringan sehingga akan menghasilkan ampas berupa pasta. Pasta yang banyak mengandung komponen mineral ini dipisahkan dari fraksi minyak dan air. Oleh karena itu, kandungan

mineral pada fraksi minyak dan air hasil ekstraksi tersebut dapat lebih rendah dibandingkan buah segarnya.

Menurut Sherly (1998), di dalam buah merah terkandung berbagai komponen mineral seperti P, Ca, Mg, Zn, Cu, Mn, dan K. Buah merah juga mengandung mineral besi (Budi, 2002). Beberapa mineral seperti Cu, Mn, dan Fe dapat berfungsi sebagai katalis pada berbagai reaksi yang menyebabkan kerusakan pada fraksi minyak karena mendorong terjadinya proses oksidasi.

Kadar lemak menunjukkan jumlah kandungan lemak dalam suatu bahan. Kadar lemak (basis kering) yang diperoleh pada fraksi minyak adalah 93.65%, sedangkan pada fraksi air adalah 38.24% (Tabel 4). Menurut Muchtadi (2000), lemak adalah senyawa yang larut pada pelarut organik dan tidak larut dalam air. Selain itu, kandungan lemak yang rendah pada fraksi air juga dikarenakan adanya proses sentrifugasi pada tahap ekstraksi. Proses ini dapat memisahkan fase yang banyak mengandung lemak dan fase air. Fase minyak akan berada di bagian atas, sedangkan fase air berada pada bagian tengah (Gambar 11).

Gambar 11. Fase minyak (a), fase air (b), pasta (c)

Kadar lemak pada fraksi minyak lebih tinggi dibandingkan dengan buah merah segar. Hal ini dikarenakan fraksi minyak merupakan hasil ekstraksi dari beberapa tahap proses yang dilalui buah merah segar, yaitu tahap sentrifugasi akan memisahkan fraksi minyak dengan air dan pasta serta penguapan vakum untuk menghilangkan sisa air sehingga fraksi minyak yang diperoleh akan lebih terkonsentrasi.

a b

Kandungan lemak yang tinggi pada fraksi minyak merupakan sumber asam lemak yang esensial, diantaranya asam oleat, linoleat dan linolenat yang tergolong ke dalam asam lemak tidak jenuh. Asam lemak dapat berfungsi sebagai antibiotik dan antivirus. Asam lemak juga dapat memperlambat dan membunuh sel tumor aktif (Khomsan, 2005).

Lemak merupakan pelarut vitamin A, D, E, dan K. Kandungan lemak yang tinggi memungkinkan vitamin-vitamin tersebut terdapat dalam jumlah yang lebih banyak pada fraksi minyak. Vitamin A dan E dikenal sebagai pencegah penyakit degeneratif seperti jantung koroner, stroke, dan kanker (Khomsan,2005).

Kandungan protein yang tinggi pada bahan pangan merupakan suatu indikator pangan yang bergizi protein tinggi. Protein pangan adalah sumber utama asam amino yang dikonsumsi, baik sebagai protein atau sebagai asam amino bebas. Nilai kadar protein basis kering yang diperoleh untuk fraksi minyak sebesar 0.08%, sedangkan untuk fraksi air sebesar 42.59% (Tabel 4).

Protein merupakan senyawa yang umumnya larut dalam air atau pelarut polar. Beberapa jenis protein larut air menurut Winarno (1992) yaitu histon, albumin, pepton, dan proteosa. Adanya protein dalam fraksi minyak kemungkinan disebabkan adanya konjugasi protein dengan lipid membentuk lipoprotein atau adanya emulsi antara air dan minyak dengan protein sebagai agen pengemulsi.

Protein berperan penting sebagai biokatalis, komponen struktur sel dan organ, protein kontraktil, hormon, pengkelat logam, antibodi, protein pelindung, dan cadangan sumber nitrogen dan energi bagi tubuh (Damodaran, 1997). Interaksi protein dengan beta-karoten dapat meningkatkan produksi antibodi dalam tubuh sehingga akan meningkatkan jumlah sel Natural Killer serta memperbanyak aktivitas sel T helpers dan limfosit. Sel Natural Killer tersebut dapat menekan kehadiran sel-sel kanker karena ampuh menetralisasikan radikal bebas senyawa karsinogen penyebab kanker (Budi et al., 2005)

Kadar protein yang rendah pada fraksi minyak dan air bila dibandingkan dengan buah merah segar (Tabel 4) dapat dikarenakan di dalam buah merah segar masih terdapat biji, yang salah satu kandungan di dalamnya adalah protein. Adanya proses pemisahan kotoran yang berbentuk suspensi koloid pada tahapan ekstraksi dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein dalam bahan.

Menurut Ketaren (1986), senyawa yang mengandung nitrogen termasuk ke dalam kotoran dalam minyak yang berbentuk suspensi koloid. Kotoran dalam bentuk suspensi koloid dapat dipisahkan dengan cara pengendapan dan penyaringan. Pada metode ekstraksi sentrifugal, terdapat proses sentrifugasi dan penyaringan yang akan memisahkan fraksi minyak dan air dengan pasta. Protein tersebut mungkin banyak terdapat pada pasta yang merupakan ampas dari proses ekstraksi sentrifugal. Menurut Thung (2005), pasta buah merah mengandung kalsium, serat alami, dan protein.

Kadar karbohidrat (basis kering) yang diperoleh untuk sampel fraksi minyak sebesar 6.22%, fraksi air sebesar 21.96% dan buah merah segar 56.16% (Tabel 4). Kadar karbohidrat basis kering pada fraksi minyak dan air buah merah, lebih kecil dibandingkan pada buah merah segar. Hal ini dikarenakan pada buah merah segar masih mempunyai bagian-bagian tanaman yang lengkap seperti biji, kulit biji, dan empulur yang juga dapat mengandung karbohidrat di dalamnya.

Rendahnya kandungan karbohidrat pada fraksi minyak juga dapat dikarenakan adanya proses pemisahan ekstrak dengan ampas maupun pasta yang dihasilkan setelah proses pengepresan, penyaringan (filtrasi), dan sentrifugasi. Ampas yang dipisahkan tersebut merupakan kotoran yang tidak larut dalam minyak seperti biji atau partikel jaringan, lendir atau getah, serta serat-serat yang berasal dari kulit (mungkin selulosa dan lignin). Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya oleh Thung (2005) bahwa pasta buah merah yang merupakan ampas juga mengandung serat alami selain kalsium dan protein.

Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya buah-buahan mengandung monosakarida seperti glukosa dan fruktosa. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber kalori utama bagi tubuh Selain itu, dapat pula untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1992).

Menurut Southgate (1976), kadar karbohidrat (by difference) yang ditentukan dalam penelitian ini merupakan nilai total dari gula, pati, pektin, hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Adanya karbohidrat memungkinkan adanya

kandungan serat pangan pada kedua fraksi dengan kandungan tertinggi pada fraksi air berdasarkan basis kering (Tabel 4).

Serat pangan (dietary fiber) merupakan kelompok polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem gastrointestinal bagian atas tubuh manusia. Serat pangan total terdiri dari komponen serat pangan larut (soluble dietary fiber, SDF) dan serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber, IDF). SDF merupakan jenis serat pangan yang mungkin banyak terkandung dalam kedua fraksi, karena IDF mungkin telah terpisah pada tahap penyaringan dan sentrifugasi. Gum, pektin, dan sebagian hemiselulosa larut yang terdapat dalam dinding sel tanaman merupakan sumber SDF (Muchtadi, 2000).

Serat terlarut telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Beberapa penelitian melaporkan bahwa secara fisiologis, serat pangan larut (SDF) lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu low density lipoprotein (LDL), serta meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL). Selain itu, ternyata SDF juga bermanfaat bagi penderita diabetes mellitus, yaitu berhubungan dengan peranan SDF dalam mereduksi absorpsi glukosa dalam usus. Manfaat lain SDF adalah membuat perut merasa capat kenyang, sehingga berguna untuk mempertahankan berat badan normal (Muchtadi, 2000)

Buah merah terkenal karena mengandung senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan, yaitu senyawa karoten dan tokoferol. Berdasarkan hasil analisis yang tercantum pada Tabel 5, kadar β-karoten dan total karoten pada fraksi minyak lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Kadar beta- karoten fraksi minyak sebesar 636.24 ppm dan fraksi air buah merah sebesar 0.93 ppm. Total karoten pada fraksi minyak sebesar 4 505.43 ppm, sedangkan pada fraksi air sebesar 1.11 ppm. Menurut Meiriana (2006), hal tersebut disebabkan senyawa karotenoid terutama karotenoid provitamin A merupakan komponen yang bersifat lipofilik karena strukturnya yang nonpolar sehingga larut pada fraksi yang bersifat nonpolar. Karotenoid sangat larut dalam minyak dan merupakan hidrokarbon dengan banyak ikatan tidak jenuh. Winarno (1992) juga menyatakan bahwa minyak dan lemak berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin A, D, E, dan K. Kadar lemak yang lebih tinggi pada fraksi minyak (Tabel 4)

memungkinkan karotenoid yang terlarut juga lebih besar dibandingkan dengan fraksi air.

Tabel 5. Kandungan senyawa bioaktif ekstrak buah merah

Senyawa bioaktif Fraksi minyak Fraksi air

Metode sentrifugal Metode modifikasi 2a Total karoten (ppm) 4 505.43 21 430.00 1.11 β-karoten (ppm) 636.24b 4 583.00 0.93 b Total tokoferol (ppm) 22 940.35 10 832.00 1836.03 α-tokoferol (ppm) 481.48b 1 368.26 1.10 b Total fenol (ppm) - - 210.44 a : Sumber Susanti (2006) b

: Hasil pengujian Balai Pasca panen

Kandungan karotenoid yang tinggi, terutama beta-karoten, pada fraksi minyak, dapat berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan dapat merangsang sistem imun untuk dapat melawan radikal bebas yang membentuk karsinogen. Konsumsi beta-karoten 30 – 60 mg/hari selama dua bulan membuat tubuh dapat memperbanyak sel Natural Killer. Bertambahnya sel-sel tersebut dapat menekan kehadiran sel-sel kanker karena ampuh menetralisasikan radikal bebas senyawa karsinogen yang dapat menyebabkan kanker (Uripi, 2005).

Kandungan beta-karoten pada minyak buah merah lebih tinggi dibandingkan dengan minyak sawit merah yang hanya berkisar antara 500 – 700 ppm (Widarta, 2007). Menurut Anonim (2007a) dan Budi et al. (2005), kadar β- karoten pada sari buah merah sebesar 700 ppm dan total karotennya sebesar 12 000 ppm. Total karoten dan β-karoten pada minyak yang dihasilkan dari metode modifikasi 2 sebesar 21 430 ppm dan 4 583 ppm. Perbedaan nilai tersebut dengan hasil yang diperoleh pada penelitian dapat dikarenakan karotenoid telah mengalami sedikit kerusakan akibat panas, oksigen, dan katalis logam. Patterson (1983) menjelaskan bahwa keberadaan oksigen dan panas yang biasanya menjadi katalis dalam proses oksidasi, serta peroksida yang terbentuk pada proses oksidasi lemak, dapat mempercepat oksidasi karoten. Oksidasi akan membuka cincin β- ionon pada ujung molekul karoten, sehingga menyebabkan kerusakan aktivitas karoten tersebut sebagai provitamin A. Pemanasan sampai dengan suhu 600C tidak mengakibatkan dekomposisi karoten, tetapi dapat terjadi perubahan isomer.

Perubahan stereoisomer mempengaruhi nilai vitamin A dari karoten. Isomer cis mempunyai nilai aktivitas vitamin A yang lebih rendah dibandingkan isomer trans-nya. Secara alami, karoten dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk all- trans-karoten (Bauernfeind et al., 1981).

Oksidasi karotenoid juga dapat dipercepat dengan adanya katalis logam, khususnya tembaga, besi, dan mangan yang terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan ganda (Iwashaki dan Murakoshi, 1992). Hasil analisis yang dilakukan oleh Sherly (1998) menunjukkan bahwa buah merah mengandung berbagai komponen mineral, seperti P, Ca, Mg, Zn, Cu, Mn, dan K. Menurut Budi (2002), logam besi juga berada pada buah merah (Tabel 1). Pada fraksi minyak buah merah, mineral-mineral tersebut berada dalam jumlah yang relatif kecil yang direpresentasikan oleh kadar abu, yaitu 0.03% (Tabel 4). Keberadaan logam Cu, Mn dan Fe pada fraksi minyak buah merah dapat mempercepat terjadinya oksidasi yang mengakibatkan kerusakan karotenoid.

Senyawa peroksida juga dapat mempercepat oksidasi karotenoid (Patterson, 1983). Fraksi minyak metode sentrifugal memiliki kandungan peroksida sebesar 12 mek/kg (Tabel 6) yang lebih tinggi dibandingkan kandungan peroksida pada fraksi minyak metode modifikasi 2. Kandungan peroksida yang lebih tinggi tersebut mendorong terjadinya kerusakan karotenoid yang lebih besar sehingga menurunkan jumlah kandungan karotenoid pada fraksi minyak metode sentrifugal. Keberadaan peroksida pada fraksi minyak dapat terjadi karena adanya perbedaan metode dan reaksi oksidasi selama penyimpanan.

Kerusakan karoten juga dapat terjadi akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Menurut Belitz dan Grosch (1999), proses pengolahan dan penyimpanan dapat mendorong terjadinya kerusakan karoten sebesar 5 – 40%. Fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian telah disimpan selama ± 4 bulan sehingga kemungkinan untuk mengalami kerusakan sangat tinggi.

Kadar α-tokoferol dan total tokoferol pada fraksi minyak buah merah menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air (Tabel 5). Kadar α-tokoferol dan total tokoferol fraksi minyak secara berurutan adalah 481.48 ppm dan 22940.35 ppm, sedangkan pada fraksi air sebesar 1.10 ppm dan 1836.03 ppm. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5a dan 5b.

Fraksi minyak buah merah mengandung tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Menurut Machlin (1991), vitamin E tidak larut dalam air, larut dalam lemak, alkohol, pelarut organik, serta minyak nabati. Tokoferol bersifat nonpolar sehingga akan lebih larut dalam senyawa nonpolar.

Kandungan tokoferol yang tinggi pada fraksi minyak, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan minyak sawit merah yang hanya sebesar 1000 ppm (Widarta, 2007), dapat mencegah penyakit degeneratif, melalui peningkatan kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang kurang baik akan meningkatkan resiko terserang kanker sebesar 30%. Perbaikan sistem kekebalan tubuh dapat dihasilkan oleh kehadiran vitamin E. Konsumsi vitamin E yang cukup dapat bermanfaat dalam pembentukan antibodi. Vitamin E juga berfungsi sebagai antioksidan yang mampu mengatasi pembentukan karsinogen atau menghambat karsinogen mencapai target sasaran (sel) sehingga kerusakan sel dapat dihindari (Khomsan, 2005).

Total tokoferol pada fraksi minyak metode sentrifugal lebih tinggi dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan dari metode modifikasi 2 (Tabel 5), sedangkan nilai α-tokoferolnya lebih kecil. Hal ini disebabkan konsentrasi tokoferol di dalam fraksi minyak metode sentrifugal yang digunakan dalam pengukuran kadar tokoferol terlalu tinggi sehingga mengakibatkan nilai absorbansi yang terukur sangat besar, bahkan berada di luar kurva standar. Nilai absorbansi tersebut lebih besar dibandingkan dengan absorbansi yang dihasilkan oleh larutan standar pada konsentrasi tertinggi sehingga seharusnya diperlukan tahap pengenceran. Apabila tahap ini dilakukan, mungkin hasil yang diberikan akan lebih akurat.

Senyawa fenol merupakan senyawa yang cenderung mudah larut dalam air karena umumnya berikatan dengan gula sebagai glikosida (Anonim, 2007c). Oleh karena itu, analisis total fenol hanya dilakukan terhadap fraksi air. Menurut Winarno (1997), air mampu melarutkan komponen bahan pangan seperti garam, vitamin larut air, mineral, dan senyawa-senyawa citarasa seperti yang terkandung dalam teh dan kopi. Komponen lain yang juga ikut terekstrak dalam pelarut air adalah protein, peptida, dan senyawa fenol.

Pengujian total fenol bertujuan menentukan total senyawa fenolik yang terkandung dalam sampel. Senyawa fenolik berkaitan dengan aktivitas antioksidan yang terkandung di dalam suatu bahan. Semakin tinggi kandungan fenolik, diduga aktivitas antioksidan bahan tersebut juga semakin tinggi (Yulia, 2007). Total fenol yang terkandung pada fraksi air sebesar 210.44 ppm. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6a dan 6b.

Kandungan total fenol pada fraksi air (setara dengan 0.02% bb atau 19% bk), memungkinkannya untuk memiliki kemampuan sebagai antioksidan meskipun tidak sebesar efek yang dapat ditimbulkan oleh ekstrak teh hijau. Menurut Chen dan Han (2000), kandungan senyawa polifenol pada ekstrak teh hijau sebesar 54.5 – 76.55% (bk). Menurut Shahidi dan Wanasudara (1992), senyawa fenol terbukti sebagai sumber antioksidan yang efektif, penangkal radikal bebas dan pengkelat ion-ion logam.

Senyawa polifenol atau flavonoid juga terdapat dalam apel dan telah terbukti mempunyai aktivitas antioksidan dengan menekan aktivitas radikal bebas dalam tubuh. Senyawa glikosida quercetin pada kulit buahnya mampu mengurangi aktivitas karsinogenik, yaitu dengan menekan aktivitas enzimatik yang berhubungan dengan beberapa jenis sel tumor. Senyawa golongan fenolik mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan E (Hernani, 2005).

Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah terkait dengan derajat kerusakan minyak

Fraksi minyak buah merah tergolong ke dalam jenis minyak yang dapat mengalami kerusakan. Analisis sifat fisiko-kimia minyak dilakukan terhadap fraksi minyak buah merah untuk mengetahui derajat kerusakan yang mungkin terjadi selama proses pengolahan maupun penyimpanan sehingga mempengaruhi kualitasnya. Analisis sifat fisik minyak yang dilakukan dalam penelitian, yaitu berat jenis, indeks bias, turbidity point, titik cair, dan viskositas, sedangkan analisis kimia yang dilakukan meliputi bilangan penyabunan, bilangan. asam, bilangan iod, dan bilangan peroksida. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil pada metode ekstraksi modifikasi 2 karena memiliki beberapa tahapan yang

sama. Hasil analisis terhadap sifat fisiko kimia fraksi minyak buah merah dapat di pada Tabel 6.

Berat jenis merupakan perbandingan berat dari suatu volume contoh pada saat tertentu dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis dipengaruhi oleh jumlah panjang rantai karbon dan ikatan rangkap. Semakin

Dokumen terkait