• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. BAHAN PANGAN SEBAGAI ANTIKANKER

1. Penggunaan Kultur Sel dalam Uji In Vitro Bahan Antikanker

Kultur sel merupakan teknik yang biasa dipergunakan untuk mengembangbiakkan sel di luar tubuh (in vitro). Biakan sel atau jaringan ini dimaksudkan untuk mempelajari sifat sel di luar tubuhnya. Keuntungan teknik ini adalah terkontrolnya lingkungan psikokimia sel sehingga dapat menjadi konstan, yaitu pH, suhu, tekanan osmosis, O2 dan CO2. Namun, teknik ini juga memiliki kekurangan, yaitu hilangnya spesifitas sel tersebut. Hal ini dikarenakan pada awalnya (in vivo), sel-sel bekerja secara integritas dalam suatu jaringan, sedangkan pada kultur, sel menjadi terpisah-pisah. Untuk mempertahankan spesifitas sel sehingga sel di luar tubuh dapat dipelajari dengan baik, kondisi kultur harus dibuat semirip mungkin dengan keadaan lingkungan awal di dalam tubuh (Malole, 1990).

Sel tersebut memerlukan media pertumbuhan yang dapat membuatnya bertahan hidup, berkembang, dan berdiferensiasi. Jumlah dan kualitas media menentukan jumlah sel yang dapat ditumbuhkan dalam kultur (Malole, 1990). Asam amino esensial dan non esensial berpengaruh terhadap ketahanan sel dan kecepatan pertumbuhan sel. Vitamin pada kultur sel akan sangat dibutuhkan jika konsentrasi serum berkurang. Namun, adakalanya vitamin tetap esensial walaupun serum tersedia dalam jumlah yang cukup. Garam-garam, terutama Na+. K+, Mg+, Ca+, Cl-, SO42-, PO43-, dan HCO3 merupakan komponen yang berperan terhadap osmolalitas media. Glukosa merupakan sumber energi dan menjadi faktor penentu dalam pertumbuhan sel (Freshney, 1994).

Media biasanya dilengkapi juga dengan serum, yang terbukti dapat menunjang pertumbuhan sel di luar tubuh. Penambahan serum berkisar antara 5 – 20%. Menurut Temin et al. (1972), peranan serum dalam media biakan sangat penting sebagai nutrisi untuk pertumbuhan sel serta fungsinya dalam pelekatan sel. Serum memberikan hormon-hormon penting, faktor penempel sel ke matriks

tempat sel tumbuh, protein lipid, serta mineral-mineral yang diperlukan sebagian besar jenis sel untuk tumbuh dan berkembang

Protein merupakan komponen serum terbesar dan protein yang penting, yaitu albumin dan globulin. Fibronectin (globulin tak larut) berguna untuk merangsang pelekatan sel, sedangkan alpha-2 macroglobulin berfungsi menghambat tripsin yang merupakan enzim proteolitik. Fetuin yang terdapat di dalam serum fetus meningkatkan pelekatan sel. Transferin berfungsi mengikat unsur-unsur besi. Protein lain yang bermanfaat dalam pelekatan sel dan pertumbuhan mungkin masih banyak, tetapi belum jelas karakterisasinya (Freshney, 1985).

Freshney (1992) menyatakan bahwa pertumbuhan sel memerlukan pH 7.4. Bila pada proses pembiakan sel, pH media lebih rendah dari 7, pertumbuhan sel biasanya terhambat. Sebagai indikator pH pada media, biasanya digunakan zat warna fenol merah. Media akan berwarna merah pada pH 7.4, orange pada pH 7.0, kuning pada pH 6.5, merah kebiruan pada pH 7.6, dan ungu pada pH 7.8. Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan 5% CO2 pada ruangan di atas media. Keseimbangan pH dijaga dengan menambahkan NaHCO3 dan HEPES (N- 2-hydroxymetil-piperazine-N’-2-ethan-sulfonic acid) pada pH 7.2 – 7.6 yang merupakan buffer yang kuat dan mulai banyak digunakan.

Suhu kultur dipertahankan 370C untuk menyamakan dengan suhu tubuh. Selain memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan sel, temperatur juga mempengaruhi pH melalui peningkatan kelarutan CO2 pada temperatur rendah dan mungkin melalui perubahan ionisasi dan pH dari buffer (Freshney, 1985).

Kebutuhan gas oksigen sebesar 95%. Ketebalan media kultur dapat mempengaruhi difusi oksigen ke dalam sel. Oleh karena itu, ketebalannya berkisar antara 2 – 5 mm. Antibiotik ditambahkan dalam media untuk mencegah terjadinya kontaminasi (Freshney, 1985).

Kultur sel terbagi menjadi dua jenis, yaitu kultur dalam bentuk suspensi dan kultur dalam bentuk sel selapis atau monolayer. Sel yang berkembang biak dalam kultur berbentuk suspensi tinggal dalam media dan tidak memerlukan support atau faktor pembantu untuk menempel. Sel yang biasanya dikultur dengan cara ini adalah sel-sel darah. Kultur sel dalam bentuk monolayer biasanya untuk

sel-sel yang berasal dari jaringan. Sel yang dikultur dalam bentuk ini memerlukan support untuk menempel pada permukaan tempat kultur. Dalam perkembangbiakannya, sel akan memenuhi permukaan tempat tumbuhnya sehingga diperlukan wadah yang lebih luas dibandingkan yang dibutuhkan oleh sel yang dibiakkan dalam bentuk suspensi (Freshney, 1985).

a. Alur Sel

Alur sel (cell line) adalah sel yang berasal dari suatu sumber jaringan tertentu yang mengalami pengkulturan lebih lanjut, hingga menghasilkan subkultur. Pasase atau pengkulturan kembali dilakukan dengan memindahkan sel-sel dari kultur lama ke tempat yang baru dan menumbuhkannya dengan media baru. Pemeliharaan alur sel dilakukan dengan inkubasi pada kondisi yang sesuai dan penggantian media secara periodik. Interval waktu penggantian media dan subkultur ini bervariasi untuk tiap sel, tergantung pada kecepatan pertumbuhan dan metabolisme (Freshney, 1994).

Alur sel terbagi dua, yaitu finite cell line dan continuos cell line. Jika sel yang dikultur berasal dari jaringan normal dan sel-sel tersebut tidak berubah selama masa pengkulturan, baik secara spontan ataupun dengan rangsangan virus maupun bahan kimia, maka alur sel tersebut mempunyai masa hidup yang terbatas (finite cell line). Sel-sel itu akan mati setelah beberapa kali pasase. Namun, jika yang dikultur adalah sel tumor atau terjadi perubahan secara in vitro, maka yang dihasilkan adalah alur sel yang masa hidupnya tidak terbatas (continuos cell line) (Walum et al., 1990). Sel ini juga disebut sel immortal. Alur sel yang masa hidupnya terbatas memerlukan waktu penggandaan lebih panjang, yaitu setelah 24 - 96 jam, sedangkan alur sel immortal hanya memerlukan waktu 12 - 24 jam saja (Freshney, 1994).

Terbentuknya continuos cell line ditandai dengan adanya beberapa perubahan, yaitu perubahan dalam morfologi sel, misalnya menjadi lebih kecil, kurang melekat, lebih bulat, dan perbandingan inti dengan sitoplasmanya lebih besar. Selain itu, sel menjadi lebih cepat tumbuh, ketergantungan pada serum berkurang, sel menjadi lebih mampu berproliferasi dalam suspensi karena ketergantungan pelekatan berkurang, variasi kromosom dalam sel meningkat, terjadi penyimpangan pada fenotip sel donor dan

cenderung bersifat tumor (Malole, 1990). Dua jenis alur sel yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

¾ Alur sel K-562

K-562 termasuk tipe alur sel yang masa hidupnya tidak terbatas (continuos cell line). Alur sel ini diisolasi pertama kali oleh Lozzio dan Lozzio pada tahun 1972 dari efusi pleural wanita berusia 53 tahun yang menderita leukimia myeologeneus kronik. K- 562 atau alur erythroleukimia manusia digunakan sebagai target yang sensitif untuk percobaan dengan Natural Killer (NK) (ATCC, 2006). Alur sel ini dibiakkan dalam bentuk suspensi.

¾ Alur sel HeLa

Sel ini berasal dari jaringan tumor serviks seorang wanita yang bernama Henrietta Lacks yang meninggal pada tahun 1951 di usia 30 tahun. Sampel sel tumor ini dikirimkan kepada George and Margaret Geyyang sedang mencari alur sel manusia yang dapat bertahan di luar tubuh untuk tujuan penelitian. Sel tumor yang mereka terima tersebut berkembang biak tidak seperti sel yang sebelumnya telah mereka lihat. Sel HeLa tersebut kemudian menjadi standar laboratorium dan dapat ditumbuhkan di luar tubuh (Anonim, 2006). Sel HeLa ini bersifat immortal dan dapat membelah hingga jumlah yang tak terbatas selama kondisi kebutuhan sel terpenuhi.

Perubahan sel normal menjadi sel kanker disebabkan oleh adanya faktor- faktor dari luar, seperti senyawa kimia, sinar ionisasi, dan virus onkogen. Guyton (1993) menyatakan bahwa pada kebanyakan contoh yang terjadi, penyakit ini dapat disebabkan oleh keadaan mutasi pada gen yang mengatur pertumbuhan sel- sel dan proses mitosis. Sel kanker akan membunuh sel lain karena jaringan kanker bersaing dengan jaringan normal untuk memperoleh nutrisi sehingga jaringan normal menderita kematian nutritif.

Suatu molekul yang bersifat karsinogen dapat menimbulkan mutasi somatik yang berujung pada terbentuknya kanker. Hal ini merupakan reaksi yang berhubungan erat dengan DNA. Beberapa karsinogen mengaitkan dirinya secara langsung kepada guanin atau mengambil gugus amino dari sitosin (Spector dan Spector, 1993).

Radiasi elektromagnetik, misalnya elektron, neutron, dan partikel alfa juga dapat menyebabkan kanker pada manusia. Cahaya ultraviolet akan menginduksi tumor pada hewan dan akan menyebabkan mutasi pada banyak bentuk kehidupan yang berbanding langsung dengan kemampuannya menyebabkan tumor. Serangan yang bersifat langsung pada aparat genetik dan iradiasi ultraviolet ini akan membentuk ikatan antara pasangan basa yang berdekatan di dalam sel DNA dengan pembentukan timin abnormal sehingga akan menimbulkan transformasi malignan (Spector dan Spector, 1993).

Banyak hewan dan manusia rentan terhadap kanker yang diinduksi virus. Kelompok virus penyebab kanker adalah retrovirus. Retrovirus merupakan virus RNA yang memiliki enzim transkriptase terbalik yang memungkinkan sel membuat duplikat DNA genom virus RNA yang kemudian diinkorporasikan ke dalam genom sel hospes (Spector dan Spector, 1993).

Mutasi yang disebabkan oleh zat kimia, radiasi atau peristiwa lain seperti hilangnya atau penyusunan kembali kromosom, serta penyisipan retrovirus dapat menjurus kepada hilangnya gen dalam sel somatik. Adanya kehilangan alel dalam garis germinal akan mempengaruhi penurunan sifat pada individu selanjutnya yang dapat menimbulkan mutasi genetik berakibat kanker (Spector dan Spector, 1993).

Kanker dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu karsinoma, bila tumor berasal dari jaringan epitel, sarkoma jika berasal dari jaringan fibrous atau jaringan konektif dan pembuluh darah, serta leukimia dan limfoma yang timbul dalam sel darah (Ensminger et al., 1983).

b. Proliferasi Sel

Semua sel, kecuali sel syaraf, mengalami siklus pertumbuhan yang lengkap melalui pembelahan sel untuk membentuk dua sel baru yang identik. Ketika sel distimulasi untuk tumbuh, mereka meninggalkan keadaan diamnya (resting state) dan memasuki satu fase siklus sel yang disebut fase G (Gambar 6). Sel berada dalam fase ini selama lebih kurang 8 jam. Setelah itu, sel memasuki fase S. Di dalam fase ini, replikasi DNA dimulai dan terus berlangsung sampai terbentuk dua DNA baru yang identik. Sintesis DNA memakan waktu lebih kurang 6 jam. Fase selanjutnya adalah fase G2 yang berlangsung selama 4 – 5

jam. Fase ini merupakan fase persiapan, sebelum sel membelah. Periode pembelahan disebut fase M atau fase mitotik. Di dalam fase yang berlangsung 1 – 5 jam ini, dihasilkan dua sel baru (Walum et al., 1990). Menurut Giese (1979), sel-sel kanker pada umumnya tumbuh secara eksponensial, lebih cepat dari sel-sel normal.

Sel tumor dapat berada pada tiga kondisi, yaitu yang sedang membelah (siklus proliferatif), yang sedang dalam keadaan istirahat (tidak membelah atau fase G0), dan yang secara permanen tidak membelah. Sel yang sedang berada pada siklus proliferatif mengalami beberapa fase yang sama seperti sel normal. Pada akhir fase G1 (pasca mitosis), terjadi peningkatan RNA disusul dengan fase S yang merupakan saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir, sel masuk dalam fase pramitosis (G2). Dalam fase ini, sel berbentuk tetraploid, mengandung DNA dua kali lebih banyak daripada sel fase lain dan masih berlangsung sintesis RNA dan protein. Pada saat sel mengalami mitosis (fase M), sintesis protein dan RNA berkurang tiba-tiba dan terjadi pembelahan menjadi dua sel. Setelah itu, sel memasuki tahap interfase untuk kembali memasuki fase G1, saat sel berproliferasi atau memasuki fase istirahat (G0). Di dalam fase tersebut, sel masih berpotensi untuk berproliferasi (Gan dan Nafrialdi, 1989).

Gambar 6 . Siklus Sel

Pengujian terhadap proliferasi sel umumnya dilakukan dengan metode pewarnaan MTT ataupun dengan metode trypan blue. Metode trypan blue merupakan metode yang sangat mudah dan sederhana. Pewarna trypan blue akan diserap oleh sel yang mati atau mengalami kerusakan membran plasma (McAteer

dan Davis, 1994). Menurut Anonim (2007b), sel hidup sangat selektif terhadap senyawa yang melalui membran. Pada sel yang hidup, trypan blue tidak akan diserap tetapi pewarna tersebut dapat memasuki membran pada sel yang mati. Sel yang mati akan memperlihatkan warna biru di bawah mikroskop akibat penyerapan trypan blue pada sel.

Dokumen terkait