• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Karakteristik Internal Petani

Petani memiliki karakteristik yang beragam. Karakteristik tersebut dapat berupa karakter demografis petani, karakteristik sosial petani serta karakteristik kondisi ekonomi petani itu sendiri. Karakteristik tersebutlah yang membedakan tiap perilaku petani pada situasi tertentu. Salah satu sifat penting yang berpengaruh pada proses komunikasi dalam penyebaran informasi adopsi inovasi teknologi adalah karakteristik petani.

Menurut Soekartawi (1988), variabel yang m empengaruhi proses tersebut adalah: umur, tingkat pendidikan formal, frekuensi pendidikan non formal, pengalaman dalam berusaha tani, luas garapan dan status penguasaan lahan mempengaruhi perilaku komunikasi dan jaringan informasi komunikasi dalam kegiatan sehari-hari khususnya dalam usaha tani padi sawah.

Dalam penelitian ini variabel karakteristik internal petani yang akan dibahas hubungannya dengan tingkat adopsi jajar legowo adalah sebagai berikut:

30 (1) Umur

Menurut Mulyasa (2002), umur mempengaruhi kemampuan fisik dan cara berfikir serta dapat menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman perilakunya berdasarkan usia yang dimiliki.

Orang yang lebih tua cenderung kurang responsif terhadap ide-ide baru.

Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan sesorang berhubungan dengan umur (usia). Faktor pertama adalah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar lainnya. Berdasarkan penelitian Bird (Yusriadi, 2011) mengatakan bahwa seseorang yang muda usia mungkin memiliki pengalaman dan pendidikan kurang, tetapi memiliki energi atau semangat untuk mencoba usahanya. Orang yang sudah berumur memiliki pengalaman dan pendidikan lebih tinggi sehingga menentukan keberhasilan usahanya.

(2) Tingkat Pendidikan Formal

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), pendidikan merupakan rangkaian proses belajar mengajar yang menghasilkan perubahan perilaku. Pendidikan menjadi urutan pertama dalam dalam menentukan tingkat keinovatifan seseorang.

Lamanya mengikuti pendidikan formal, dilengkapi pendidikan non formal dan terlebih pendidikan khusus menambah pengalaman dan kedewasaan berfikir seseorang. Pendidikan memiliki tujuan menciptakan manusia-manusia yang berkualitas, termasuk dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan juga mempengaruhi perilaku seseorang, baik dari segi pola pikir, bertindak serta

31 kemampuan menerapkan inovasi baru. Penelitian Lestari (1995), menunjukkan

bahwa mereka yang berpendidikan tinggi lebih mudah untuk menerima informasi dan kemampuan menganalisis masalah yang dihadapinya. Pendidikan

menunjukkan tingkat intelegensia yang berhubungan dengan daya pikir seseorang.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin luas pengetahuannya.

(3) Pengalaman Berusaha Tani

Menurut Walker (Ellya 2002), bahwa pengalaman adalah hasil akumulasi dari proses pengalaman seseorang, yang selanjutnya mempengaruhi terhadap respon yang diterimanya guna memutuskan sesuatu yang baru baginya.

Pengalaman merupakan salah satu pertimbangan bagi seseorang dalam menerima ide-ide baru yang menjadi kebutuhan dan dapat membantu memecahkan masalah hidupnya. Berdasarkan penelitian Samboh (2013), bahwa pengetahuan mempunyai korelasi/hubungan sangat signifikan dengan tingkat adopsi inovasi.

Pengalaman berusaha tani berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam menghadapi pemilihan inovasi teknologi baru.

(4) Luas Penguasaan Lahan

Status kepemilikan lahan petani sangat berkaitan erat dengan tingkat pendapatan mereka. Menurut Rogers (1971), kepemilikan lahan berkaitan dengan keinovatifan seseorang. Petani yang memiliki lahan luas cenderung lebih tanggap terhadap inovasi. Dalam kegiatan penyuluhan, inovasi tentang teknik-teknik diversifikasi untuk lahan sempit atau teknik ekstensifikasi untuk lahan luas merupakan salah satu program yang dapat diinformasikan dan ditumbuhkan

32 minatnya pada masyarakat petani. Jadi yang dimaksud status kepemilikan lahan dalam penelitian ini adalah kepemilikan lahan yang diusahakan atau digarap oleh petani.

Menurut Mardikanto (1993), petani yang menguasai lahan sawah yang luas akan memperoleh hasil produksi yang besar dan begitu pula sebaliknya. Jadi yang dimaksud luas lahan dalam penelitian ini adalah jumlah hamparan yang diusahakan oleh petani. Berdasarkan penelitian Pambudy (1999), bahwa perilaku dalam berwirausaha (berusaha tani) sangat berhubungan dengan besaran lahan yang dimiliki atau digunakan

2.4. Karakteristik Eksternal Petani

Menurut Mosher (1987), iklim usaha merupakan suatu kondisi yang dapat mendukung kegiatan usahatani. Hal ini sangat terkait dengan: adanya program pemerintah, ketersediaan informasi, kertersediaan pasar akan hasil produksi, dan ketersediaan sarana dan prasarana produksi. Sarana dan prasarana menjadi syarat pokok dalam pembangunan pertanian khususnya tanaman padi. Sarana dan prasarana merupakan media dalam proses produksi untuk mencapai hasil yang lebih baik, meliputi : bibit, pupuk, obat-obatan, peralatan dan prasarana jalan (Daniel, 2004). Variabel karakteristik petani yang berhubungan dengan tingkat adopsi sistem tanam jajar legowo adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Ketersediaan Informasi

Ketersediaan informasi adalah ketersediaan sumber informasi yang diperlukan oleh petani dalam meningkatkan usahatani padi sawah melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi. Ketersediaan informasi

33 dapat dilihat dari keberadaan sumber-sumber informasi tentang PTT padi yang dapat diakses oleh petani dan jarak antara sumber informasi serta kesesuaiannya dengan petani.

2. Tingkat Ketersediaan Sarana dan Prasarana Produksi

Ketersediaan sarana dan prasarana produksi adalah ketersediaan peralatan dan bahan yang dapat dimanfaatkan oleh petani responden dalam melaksanakan usahatani padi. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi dilihat dari keberadaan penyedia saprodi, jarak antara penyedia saprodi dengan petani, Ketersediaan sarana dan prasarana produksi dilihat dari keberadaan penyedia saprodi, jarak antara penyedia saprodi dengan petani, dan kemudahan petani untuk mendapatkan saprodi.

Menurut hasil penelitian Samboh (2013), bahwa iklim usaha memiliki hubungan yang signifikan dengan adopsi. Penelitian Kartono (2009) menunjukkan bahwa faktor iklim usaha mempunyai hubungan cukup signifikan terhadap sistem tanam jajar legowo dalam mendukung usahatani petani.

2.5. Penelitian Terdahulu

Hajrah Lalla et al. (2012), melakukan penelitian di Kabupaten Takalar, dengan judul “Adopsi Petani Padi Sawah Terhadap Sistem Tanam Jajar legowo 2:1 Di Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penduduk tersebut umumnya bermatapencaharian sebagai petani (77,57- 87,38 %). Kelompok tani di Kecamatan Polongbangkeng Utara berjumlah 218 kelompok yang terdiri dari beberapa kelas kelompok, yaitu :

34 kelompok pemula 114 kelompok, kelompok lanjut 80 kelompok, kelompok madya 22 kelompok, dan kelompok utama dua kelompok serta terdapat 15 gabungan kelompok tani (Gapoktan).

(1) Faktor Internal Petani

Umur petani responden kisaran antara 30 – 72 tahun, 60,78 % petani responden tergolong dalam usia produktif (31 – 50 tahun). Lama pendidikan petani responden dapat dibedakan atas lama pendidikan 0 – 6 tahun (50,98 %) dan lama pendidikan 9 – 12 tahun ( 49,02 %). Pengalaman berusaha tani responden terdistribusi yang terendah delapan tahun dan yang tertinggi (terlama) 52 tahun.

Jumlah tanggungan keluarga petani responden berkisar antara 1 – 6 orang. Luas lahan usaha tani petani responden bervariasi dari 0,2 – 2,5 ha, sebagian besar petani responden yakni 64,71% memiliki luas lahan usaha tani antara 0,50 – 1,00 ha. Petani responden memiliki motivasi tinggi dalam penerapan teknologi Jajar Legowo 2:1. Meskipun frekuensi kujungan ke sumber informasi tergolong rendah yaitu lima kali per musim tanam sebanyak 68,63%. Secara keseluruhan minat petani terhadap teknologi jajar legowo dilihat dari sifatsifat inovasi terdistribusi pada kategori sedang sebanyak 90,20 % dan hanya 9,80 % berada dalam kategori tinggi. Hasil penelitian menunjukkan keuntungan relatif terdistribusi pada katergori rendah (31,38%), sedang (29,42%) dan tinggi (39,22%). Selain itu, pada Tingkat Kesesuaian suatu Inovasi terdistribusi dari kategori tidak sesuai (9,81%), sesuai (52,95%) dan sangat sesuai (37,26%). Selanjutnya, tingkat kerumitan suatu Inovasi menujukkan Sebanyak 12 orang petani (23,52%) menyatakan tidak rumit,

35 22 orang petani (43,14%) menyatakan teknologi jajar legowo rumit, dan 17 orang petani (33,33%) menyatakan sangat rumit.

Pada tingkat kemudahan suatu inovasi untuk dicoba menunjukkan 39,22%

petani responden menyatakan jajar legowo tidak mudah, sementara 49,02%

menyatakan mudah dan hanya 11,77% petani responden yang menyatakan sangat mudah. Namun pada tingkat Kemudahan suatu inovasi untuk dilihat hasilnya, sebanyak 43,14% petani responden menyatakan teknologi jajar legowo mudah untuk dilihat hasilnya dan 39,22% menyatakan sangat mudah sementara 17,65%

menyatakan tidak mudah untuk dilihat hasilnya.

(2) Faktor Eksternal

Hasil penelitian menunjukkan 60,78 % petani responden menilai bahwa informasi tentang jajar legowo cukup tersedia, sedangkan 35,30% menilai sangat tersedia dan hanya 3,92% menilainya tidak tersedia. Dari 51 petani responden diketahui bahwa intensitas penyuluhan tentang jajar legowo tergolong dalam kategori sedang yakni sebanyak 49,02%. Sementara 31,37% masuk kategori rendah dan 19,61% tergolong kategori tinggi.

(3) Tingkat Adopsi Teknologi Jajar Legowo

Tingkat adopsi petani pada teknologi jajar legowo digolongkan dalam kategori rendah (≤ 32) mencapai 60,78% dan tinggi (39,22%), hal ini terlihat pada komponen benih komponen benih termasuk dalam kategori sedang (15,69%) hsampai tinggi (84,31%) yang diikuti dengan komponen pengolahan tanah terdistribusi pada kategori rendah (3,92%), sedang (90,02%) dan tinggi (5,88%), komponen penanaman terdistribusi dari kategori rendah (31,37%), sedang

36 (49,02%) sampai tinggi (19,61%). Aspek pemeliharaan yang dilakukan petani masih terdistribusi pada kategori rendah (62,75%) sampai sedang (37,25%), produktivitas petani responden termasuk kategori rendah (23,53%), sedang (50,98%) sampai tinggi (25,49%).

(4) Peningkatan Produktivitas Usaha tani

Peningkatan produktivitas usaha tani dapat dijadikan sebagai indicator tingkat penerapan suatu teknologi pada usahataninya. peningkatan produktivitas petani responden termasuk kategori rendah (68,62%), sedang (15,69%) dan tinggi (15,69%). Kenaikan produktivitas terkecil 0,52 ku/ha dan yang tertinggi 14,76 ku/ha.

Ikhwani et al. (2013). Melakukan penelitian di Kota Bogor, dengan judul

“Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Penerapan Jarak Tanam Jajar Legowo”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan populasi dan produktivitas rumpun padi antara tanam tegel dan jajar legowo dimana Populasi untuk

pertanaman tegel 25 cm x 25 cm adalah 160.000 rumpun/ha, sedangkan untuk jajar legowo 2:1 (25-50) cm x 12,5 cm = 4/3 x 160.000 = 213.333 rumpun, atau 1,33 kali lebih banyak dibandingkan dengan tanam tegel 25 cm x 25 cm.

Namun, populasi tanaman/ha yang lebih tinggi (1,33 kali) belum tentu menghasilkan produktivitas (kg/ha) yang lebih tinggi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa semakin rapat jarak tanam atau semakin banyak populasi tanaman per satuan luas semakin menurun kualitas rumpun tanaman, seperti menurunnya jumlah anakan dan jumlah malai per rumpun. Hal ini akibat semakin

37 besarnya persaingan antar rumpun padi dalam penangkapan radiasi surya, penyerapan hara dan air, serta semakin optimalnya lingkungan bawah kanopi bagi perkembangbiakan penyakit. Pada beberapa varietas padi tertentu penurunan jumlah anakan atau jumlah malai akibat rumpun yang terlalu rapat dapat nyata lebih besar, sedangkan pada varietas lainnya tidak nyata.

Apabila jumlah malai per rumpun atau hasil gabah berkurang 1,33 kali atau lebih (lebih kecil atau sama dengan 3/4 kali hasil tegel) karena jarak tanam yang rapat, misalnya dari 20 malai/rumpun menjadi 15 atau kurang, maka produktivitas tanaman dengan cara tanam jajar legowo menjadi sama atau lebih rendah dibandingkan dengan cara tegel. Sebaliknya, apabila jumlah malai per rumpun lebih dari 1,33 kali (lebih besar dari 3/4 kali) maka hasil padi dengan tanam jajar legowo lebih tinggi dibanding cara tanam tegel.

2.6.Kerangka Pemikiran

Sistem tanam jajar legowo merupakan suatu bentuk inovasi yang perlu diadopsi oleh petani. Adopsi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap suatu inovasi sejak mengenal, menaruh minat, menilai sampai menerapkan.. Yang paling penting dengan adanya teknologi sistem tanam jajar legowo ini, produksi padi bisa meningkat serta pendapatan dan kesejahtraan petani juga meningkat, oleh karena itu perlu dilihat faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat adopsi sistem tanam jajar legowo.

38 Tinggi rendahnya penerapan sistem tanam jajar legowo (adopsi teknologi) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik sosial ekonomi petani. Pada akhirnya suatu teknologi diterapkan atau tidak diterapkan terletak pada petani itu sendiri, apakah tingkat adopsinya tinggi, sedang, atau rendah terhadap teknologi baru tersebut. Bila dalam dirinya ada kesadaran akan perlunya perubahan maka pembaharuan yang diusulkan oleh penyuluh dapat diterapkan dalam usaha taninya, kerangka berpikir penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

39

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan Desa tersebut merupakan desa percontohan untuk sistem tanam jajar legowo dari tahun 2007 sampai sekarang. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan juli sampai bulan agustus 2015.

3.2. Teknik Penentuan Sampel

Menurut Sugiyono (2011), teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability sampling dan Nonprobability sampling. Dimana dalam penelitian teknik sampling yang digunakan adalah Nonprobability sampling, yaitu pengambilan sampel dengan metode sampling jenuh atau sensus, sampel dalam penelitian ini adalah petani dengan populasi berjumlah 30 orang yang ada di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng. Karena jumlah populasi yang kurang dari 100 maka, seluruh sampel akan dijadikan sebagai responden, yang tergabung dalam beberapa kelompok tani yang ada di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

40 3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah jenis data deskriptif kualitatif tentang tingkat pengadopsian petani padi sawah terhadap sistem tanam jajar legowo.

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Data primer adalah data yang bersumber dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan kuesioner seperti data identitas responden, tanggapan responden.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait seperti data monografi desa dan data kelompok tani yang ada di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari data yang sudah ada sebelumnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan langsung mengenai objek yang diteliti untuk mengumpulkan data primer yang terfokus pada petani responden.

2. Wawancara atau Interview

Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya secara langsung kepada responden untuk tujuan penelitian. Cara ini dengan membuat daftar pertanyaan atau kuisioner yang sesuai dengan variabel yang

41 akan diteliti dan tujuan yang ingin dicapai. Kuisioner berguna untuk mengumpulkan data primer yang diperoleh dari hasil responden terhadap pertanyaan yang diajukan.

3. Dokumentasi

Data pendukung yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait. Cara ini untuk mengumpulkan data sekunder.

3.5. Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan dikategorikan secara tabulasi untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis data untuk menjawab adalah analisis pengukuran terhadap indikator pengamatan dengan menggunakan tehnik skoring atau skala nilai dengan ketentuan (Sugiyono, 2004).

a. Tinggi : 3 b. Sedang : 2 c. Rendah : 1

Interval = Skor tertinggi-Skor terendah Jumlah kelas

42 3.6 Definisi Operasional

Adapun operasional variabel penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Petani sampel adalah petani padi yang membudidayakan tanaman padi dengan sistem tanam jajar legowo

2. Penyuluh pertanian merupakan informan bagi para petani dalam menyampaikan informasi teknologi pertanian.

3. Sistem tanam legowo adalah cara tanam yang memiliki 2 barisan kemudian diselingi barisan kosong dimana pada setiap jarak tanam pada tipe legowo adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm (barisan pinggir) x 25 cm (barisan kosong).

4. Penerapan sistem legowo adalah penggunaan sistem tanam jajar legowo untuk penanaman terutama untuk tanaman padi.

5. Tingkat adopsi dapat diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psycho-motoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh kepada masyarakat sasarannya.

43

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak Geografis

Desa Paraikatte merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Desa Paraikatte memiliki luas 8,24 km2. Secara geografis, Desa Paraikatte dibatasi oleh wilayah - wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Pallangga

Sebelah Timur : Kecamatan Pallangga dan Desa Pa’bentengang Sebelah Selatan : Desa Pa’bentengang

Sebelah Barat : Desa Maccini Baji

Desa Paraikatte berjarak 8 km dari ibukota Kecamatan bajeng dan bila ditempuh dengan kendaraan bermotor dapat ditempuh selama 20 menit.

Dan berjarak 22 km dari ibukota Kabupaten Gowa. Dan 30 km dari ibukota Propinsi. Desa Paraikatte merupakan wilayah daerah dataran rendah di kabupaten Gowa karena elevasinya hanya berada pada ketinggian 20-30 mdpl.

4.2. Kondisi Demografis

Keadaan demografi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi yang mempengaruhi proses mobilitas sosial masyarakat. Faktor penduduk ini menempati posisi yang paling utama, karna seperti yang kita ketahui bahwa pembangunan itu adalah suatu upaya manusia untuk merubah pola hidup dan posisi sosial mereka untuk tetap memenuhi kebutuhan hidupnya.

44 a. Kependudukan

Data potensi di desa Paraikatte tahun 2014, penduduk di desa Paraikatte menurut jenis kelamin laki-laki 1403 orang dan perempuan sebanyak 1416 orang dan jumlah total penduduknya sebanyak 2816 orang. Angka ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-lakinya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah perempuannya.

Tabel 1: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin.

No Nama Dusun

Sumber, Kantor Desa Paraikatte 2015

Data pada tabel di atas jika dilihat dari jumlah secara keseluruhan, jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak di banding jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki meskipun jumlahnya tidak beda jauh, yaitu penduduk yang berjenis kelamin perempuan tercatat dengan jumlah 1426 jiwa sedangkan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki tarcatat dengan jumlah 1401 jiwa.

b. Pendidikan

Data yang diperoleh di kantor desa Paraikatte tingkat pendidikan masyarakat di desa Paraikatte yang paling banyak adalah tamat SMP, dengan jumlah secara keseluruhan sebanyak 315 orang. Diurutan kedua yang tingkat

45 pendidikan masyarakatnya adalah tamat SD dengan jumlah 254 orang. Kemudian tamatan SMA dengan jumlah 156 orang.

c. Agama

Data yang diperoleh dari kantor desa Paraikatte menjelaskan bahwa agama yang mayoritas dalam masyarakat desa Paraikatte adalah agama Islam. Kondisi ini merata pada 5 dusun yang terdapat di desa Paraikatte adalah pemeluk agama islam, dimana tercatat sebanyak 2816 orang.

d. Sarana dan Prasarana Umum

Tabel 2: Jumlah Sarana dan Prasarana Tempat Ibadah, Pemakaman Umum.

No Sarana dan Prasarana Jumlah

1 Mesjid 8

Sumber Kantor Desa Paraikatte 2015

Dari Tabel 2 terlihat bahwa di desa Paraikatte, memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai, hal itu ditunjukkan oleh tersedianya sarana dan prasarana seperti mesjid, taman kanak-kanak, sekolah dasar, SLTP, SLTA, pondok pesantren, puskesmas, dan pemakaman umum.

46 4.3. Kondisi Pertanian

Data yang diperoleh dari kantor desa Paraikatte. Dari luas desa yang memliki luas 8,24 km2. Desa Paraikatte memiliki lahan persawahan seluas 100 ha, dan selebihnya adalah pemukiman warga dan sarana prasarana desa. Seperti mesjid, sekolah, posyandu, dan lain-lain. Sistem pengairan persawahan di desa paraikatte memiliki saluran tersier yang di aliri oleh dua waduk, yakni waduk Bili-bili dan waduk Bissua. Jadi sangat memungkinan bagi petani yang ada di desa Paraikatte untuk melakukan penanaman padi tiga kali musim tanam dalam setahun. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan sumber air yang cukup untuk areal persawahan petani di desa Paraikatte sepanjang tahun.

Sistem tanam jajar legowo mulai diperkenalkan oleh penyuluh kepada masyarakat desa Paraikatte khususnya kepada petani melalui program Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT BO) pada tahun 2007. Namun baru 3 tahun belakangan petani di desa Paraikatte mulai menerapkan sistem tanam jajar legowo, hal ini disebabkan oleh hasil produksi tanaman padi yang dihasilkan melalui sistem tanam jajar legowo ini memiliki hasil yang lebih banyak jika dibandingkan dengan sistem konvensional, selain itu menurut petani yang ada di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa sistem tanam jajar legowo lebih ekonomis dari segi penggunaan bibit tanaman padi dibandingkan sistem konvensional. Para petani di Desa Paraikatte mulai beralih dari sistem konvensional ke sistem tanam jajar legowo dan pola SRI (system of rice intensification).

47

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Responden Petani Padi

Identitas responden menggambarkan suatu kondisi atau keadaan serta status dari responden tersebut. Identitas responden dapat memberikan informasi tentang keadaan usaha taninya, terutama tingkat adopsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Identitas responden tinkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten gowa dapat dilihat sebagai berikut:

5.1.1 Umur Petani

Salah satu karakteristik yang dimiliki seorang petani yang dianggap penting adalah faktor umur. Identitas responden petani ditingkat umur dapat dilihat pada Tabel 3.

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

48 dalam melaksanakan peran sebagai petani padi.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden juga ikut mempengaruhi pola pengolaan usaha tani. Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan pola pikir petani.

Identitas responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Identitas Responden Petani Padi di Tingkat Pendidikan di Desa

Sumber : Data Primer Setelah diOlah, 2015

Tabel 4 menunjukkan bahwa seluruh responden dan petani telah mengikuti pendidikan formal dengan tingkat pendidikan yang berbeda. Dimana tingkat pendidikan yang terbesar adalah tamat SD sebanyak 56,67% sedangkan pada tingkat terendah ada yang tamat SMP dan SMA sebanyak 13,33% dan 30%.

49 5.1.3 Pengalaman Bertani

Pengalaman petani dibagi menjadi lima interval yaitu pengalaman 7-10 tahun, 11-14 tahun, 15-19 tahun, 20-23 tahun, dan 24-27 tahun. Pengalaman petani sangatlah beragam mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi 26 tahun. Berikut sebaran distribusi responden menurut pengalaman petani.

Tabel 5. Distribusi Petani Menurut Pengalaman No Pengalaman Bertani

Sumber : Data Primer Setelah diOlah, 2015

Hampir seluruh responden memperoleh pengalaman dalam berusaha tani dimulai dari lingkungan keluarga tani. Adapun motif petani dalam menjalankan usaha budidaya padi disebabkan karena tuntutan kehidupan, tidak ada pilihan pekerjaan lain selain bertani padi, dan menjadikan pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama yang mereka tekuni dan mengisi waktu kosong mereka.

5.1.4 Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan petani dibagi menjadi dua bagian yang terdiri dari lahan garapan & lahan milik sendiri. Status lahan petani didominasi oleh

Dokumen terkait